!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Thursday, July 23, 2015

Belajarlah (Tuntutlah Ilmu) agar manusia berbahagia.

Perjalanan yang belum selesai (319)

(Bahagian ke tiga ratus sembilan belas), Depok, Jawa Barat, Indonesia, 23 juli 2015, 19.30 WIB)

Belajarlah (Tuntutlah Ilmu) agar manusia berbahagia.

Allah dalam firmannya di Al Quran memberikan Rahmatnya, diantaranya rezeki harta) hirup udara (oksigen) segar, ikan di laut, hasil kekayaan alam, berupa minyak bumi, gas alam, emas, perak, gandum, dan tanaman ladang / sawah padi, gandum dan jagung kepada seluruh mahluk hidup, baik manusia, maupun binatang, dan Rahmat Allah (rezeki) ini diberikan kepada manusia yang terdiri dari berbagai ragam golongan, suku, etnik, ragam bahasa, maupun ragam warna kulit, baik yang tinggal di sepanjang khatulistiwa maupun mereka yang tinggal di Kutub Selatan, Kutub Utara, Benua Asia, Benua Eropah, Benua Afrika, Benua Australia, Benua Amerika, mahupun bangsa-bangsa yang tinggal di lautan Pacific, maupun lautan Hindia.
Juga mereka yang kini menganut agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, Shinto, Kong Fu Tse, Zorroaster, animisme, maupun mereka yang tidak beragama Komunis (Atheis).
Hidangan rezeki (kekayaan) tergantung dari ikhtiar (usaha) mereka dalam mencari rezeki, apakah memperolehnya dengan bekal ilmu pengetahuan (baik ilmu sains, maupun empiris), maupun ilmu falsafah.
Semakin tinggi ilmunya semakin besar kemungkinan dia memperoleh Harta (gaji).
Bila seorang petani menanam padi / gandum menggunakan ilmu bilologi misalnya dia boleh memilih bibit unggul agar hasil tuaian ladang beliau lebih produktif.
Ilmu boleh diperolehi dalam dua cara, kalau ilmu dunia, boleh diperoleh di bangku Universiti (sekolah / institusi kursus) atau guru-guru yang sudah berilmu.
Kalau Ilmu Agama (Islam) Al Quran dan Hadis boleh diperoleh dengan belajar dari kedua orang tuanya, Universiti (sekolah) maupun para Ustad (ulama).
Bezanya kalau Ilmu Dunia, bersifat sekular, biasanya berupaya mencari kebahagiaan dunia semata.
Sedangkan Ilmu Agama, untuk kebahagiaan bukan hanya dunia tetapi juga akhirat, kerana dengan ilmu agama (Al Quran dan Hadis) boleh menuntun agar ikmu dunia tidak menyimpang, seperti tidak serakah dalam mencari harta (kekayaan), ada hak fakir miskin dan amal soleh dari sebahagian harta yang kita n peroleh, dan ilmu Al Quran juga menuntun umat manusia bahawa kehidupan sesungguhnya itu bukan di dunia (sementara), tetapi di akhirat (di syurga atau neraka).
Dalam mencari harta kita juga dibimbing agar mencari harta yang halal, tidak rasuah, merompak, dan mencuri atau merampas hak orang lain, makan juga perlu makan makanan yang halal (kecuali yang diharamkan seperti babi, darah bangkai (kecuali bangkai ikan) dan merorok (menghisap tembakau, fatwa Muhammadiyah Indonesia dan Majelis Ulama Arab Saudi merokok hukumnya haram berdasarkan dalil Al Quran dan Hadis).
Jadi Ilmu Agama menuntun kita agar dengan harta itu kita menggunakannya dengan berkat dan bahagia.
Betapa banyak orang kaya di dunia, artis, penyanyi terkaya di dunia yang justru hidupnya kurang bahagia (stres) sehingga mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri menggunakan dadah atau ubat tidur (sedatif).
Betapa banyak kaum Muslimin dan Muslimat di dunia yang hartanya hanya sedikit (hanya pas-pasan untuk makan dan minum) namun merasa hatinya bahagia, dan hidupnya tenang, kemudahan yang diberikan Allah padanya sudah merupakan harta yang tidak ternilai.










