Perjalanan yang belum selesai (341)
(Bagian ke tiga
ratus empat puluh satu), Depok, Jawa Barat, Indonnesia, 11 Agustus 2015, 01.40 WIB).
Berdoalah pada Allah yang Maha Kaya dan Maha penolong.
Seusai sholat kadang kita melupakan doa usai sholat,
mungkin akibat kita merasa sempit waktu (tidak banyak waktu luang) karena
disibukkan dengan urusan dunia (mencari harta).
Padahal doa adalah ibadah yang paling mulia yang bisa
menghindarkan kita dari musibah yang kerap mendera manusia, mungkin bukan
terjadi pada saat ini, tetapi di masa mendatang.
Dalam hidup dewasa ini manusia tidak lepas dari ujian
hidup yang kadang sulit kita hindari, seperti keterlibatan kita pada urusan
utang, baik pada teman ataupun bank (baik kartu kredit ,maupun utang lainnya),
kadang utang itu melibatkan unsur riba (bunga/interest).
Padahal salah satu perbuatan manusia yang harus
diselesaikan sebelum dia mati (meninggal) adalah urusan utang piutang).
Nabi Muhammad sendiri ketika akan menyolatkan jenazah
salah seorang sahabat, Nabi bartanya kepada hadirin bahwa masih adakah utang si
mayit yang belum diselesaikan, maka ada seseorang menjawab, bahwa sahabat
(mayit) ini masih meninggalkan utang dua dirham, lalu mendengar itu Nabi
Muhammad menolak menyolatkan jenazah si mayit yang masih meninggalkan utang.
Setelah ada pihak keluarga yang menyelesaikan
(membayarkan) utang si mayit, lalu Nabi kemudian baru bersedia menyolatkan
jenazah.
Nabi Muhammad bersabda pentingnya setiap hamba Allah
untuk berdoa, baik pada saat sholat atau kesempatan lain bahkan Nabi selalu
berdoa dan meminta pada Allah agar terhindar dari kemiskinan dan lilitan utang.
Nabi Muhammad orang yang paling bertakwa kepada Allah dan
maksum (dijaga Allah dari berbuat dosa) dan pasti masuk surga saja selalu
berdoa dari kesulitan urusan dunia (berdoa agar dihindari dari lilitan utang
dan kesempitan rezeki (kemiskinan).
Kita sebagai manusia biasa, yang melakukan ribuan
maksiat, baik secara sadar maupun tidak sadar tentulah harus banyak berdoa
kepada Allah agar diampuni seluruh dosa, dihindari dari lilitan utang, maupun
dibukakan pintu rezeki yang lebar agar kita terhindar dari kemiskinan.
Dalam berdoa kuncinya kita harus sabar, Nabi Musa sendiri
baru 40 tahun kemudian doanya dikabulkan dalam melawan Firaun, juga Nabi Ayyub
tidak kenal lelah berdoa sampai sepuluh tahun baru penyakitnya disembuhkan,
juga Nabi Zakaria setelah tua renta (ubanan) dan istrinya sudah lanjut usia,
baru dikabulkan permintaannya agar memiliki anak (keturunan).
Berdoalah kita kepada Allah, Pasti Allah akan mengabulkan
permntaan itu (doa kita).
KEUTAMAAN DAN KEMULIAAN DO'A
Oleh
Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih
[1]. Do'a adalah ibadah berdasarkan firman Allah :
"Artinya : Berdo'alah kepadaKu, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". [Ghafir
: 60].
Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Syaikh Taqiyuddin
Subki berkata : Yang dimaksud doa dalam ayat di atas adalah doa yang bersifat
permohonan, dan ayat berikutnya 'an 'ibaadatiy menunjukkan bahwa berdoa lebih
khusus daripada beribadah, artinya barangsiapa sombong tidak mau beribadah,
maka pasti sombong tidak mau berdoa.
Dengan demikian ancaman ditujukan kepada orang yang
meninggalkan doa karena sombong dan barangsiapa melakukan perbuatan itu, maka
dia telah kafir. Adapun orang yang tidak berdoa karena sesuatu alasan, maka
tidak terkena ancaman tersebut. Walaupun demikian memperbanyak doa tetap lebih
baik daripada meninggalkannya sebab dalil-dalil yang menganjurkan berdoa cukup
banyak. [Fathul Bari 11/98].
