!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, January 17, 2014

Buah Simalakama Bagi Supir Angkot, Jalan Macet, Penumpang beralih Naik Sepeda Motor Menyebabkan Pendapatan Menurun




Buah Simalakama Bagi Supir Angkot, Jalan Macet, Penumpang beralih Naik Sepeda Motor Menyebabkan Pendapatan Menurun

Supir Angkot Mengeluh, Membanjirnya Sepeda motor, Jalan Macet Menyebabkan Jumlah Penumpang Menurun. Saat ini kerugian yang disebabkan oleh kemacetan Jakarta Lebih  Rp 28 triliun per tahun. Jumlah kendaraan di DKI mencapai 1,2 juta dengan pembagian 273.000 kendaraan roda empat dan 944 kendaraan roda dua

Kalau kita amati jalan-jalan di Jakarta, kita akan dapati tiada hari tanpa macet. Hujan sedikit saja jalan-jalan di Jakarta akan macet. Juga jalan di Jakarta mulai dipenuhi sepeda motor dan mobil, belum lagi jalan yang semakin sempit, karena sebagian badan jalan yang digunakan untuk Busway.

‘’Jadi jalan di Jakarta tiada hari tanpa macet,’’ kata seorang pejalan kaki yang tengah naik angkot No.06 Gandaria-Terminal Kampung Melayu, sebelum naik bajay atau Ojek ke kantornya di bilangan Tebet Barat Dalam, Jakarta Selatan.

Dampaknya bukan saja para pekerja akan lambat sampai di Kantornya,tetapi juga membuat para supir angkot mulai kekurangan penumpang.

‘’Saya sudah 30 tahun menarik angkot, baru dua tahun belakangan ini saya agak sulit mencari penumpang, kata Husein (52 tahun) yang menarik angkot No.06 Jurusan Gandaria-Kampung Melayu, Jakarta Timur.

‘’Seperti Anda lihat, motor dimana-mana, hingga memacetkan jalan, saya yakin banyak penumpang saya beralih naik sepeda motor, terpaksa dengan jumlah penumpang sepi pendapatan dan uang lebih saya berkurang,’’ kata Husein.

Dengan jalan macet,kata Husein, satu rit Gandaria- Melayu yang tadinya ditempuh hanya satu jam kini bisa sampai 3 jam, berarti kendaraan saya lebih banyak makan bensin atau solar, berarti 2/3 dari penumpang hanya untuk membeli bahan bakar.’’Dulu saya bisa mengantongi uang ke rumah bersih rata-rata di atas Rp 100.000,- kini berkurang antara Rp 10.000 sampai Rp 50.000 per hari.

‘’Karena usia saya ngak berani sebagai supir batangan ladi (supir utama), tapi sebagai supir serep (cadangan) narik hanya satu dua rit aja,’’ kata Husein, yang satu rit bolak balik dia harus menyetor bersih Rp.50.000 ke supir batangan.

Kisah serupa juga dialami Amdes (35 tahun) yang sudah Sembilan tahun narik bobil angkot no.41 Jurusan Cibinong-Kampung Rambutan.’’Dua tahu terakhir sulit diprediksi berapa besar pendapatan saya, rata-rata satu hari dapat , satu hari ‘’nombok,’’ kata Amdes , warga Cibinong, Jawa Barat.

‘’Agar saya bisa beli baju untuk anak saya yang nabung di celengan uang koin yang saya peroleh, seriap menjelang lebaran celengan itu saya pecahkan,’’ kata Amdes.

‘’Horee saya hanya bawa dua penumpang dari Gandaria sampai Terminal Kampung Melayu,’’ kata Sadarudin (40 tahun) sekitar pukul 10.00 (WIB) Jumat (17/1). Kata Sadarudin sudah dipastikan dengan dua penumpang itu ia tekor, karena hanya dapat Rp 12.000 untuk ongkos dua orang itu, padahal dengan jalan macet, dia tempuh dua jam dia harus membeli solar Rp 50.000.

Menurut Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Azas Tigor Nainggolan pengguna angkutan kota (angkot) terus menurun. Pada tahun 2002, kata Tigor, pengguna angkot mencapai 38,2 persen masyarakat Jakarta. Jumlah itu terus menurun menjadi 12,9 persen pada 2010.