Tips menghafal Al-Qur-an dan As-Sunnah (Hadis / Al-Hikmah).

/ Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


Seorang penuntut ilmu hendaknya mengetahui bahawa menuntut ilmu mempunyai beberapa tahapan yang harus dilalui. Ia harus memulai dari yang paling penting kemudian yang penting. Ia tidak boleh tergesa-gesa, bahkan ia harus bersabar dan mengetahui kadar kemampuan dirinya.

Para ulama kita tidak pernah melewati dan menyimpang dari tahapan menuntut ilmu karena bertahap dalam menuntut ilmu adalah jalan selamat untuk memperoleh ilmu. Beransur-ansur dalam menuntut ilmu ini berdasarkan firman Allah Tabaaraka wa Ta'aala,

وقرآنا فرقناه لتقرأه على الناس على مكث ونزلناه تنزيلا

"Dan Al-Qur-an (Kami turunkan) beransur-ansur agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya secara beransur-ansur." [Al-Israa ': 106]

Dan firman Allah Ta'ala,

وقال الذين كفروا لولا نزل عليه القرآن جملة واحدة كذلك لنثبت به فؤادك ورتلناه ترتيلا

"Dan orang-orang kafir berkata: 'Mengapa Al-Qur-an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?' Demikianlah agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengan-nya dan Kami membacakannya secara tartil (beransur-ansur, perlahan dan benar)." [ al-Furqan: 32]

Banyak manusia yang tercegah dari tujuannya dalam menuntut ilmu kerana meninggalkan ushul (landasan pokok). Yang dimaksud ushul adalah Al-Qur-an dan As-Sunnah.

Seorang penuntut ilmu hendaklah memprioritaskan dirinya untuk menghafalkan Al-Qur-an kemudian hadits-hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Demikianlah yang dinasihatkan oleh para ulama Salaf kepada orang yang hendak menimba ilmu dari mereka.

Imam Abu 'Umar Yusuf bin' Abdullah bin Muhammad Ibnu 'Abdil Barr (wafat th. 463 H) rahimahullaah mengatakan, "Menuntut ilmu memiliki tingkatan dan tahapan yang tidak boleh dilanggar. Siapa yang melanggarnya secara keseluruhan, maka ia telah melanggar jalan para ulama Salaf, siapa yang melanggar jalan mereka dengan sengaja, maka ia telah tersesat, dan siapa yang melanggarnya lantaran ijtihadnya, maka ia telah menyimpang.

Awal dari ilmu adalah menghafal Kitabullah dan memahaminya. Segala apa yang dapat membantu untuk memahaminya, maka wajib untuk mempelajarinya. Aku tidak mengatakan bahawa menghafal seluruh Al-Qur-an adalah fardhu, tetapi aku katakan bahawa hal itu adalah wajib (sunnah yang mendekati wajib) dan kemestian bagi siapa saja yang ingin menjadi seorang yang alim, bukan fardhu.

Al-Qur-an adalah pokok dari ilmu. Siapa yang menghafalkannya sebelum usia baligh, kemudian meluangkan waktunya untuk mempelajari apa yang dapat membantunya dalam memahaminya berupa bahasa Arab, maka hal itu adalah penolong terbesar untuk mencapai tujuan dalam memahami Al-Qur-an dan Sunnah-Sunnah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam .. .

Kemudian melihat kepada Sunnah-Sunnah yang masyhur, yang telah tetap dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sehingga dengannya seorang penuntut ilmu sampai kepada maksud Allah Ta'ala dalam Kitab-Nya. Dan Sunnah itu membukakan hukum-hukum Al-Qur-an baginya ...