Dari Nu'man bin Basyir bahwasanya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Doa adalah ibadah", kemudian beliau
membaca ayat : "Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembahKu". [Ghafir : 60].
Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Imam At-Thaibi
berkata : Sebaiknya hadits Nu'man di atas difahami secara arti bahasa, artinya
berdoa adalah memperlihatkan sikap berserah diri dan membutuhkan Allah, karena
tidak dianjurkan ibadah melainkan untuk berserah diri dan tunduk kepada
Pencipta serta merasa butuh kepada Allah. Oleh karena itu Allah mengakhiri ayat
tersebut dengan firman-Nya : "Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembahKu". Dalam ayat ini orang yang tidak mau tunduk dan
berserah diri kepada Allah disebut orang-orang yang sombong, sehingga berdoa
mempunyai keutamaan di dalam ibadah, dan ancaman bagi mereka yang tidak mau
berdoa adalah hina dina. [Fathul Bari 11/98].
Catatan :
Hadits yang berbunyi :
"Artinya : Doa adalah initi ibadah" [Hadits Dhaif]
[Didhaifkan Al-Albani, Ta'liq 'ala Misykatul Masabiih
2/693 No. 2231]
[2]. Doa adalah ibadah yang paling mulia di sisi Allah,
dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Tidak ada sesuatu yang paling mulia di
sisi Allah daripada doa". [Sunan At-Timidzi, bab Do'a 12/263, Sunan Ibnu
Majah, bab Do'a 2/341 No. 3874. Musnad Ahmad 2/362].
Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa makna hadits
tersebut adalah tidak ada sesuatu ibadah qauliyah (ucapan) yang lebih mulia di
sisi Allah daripada doa, sebab membandingkan sesuatu harus sesuai dengan
substansinya. Sehingga pendapat yang mengatakan bahwa shalat adalah ibadah
badaniyah yang paling utama sehingga hal ini tidak bertentangan dengan firman
Allah.
"Artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara
kamu". [Al-Hujurat : 13].
[3]. Allah murka terhadap orang-orang yang meninggalkan
doa, berdasarkan hadits bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata
bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa yang tidak meminta kepada
Allah, maka Allah akan memurkainya". [Sunan At-Tirmidzi, bab Do'a
12/267-268].
Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Imam At-Thaibi
berkata : "Makna hadits di atas yaitu barangsiapa yang tidak meminta
kepada Allah, maka Dia akan murka begitu pula sebaliknya Dia sangat senang
apabila diminta hamba-Nya". [Fathul Bari 11/98]
Imam Al-Mubarak Furi berkata bahwa orang yang
meninggalkan doa berarti sombong dan merasa tidak membutuhkan Allah.
Imam At-Thaibi berkata bahwa Allah sangat senang tatkala
dimintai karunia-Nya, maka barangsiapa yang tidak memohon kepada Allah, maka
berhak mendapat murka-Nya.
Dari hadits di atas menunjukkan bahwa permohonan hamba
kepada Allah merupakan kewajiban yang paling agung dan paling utama, karena
menghindar dari murka Allah adalah suatu yang menjadi keharusan. [Mura'atul
Mashabih 7/358]
[4]. Doa mampu menolak takdir Allah, berdasarkan hadits
dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda.
"Artinya : Tidak ada yang mampu menolak takdir
kecuali doa". [Sunan At-Tirmidzi, bab Qadar 8/305-306]
Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa yang dimaksud adalah,
takdir yang tergantung pada doa dan berdoa bisa menjadi sebab tertolaknya
takdir karena takdir tidak bertolak belakang dengan masalah sebab akibat, boleh
jadi terjadinya sesuatu menjadi penyebab terjadi atau tidaknya sesuatu yang
lain termasuk takdir. Suatu contoh berdoa agar terhindar dari musibah, keduanya
adalah takdir Allah. Boleh jadi seseorang ditakdirkan tidak berdoa sehingga
terkena musibah dan seandainya dia berdoa, mungkin tidak terkena musibah,
sehingga doa ibarat tameng dan musibah laksana panah. [Mura'atul Mafatih
7/354-355].
