!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Monday, July 6, 2015

Al Quran diturunkan sebagai peringatan bagi manusia.

Perjalanan yang belum selesai (305)

(Bagian ke tiga ratus lima), Depok, Jawa Barat, Indonesia, 6 juli 2015, 20.46 WIB)

Al Quran diturunkan sebagai peringatan bagi manusia.

Kitab suci Al Quran diturunkan Allah melalui wahyu yang disampaikan melalui malaikat Jibril kpada Nabi Muhammad, begitu juga Al Hikmah (sunnah/Hadist).
Bedanya Al Quran atas perintah Nabi ditulis dan di kumpulkan dalam satu mushab pada masa kekhalifahan sahabat Nabi Usman bin Affan, sedangkan Sunnah dikumpulkan beberapa ratus tahun kemudian melalui para ulama ahli hadist seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Syafei, Abu Hanifah, Imam Maliki, dan Imam Hambali dan beberapa ulama dan pakar ahli hadist dan penghafal Al Quran.
Sunnah diturunkan sebagai pelengkap Al Quran karena berisi praktek ibadah yang belum ada di Al Quran seperti cara-cara sholat, dan praktek ibadah lainnya yang dipraktekkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad.
Sehingga Al Quran dan sunnah adalah satu kesatuan yang utuh, hanya saja karena Sunnah ditulis dan dibukukan beberapa ratus tahun kemudian setelah meninggalnya Nabi Muhammad, para pakar hadist menentukan apakah sunnah ini sahih, hasan atau dhoif (palsu), dan harus merujuk pada Al Quran agar kalau ada Sunnah harus sesuai dengan isi Al Quran, tidak boleh kontrakdiktif atau saling bertentangan dengan hujjahnya (arti firmannya)

Surah Al An’aam Ayat 84-94
Ayat 84-90: Rombongan para nabi dan perintah mengikuti mereka

وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلا هَدَيْنَا وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ قَبْلُ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (٨٤) وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَى وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ (٨٥) وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا وَكُلا فَضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ (٨٦) وَمِنْ آبَائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (٨٧) ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٨٨) أُولَئِكَ الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ فَإِنْ يَكْفُرْ بِهَا هَؤُلاءِ فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْمًا لَيْسُوا بِهَا بِكَافِرِينَ (٨٩) أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ       (٩٠)

Terjemah Surat Al An’aam Ayat 84-90

84.[1] Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya'qub[2] kepadanya. Kepada masing-masing telah Kami beri petunjuk[3]; dan sebelum itu Kami telah memberi petunjuk kepada Nuh, dan kepada sebagian dari keturunannya[4] yaitu Dawud, Sulaiman[5], Ayyub, Yusuf[6], Musa, dan Harun[7]. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik[8].

85. Dan Zakaria, Yahya[9], Isa[10] dan Ilyas[11]. Semuanya Termasuk orang-orang yang saleh.



86. Dan Ismail[12], Alyasa', Yunus[13] dan Luth[14]. Masing-masing Kami lebihkan (derajatnya) di atas umat lain (pada masanya)[15],

87. (Dan Kami lebihkan pula derajat) sebagian dari nenek moyang mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka. Kami telah memilih mereka (menjadi nabi dan rasul) dan mereka Kami beri petunjuk ke jalan yang lurus.

88. Itulah petunjuk Allah[16], dengan itu Dia memberi petunjuk kepada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan[17].

89. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmah dan kenabian. Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang tidak mengingkarinya[18].

90. Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah (Muhammad)[19], "Aku tidak meminta imbalan kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)." Al Quran itu tidak lain hanyalah peringatan[20] untuk seluruh umat[21].

Ayat 91-92: Bantahan kepada orang-orang yang mengingkari kenabian serta menetapkan risalah Islam

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى بَشَرٍ مِنْ شَيْءٍ قُلْ مَنْ أَنْزَلَ الْكِتَابَ الَّذِي جَاءَ بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى لِلنَّاسِ تَجْعَلُونَهُ قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا وَعُلِّمْتُمْ مَا لَمْ تَعْلَمُوا أَنْتُمْ وَلا آبَاؤُكُمْ قُلِ اللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ   (٩١) وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (٩٢

Terjemah Surat Al An’aam Ayat 91-92

91. Mereka[22] tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya[23] ketika mereka berkata[24], "Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia". Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa Musa sebagai cahaya[25] dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai[26], kamu memperlihatkan (sebagian isinya) dan banyak yang kamu sembunyikan[27], padahal telah diajarkan kepadamu[28] apa yang tidak tidak diketahui, baik olehmu maupun oleh nenek moyangmu." Katakanlah, "Allah-lah (yang menurunkannya)," kemudian (setelah itu), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya[29].

