Perjalanan yang belum selesai (321)
(Bagian ke tiga ratus dua puluh satu), Depok, Jawa Barat, Indonesia, 25
juli 2015, 07.23 WIB)
Mengapa mengisap tembakau (merokok) diharamkan.
Tetangga saya, teman satu jamaah di Masjid lingkungan
komplek perumahan di rumah saya, pernah bercerita, kalau masa mudanya termasuk
perokok berat (kecanduan rokok), hingga menjelang pensiun dia sudah dua kali
pasang ring (bypass) jantung, dan sudah dua kali dioperasi akibat kanker otak,
operasi pertama berhasil, namun satu tahun kemudian pada operasi kanker otak
kedua , dia koma selama beberapa bulan, sebelum akhirnya meninggal.
Adik kandung lelaki saya dari sejak Sekolah Menengah
Pertama (SMP) juga kencanduan rokok, menjelang dewasa, belum sempat kawin
(menikah) dia meninggal akibat kanker paru.
Ada adik kandung saya yang lain sejak remaja kecanduan
rokok dan gemar minum bir (mabuk-mabukan), kini setelah usianya di atas 50
tahun, terjadi kelainan pada otaknya (seperti tidak memiliki pikiran yang
normal) sehingga sampai masa tuanya tidak ada keinginan untuk bekerja dan
mencari nafkah atau sama sekali tidak ada keinginan untuk menikah (kawin)
akibat diduga terkena sakit jiwa.
Itulah sebabnya menurut Ustad Abu Yahya Badrussalam dalam
tauziahnya di Radio Rodja, merokok diharamkan oleh Majelis Ulama Arab Saudi.
Kata Abu Yahya sebagai perbandingan, kalau setiap
sebatang rokok mengandung 2000 an zat beracun, maka babi sekitar 60 zat buruk
sedangkan arak (minuman keras/bir) mengandung 30 zat beracun.
Dari sisi agama, kata Abu Yahya Badrusalam, di akherat
kelak, merokok menjadi pemberat timbangan dosa di akherat.
Fatwa Muhammadiyah Rokok Haram
Lima tahun lalu, Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah masih memfatwakan rokok mubah. Namun fatwa itu tahun ini diubah
menjadi haram. Kontroversi pun bermunculan.
Kenapa Muhammadiyah mengubahnya? Betulkah karena terkait
bantuan dari luar negeri yang diterima organisasi ini?
Dalam situsnya, Majelis Tarjih dan Tajdid memiliki alasan
kenapa Muhammadiyah kini memfatwakan rokok haram. Dalam tanya jawab soal fatwa
rokok haram, dijelaskan tahun 2005 lalu, Majelis Tarjih dan Tajdid belum
memiliki cukup data dan informasi yang bisa disampaikan kepada para perumus
fatwa. “Dan setelah dilakukan kembali beberapa kajian dengan mengundang para
ahli kesehatan, demografi dan sosiolog, maka Majelis Tarjih dan Tajdid mengubah
fatwa merokok mubah menjadi haram,” demikian penjelasan Majlis Tarjih dan
Tajdid.
Dengan dikeluarkannya fatwa baru ini, maka fatwa
sebelumnya tentang merokok adalah mubah dinyatakan tidak berlaku. Dijelaskan,
rokok ditengarai sebagai produk berbahaya dan adiktif serta mengandung 4.000
zat kimia, di mana 69 di antaranya adalah karsinogenik (pencetus kanker).
Beberapa zat berbahaya di dalam rokok tersebut di antaranya tar, sianida,
arsen, formalin, karbonmonoksida, dan nitrosamin. Dijelaskan juga, para perokok
memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit serius seperti kanker
paru-paru daripada bukan perokok. Tidak ada rokok yang “aman”.
Direktur Jenderal WHO, Dr. Margareth Chan, melaporkan
bahwa epidemi tembakau telah membunuh 5,4 juta orang pertahun lantaran kanker
paru dan penyakit jantung serta penyakit lain yang diakibatkan oleh merokok.
Itu berarti bahwa satu kematian di dunia akibat rokok untuk setiap 5,8 detik.
