!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, August 21, 2015

Ilmu, amal dan ibadah.

Perjalanan yang belum selesai (353)

(Bagian ke tiga ratus lima puluh tiga), Depok, Jawa Barat, Indonnesia, 21 Agustus  2015, 19.00 WIB).

Ilmu, amal dan ibadah.

Ayat pertama kali yang di wahyukan Allah kepada Nabi Muhammad adalah kalimat Iqro : Bacalah. Nabi Muhammad sebelum mendapat wahyu dari Allah secara lengkap melalui Malaikat Jibril disuruh terlebih dahulu belajar atau membaca (Iqro), atau diperintahkan untuk mengingat (menghafal) mengingat Nabi Muhammad adalah seorang yang buta huruf.
Jadi seluruh ayat Al Quran dihafal dan diingat Rasululah, kemudian para sahabatnya yang kemudian menulisnya di atas kulit, daun dan benda lain yang memungkinkan, sebelum kemudian di satukan dalam bentuk Al Quran sebanyak 30 Juz yang dikumpulkan pada masa kekhalifahan Usman bin Affan yang dikenal dengan mushab Usman.
Diantara isi kandungan Al Quran selain berisi tentang kekuasaan Tuhan , juga berisi tentang segala isi bumi dan langit yang telah diciptakan Allah berupa langit, bumi, laut, air, ikan dan seluruh mahluknya.
Dan seluruh Isi langit, matahari, bulan, bintang dan seluruh isi alam itu diatur oleh Allah yang tidak pernah lelah. Semua fenomena Alam itu diciptakan Allah agar manusia dengan ilmunya bisa berpikir dan dengan ilmu yang dimilikinya bisa semakin yakin akan keesaan Allah itu. Dan dengan ilmu pula manusia bisa mempelajari perintah dan peringatan dan larangan Allah yang ada di Al Qur.an dan Sunnah (Al Hikmah/Hadist).
Dengan ilmu kita dapat mengetahui ibadah yang sesuai perintah atau mana masalah dunia yang diharamkan untuk dilakukan.
Nabi Muhammad bersabda, masalah ibadah asalnya adalah haram dilakukan kecuali ada perintah di Al Quran dan Hadist.
Dan masalah dunia asalnya mubah (boleh) kecuali ada larangan dari Al Quran dan Hadist, seperti makan babi, darah dan bangkai (kecuali ikan dan belalang), dan larangan mengisap tembakau (merokok) Muhammadiyah Indonesia dan para ulama Arab Saudi mengeluarkan fatwa haramnya merokok.


Suat Fathir Ayat 9-14:
وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَسُقْنَاهُ إِلَى بَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا كَذَلِكَ النُّشُورُ (٩) مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَكْرُ أُولَئِكَ هُوَ يَبُورُ (١٠)وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمْ أَزْوَاجًا وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنْثَى وَلا تَضَعُ إِلا بِعِلْمِهِ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (١١) وَمَا يَسْتَوِي الْبَحْرَانِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ فِيهِ مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (١٢) يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لأجَلٍ مُسَمًّى ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ (١٣) إِنْ تَدْعُوهُمْ لا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ (١٤)

Terjemah Surat Fathir Ayat 9-14

9. [1]Dan Allahlah yang mengirimkan angin; lalu (angin itu) menggerakkan awan, maka Kami arahkan awan itu ke suatu negeri yang mati (tandus)[2] lalu dengan hujan itu Kami hidupkan bumi setelah mati (kering)[3]. Seperti itulah kebangkitan itu[4].

10. Barang siapa menghendaki kemuliaan, maka (ketahuilah) kemuliaan itu semuanya milik Allah[5]. kepada-Nyalah akan naik[6] perkataan-perkataan yang baik[7], dan amal saleh[8] Dia akan mengangkatnya[9]. Adapun orang-orang yang merencanakan kejahatan[10] mereka akan mendapat azab yang sangat keras[11], dan rencana jahat mereka akan hancur[12].

11. Dan Allah menciptakan kamu dari tanah[13] kemudian dari air mani[14], kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan)[15]. Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (Lauh Mahfuzh)[16]. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah[17].