92. Dan ini (Al Quran), kitab yang telah Kami turunkan dengan penuh berkah[30]; membenarkan[31] kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya[32] dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang ada di sekitarnya[33]. Orang-orang yang beriman kepada kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran), dan mereka selalu memelihara shalatnya[34].

Ayat 93-94: Hal yang akan disaksikan oleh orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjelang mati, serta terputusnya hubungan dan nasab pada hari Kiamat

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ (٩٣) وَلَقَدْ جِئْتُمُونَا فُرَادَى كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَتَرَكْتُمْ مَا خَوَّلْنَاكُمْ وَرَاءَ ظُهُورِكُمْ وَمَا نَرَى مَعَكُمْ شُفَعَاءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاءُ لَقَدْ تَقَطَّعَ بَيْنَكُمْ وَضَلَّ عَنْكُمْ مَا كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ   (٩٤)

Terjemah Surat Al An’aam Ayat 93-94

93. Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah[35] atau yang berkata, "Telah diwahyukan kepadaku,"[36] padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, "Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah."[37] (Alangkah ngerinya) sekiranya kamu melihat pada waktu orang-orang zalim berada dalam kesakitan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul (dan menyiksa) dengan tangannya, (sambil berkata)[38], "Keluarkanlah nyawamu." Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar[39] dan (karena) kamu menyombongkan diri[40] terhadap ayat-ayat-Nya[41].

94. Dan[42] kamu benar-benar datang sendiri-sendiri kepada Kami[43] sebagaimana Kami ciptakan kamu pada mulanya[44], dan apa yang telah Kami karuniakan kepadamu[45], kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia). Kami tidak melihat pemberi syafa'at (pertolongan) besertamu[46] yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu (bagi Allah)[47]. Sungguh, telah terputuslah (semua pertalian) antara kamu dan telah lenyap dari kamu apa yang dahulu kamu sangka[48].

[1] Setelah Allah menyebutkan tentang hamba-Nya dan kekasih-Nya, yaitu Nabi Ibrahim 'alaihis salam, serta karunia-Nya kepadanya berupa ilmu, dakwah dan sabar, Allah menyebutkan pemberian-Nya kepada Ibrahim sebagai pemuliaan terhadapnya dari-Nya berupa keturunan yang saleh.

[2] Ya'qub putera Ishak, ia disebut juga Israil.

[3] Ke jalan yang lurus.

[4] Nuh atau Ibrahim.

[5] Putera Dawud.

[6] Putera Ya'qub.

[7] Musa dan Harun adalah kedua putera Imran.

[8] Karena mereka telah berbuat ihsan dalam beribadah kepada Tuhannya dan dalam memberi manfaat kepada orang lain. Allah sebut nama baik mereka, memberi mereka keturunan yang saleh, meninggikan derajat mereka dan akan memasukkan mereka ke surga.

[9] Putera Zakariya.

[10] Putera Maryam.

[11] Putera Harun saudara Musa.

[12] Putera Ibrahim.

[13] Putera Mataa.

[14] Putera Haaran saudara Ibrahim.

[15] Derajat mereka sangat tinggi, di atas para wali, para shiddiqin, para syuhada dan di atas orang-orang yang saleh. Para rasul yang Allah ceritakan dalam kitab-Nya adalah para rasul yang paling utama di antara sekian para rasul.

[16] Oleh karena itu, mintalah petunjuk kepada-Nya.

[17] Syirk menghapuskan amalan dan mengekalkan pelakunya di neraka, jika orang-orang pilihan itu berbuat syirk tentu hapuslah amalan mereka. Orang-orang pilihan saja dapat hapus amalnya jika berbuat syirk apalagi selain mereka.

[18] Seperti kaum Muhajirin dan Anshar.

[19] Kepada mereka yang berpaling dari dakwahmu.