Apabila tindakan pengendalian yang tepat tidak dilakukan,
diperkirakan 8 juta orang akan mengalami kematian setiap tahun akibat rokok
menjelang tahun 2030. Selama abad ke-20, 100 juta orang meninggal karena rokok
dan selama abad ke-21 diestimasikan bahwa sekitar 1 miliar nyawa akan melayang
akibat rokok.
Dalil Rokok Haram
Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram rokok yang
tujuannya untuk mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat sebagai bagian dari tujuan syariah (hukum Islam). Menurut Ketua PP
Muhammadiyah, Yunahar Ilyas, fatwa haram merupakan ijtihad para ulama. “Ini
lompatan setelah majelis tarjih mengkaji lebih mendalam soal rokok. Pada 2005,
menetapkan hukumnya mubah. Begitu pula pada 2007,” ujarnya.
Berikut dalil yang melandasi diambilnya keputusan bahwa
merokok hukumnya adalah haram sebagaimana VIVAnews kutip dari naskah Fatwa
Majelis Tarjih dan Tajdid bernomor 6/SM/MTT/III/2010:
Merokok termasuk kategori perbuatan melakukan khabaa’its
(kotor/najis) yang dilarang dalam Al Quran Surat Al a’raf (ayat) 157.
Perbuatan merokok mengandung unsur menjatuhkan diri ke
dalam kebinasaan dan bahkan merupakan perbuatan bunuh diri secara perlahan
sehingga itu bertentangan dengan larangan Al Quran Al Baqoroh (ayat) 2 dan An
Nisa (ayat) 29.
Perbuatan merokok membahayakan diri dan orang lain yang
terkena paparan asap rokok sebab rokok adalah zat adiktif plus mengandung 4000
zat kimia, 69 di antaranya adalah karsinogenik/pencetus kanker (Fact Sheet
TCSC-AKMI, Fakta Tembakau di Indonesia) sebagaimana telah disepakati oleh para ahli
medis dan para akademisi kesehatan. Oleh karena itu merokok bertentangan dengan
prinsip syariah dalam hadits Nabi SAW bahwa “tidak ada perbuatan membahayakan
diri sendiri dan membahayakan orang lain.”
Rokok diakui sebagai zat adiktif dan mengandung unsur
racun yang membahayakan walaupun tidak seketika melainkan dalam beberapa waktu
kemudian sehingga oleh karena itu perbuatan merokok termasuk kategori melakukan
sesuatu yang melemahkan sehingga bertentangan dengan hadits Nabi SAW yang
melarang setiap perkara yang memabukkan dan melemahkan.
Oleh karena merokok jelas membahayakan kesehatan bagi
perokok dan orang sekitar yang terkena paparan asap rokok, maka pembelanjaan
uang untuk rokok berarti melakukan perbuatan mubazir (pemborosan) yang dilarang
dalam Al Quran Surat Al Isra (ayat) 26-27.
Merokok bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah
(maqaasid asy-syariiah) yaitu perlindungan agama, jiwa/raga, akal, keluarga dan
harta.
Kontroversi
Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta semua pihak
tidak terbawa polemik fatwa pelarangan merokok. Sebaliknya harus menghormati
sebagai pandangan hukum yang tinggi kedudukannya. “Siapapun yang tidak setuju
dan menolak karena memandang alasannya kurang kuat, silahkan untuk mengajukan
fatwa lain dengan alasan yang lebih kuat,” kata Din Syamsuddin.
Hal itu disampaikan Din di sela Seminar Nasional
“Membangun Konstruksi Ideal Relasi Muhammadiyah dan Politik” di DPW
Muhammadiyah, Jalan Dukuh Menanggal Surabaya, Selasa, 16 Maret 2010.
Dikatakan dia, fatwa yang dikeluarkan Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah tidak bersifat mengikat. Namun, fatwa itu mempunyai kedudukan
lebih tinggi dan harus ditaati.
Menurut Din, dari pandangan agama fatwa haram merokok
tidak bersifat mengikat. Tapi, mengikat secara moril. Bagi yang tidak setuju
silahkan mengabaikan. “Silahkan berpikir, banyak mudharad-nya atau tidak,” kata
dia.