Syaikh Utsaimin ditanya : "Kita sering mendengar
orang berdoa : Ya Allah kami tidak memohon agar takdir kami dirubah akan tetapi
kami meminta kelembutan dalam takdir tersebut. Apakah doa tersebut dibolehkan
.?"
Jawaban :
Berdoa seperti itu dilarang dan haram sebab doa bisa
merubah takdir seperti yang telah disebutkan dalam hadits di atas. Bahkan orang
yang berdoa seperti itu menantang Allah dan seakan mengatakan : "Ya Allah
takdirkanlah kepadaku apa saja yang Engkau kehendaki tetapi berilah kelembutan
dalam takdir tersebut".
Seharusnya orang yang berdoa berketetapan hati dalam
doanya, seperti berdoa : Ya Allah kami memohon rahmat-Mu dan kami berlindung
dari siksaan-Mu, dan doa semisalnya. Apabila seorang berdoa kepada Allah agar
tidak dirubah takdirnya, maka apa manfaatnya sementara doa bisa merubah takdir,
dan bisa jadi takdir tersebut hanya bisa berubah lantaran doa. Yang penting doa
tersebut di atas tidak boleh dan hendaknya dihindarkan serta barangsiapa yang mendengar
doa seperti itu sebaiknya menasehatinya. [Liqa' Babul Maftuh 5/45-46]
5]. Orang yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu
berdoa berdasarkan hadits Nabi bahwasanya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.
"Artinya : Orang yang lemah adalah orang yang
meninggalkan berdoa dan orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil
terhadap salam". [Al-Haitsami, kitab Majma' Az-Zawaid. Thabrani,
Al-Ausath. Al-Mundziri, kitab At-Targhib berkata : Sanadnya Jayyid (bagus) dan
dishahihkan Al-Albani,As-Silsilah Ash-Shahihah 2/152-153 No. 601].
Imam Manawi berkata bahwa yang dimaksud dengan 'Ajazu
an-naasi adalah orang yang paling lemah akalnya dan paling buta penglihatan
hatinya, dan yang dimaksud dengan Min 'ajzin 'an ad-dua'i adalah lemah memohon
kepada Allah terlebih pada saat kesusahan dan demikian itu bisa mendatangkan
murka Allah karena dia meninggalkan perintah-Nya padahal berdoa adalah
perkerjaan yang sangat ringan.[Faidhul Qadir 1/556].
Ahli syair berkata.
Janganlah kamu meminta kepada manusia, memintalah
kepada Dzat yang pintu-Nya tidak pernah tertutup.
Allah akan murka jika engkau tidak meminta-Nya,
sementara manusia marah jika sering diminta.
Syair di atas menjadi bantahan terhadap anggapan bahwa
yang lebih baik tidak berdoa.
[6]. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan berdoa,
barangsiapa yang meninggalkan doa berarti menentang perintah Allah dan
barangsiapa yang melaksanakan berarti telah memenuhi perintah-Nya. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku, dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran". [Al-Baqarah : 186].
Syaikh Sa'di mengatakan bahwa ayat di atas sebagai
jawaban atas pertanyaan para sahabat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
mereka bertanya : Wahai Rasulullah, apakah Allah dekat sehingga kami memohon
dengan berbisik-bisik ataukah Dia jauh sehingga kami memanggil-Nya dengan
berteriak ? Maka turunlah ayat Allah. [Tafsir At-Thabari dan didhaifkan oleh
Imam Ahmad 3/481].
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat". Karena Allah
adalah Dzat Yang Maha Melihat, Maha Mengetahui dan Maha Menyaksikan terhadap
sesuatu yang tersembunyi, rahasia dan mengetahui perubahan pandangan mata serta
isi hati. Allah juga dekat dengan hamba-Nya yang meminta dan selalu sanggup
mengabulkan permintaan. Maka Allah berfirman : "Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku".
Doa adalah dua macam yaitu doa ibadah dan doa permohonan.