“Tahun depan kami prediksikan hanya sekitar 10 persen masyarakat Jakarta yang menggunakan angkot,” kata Tigor.

Menurut dia, penurunan jumlah pengguna angkot tak urung menimbulkan kemacetan di Jakarta. Saat ini kerugian yang disebabkan oleh kemacetan Jakarta mencapai Rp 28 triliun per tahun. “Masyarakat yang dulu biasa naik angkot kini beralih ke kendaraan pribadi,” kata Tigor.

Pertumbuhan kendaraan pribadi itu tidak diimbangi dengan pertumbuhan angkutan umum yang memadai. Data pelayanan STNK Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menunjukkan setiap harinya ada 1.500 penerbitan STNK motor baru dan 300 penerbitan STNK mobil baru. Sedangkan angkutan umum hanya tumbuh sekitar 2 persen per tahun. Itu pun didominasi oleh taksi dan Transjakarta.

Kondisi itu diperparah dengan tidak adanya peremajaan angkot. “Sejak tahun 1996, angkot di Jakarta enggak ada yang bertambah, enggak ada yang hilang,” katanya.

Menurut Tigor, kondisi ini membuat perilaku sopir angkot di Jakarta mengkhawatirkan. “Mereka sudah tidak punya penumpang. Semua pindah ke motor. Karena itu, banyak angkot yang tidak mau berhenti di terminal,” katanya.

Tigor juga menganggap kriminalitas di angkot yang terjadi juga memperparah kondisi angkot di Jakarta.

Perilaku angkot, kata dia, bisa diubah dengan penegakan hukum yang bagus di Jakarta. “Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan dan Jalan harus ditegakkan. Harus ada standar keamanan kenyamanan dan kepastian jadwal untuk meningkatkan pengguna angkot,” katanya.

Tigor juga mengusulkan trayek angkot yang ada bisa dijadikan penghubung untuk busway.“Tinggal di-rerouting saja. Apalagi saat ini 50 persen trayek angkot bersinggungan dengan busway,” katanya.

Tigor mengatakan kelembagaan BLU Transjakarta harus dirombak untuk memperbaiki pelayanan Transjakarta yang selama ini tidak maksimal. “Kalau sekarang ada masalah harus bikin surat dulu untuk Kepala Dinas sebelum memutuskan,” katanya.

Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009, kata dia, BLU Transjakarta seharusnya diubah menjadi BUMD. “Busway ini pilihan, langkah jangka menengah untuk memecah kebutuhan angkutan umum,” katanya.

Menurut dia, pembenahan angkot dan Transjakarta tidak langsung menghapus kemacetan yang ada. “Selama pemerintah tidak mengatur pembatasan kendaraan, kemacetan akan terus ada di Jakarta,” katanya.

Kemacetan tetap menjadi momok penduduk DKI Jakarta di bawah pemerintahan Gubernur Jakarta Joko Widodo. Di tengah pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi, kondisi angkutan umum di Jakarta justru makin memprihatinkan.

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit mengatakan kondisi angkutan umum di Jakarta telah mengalami penurunan yang sangat signifikan.

"Sepuluh tahun lalu masyarakat pengguna angkutan umum masih 40 persen, sekarang tinggal 14 persen; sebagian besar terabsorbsi oleh sepeda motor," kata Danang

Kondisi di atas tentu mempersulit harapan agar masyarakat beralih ke angkutan umum. Ibarat lingkaran setan, semakin sedikitnya penggunaan angkutan umum jelas akan semakin memperburuk kualitas angkutan itu. "Jumlah armada relatif sama atau konstan, sementara jumlah penumpang semakin sedikit, jelas pendapatan semakin turun, mereka tidak bisa memperbaiki kualitas pelayanan," kata guru besar transportasi UGM ini.

Buruknya kondisi angkutan umum, dikombinasikan dengan makin tingginya jumlah penduduk Jakarta dan kenaikan tingkat ekonomi ini diprediksi bakal membuat suram kondisi Jakarta pada 2014. MTI, ujar Danang, tetap pada proyeksinya bahwa kecepatan kendaraan di Jakarta pada saat peak di jam-jam kerja adalah 9 km/jam. "Lebih cepat dengan jalan kaki," ujar Danang.