Syafii Maarif Dukung Rokok Haram
Mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafi’i Ma’arif setuju
dengan fatwa haram rokok yang dikeluarkan Majelis Tarjih Muhammadiyah. Sebab,
efek negatif rokok bukan saja bagi perokok tapi juga kesehatan orang
sekitarnya. “Saya setuju, walaupun tidak mudah dilaksanakan,”.
Larangan merokok, kata Syafi’i, sudah lama dilakukan.
Namun, pelaksanaannya terkendala akibat terlalu banyaknya perokok dan mereka
sudah menganggapnya hal biasa. “Harus dipertimbangkan juga buruh pabrik rokok,
petani tembakau dan lain-lain,” katanya. Menurut dia, meski sulit dilaksanakan,
fatwa tersebut layak diikuti. Dengan catatan, masyarakat diberi pelajaran dan
pengertian kebaikan di balik larangan merokok.
Muhammadiyah memfatwakan rokok haram dalam kesepakatan
yang dijalin di Yogyakarta 8 Maret 2010. Sebelumnya Muhammadiyah selama
bertahun-tahun berfatwa rokok hukumnya mubah atau dibolehkan.
Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Majelis Tarjih,
Yunahar Ilyas, mengakui fatwa susah dilaksanankan. Sebab itu, di dalam naskah
fatwa tarjih itu dibedakan status hukum dan pelaksanaan. “Status hukum jelas
haram, tapi dalam pelaksanaan bertahap, tidak serta merta sekaligus,” ujarnya.
Bersamaan dengan itu, kata Yunahar, petani tembakau bisa
mencari alternatif. “Fatwa ini ditetapkan dengan mengingat prinsip at-tadriij
(berangsur), at-taisiir (kemudahan), dan ‘adam al-kharaj (tidak mempersulit),”
ujarnya. Yunahar menuturkan banyak perokok ingin berhenti tetapi kesulitan
karena sudah kecanduan. Sebab itu, rumah sakit di bawah naungan Muhammadiyah
akan membuka klinik terapi berhenti merokok. “Ada metodenya,” kata dia.
Dia mencontohkan metode berhenti itu antara lain rokok
diganti dengan permen khusus atau rokok palsu. “Zat beracunnya yang berbahaya
dihilangkan, di rokok itu yang ada nikotin saja. Mengonsumsi itu sampai
benar-benar bisa berhenti,” katanya.
Latar belakang Mengapa Merokok Memang Harus
Diharamkan ?
Mengharamkan rokok adalah suatu keputusan
besar yang berdampak besar pula. Dampak manfaat sangat besar bila hal tersebut
terlaksana dengan baik karena lebih mangutamakan manfaat daripada mudharatnya. Untuk
menentukan keputusan yang besar itu para ulama harus mempertimbangkan banyak
dalil dalam agama islam dan digabungkan dengan informasi dan data kesehatan
tentang bahaya dan mudharatnya merokok baik untuk diri sendiri dan orang lain
di sekitarnya. Keputusan besar tersebut pasti akan menimbulkan kontroversi yang
sangat besar pula mengingat, kenikmatan rokok tersebut sulit untuk dihilangkan.
bagi kelompok pendukung haram rokok pasti akan mahfum karena demkian ganasnya
bahaya rokok bagi umat manusia. Bagi penentangnya banyak faktor yang menjadi
alasan karena selain sulit menghilangkan rokok, alasan klasik ruginya menutup
pabrik rokok, alasan dalil agama dan berbagai alasan yang perlu perdebatan
lama. Sedangkan data ilmiah kerugian merokok sudah nyata mengganggu perokok dan
manusia di sekitarnya. Tetapi yang pasti berbagai ulama di berbagai negara
Islam dunia sudah mulai mengharamkan rokok bagi umatnya.
Meski tidak ada ayat Alquran, hadits Nabi
Muhammad SAW dan pendapat ulama empat mazhab yang menyatakan rokok sebagai
barang haram, ulama Quraish Shihab punya alasan yang menguatkan pendapatnya
bahwa rokok cenderung haram. Rokok, menurut Quraish, memiliki dampak yang
teramat buruk untuk kesehatan dan hal itu tidak sesuai dengan tujuan
keberagamaan. Padahal tujuan keberagamaan adalah memelihara kesehatan, akal,
harta benda, dan kehormatan. “Hukum Islam bisa ditetapkan sesuai zaman. Kalau
ada yang dampaknya buruk, jelas dilarang. Jika tidak terlalu, istilahnya makruh
atau tidak disenangi,” kata dia.