Barangsiapa mencari Sunnah-Sunnah Nabi, hendaklah ia prioritaskan pada hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para imam, yang tsiqah dan banyak hafalannya (huffazh) [1]. "Maka, wahai saudaraku, engkau harus menghafal ushul dan mencari bantuan dengannya.

Imam Ibnu Jama'ah (wafat th. 733 H) rahimahullaah mengatakan, "Hendaklah (penuntut ilmu) memulai dengan Kitabullaahil 'Aziiz, menghafalkannya dengan mutqin (betul-betul matang), bersungguh-sungguh memahami tafsirnya, dan semua ilmunya (ilmu Al- Qur-an). Kerana, Al-Qur-an adalah pokok ilmu, ibu bapa-nya, dan yang paling penting. "[2]

Jadi, sasaran utama penuntut ilmu adalah menghafal Kitabullah dan Sunnah Nabi yang sahih. Setelah itu hendaklah ia menghafalkan kitab-kitab matan, baik dalam bidang aqidah, fiqih, hadits, nahwu, maupun fara-idh. Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah berkata, "Yang paling penting bagi seseorang dalam menuntut ilmu adalah mempelajari tafsir KalamuLlaah kerana KalamuLlaah seluruhnya adalah ilmu. Allah Ta'ala berfirman,

ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيء وهدى ورحمة وبشرى للمسلمين

"... Dan Kami turunkan Al-Kitab (Al-Qur-an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim)." [An-Nahl: 89]

Dahulu para Shahabat tidak pernah melewati sepuluh ayat sampai mereka mempelajari apa yang ada di dalamnya berupa ilmu dan amal sehingga mereka mempelajari Al-Qur-an, ilmu, dan amal sekaligus. Menurut saya inilah yang paling penting. Maka hendak-lah para remaja -terutama anak-anak-memulakannya dengan menghafalkan Al-Qur-an ... Serentak dengan itu hendaklah penuntut ilmu mencurahkan perhatiannya terhadap Sunnah kerana merupakan landasan syari'at yang tidak dapat dipisahkan selamanya, Al-Qur-an dan As-Sunnah keduanya merupakan wahyu. Dan apa yang telah tetap dalam As-Sunnah sama saja dengan apa yang ditetapkan di dalam Al-Qur-an.

Allah Ta'ala berfirman,

وأنزل الله عليك الكتاب والحكمة وعلمك ما لم تكن تعلم وكان فضل الله عليك عظيما

"... Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur-an) dan hikmah (As-Sunnah) kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Kurnia Allah yang dilimpahkan kepadamu sangat besar. "[An-Nisaa ': 113] [3]

• Kiat-kiat Menghafal Al-Qur-an [4]
Dahulu menghafalkan Al-Qur-an dalam pandangan ulama merupakan hal pokok. Dengannya mereka memulakan menuntut ilmu. Kerana itulah mereka tidak pernah ragu memulakan menghafal Al-Qur-an. Hafalannya menjadi ciri khas yang tampak di masyarakat ulama dan penuntut ilmu. Sebahagian Salaf sangat menganggap aib kerana tidak menghafal Al-Qur-an. Di antara buktinya adalah apa yang diungkapkan al-Hafizh Ibnu Hajar (wafat th. 852 H) dalam Taqriibut Tahdziib (I / 664, no. 4529), tentang biografi 'Utsman bin Muhammad bin Abi Syaibah, "Dia adalah tsiqah, seorang hafizh yang terkenal, tetapi dia mempunyai Auham (sejumlah kesalahan) dan dikatakan dia tidak hafal Al-Qur-an. "[5]

Sesungguhnya menghafalkan Al-Qur-an bukan merupakan kewajiban atas seorang penuntut ilmu, tetapi hafalannya adalah kunci menuju jalan hafalan dan pemahaman. Hendaklah seorang penuntut ilmu mengetahui bahawa menghafalkan Al-Qur-an dan mengamalkannya dapat menambah ketinggian derajat. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما و يضع به آخرين.

