Bom guncang Bangkok, 108 tewas termasuk WNI
BBC - Kementerian Luar Negeri Indonesia memastikan satu
orang WNI (warga negara Indonesia) meninggal dunia dalam ledakan bom di
Bangkok, sementara satu orang lainnya mengalami luka parah.
"Mereka merupakan pasangan suami istri. Yang
meninggal adalah istrinya, sedangkan suaminya masih berada di ruang gawang
darurat (ICU) di sebuah rumah sakit di Bangkok," kata juru bicara Kemenlu,
Arrmanatha Nasir, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Selasa (18/07)
siang.
Mereka merupakan pasangan suami istri. Yang meninggal
adalah istrinya, sedangkan suaminya masih berada di ruang gawang darurat (ICU)
di sebuah rumah sakit di Bangkok.
Juru bicara Kementrian luar negeri Indonesia, Arrmanatha
Nasir.
Menurutnya, mereka berada tidak jauh dari lokasi ledakan
bom di sebuah kuil di distrik Ratchaprasong, Bangkok, Senin (17/08) malam.
"Pasangan suami istri itu sedang berkunjung ke
Bangkok," katanya tanpa bersedia menyebut jati diri mereka.
Kedutaan Besar Indonesia untuk Thailand, lanjutnya,
sejauh ini masih melakukan koordinasi dengan aparat keamanan setempat apakah
ada warga Indonesia lainnya yang menjadi korban.
Sementara itu, Kementerian Luar negeri Malaysia
memastikan ada dua orang warga Malaysia yang menjadi korban tewas akibat
ledakan bom di sebuah kuil di distrik Ratchaprasong, Bangkok, Senin (17/08)
malam.
Jenazah korban, Lim Saw Gek dan anaknya, Neoh Jai Jun,
saat ini telah ditempatkan di Rumah sakit umum kepolisian di Bangkok. Dua orang
Malaysia lainnya terluka akibat insiden ini.
Kepala Kepolisian Thailand mengatakan ledakan di Kuil
Erawan berasal dari bom pipa. Bom tersebut diletakkan di dalam kuil. Sejumlah
laporan media di Thailand menyebutkan bom menggunakan bahan TNT sebanyak tiga
kilogram.
Seseorang dengan ransel hitam
Di tempat terpisah, Perdana Menteri Thailand, Prayuth
Chan-o-cha menggambarkan serangan bom yang menewaskan sedikitnya 21 ini
merupakan insiden terburuk yang pernah terjadi di negeri itu.
Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-o-cha
menggambarkan serangan bom yang menewaskan sedikitnya dua puluh orang ini
merupakan insiden terburuk yang pernah terjadi di negeri itu.
Dia mengatakan aparat keamanan telah mengidentifikasi
seseorang yang terlihat dari rekaman CCTV yang terlihat mencurigakan.
Wartawan BBC di Bangkok mengatakan orang tersebut
terlihat memasuki kuil dengan membawa ransel hitam dan meninggalkannya di kuil
tersebut.
Pihak berwenang Thailand mengatakan sejauh ini mereka
tidak mengesampingkan sejumlah kelompok di balik insiden ini, termasuk kelompok
penentang pemerintahan militer dan kelompok etnis Uighur.
Sebelumnya, keputusan Pemerintah Thailand memulangkan 109
orang dari etnik Uighur ke Cina pada Juli lalu diprotes berbagai pihak.
Thailand membela diri atas keputusannya memulangkan 109
orang dari etnik Uighur ke Cina pekan ini setelah kebijakan itu dikecam oleh
berbagai pihak.
Seorang juru bicara pemerintah mengatakan pemulangan
sudah sesuai dengan hukum internasional. Ditambahkan pemerintah Thailand tidak
memulangkan paksa seluruh orang Uighur yang ditahan di negara itu meskipun
diminta oleh Cina dan hanya sebagian saja yang dipulangkan.
Tahun lalu Thailand menahan hampir 400 orang Uighur.