Kedekatan Allah dengan hamba-Nya terbagi dua macam yaitu ; kedekatan ilmu-Nya
dengan setiap mahluk-Nya dan kedekatan dengan hamba-Nya dalam memberikan setiap
permohonan, pertolongan dan taufik kepada mereka.
Barangsiapa yang berdoa kepada Allah dengan hati yang
khusyu' dan berdoa sesuai dengan aturan syariat serta tidak ada penghalang
diterima doa tersebut seperti makan makanan yang haram atau semisalnya, maka
Allah berjanji akan mengabulkan permohonan tersebut. Apalagi bila disertai
hal-hal yang menyebabkan terkabulnya doa seperti memenuhi perintah Allah, meninggalkan
larangan-Nya baik secara ucapan maupun perbuatan dan yakin bahwa doa tersebut
akan dikabulkan. Maka Allah berfirman : "Maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah)Ku dan hedaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka
selalu berada dalam kebenaran".
Artinya orang yang berdoa akan berada dalam kebenaran
yaitu mendapatkan hidayah untuk beriman dan berbuat amal shalih serta terhindar
dari kejahatan dan kekejian. [Tafsir As-Sa'di 1/224-225].
[7]. Imam Zarkasi berkata bahwa konsentrasi dalam berdoa
serta menunjukkan sikap rendah, tunduk, penghambaan dan merasa membutuhkan
Allah adalah merupakan ibadah yang paling agung bahkan demikian itu menjadi
syarat sahnya ibadah.
Allah berjanji akan memberikan pahala orang yang berdoa,
meskipun tidak dikabulkan doanya.
[8]. Berdoa adalah menyibukkan diri untuk mengingat Allah
sehingga timbul dalam hati rasa pengagungan terhadap kebesaran Allah dan ingin
kembali kepada-Nya berhenti dari maksiat. Sering mengetuk pintu mempunyai
kesempatan besar untuk masuk, sehingga ada pepatah bahwa barangsiapa yang
sering mengetuk pintu, maka suatu saat akan diberi izin masuk sehingga
dikatakan :"Diberi kesempatan berdoa lebih baik daripada diberi
sesuatu".
[9]. Banyak berdoa bisa menghindarkan bencana dan
musibah, sebagaimana firman Allah yang mengkisahkan tentang Nabi Ibrahim
'Alaihis Salam :
"Artinya : Dan aku akan berdoa kepada Tuhanku,
mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku". [Maryam
: 48]
Dan firman Allah tentang Nabi Zakaria 'Alaihis Salam.
"Artinya : Ia berkata :'Ya Tuhanku, sesungguhnya
tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah
kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku". [(Maryam : 4) Al-Azhiyah
fi Ahkamil Ad'iyah hal. 38-42].
[10]. Sebagian orang hanya berdoa sekali atau dua kali
dan setelah merasa tidak dikabulkan, lalu berhenti berdoa. Jelas tindakan
seperti itu adalah tindakan yang keliru bahkan dia harus terus menerus
mengulangi doanya hingga Allah mengabulkannya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Do'a seorang hamba akan selalu dikabulkan
selagi tidak memohon sesuatu yang berdosa atau pemutusan kerabat, atau tidak
tergesa-gesa. Mereka bertanya : Apa yang dimaksud tergesa-gesa ? Beliau
menjawab : " Dia berkata ; Saya berdoa berkali-kali tidak dikabulkan, lalu
dia merasa menyesal kemudian meninggalkan doa". [Shahih Muslim, kitab
Dzikir wa Do'a 4/87].
Menurut Imam An-Nawawi yang dimaksud menyesal adalah
meninggalkan doa. [Syarh Shahih Muslim 17/52].
Maka seharusnya seorang hamba harus terus berdoa dan
tidak boleh bosan serta merasa tidak dikabulkan doanya. Dalam ucapan :
"Saya berdoa berkali-kali tetapi tidak dikabulkan".