Dalam perkembangan dewasa ini, kata dia,
sudah banyak pakar dan dokter yang menyatakan, merokok bisa mengganggu
kesehatan. “Bahkan perusahaan-perusahaan rokok pun mengakuinya. Kalau tidak
tentu tidak akan dibuat pernyataan di (kemasan) rokok,” kata dia. Selain itu, rokok
menyebabkan pemborosan. Biaya untuk mengobati penyakit yang diakibatkan rokok
jauh lebih besar dibandingkan keuntungan pajak yang diperoleh pemerintah.
Merokok, juga mengantarkan orang pada kecanduan dan agama tidak merestui adanya
kecanduan. “Berdasarkan pertimbangan itulah ulama kontemporer banyak yang
menyatakan merokok haram. Saya sendiri menilai cenderung haram. Hanya
pemborosan, menyebabkan penyakit, dan itu diakui sendiri oleh pabrik rokok,”
ujarnya. Karena itu, sudah saatnya pemerintah menggiatkan kembali kampanye anti
rokok yang melibatkan semua pihak. “Media harus terlibat, ulama terlibat,
pemerintah juga,” kata dia. Selain itu, aturan merokok juga harus makin
diperketat. “Sanksi juga harus diperketat, selama ini tidak terlalu tegas,”
kata Quraish. Ulama-ulama kontemporer telah jauh-jauh hari menilai rokok
sebagai barang haram. Imam terbesar Al-Azhar Mesir pada tahun 1960-an, Syaikh
Mahmud Syaltut menilai pendapat yang menyatakan bahwa merokok adalah makruh
bahkan haram, lebih dekat pada kebenaran dan lebih kuat argumentasinya. Syaikh
Muhammad Al-Kuttani menyebut 17 dalil/alasan tentang keharaman merokok
Bahaya Rokok bagi kesehatan
Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia
beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahkan
bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan
kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya
yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang
terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di
rumah. Padahal perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita
kanker paru-paru dan penyakit jantung
ishkemia. Sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih
besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis dan
pneumonia, infeksi rongga telinga dan asthma.
Mengingat besarnya masalah rokok, seluruh
masyarakat bersama pemerintah harus elalu berupaya menjalankan cara-cara penanggulangan rokok
secara sistematis dan terus menerus yaitu meningkatkan penyuluhan dan pemberian
informasi kepada masyarakat, memperluas dan mengefektifkan kawasan bebas rokok,
secara bertahap mengurangi iklan dan promosi rokok, mengefektifkan fungsi
label, menggunakan mekanisme harga dan cukai untuk menurunkan demand merokok
dan memperbaiki hukum dan perundang-undangan tentang penanggulangan masalah
rokok. Menurut Menkes, kemiskinan dan merokok terutama bagi penduduk miskin
merupakan dua hal yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.
Seseorang yang membakar rokok tiap hari berarti telah kehilangan kesempatan
untuk membelikan susu atau makanan lain yang bergizi bagi anak dan keluarganya.
Akibat dari itu anaknya tidak dapat tumbuh dengan baik dan kecerdasanya juga
tidak cukup berkembang, sehingga kapasitasnya untuk hidup lebih baik di usia
dewasa menjadi sangat terbatas. Selain itu, kemungkinan besar sang ayah juga
meninggal oleh karena penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok.
Demikian seterusnya, sehingga merokok dan kemiskinan merupakan sebuah lingkaran
setan.Menkes menambahkan, kebiasaan merokok di Indonesia cenderung meningkat.
Berdasarkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) penduduk Indonesia
usia dewasa yang mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 31,6%. Dengan besarnya
jumlah dan tingginya presentase penduduk yang mempunyai kebiasaan merokok,
Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia dengan jumlah
rokok yang dikonsumsi (dibakar) pada tahun 2002 sebanyak 182 milyar batang
rokok setiap tahunnya setelah Republik Rakyat China (1.697.291milyar), Amerika
Serikat (463,504 milyar), Rusia (375.000 milyar) dan Jepang (299.085 milyar).
Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia dalam sambutan tertulis yang dibacakan
Dr. Frits Reijsenbach de Haan menyatakan, masyarakat miskin adalah kelompok
masyarakat yang paling menjadi korban dari industri tembakau karena menggunakan
penghasilannya untuk membeli sesuatu (rokok) yang justru membahayakan kesehatan
mereka.
Dalam laporan yang baru saja dikeluarkan WHO
berjudul “Tobacco and Poverty : A Vicious Cycle atau Tembakau dan Kemiskinan :
Sebuah Lingkaran Setan” dalam rangka peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia
tanggal 31 Mei 2004, membuktikan bahwa perokok yang paling banyak adalah
kelompok masyarakat miskin. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, jumlah
perokok terbanyak berasal dari kelompok masyarakat bawah. Mereka pula yang
memiliki beban ekonomi dan kesehatan yang terberat akibat kecanduan rokok. Dari
sekitar 1,3 milyar perokok di seluruh dunia, 84% diantaranya di negara-negara
berkembang.
Hasil penelitian itu juga menemukan bahwa
jumlah perokok terbanyak di Madras India justru berasal dari kelompok
masyarakat buta huruf. Kemudian riset lain membuktikan bahwa kelompok
masyarakat termiskin di Bangladesh menghabiskan hampir 10 kali lipat
penghasilannya untuk tembakau dibandingkan untuk kebutuhan pendidikan. Lalu
penelitian di 3 provinsi Vietnam menemukan, perokok menghabiskan 3,6 kali lebih
banyak untuk tembakau dibandingkan untuk pendidikan, 2,5 kali lebih banyak
untuk tembakau dibandingkan dengan pakaian dan 1,9 kali lebih banyak untuk
tembakau dibandingkan untuk biaya kesehatan. Menurut WHO, merokok akan
menciptakan beban ganda, karena merokok akan menganggu kesehatan sehingga lebih
banyak biaya harus dikeluarkan untuk mengobati penyakitnya. Disamping itu
meropok juga menghabiskan uang yang seharusnya digunakan untuk membeli makanan
yang bergizi.
Untuk menghentikan kebiasaan merokok Majelis
Ulama Indonesia (MUI) berencana mengeluarkan fatwa larangan merokok. Fatwa
haram merokok yang akan diberlakukan secara nasional ini saat masih dalam
pembahasan intensif di kalangan ulama.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan, saat ini
pihaknya tengah membahas soal kemungkinan dikeluarkannya fatwa haram atas
merokok. Disela menerima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Ikatan
Ahli Kesehatan, Amidhan mengatakan fatwa haram ini sebenarnya bukan hal baru
bagi MUI. Namun ketetapannya masih akan dibicarakan dengan sejumlah ulama.
Sementara itu Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Ikatan
Ahli Kesehatan mendesak MUI segera menetapkan fatwa haram bagi rokok. Komnas
akan memastikan lintingan rokok yang diproduksi dari tembakau menganggu
kesehatan. Maka dengan ditetapkannya fatwa haram rokok ini tentunya diharapkan
dapat menekan angka perokok di kalangan anak-anak.