Karena itulah menata organisasi angkutan umum, lanjut Danang, menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi Jokowi. Dengan demikian diharapkan terjadi peningkatan kualitas angkutan umum, dan masyarakat pun beralih menggunakan angkutan umum ketimbang kendaraan pribadi.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo membenarkan bahwa belakangan ini Ibu Kota semakin macet. Dia pun menuding meledaknya jumlah kendaraan roda empat serta roda dua menjadi biang kerok kemacetan di Jakarta, belakangan.
Data yang dihimpun Jokowi dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta periode Januari-Oktober 2013, total jumlah kendaraan di DKI mencapai 1,2 juta dengan pembagian 273.000 kendaraan roda empat dan 944 kendaraan roda dua. Jumlah itu sangat tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Coba bayangkan jumlah itu numpuk di Jakarta. Saya keluarkan data ini supaya masyarakat tahu, kemacetan di kita (Jakarta) yang saat ini gara-gara jumlah kendaraan tambah berjuta-juta," ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta.
Jokowi melanjutkan, biang kerok kemacetan itu pun diperparah dengan tiga persoalan lainnya  di lapangan. Pertama, karena ada genangan di jalan-jalan. Kedua, banyaknya pengendara roda dua yang berteduh di bawah jembatan. Yang ketiga, tidak adanya petugas polisi atau dinas perhubungan saat kemacetan melanda.
Soal jumlah kendaraan, Jokowi mengaku tengah merancang penerapan pajak progresif tinggi bagi pemilik kendaraan roda dua atau roda empat. Pihaknya masih menghitungnya untuk kemudian diserahkan kepada DPRD DKI Jakarta untuk dibahas dan disahkan.
Untuk pengadaan transportasi massal agar pengguna kendaraan bermotor pindah haluan masih dalam proses. Mass rapid transit(MRT) dan monorel dalam tahap pembangunan.
Pengadaan ribuan bus sedang dan bus transjakarta pun baru datang pada akhir 2013 dan baru dapat dioperasionalkan 2014 mendatang. "Soal permintaan pajak nol persen bagi transportasi massal itu belum mendapat jawaban dari Kementerian Keuangan," ujarnya.
Kendati demikian, pengadaan transportasi DKI tetap berjalan. Untuk tiga persoalan lapangan, Jokowi melanjutkan, pihaknya telah mengidentifikasi masalah. Ia pun telah memerintahkan wali kota, dinas perhubungan, dan dinas pekerjaan umum untuk segera menyelesaikan persoalan teknis di lapangan secepat mungkin. Dia berharap kemacetan di Jakarta perlahan-lahan dapat terurai.

Memang jalan-jalan di Jakarta yang semakin macet bukannya tanpa alasan. Pasalnya,
jumlah kendaraan di wilayah DKI Jakarta bertambah 1.218.000 unit dalam 10 bulan terakhir dan menambah kemacetan arus lalu lintas kendaraan di Ibu Kota.

Menurut dia, selama Januari sampai Oktober tahun ini jumlah motor bertambah 944.000 dan jumlah mobil bertambah 273.000. "Bayangkan," kata Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta.

Pemerintah DKI Jakarta, ia menjelaskan, mengusulkan penerapan pajak kendaraan progresif untuk menekan pertumbuhan jumlah kendaraan di Ibu Kota ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Selain karena peningkatan jumlah kendaraan, Jokowi menjelaskan, kemacetan lalu lintas di Ibu Kota juga terjadi karena jalanan tergenang selama musim penghujan.

"Macet disebabkan yang pertama karena genangan di 25 titik, kedua, orang-orang yang berteduh di bawah jembatan. Ketiga, petugas di lapangan waktu hujan tidak ada, makanya kendaraan saling terobos ingin cepat dan keempat, tambahan kendaraan tadi," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan pemerintah daerah telah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menangani kemacetan lalu lintas kendaraan di jalan raya.

"Tadi sudah saya rapatkan dengan Wali Kota untuk mengerjakan di wilayahnya masing-masing, sampai Dinas PU. Ada 27 titik kemacetan, sudah kita identifikasi di mana, sebabnya apa," kata Jokowi.