[20] Dengan Al Qur’an, mereka dapat mengingat hal yang bermanfaat bagi mereka sehingga mereka dapat mengerjakannya, dan dengan Al Qur’an mereka dapat mengingat hal yang berbahaya bagi mereka sehingga mereka dapat meninggalkannya. Dengan Al Qur’an, mereka dapat mengenal Tuhan mereka melalui nama dan sifat-Nya, dengan Al Qur’an mereka dapat mengetahui akhlak yang mulia, dan jalan-jalan yang mengarah kepadanya, dengan Al Qur’an mereka dapat mengenal akhlak yang tercela, dan jalan-jalan yang mengarah kepadanya. Oleh karena Al Qur’an merupakan peringatan bagi seluruh alam, maka ia adalah nikmat tebesar yang seharusnya mereka terima dan syukuri.

[21] Manusia dan jin.

[22] Yakni orang-orang Yahudi.

[23] Karena perkataan yang akan disebutkan itu sama saja mencacatkan kebijaksanaan-Nya dan menyangka bahwa Allah membiarkan begitu saja hamba-hamba-Nya; tidak memerintah dan tidak melarang. Bahkan menolak nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya, yaitu pengutusan rasul, di mana tidak ada jalan bagi manusia untuk memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan kecuali dengannya.

[24] Kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saat mereka menentang Al Qur’an.

[25] Bagi gelapnya kebodohan.

[26] Mereka menyalinnya dalam lembaran kertas, apa yang sesuai dengan keinginan mereka, mereka tampakkan dan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, mereka sembunyikan. Mereka lebih banyak menyembunyikan isi kitab itu.

[27] Seperti tentang sifat Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam.

[28] Dalam kitab itu.

[29] Perkataan “Biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya” adalah sebagai sindiran kepada mereka, seakan-akan mereka dipandang sebagai kanak-kanak yang belum berakal.

[30] Karena banyak kebaikannya.

[31] Sesuai dan menjadi saksi terhadap kebenaran.

[32] Yaitu kitab-kitab dan sahifah-sahifah (lembaran) yang diturunkan sebelum Al Quran.

[33] Yakni semua manusia.

[34] Menjaga syarat dan rukunnya, adab dan penyempurnanya, semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan mereka, Alahumma aamin.

[35] Dengan mengaku sebagai nabi padahal bukan nabi.

[36] Seperti Musailamah Al Kadzdzab.

[37] Mereka memperolok ayat-ayat Allah, merekalah orang-orang berkata, “Jika kami mau, kami juga dapat berkata seperti ini.” Termasuk pula orang-orang yang berani menantang Al Qur’an. Kezaliman apa yang lebih besar daripada kezaliman orang yang lemah lagi miskin serta memiliki kekurang mengaku mampu melakukan seperti yang dilakukan Yang Maha Kuat, Maha Kaya dan memiliki kesempurnaan dari berbagai sisi?

[38] Dengan keras.

[39] Seperti mengaku nabi dan menerima wahyu dan mengaku mampu membuat kitab yang sama dengan Al Qur’an. Balasan seperti ini sesuai amal yang mereka kerjakan.

[40] Mengangkat diri dan tidak tunduk kepada ayat-ayat-Nya.

[41] Dalam ayat ini terdapat dalil adanya azab kubur dan nikmatnya, karena kata-kata di atas dan azab tersebut terjadi ketika mereka sakaratul maut, menjelang mati dan setelahnya.

[42] Akan dikatakan kepada mereka saat mereka dibangkitkan.

[43] Tanpa membawa anak, istri dan harta selain amalan.

[44] Dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang dan belum dikhitan.

[45] Berupa harta.

[46] Kata-kata ini diucapkan sebagai sindiran terhadap mereka.

[47] Seperti patung, berhala, malaikat, para nabi dan para wali yang mereka anggap sebagai sekutu bagi Allah.

[48] Berupa keberuntungan, keamanan serta kebahagiaan yang disangka akan mereka peroleh.

ARTI PERUMPAMAAN DALAM AL-QUR’AN


al-Qur’anul karim sebagai kitab pedoman berisi berbagai pembahasan bermanfaat yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam segala kondisi. Misalnya, dalam metode pembelajaran dan cara menanamkan sebuah nilai dalam hati seseorang. Metode yang dipakai adalah metode yang simpel dan paling jelas. Diantara metodenya yaitu dengan membuat perumpamaan-perumpamaan. Metode ini dipakai untuk menyampaikan masalah-masalah yang sangat urgen dan krusial, seperti masalah tauhid dan kondisi orang-orang yang mentauhidkan Allâh Azza wa Jalla , masalah syirik dan kondisi kaum musyrik, dan berbagai amalan besar lainnya. Tujuannya tentu untuk memahamkan dan menanamkan nilai-nilai luhur yang abstrak dengan cara menggambarkannya dengan sesuatu yang kongkrit sehingga seakan-akan terlihat mata. Oleh karena itu, merupakan suatu keharusan bagi seorang hamba untuk memperhatikannya dan berusaha untuk memahami maksud perumpamaan-perumpamaan itu.