MUI DAN PP Muhamadiyah Mengharamkan Rokok
Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa
haram merokok. Ini didukung kemudian dengan fatwa sama yang dikeluarkan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Majlis Tarjih dan Tajdid. “Perbuatan
merokok mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan,” jelas Pimpinan
PP Muhammadiyah Bidang Tarjih Yunahar Ilyas di Jakarta, Rabu (10/3), mengenai
latar belakang lahirnya fatwa itu. Saat
ini kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok rendah. Begitu pula perihal
larangan merokok di tempat umum. Dari sinilah lahir Peraturan Daerah Nomor 2
tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Sementara MUI berpendapat fatwa haram merokok
tak harus diberlakukan seketika. “Al Quran ketika mengharamkan sesuatu yang
sudah membudaya dalam masyarakat, itu ditempuh cara yang bertahap,” kata Wakil
Ketua Fatwa MUI Ali Mustafa Ya`qub. Ketika masih menjadi pro dan kontra, ada
satu yang sudah pasti menolak. Yakni industri rokok dan buruhnya. Sebagai salah
satu negara penghasil tembakau, ribuan buruh menggantungkan hidupnya dari
rokok. Ini diiringi dengan meningkatnya perokok Indonesia dari tahun ke tahun
Mengapa Rokok Haram
Berbagai dalil menunjukkan mengapa rokok
haram karena merusak diri sendiri dan orang lain:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik.” [Al Baqarah:195]
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk
Mad-yan, saudara mereka Syu’aib, maka ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah olehmu
Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di muka
bumi berbuat kerusakan.” [Al ‘Ankabuut:36]
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya” [Al A’raaf:56]
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada
hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”
[Asy Syu’araa:183]
Dari
Sa’id Sa’d bin Malik bin ra, bahwa Rasululloh SAW bersabda, “Dilarang segala
yang berbahaya dan menimpakan bahaya.” (Hadits hasan diriwayatkan Ibnu Majah,
Daruquthni, dan Malik dalam Al-Muwatha’)
Allah dan Rasulnya menghalalkan segala yang
baik dan mengharamkan semua yang buruk: “Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan
yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk” [Al A’raaf:157]
Sering orang merokok di tempat umum sehingga
mengganggu orang lain. Bau dan asap rokok mengganggu orang lain. Ini adalah
dosa besar. Jangankan rokok yang haram, orang yang makan bawang putih yang
halal karena baunya mengganggu dilarang masuk ke dalam masjid:
Ibnu Umar ra. berkata: Sesungguhnya
Rasulullah saw. dalam perang Khaibar pernah bersabda: Barang siapa makan buah
ini (bawang putih), maka janganlah ia memasuki mesjid. (Shahih Muslim No.870)
Anas ra.: Bahwa Dia pernah ditanya tentang
bawang putih. Anas menjawab: Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda:
Barang siapa yang makan pohon ini (bawang putih), maka janganlah ia dekat-dekat
kami dan jangan ia ikut salat bersama kami. (Shahih Muslim No.872)
Jabir ra. berkata: Rasulullah saw. melarang
makan bawang merah dan bawang bakung. Suatu saat kami butuh sekali sehingga
kami memakannya. Beliau bersabda: Barang siapa yang makan pohon tidak sedap
ini, janganlah ia mendekati mesjid kami. Sesungguhnya para malaikat akan merasa
sakit (karena aromanya) seperti halnya manusia. (Shahih Muslim No.874)
Rokok haram karena merupakan pemborosan. Jika
sebungkus rokok Rp 8.000, maka sebulan orang tersebut harus mengeluarkan Rp 240
ribu untuk hal yang justru merusak dirinya sendiri dan orang lain. Padahal uang
tersebut bisa digunakan untuk menyekolahkan 2 orang anaknya. Allah melarang
sifat boros yang merusak seperti itu: ”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga
yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Merokok haram karena bukan hanya tidak
berguna, tapi justru merusak:
Abu Hurairoh ra berkata: “Rasulullah SAW
pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan
Tirmidzi dan lainnya) Kalau mengerjakan hal yang tidak berguna saja berarti
ke-Islamannya tidak baik, apalagi orang yang mengerjakan hal yang merusak.
Orang yang merokok paling tidak menghabiskan 10 menit untuk setiap batang rokok
yang dia hisap. Jadi kalau 12 batang sehari, dia menghabiskan 120 menit setiap
hari untuk hal-hal yang merusak. Mayoritas ulama berpendapat jika tidak makruh,
maka rokok itu adalah haram. Oleh sebab itu, sudah saatnya ummat Islam
meninggalkan rokok. Tidak pantas ummat Islam menghamburkan uang untuk sesuatu
yang merusak dirinya dan dibenci oleh Allah SWT.
MUI harus mengeluarkan Fatwa Haram Merokok.
Apalagi ulama di Saudi, Malaysia, dan Iran sudah mengharamkannya.