Tercatat 172 orang dikirim ke Turki, terutama perempuan dan anak-anak.
Dikatakan oleh Departemen Luar Negeri Thailand, mereka adalah warga negara
Turki walaupun kenyataannya berasal dari Cina.
Adapun yang dikirim pulang ke Cina adalah laki-laki.
Etnik Uighur pada umumnya tinggal di Provinsi Xinjiang.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia mengatakan mereka
yang dipulangkan ke Cina terancam disiksa.
Polisi Turki
Polisi antihuru-hara Turki disiagakan di Kedutaan Besar
Thailand di ibu kota.
Kebijakan Thailand memulangkan orang Uighur memicu protes
keras di Turki. Unjuk rasa bahkan diwarnai dengan kekerasan ketika pemrotes
menyerbu konsulat Thailand di Istanbul pada Rabu malam (08/07) dan protes
berlanjut keesokan harinya.
Akibatnya hari Jumat ini (10/07) Thailand menutup
sementara kedutaan besarnya di Ankara dan konsulatnya di Istanbul.
Sementara itu sentimen anti-Cina di Turki belakangan
meningkat terkait laporan adanya pembatasan berpuasa di Provinsi Xinjiang.
Etnik Uighur dari wilayah barat Cina memang memiliki
ikatan budaya dan agama yang kuat dengan Turki.
Para demonstran membakar bendera Cina, menyerang sejumlah
restoran Cina, bahkan mereka dituduh menyerang turis-turis yang disangka
berasal dari Cina.
Protes dimulai menyusul laporan bahwa umat Muslim dari
etnis Uighur di Cina dilarang berpuasa selama bulan Ramadan.
Etnis Uighur dari wilayah barat Cina memang berasal dari
rumpun etnis dan memiliki ikatan budaya dan agama yang kuat dengan Turki.
Para demonstran Turki berang oleh adanya laporan mengenai
tindakan aparat Cina terhadap kaum Muslim dari etnik Uighur selama Ramadan di
Xinjiang.
“Warga kami sedih mendengar kabar bahwa etnis Uighur
Turki dilarang berpuasa atau melakukan kewajiban beragam lainnya di wilayah
Xinjiang,” sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki, pekan lalu.
Sebagai balasan, pemerintah Cina mengatakan mereka
menghormati kebebasan beragama umat Muslim dan tuduhan bahwa sejumlah aktivitas
beragama dilarang di Xinjiang pada bulan Ramadan ini “sangat bertentangan
dengan fakta” dan dibesar-besarkan oleh media Barat.
“Tidak ada lembaga negeri, organisasi swasta atau
individu yang dapat memaksa orang lain untuk percaya atau tidak percaya agama
apapun. Mereka tidak boleh mendiskriminasi antar penduduk beragama maupun yang
tidak beragama," kata pernyataan pemerintah Cina.
Namun, penjelasan tersebut tidak dapat meredam kemarahan
warga Turki.
Restoran Happy Cina milik Cihan Yavuz diserang oleh massa
yang mengamuk di Istanbul pekan lalu.
“Orang menjadi ketakutan ke sini, takut diserang lagi,”
kata Yavuz.
“Bila mereka ingin memprotes pemerintah Cina, mereka bisa
berdemo di depan kedutaan. Tidak benar menggunakan kekerasan hanya demi
memprotes,” katanya.
Turis tampak tidak takut berwisata di Turki walaupun
pemerintah Cina mengeluarkan peringatan perjalanan.
Restoran Happy China yang dimiliki Cihan Yavuz, diserang
oleh sejumlah orang.
Selain menyerang restoran Cina, para demonstran menyerang
wisatawan yang disangka berasal dari Cina.
Seorang pemandu wisata bernama Miray Hamit mengatakan
empat atau lima pria berpisau menyerang seorang turis di kelompoknya.
Serangan itu terjadi bersamaan dengan gelaran pawai
kelompok Grey Wolves – onderbouw partai sayap kanan MHP.