Rencana Pemprov DKI menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) tentunya tak jauh-jauh alasannya dari data yang dikeluarkan Ditlantas Polda Metro Jaya. Dari data tersebut, pertambahan sepeda motor maupun mobil totalnya mencapai 1.130 unit perhari.

Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Royke Lumowa, mengatakan rincian pertambahan kendaraan tersebut yakni untuk sepeda motor di Jakarta mencapai 890 unit perhari dan mobil sebanyak 240 unit perhari.

"Total jumlah kendaraan di Jakarta hingga saat ini ada sebanyak 11.362.396 unit. Terdiri dari 98 persen kendaraan pribadi atau 10.502.704 kendaraan dan dua persen transportasi umum atau 859.692 unit angkutan umum. Dari total kendaraan pribadi, ada sebanyak 8.244.346 unit roda dua dan roda empat sebanyak 3.118.050 unit," terang Royke.

Menurutnya pertumbuhan jumlah kendaraan tersebut tidak diimbangi dengan pertumbuhan jalan. Panjang jalan di Jakarta hanya 7.650 km dan luas jalan 40,1 km atau 0,26 persen dari luas wilayah DKI. Sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 persen pertahun. Belum lagi tingginya angka perjalanan di Jakarta yang mencapai 21 juta perhari.

Dikatakannya, saat ini Polda Metro Jaya mendukung setiap langkah Pemprov DKI untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Seperti ERP yang sedang digodok, pembangunan infrastruktur jalan bersusun, hingga rencana pembangunan Mass Rapid Transit (MRT).

Mantan Gubernur DKI Fauzi Bowo menjelaskan bahwa kajian-kajian mengenai perencanaan program ERP telah dilakukan oleh Pemprov DKI sejak tahun 2007 dan menghasilkan Master Plan dan Detail Engineering Design (DED) ERP.
Ketentuan yang mengatur ERP sendiri telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu-Lintas. ERP ini menerapkan peraturan pada saat terjadi kemacetan maka kendaraan yang melintas dikenakan biaya.

Sebaliknya, apabila tidak terjadi kemacetan maka kendaraan yang melintas tidak akan dikenakan biaya. Hal ini berbeda dengan jalan tol yang terus menerus selama 24 jam dikenakan biaya. Biaya yang terkumpul dari program ERP akan digunakan untuk membantu meningkatkan pelayanan angkutan umum.

Peneliti dariInternational Institute for Sustainable Development (IIDS) Lucky Lontoh menyatakan jumlah kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) di Jakarta mencapai 6,1 juta unit.

"Di Jakarta saja jumlah kendaraan sudah mencapai 6,1 juta kendaraan. Ini membuktikan kalau konsumsi BBM Indonesia sangat besar," katanya.

Menurut data Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta 2011, jumlah total kendaraan yang menggunakan BBM premium berjumlah 6.154.523 unit kendaraan yang meliputi mobil sedan, jeep, pick up, minibus, van, truk, mikrolet, kendaraan roda tiga, sepeda motor dan kendaraan alat berat.

Lucky mengatakan, peningkatan jumlah kendaraan pengguna BBM di Jakarta tak diimbangi dengan kenaikan jumlah kendaraan yang menggunakan bahan bakar gas (BBG).

Secara keseluruhan, menurut catatan IIDS, jumlah kendaraan pengguna BBG di Indonesia bahkan malah menurun dari 4.700 unit pada 2002 menjadi 3.000 unit pada 2008.

"Jumlah kendaraan BBG di Indonesia termasuk yang terkecil di dunia atau bisa disebut gagal. Sebut saja bajaj BBG yang tidak berjalan sampai sekarang," katanya.

Ia mencontohkan, di Pakistan jumlah kendaraan pengguna BBG pada 2008 naik menjadi 2 juta unit dibandingkan tahun 2002 yang hanya 600 ribu unit.

Pada kurun yang sama, jumlah kendaraan pengguna BBG di China juga naik dari 69 ribu menjadi 400 ribu dan di India naik dari 204 ribu unit menjadi 821 ribu unit.