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik.” [Al Baqarah:195]
Ternyata penelitian membuktikan perokok pasif
(istri, anak, dan orang yang berada dekat perokok) justru mendapat bahaya lebih
banyak. Kenapa? Karena para perokok tidak menghirup asap rokoknya. Tapi
menghembuskan asap rokoknya sehingga terhisap orang lain (perokok pasif) “Dan
janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi dengan membuat kerusakan” [Asy Syu’araa:183]
Dari Sa’id Sa’d bin Malik bin ra, bahwa
Rasululloh SAW bersabda, “Dilarang segala yang berbahaya dan menimpakan
bahaya.” (Hadits hasan diriwayatkan Ibnu Majah, Daruquthni, dan Malik dalam
Al-Muwatha’)
Merokok haram karena selain membahayakan diri
dan orang lain juga merupakan pemborosan. Allah menyebut pemboros sebagai
saudara syaitan ”Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. Sesungguhnya pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Merokok haram karena bukan hanya tidak
berguna, tapi justru merusak: Abu Hurairoh ra berkata: “Rasulullah SAW pernah
bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan
Tirmidzi dan lainnya)
Jika pabrik rokok ditutup kan para buruh akan
menganggur? Pemerintah harus mengantisipasi hal ini. Diperkirakan ada sekitar
400 ribu buruh rokok di Indonesia yang menghidupi 1,6 juta orang (0,7%).
Pemerintah harus menyediakan anggaran untuk memberi buruh tersebut modal berupa
lahan untuk bertani/beternak, uang untuk usaha, atau pabrik untuk bekerja. Jika
tiap buruh dapat bantuan Rp 50 juta, maka harus dianggarkan Rp 20 trilyun
berupa pinjaman lunak tanpa agunan agar tidak terjadi gejolak. Dengan menaikan
cukai rokok sebesar 100% setahun sebelum penutupan pabrik (ini jika pabrik
ditutup). Dari sini bisa didapat sekitar Rp 70 Trilyun. Uang Rp 184
trilyun/tahun yang biasa dibelanjakan untuk rokok tetap akan ada. Bahkan dengan
tidak merokok, kesehatan dan produktivitas orang tersebut bisa meningkat
sehingga dia bisa mendapat lebih misalnya Rp 250 trilyun/tahun. Uang tersebut
bisa dia belikan susu, makanan, biaya berobat, dan sekolah bagi anaknya.
Industri rokok memang tutup, tapi industri lain seperti peternakan susu, pabrik
susu, pedagang susu, klinik kesehatan, sekolah akan berkembang dan menyerap
tenaga kerja baru. Toh sebelum ada pabrik rokok orang juga tetap bisa hidup dan
bekerja.
Tidak usah takut dengan mengharamkan rokok
maka karyawan pabrik rokok akan dirugukan. Kalau argumen ini diterima, maka
minuman keras dan narkoba juga jangan diharamkan karena banyak orang bisa
bekerja di pabrik minuman keras/narkoba atau jadi pedagang minuman
keras/narkoba. Tapi karena berbahaya, pemerintah melarang narkoba. Meski banyak
menyerap pekerja, toh Nabi Muhammad tidak ragu-ragu menyampaikan bahwa babi dan
minuman keras itu haram kepada ummatnya. Begitu mendengar fatwa ummat Islam
segera menumpahkan arak yang ada di rumah-rumah ke jalan sehingga ketika itu
jalan jadi berbau arak. Sesuatu yang merusak meski ada manfaatnya haram jika
kerusakannya lebih besar dari manfaatnya. ”Mereka bertanya kepadamu tentang
khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya…” [Al Baqarah:219]
Mengapa Dahulu Para Ulama hanya memakruhkan
dan tidak mengharamkan rokok
Dulu teknologi kesehatan belum semaju
sekarang dan belum menemukan bukti kuat bahwa rokok mengganggu kesehatan. Rokok
dianggap tidak berbahaya dan hanya sekedar mubazir. Oleh karena itu mayoritas
ulama hanya memakruhkannya saja.
Sekarang para ilmuwan sudah membuktikan rokok
berbahaya dan menyebabkan lebih dari 400 ribu orang meninggal tiap tahun di
Indonesia sehingga di bungkus rokok ditempel label bahaya itu. Oleh karena itu
sudah selayaknya para ulama Indonesia menetapkan rokok sebagai barang haram.
Apalagi Majelis Ulama di Arab Saudi, Iran, dan Malaysia telah menetapkan bahwa
rokok itu haram.