WAHYU DAN ILMU DIUMPAMAKAN DENGAN AIR HUJAN
Allâh Azza wa Jalla telah mengumpamakan wahyu dan ilmu yang Allâh Azza wa Jalla turunkan kepada para rasul-Nya dengan hujan, sementara hati diumpamakan dengan bumi dan lembah. Pengaruh ilmu dan wahyu pada hati diumpakan dengan pengaruh hujan pada tanah bumi. Diantara tanah itu ada yang subur yang bisa menyerap air dan menumbuhkan rerumputan, sebagaimana hati yang bisa memahami wahyu Allâh Azza wa Jalla dan merealisasikannya dalam kehidupan.

Diantara tanah itu juga ada tanah yang bisa menampung air akan tetapi tanaman tidak bisa tumbuhdi atasnya. Orang bisa memanfaatkan air yang ditampung ini untuk memenuhi kebutuhan mereka, seperti minum, mandi, makan dan lain sebagainya. Ini merupakan permisalan bagi hati orang yang bisa menghafal wahyu lalu dia juga menyampaikanya ke orang lain, cuma dia tidak bisa memahaminya secara mendalam. Orang seperti ini masih baik, namun derajatnya berada dibawah derajat hati orang pada golongan pertama.

Kemudian ada juga tanah yang tidak bisa menampung air dan tidak bisa menumbuhkan resumputan. Ini adalah perumpamaan bagi hati yang tidak bisa mengambil manfaat sama sekali dari wahyu, baik secara ilmu, hafalan atau pun praktek.

Sisi persamaan antara antara hati dan tanah atau bumi dalam perumpamaan di atas nampak begitu jelas, begitu juga sisi persamaan antara hujan dan wahyu. Hujan merupakan sumber kehidupan fisik manusia dan sumber rezeki, sebagaimana wahyu dan ilmu merupakan sumber kehidupan ruhani atau hati manusia.

KALIMAT TAUHID DIUMPAMAKAN DENGAN POHON YANG BAIK
Allâh Azza wa Jalla juga mengumpamakan kalimat tauhîd dengan pohon yang baik yang senantiasa berbuah setiap waktu.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ﴿٢٤﴾تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. [Ibrahim/14 : 24-25]

Begitu juga pohon tauhîd yang tertanam dalam hati seseorang. Dia juga akan senantiasa mendatangkan buah atau manfaat. Diantara buah tauhîd yaitu niat yang baik, akhlaq mulia serta amal shalih. Manfaat ini tidak hanya dirasakan oleh orang yang bertauhid, tapi juga dirasakan oleh orang lain.

KAUM MUSYRIKIN DISAMAKAN DENGAN LABA-LABA
Allâh Azza wa Jalla mengumpamakan syirik dan kaum musyrik yang mencari perlindungan kepada selain Allâh Azza wa Jalla seperti laba-laba yang merajut sarangnya. Karena sarang laba-laba adalah sarang yang paling lemah [2], sehingga tindakannya membuat sarang hanya akan membuatnya semakin lemah.

مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا ۖ وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ ۖ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. [al-Ankabut/29 : 41]

Begitu juga kaum musyrikin yang mengambil pelindung selain Allâh Azza wa Jalla. Tindakan itu hanya akan semakin memperlemah diri mereka sendiri, karena hatinya sudah putus hubungan dengan Allâh Azza wa Jalla . Hati seperti ini akan sangat rapuh dari semua sisi, ditambah dengan ketergantungannya kepada makhluk, maka dia akan semakin rapuh. Dia mengira makhluk bisa memberikan manfaat dan menyelamatkannya dari bahaya, padahal sama sekali tidak.

Kondisi jelas sangat berbeda dengan kondisi hati kaum Muslimin yang hanya bergantung kepada Allâh Azza wa Jalla. Hatinya tangguh sesuai dengan kekuatan imannya, tauhidnya dan ketergantungannya kepada Allâh Azza wa Jalla yang mengatur segala sesuatu. Seperti hati kaum Muslimin yang istiqâmah di atas aturan agamanya. Perkataan dan perbuatannya tetap baik, terbebas dari perbudakan makhluk, tidak bergantung dengan mereka sama sekali.