“Mereka menanyakan asal kami. Ketika kami bilang bahwa
kami dari Cina mereka mulai memukuli seorang di antara kami. Seorang pemandu
wisata Turki dan saya melerai serangan itu. Kami semua takut. Seorang dari kami
terluka, walaupun tidak terlalu serius. Saya juga dipukuli,” kata Hamit.
Miray Hamit tidak yakin penyerang itu berasal dari pawai
Grey Wolves dan mungkin merupakan pejalan kaki biasa.
Media Turki melaporkan penyerangan terhadap sejumlah
turis Korea yang disangka Cina pada pawai Grey Wolves itu.
Tuduhan tersebut langsung dibantah Ketua Grey Wolves di
Istabul, Ahmet Yigit Yildirim. Dia mengatakan perkelahian yang terjadi itu
merupakan antara pengunjuk suara dan kepolisian dan tidak ada bahaya terhadap
para turis. Dia mengatakan tidak menerima keluhan terhadap mereka.
“Keamanan semua turis yang datang ke negara kami adalah
tanggung jawab kami. Kami tidak menoleransi kekerasan apapun,” katanya.
Ketua Grey Wolves mengatakan turis aman dari bahaya
selama mereka menggelar demontrasi.
Sumber kepolisian tidak bisa berbicara kepada BBC. Namun,
konsulat Korea Selatan di Istanbul mengatakan belum menerima keluhan atau
laporan mengenai serangan terhadap warga mereka di sana.
Adapun turis Cina tampaknya tidak terhalang oleh
meningginya sentimen anti-Cina di Turki.
“Kami sangat tahu apa yang sedang terjadi. Namun kami
tidak mengalami masalah apapun. Kami percaya Turki. Warga Turki sangat ramah
dengan kami,” kata wisatawan bernama Lucky Zhang.
Pekan ini, pemerintah Cina mengeluarkan imbauan bagi
warganya yang bepergian ke Turki dan memperingatkan mereka agar menjauh dari
demonstrasi dan tidak merekamnya.
Pemerintah Cina telah berusaha mengendalikan ekspresi
keagamaan di Xinjiang dengan memberlakukan sejumlah peraturan bagi etnis
Uighur.
Mural propaganda di Kashgar, Xinjiang, menunjukkan larangan
pernikahan oleh imam.
Beberapa peraturan yang terdapat di sejumlah bagian
Xinjiang termasuk:
Perempuan dilarang berjilbab
Kaum Uighur juga tidak boleh membeli pisau di beberapa
area
Aktivitas bersembahyang diatur ketat. Anak-anak di bawah
usia 18 tahun dilarang ke mesjid
Pasangan harus mengajukan permohonan menikah kepada
pemerintah dan tidak boleh dinikahkan secara diam-diam oleh imam
Hanya pria Uighur dewasa yang boleh memelihara janggut
Rangkaian peraturan dan ketatnya pengawasan aparat Cina
terhadap umat Muslim diamini seorang etnik Uighur. Kepada BBC, dia mengaku
pindah ke Turki dari Xinjiang pada Desember 2014.
Dia mengatakan aparat Cina menginterogasi keluarganya
ketika mereka berbuka puasa saat Ramadan.
"Mengapa Anda memelihara janggut? Mengapa Anda
membaca Qur'an? Mengapa perempuan berjilbab?," kata orang yang meminta
identitasnya tidak disebutkan itu, menirukan pertanyaan aparat.
Setelah menginterogasi, para serdadu kemudian menahan dia
dan keluarganya di penjara. "Mereka bahkan menahan anak saya yang berusia
10 tahun dan keempat temannya."
Begitu bebas, pria itu kemudian pergi bersama keluarganya
ke Turki melewati Vietnam, Kamboja, Thailand, dan Malaysia.
Kini dia hidup di Istanbul bersama istri dan keempat
anaknya.
No comments:
Post a Comment