Merokok tidak haram karena tidak ada dalil
yang mengatakan rokok itu haram. Memang saat itu tidak ada dalilnya karena Nabi
Muhammad hidup pada tahun 600-an masehi sementara rokok baru dikenal tahun
1500-an ketika bangsa Eropa melihat penduduk asli Amerika menghisap tembakau
yang dibakar dalam pipa. Hingga tahun 1940-an manusia menganggap rokok tidak
berbahaya. Tahun 1962 pemerintah AS menunjuk 10 ilmuwan terkemuka untuk
meneliti bahaya rokok. Tahun 1964 kesimpulannya dimuat di Laporan Surgeon
General yang menyatakan bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan dan meminta
pemerintah melakukan tindakan. Pada tahun 1965 penggunaan rokok turun 40% sejak
diterbitkannya laporan tersebut (MS Encarta). Rokok mengandung 4000 zat kimia
di mana 43 di antaranya merupakan penyebab kanker. 90% kanker paru-paru
disebabkan oleh merokok sementara sisanya merupakan perokok pasif. Sekitar 442
ribu orang di AS tewas setiap tahun karena merokok. Rokok menyebabkan kanker
paru2, tenggorokan, kandung kemih, ginjal, dsb. Di bungkus rokok jelas disebut
bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, gangguan kesehatan
janin, dan impotensi.
Segala yang berbahaya meski namanya tidak
disebut dalam Al Qur’an dan Hadits tetap haram karena Nabi sudah mengatakan:
“Dilarang segala yang berbahaya dan menimpakan bahaya.” (Hadits hasan
diriwayatkan Ibnu Majah, Daruquthni, dan Malik dalam Al-Muwatha’)
Di AS iklan rokok sudah dilarang tampil di
TV-TV dan Radio. Orang-orang dilarang merokok di kantor-kantor pemerintah dan
gedung-gedung di mana ada anak-anak (misalnya sekolah).
Jika Rokok haram, kenapa sebagian ulama merokok?
Rokok sebagaimana narkoba memang menyebabkan pemakainya ketagihan sehingga
sulit untuk berhenti. Tidak sepantasnya ulama yang merupakan pewaris Nabi
melakukan perbuatan yang dibenci Allah atau haram. Tidak pantas juga ulama
membiarkan para santrinya yang masih tingkat Ibtida’iyah (SD), Tsanawiyah (SMP)
atau ’Aliyah (SMU) untuk merokok. Ulama sebagai teladan masyarakat harusnya
memberi contoh ummatnya dengan mengerjakan hal yang wajib atau sunnah. Bukan
justru rajin mengerjakan hal yang makruh atau dibenci Allah. Apalagi jika
haram. Ummat Islam termasuk ulama harus meninggalkan hal yang syubhat/tidak
jelas.
An-Nu’man bin Basyir berkata, “Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda, ‘Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan
di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas
halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang
menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan
agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti
penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya.
Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah
sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah
bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh
tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu
pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.’” (HR. Bukhori) Dari dalil-dalil di
atas, sebagaimana Narkoba, maka rokok sama haramnya. Jangan takut miskin dan
tawakkallah kepada Allah SWT
Fatwa merokok itu HARAM:
Muzakarah Jawatan kuasa Fatwa Majlis
Kebangsaan Hal Ehwan Islam Malaysia kali ke 37 yang bersidang pada 23 Mac 1995
di Kuala Lumpur.
Fatwa yang termasyur di seluruh dunia iaitu
Al-Marhum Mufti Saudi, Syeikh Abdul Aziz bin Baaz
Fatwa Al-Azhar terdahulu iaitu Syeikh
Abdullah Al-Masyd (Ketua Lembaga Fatwa Azhar), Dr. Ahmad ‘Umar Hashim’ (Naib
Canselor Al-Azhar) dan lain lain.
Ulama yang menganggap merokok itu haram:
Dr. Yusof al-Qardhawi lebih cenderung kepada
hukum haram merokok..
Para
ulama Hijaz juga cenderung kepada hukum haram merokok.
Syeikh
Mahmud Syaltut cenderung kepada hukum haram merokok.
No comments:
Post a Comment