Ini berbeda dengan kaum musyrikin yang diibaratkan dengan orang bisu lagi tuli, yang hanya menjadi beban. Dia tidak bisa mendatangkan kebaikan, meskipun diberi berbagai pengarahan. Hatinya akan sentiasa bergantung dengan makhluk, sehingga secara tidak langsung telah diperbudak dan tidak memiliki kebebasan. Juga diperumpamakan oleh Allâh Azza wa Jalla dengan orang yang terjatuh dari ketinggian lalu disambar burung dan selanjut dicabik-dicabik sampai tidak berbentuk.

حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ

Dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. [al-Hajj/22 : 31]

Seandainya semua yang mereka anggap tuhan itu berkumpul untuk membuat makluk yang paling kecil yaitu lalat mereka tidak akan bisa melakukannya. Lalu bagaimana kalau mereka seorang diri ? Jangankan menciptakan lalat, mengembalikan dan merebut kembali makanan yang diambil lalat pun mereka tidak bisa. Adakah kelemahan yang lebih parah dari ini ? Adakah kedunguan yang lebih buruk dibandingkan kedunguan kaum musyrikin ? Kondisi ini diperparah lagi dengan banyaknya tuhan sesembahan mereka yang menyebabkan mereka tidak mungkin meraih ridha dari semuanya. Orang seperti ini senantiasa dirundung nestapa dan diterpa penderitaan yang bertubi-tubi.

Seandainya kaum musyrikin menyadari sebagian dari keburukan ini, tentu dia akan berupaya menyelamatkan dirinya dari berbagai keburukan itu. Dia juga akan menyadari bahwa selama ini dia telah menyia-nyiakan akal pikiran mereka setelah tidak peduli dengan agama mereka. Ini sangat bertolak belakang dengan kaum Muslimin yang hanya menghambakan diri kepada Allâh Azza wa Jalla . Hati mereka tenang di atas agama yang haq. Mereka juga menyadari bahwa buah yang akan didapatkannya jauh lebih baik yaitu kebahagian abadi dalam kehidupan yang juga abadi.

AMAL SEORANG HAMBA IBARAT KEBUN
Dalam perumpamaan lain, Allâh Azza wa Jalla mengumpamakan amal perbuatan seperti kebun.

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. [al-Baqarah/2 : 265]

Allâh Azza wa Jalla menyebutkan suatu amalan yang dilakukan dengan ikhlas, bersih dari segala yang bisa merusaknya ibarat kebun yang berlokasi ditempat terbaik, cukup angin dan sinar matahari serta tidak kekuarangan pasokan air. Tanah seperti ini meskipun tidak terkena hujan lebat, misalnya hanya gerimis maka itu sudah cukup untuk menjadikannya media tanam yang subur. Kalau unsur-unsur ini sudah terpenuhi, maka tentu buah yang dihasilkannya akan sangat memuaskan, daunnya lebat dan rindang serta udaranya sejuk. Sang pemilik akan senantiasa memetik hasilnya tanpa merasa khawatir.

Namun jika mereka ditimpa musibah atau tertimpa kekeringan lalu terbakar.

أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ

Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. [al-Baqarah/2 : 266]

Maka itu merupakan perumpamaan orang yang melakukan suatu amalan lalu dia melakukan sesuatu yang merusak dan menghancurkan apa yang telah diperbuatnya, seperti kesyirikan, nifâq atau perbuatan maksiat lainnya yang bisa melenyapkan pahala. Alangkah ruginya !

Dari perumpamaan ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa orang yang tidak memiliki iman sama sekali ibarat orang yang tidak memiliki kebun sama sekali.

Sisi persamaan antara amal dan kebun yaitu kwalitas sebuah lahan sangat dipengaruhi oleh kecukupan air, kesuburan lahan dan kebaikan tempat. Begitu juga dengan amal perbuatan. Amal perbuatan itu sangat dipengaruhi wahyu yang diturunkan sebagai nutrisi hati. Kemudian si pelaku juga sudah melengkapi semua syarat diterimanya amal sehingga membuahkan hasil yang memuaskan.

Dan masih banyak sekali perumpaman yang dibawakan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam al-Qur'an. Berbagai perumpamaan ini hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang berakal. Ketika perumpamaan-perumpamaan ini diterapkan pada suatu yang diperumpamakan, maka semuanya akan nampak jelas maksudnya.

(Dikutip dari kitab Al-Qawâidul Hisân, Syaikh Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa`di, Kaidah ke-22)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XV/1432H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

No comments:

Post a Comment