Ia mengatakan, pemerintah sebaiknya memperbaiki pengelolaan energi dan mendorong peningkatan penggunaan BBG untuk menekan kerugian sosial dan ekonomi serta menjaga ketahanan energi.
Direktur Eksekutif Indonesia Effort for Environment, Ahmad Safrudin memperkirakan lalu lintas Jakarta akan stuckatau mengalami kemacetan total pada 2014. Hal ini terjadi karena pertumbuhan populasi kendaraan di Jakarta tidak terkendali. "Ini lebih cepat dari yang diperkirakan," kata dia dalam konferensi pers di Gedung Sarinah Jakarta Pusat, Selasa 30 Juli 2013.


Menurut Ahmad, kondisi kemacetan terjadi meski hanya 15 persen kendaraan yang turun ke jalan. Dia tidak bisa membayangkan jika seluruh kendaraan tumpah ruah di jalanan.
Kecepatan kendaraan di dalam kota pun akan menurun. Ahmad mengatakan pada 2008 kendaraan masih bisa melaju rata-rata di atas 20 kilometer per jam. Namun pada 2012 kecepatannya anjlok menjadi 16 kilometer per jam. "Akhirnya pada 2014, semua kendaraan di Jakarta akan stuck," ujarnya.

Riset Indonesia Effort for Environment menyebutkan pada 2013 pertumbuhan kendaraan mencapai 1.600-2.400 unit per hari. Dari jumlah tersebut, 16,5 persen merupakan pertambahan mobil sementara sisanya adalah motor, bus, dan truk. Jumlah kendaraan di Jabodetabek yang beroperasi di Jakarta mencapai 38,7 juta unit, terdiri dari 26,1 juta unit sepeda motor, 5,3 juta unit mobil, 1,3 juta unit bus, dan 6,1 juta unit.

Selain dampak berupa kemacetan, Indonesia Effort for Environment mencatat pertumbuhan kendaraan yang sangat pesat telah menyebabkan 57,8 persen warga Jakarta menderita sakit yang berhubungan dengan pencemaran udara. Sebanyak 1,2 juta warga Jakarta menderita asma sementara 153 ribu menderita bronchopneunomia, sebanyak 2,4 juta warga menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). "Pada 2010 saja, biaya kesehatan yang harus dibayarkan warga Jakarta mencapai Rp 38,5 triliun," kata Ahmad

Untuk mengurangi dampak kemacetan, Ahmad mendesak pemerintah untuk menghentikan penjualan kendaraan pribadi baru. Selain itu, moratorium pengembangan jalan tol juga harus dilakukan. Solusi lain adalah pembenahan sarana transportasi serta perbaikan pengaturan parkir di Jakarta.

Jalanan Indonesia semakin padat! Bukan hanya di kota-kota besar, juga ke pelosok. Penambahan jumlah kendaraan bermotor sepanjang tahun lalu mencapai 10,036 juta unit. Mengakibatkan populasi kendaraan bermotor yang tercatat pada kepolisian naik 12 persen menjadi 94,229 juta unit dibandingkan periode tahun sebelumnya (2011) hanya 84,19 juta unit.
Menurut data terakhir Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri), selama 2012, pertambahan terbanyak adalah mobil pribadi dan sepeda motor, masing-masing 12 persen. Sepeda motor baru yang dibeli konsumen pada tahun lalu mencapai 8.551.047 unit. Sedangkan mobil pribadi baru yang dicatat kepolisian mencapai 984.314 unit.
Sepeda motor jumlahnya 77,7 juta unit atau 82,4 persen. Mobil pribadi 9,5 juta unit atau 10 persen, disusul mobil barang, bus dan kendaraan khusus.
"Sepeda motor masih menjadi andalan utama dan paling terjangkau bagi mayoritas masyarakat Indonesia," tegas Gunadi Sindhuwinata, Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) di Jakarta

Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia

No
Jenis Tahun
Pertumbuhan
2011 2012
1 Mobil penumpang 8.540.352 9.524.666 12%
2 Bus 1.920.038 1.945.288 1%
3 Kendaraan   4.257.381 4.723.315 11%
4 Sepeda motor 69.204.675 77.755.658 12%
5 Ransus   270.611 280.372 4%
Jumlah 84.193.057 94.229.299 12%
Sumber: Kakorlantas Polri.ra difabel..|Muhammad Jusuf





No comments:

Post a Comment