"Sesungguhnya Allah Ta'ala mengangkat (derajat) beberapa kaum dengan Kitab (Al-Qur-an) dan merendahkan yang lainnya dengan Al-Qur-an". [6]

Berikut beberapa hal yang dapat membantu se-orang penuntut ilmu dalam menghafal Al-Qur-an:

1. Berdo'a kepada Allah Ta'ala dengan ikhlas agar diberikan kemudahan dalam menghafalkan Al-Qur-an. Hendaklah menghafal Al-Qur-an dilakukan dengan ikhlas semata-mata mencari keredhaan Allah Taala.

2. Memperdengarkan semampunya ayat-ayat yang telah dihafalnya kepada seorang qari 'yang baik bacaan dan hafalannya.

3. Mengulang-ngulang ayat yang telah dihafal secara berjadual dan berusaha untuk disiplin.

4. Menggunakan satu mushaf Al-Qur-an agar dapat menguatkan hafalan.

5. Mengulang-ngulang ayat yang dihafal sepuluh kali / dua puluh kali -boleh juga lebih- dengan berdiri, duduk, dan berjalan.

6. Membaca ayat-ayat yang baru dihafalkan dalam shalat karena dapat lebih melekatkan hafalan.

7. Membaca terjemah dan tafsir ayat yang telah dihafalkan.

8. Menjauhi dosa dan maksiyat.

Imam adh-Dhahhak (wafat th. 102 H) rahimahullaah mengatakan, "Tidaklah seseorang mempelajari Al-Qur-an kemudian ia lupa, melainkan disebabkan dosa." Beliau lalu membaca firman Allah,

وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكم ويعفو عن كثير

"Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah kerana perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)." [Asy-Syuura: 30]

Kemudian beliau melanjutkan, "Musibah apakah yang lebih besar daripada melupakan al-Qur-an?" [7]

9. Menentukan jadual yang teratur untuk menentukan batas hafalan harian (apa yang dihafal setiap hari).

Diusahakan untuk tidak menyelisihi aturan atau mengubahnya, kecuali kerana ada hal-hal yang darurat untuk dilakukan.

10. Hendaknya ayat yang diahafal sedikit setiap hari agar lebih melekat

Bagi yang sudah hafal beberapa juz Al-Qur-an atau yang sudah hafal 30 juz, hendaklah ia selalu muraja'ah (mengulang-ngulang) hafalannya dan menjaganya dengan baik karena Al-Qur-an lebih cepat hilangnya daripada unta yang diikat.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

تعاهدوا هذا القرآن, فوالذي نفس محمد بيده, لهو أشد تفلتا من الإبل في عقلها

Bacalah selalu Al-Qur'an ini. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh, Al-Qur-an itu lebih mudah lepas daripada seekor unta dalam ikatannya "[8]

• Kunci dalam Menghafal dan Mengingati
Ada beberapa hal penting yang dapat membantu penuntut ilmu dalam menghafal atau mengingat pelajarannya dengan gambaran yang baik, di antaranya:

1. Mengikhlaskan niat kerana Allah dan mengharapkan ganjaran dari-Nya.

2. Menjauhi hal-hal yang diharamkan dan dilarang syari'at.

3. Hasil usaha yang baik, memakan makanan yang halal dan menjauhi yang haram.

4. Mengosongkan hati dari berbagai kesibukan.

5. Tidak menghafal pada saat sangat lapar, haus, capek, atau pada saat hatinya sibuk dengan urusan yang lain.

6. Berkemauan tinggi, bersungguh-sungguh, dan terus mengulangi pelajaran agar berhasil menghafal.

7. Tidak putus asa dengan jeleknya kemampuan menghafal dan terus mengulang-ngulang pelajaran.

8. Mengulangi pelajaran dengan suara yang dapat didengarnya karena mendengarkan pelajaran dapat membantunya dalam menghafal.