Syaikh Al-Mubarak Furi mengatakan bahwa Syaikh Al-Qari
berkata : "Yang dimaksud dengan kalimat tersebut adalah tidak melihat
hasil doa saya. Terkadang merasa doanya lambat dikabulkan atau putus asa dari
berdoa dan keduanya tercela. Perlu diketahui, ada waktu tertentu untuk
terkabulnya doa, sebagaimana yang diriwayatkan bahwa doa Musa dan Harun agar
Fir'aun dihancurkan oleh Allah baru terkabul setelah empat puluh tahun. Adapun
berputus asa dari rahmat Allah tidak akan terjadi kecuali atas orang-orang
kafir". [Mura'atul Mafatih 7/348].
Imam Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa di dalam hadits di
atas terdapat etika berdoa yaitu terus mengajukan permohonan dan tidak berputus
asa dalam berdoa sebab demikian itu merupakan bagian dari sikap ketundukan dan
penyerahan diri kepada Allah serta merasa membutuhkan Allah, oleh karena itu
sebagian ulama salaf berkata : "Kami lebih takut dihalangi untuk berdoa
daripada dihalangi terkabulnya doa".
Imam Ad-Dawudi berkata : "Dikhawatirkan orang yang
mengatakan bahwa dia selalu berdoa tetapi tidak dikabulkan maka doanya
benar-benar tidak dikabulkan, atau benar-benar tidak dikabulkan penangguhan
siksa akhirat atau pengampunan dosa-dosanya".
Imam Ibnul Jauzi berkata : "Ketahuilah bahwa doa
orang mukmin tidak mungkin ditolak, boleh jadi ditunda pengkabulannya lebih
baik atau digantikan sesuatu yang lebih maslahat dari pada yang diminta baik di
dunia atau di akhirat. Sebaiknya seorang hamba tidak meninggalkan berdoa kepada
Rabbnya sebab doa adalah ibadah yaitu ibadah penyerahan dan ketundukan kepada
Allah". [Fathul Bari 7/348 ]
Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa beliau berkata :
"Tatkala Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terkena sihir orang
Yahudi bernama Lubaid bin A'sham, beliau berkata sehingga seakan-akan
Rasulullah melakukan sesuatu padahal tidak melakukannya hingga pada suatu malam
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa kemudian berdoa dan terus
berdoa". [Shahih Muslim, kitab Salam bab Sihir 7/14]
Imam An-Nawawi berkata bahwa hadits di atas menekankan
kepada setiap hamba tatkala tertimpa bencana atau musibah untuk memperbanyak
doa dan terus berserah diri kepada Allah. [Syarh Shahih Muslim 7/14].
Dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu 'anhu berkata bahwa
tatkala saya mulai bertempur saat perang Badr saya kembali dengan cepat untuk
melihat apa yang dikerjakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ternyata
beliau sedang bersujud dan membaca : Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Kekal,
Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Kekal, kemudian saya kembali bertempur,
lalu saya kembali lagi ke tempat Rasulullah, saya temui beliau dalam keadaan
sujud, kemudian saya kembali bertempur lalu saya kembali ke tempat beliau dan
saya temui masih membaca doa tersebut sehingga Allah memberikan
kemenangan". [Sunan At-Tirmidzi, bab Doa 13/78. Dishahihkan Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari 11/98]
Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Tidak ada seorang muslim berdoa kepada
Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Allah akan mengabulkannya atau
menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya, selagi tidak berdoa
sesuatu dosa atau pemutusan kerabat. Ada seorang laki-laki dari suatu kaum
berkata : Jikalau begitu saya akan memperbanyak (doa). Beliau bersabda :
'"Allah mengabulkan doa lebih banyak daripada yang kalian minta".
[Sunan At-Tirmidzi, bab Doa 13/78. Dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul
bari 11/98].
[11]. Hadits yang berbunyi.
"Artinya : Allah mencintai orang-orang yang
bersungguh-sungguh dalam berdoa". [Hadits Dhaif, Al-Albani berkata dalam
Silsilah Dhaifah bahwa hadits ini bathil 2/96-97].
[Disalin dari buku Jahalatun nas fid du'a, edisi
Indonesia Kesalahan Dalam Berdoa, oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim
Ar-Rumaih, hal 37-42, terbitan Darul Haq, penerjemah Zaenal Abidin, Lc.]
No comments:
Post a Comment