9. Menggunakan bantuan pena atau kertas untuk menyusun segala apa yang dapat membantunya dalam menghafal, atau mengulang-ngulang pela-jaran dengan cara ditulis.

10. Dan sebelum semua hal di atas, hendaklah selalu bertaqwa kepada Allah Ta'ala. [9]

Imam al-Bukhari rahimahullah adalah orang yang kuat hafalannya. Beliau pernah ditanya, "Apakah ubat lupa itu?" Beliau menjawab, "Senantiasa melihat ke kitab" (Iaitu selalu membaca dan mengulanginya). [10]

• Waktu-waktu Terbaik untuk Menghafal
Imam Ibnu Jama'ah rahimahullaah menuturkan, "Waktu yang paling baik untuk menghafal adalah ketika sahur; untuk membincangkan di pagi hari; untuk menulis di siang hari; dan untuk muthala'ah dan berdiskusi (muzakarah) di malam hari. "

Al-Khatib al-Baghdadi (wafat th. 463 H) rahimahullaah mengatakan, "Waktu yang paling baik untuk menghafal adalah di waktu sahur, kemudian pertengahan hari, dan selanjutnya di pagi hari." Beliau menambah, "Menghafal di malam hari lebih mendatangkan manfaat daripada menghafal di siang hari, dan ketika lapar (yang tidak sangat) lebih bermanfaat daripada ketika kenyang. "[11]

• Tempat Terbaik untuk Menghafal
Imam Ibnu Jama'ah mengatakan -menukil dari al-Khatib, "Tempat yang paling baik untuk menghafal adalah bilik dan setiap tempat yang jauh dari hal-hal yang membuat lalai." Beliau berkata, "Tidak baik apabila menghafal di tempat yang terdapat tumbuhan, di sekitar pokok-pokok yang menghijau, di tepi sungai, di tengah jalan, dan tempat yang bising kerana hal itu (umumnya) dapat mencegah kosongnya hati (untuk menghafal). "[12]

• Penuntut Ilmu Harus Akrab dengan Al-Qur-an
'Abdullah bin' Amr bin al-'Ash radhiyallaahu 'anhuma berkata, "Rasulullah shallallaahu' alaihi wa sallam ber-sabda kepadaku,

اقرإ القرآن في كل شهر, قال: قلت: إني أجد قوة. قال: فاقرأه في عشرين ليلة, قال: قلت: إني أجد قوة, قال: فاقرأه في سبع ولا تزد على ذلك.

"Bacalah Al-Qur-an (sampai khatam) setiap bulan." 'Abdullah berkata, aku berkata, "Sungguh, aku mampu mengerjakan lebih dari itu." Rasulullah bersabda, "Maka bacalah (sampai khatam) selama dua puluh hari."' Abdullah berkata, aku berkata, "Sungguh, aku mampu melakukan lebih dari itu." Rasulullah bersabda, "Jika demikian, bacalah (sampai khatam) selama tujuh hari dan jangan lebih dari itu." [13]

Jundub bin 'Abdullah bin Sufyan al-Bajali (wafat antara th. 60-70 H) radhiyallaahu' anhu pernah berwasiat, "Aku berwasiat kepada kalian, hendaklah bertakwa kepada Allah. Aku juga berwasiat kepada kalian agar selalu (membaca dan menghayati) kandungan Al-Qur-an karena ia adalah cahaya di malam yang kelam dan petunjuk di siang yang terang. Ketahuilah bahawa Al-Qur-an boleh menyebabkan kamu meraih sesuatu yang nilainya sangat tinggi .... "[14]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Syurga "Panduan Menuntut Ilmu", Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 - Bogor 16001 Jawa Barat - Indonesia, Cetakan Pertama Rabi'uts Tsani 1428H / April 2007M]

No comments:

Post a Comment