12. [18]Dan tidak sama (antara) dua lautan; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari (masing-masing laut) itu kamu dapat memakan daging yang segar[19] dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai[20], dan di sana kamu melihat kapal-kapal berlayar membelah laut agar kamu dapat mencari karunia-Nya[21] dan agar kamu bersyukur.

13. [22]Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar menurut waktu yang ditentukan[23]. [24]Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, milik-Nyalah segala kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah[25] tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari[26].

14. Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak mendengar seruanmu[27], dan sekiranya mereka mendengar, mereka juga tidak memperkenankan permintaanmu[28]. Dan pada hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu[29] dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu[30] seperti yang diberikan oleh (Allah) Yang Mahateliti[31].

KETIKA BERAMAL TANPA ILMU

Oleh
Ustadz Armen Halim Naro



Sebagai seorang muslim tentu setiap kali mendirikan shalat lima waktu, atau shalat-shalat yang lainnya. Dia selalu meminta ditunjukan shirathul mustaqim. Yaitu jalan lurus yang telah lama dilalui oleh orang-orang yang telah diberi nikmat, dan dijauhkan dari jalan orang-orang maghdhubi `alaihim (orang-orang yang Engkau murkai), juga jalan orang-orang dhallin (orang-orang yang sesat). Dalam tafsiran, dua kelompok diatas disebutkan [1], bahwa orang-orang mahgdhubi ‘alaihim adalah Yahudi, sedangkan orang dhallin adalah Nashara.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah,”Dan perbedaan antara dua jalan -yaitu agar dijauhi jalan keduanya-, karena jalan orang yang beriman menggabungkan antara ilmu dan amal. Adalah orang Yahudi kehilangan amal, sedangkan orang Nashrani kehilangan ilmu. Oleh karenanya, orang Yahudi memperoleh kemurkaan dan orang Nashrani memperoleh kesesatan. Barangsiapa mengetahui, kemudian tidak mengamalkannya, layak mendapat kemurkaan. Berbeda dengan orang yang tidak mengetahui. Orang-orang Nashrani, ketika mempunyai maksud tertentu, tetapi mereka tidak memperoleh jalannya, karena mereka tidak masuk sesuai dengan pintunya. Yaitu mengikuti kebenaran. Maka, jatuhlah mereka ke dalam kesesatan.”[2]

Banyak orang yang menyangka, bahwa banyak amal dan ibadah sudah mendapat jaminan untuk hari akhiratnya, sekurang-kurangnya merupakan tanda kebenaran dan bukti keshalihan. Begitulah sering kita dengar, dan itulah fenomena yang terjadi di kalangan kaum muslimin. Kalaulah kita mencoba untuk mengingat surat yang telah sering kita dengar ini, maka semua sangkaan dan dugaan kita selama ini, akan bisa kita ubah untuk hari besoknya. Dapat dibayangkan, seseorang yang mempunyai amalan sebanyak pepasiran di pantai, akan tetapi setelah ditimbang, dia bagaikan debu yang beterbangan, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. [Al Furqan:23].

Bukan saja amalannya tidak dianggap sebagai amalan yang diterima, bahkan dialah penyebab masuknya ke dalam api neraka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً

Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka). [Al Ghasyiah:1- 4].

Berkata Ibnu Abbas,”Khusyu`, akan tetapi tidak bermanfaat amalannya,” diterangkan oleh Ibnu Katsir, yaitu dia telah beramal banyak dan berletih-letih, akan tetapi yang diperolehnya neraka yang apinya yang sangat panas [3]. Oleh sebab itu, Imam Bukhari membuat bab di dalam kitab Shahih Beliau, Bab: Berilmu sebelum berucap dan beramal.”

KEUTAMAAN ILMU DALAM AL QURAN
Ayat yang menerangkan tentang keutamaan ilmu dan celaan terhadap orang yang beramal tanpa ilmu sangatlah banyak [4]. Allah Subhanahu wa Ta'ala membedakan antara orang yang berilmu dengan orang yang bodoh, bagaikan orang yang melihat dengan si buta.

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? [Ar Ra`ad:19].

Bahkan tidak sekedar buta, akan tetapi juga tuli dan bisu .

Di berbagai tempat dalam Al Qur’an Allah l mencela orang-orang yang bodoh, yaitu:

وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Al Araf:187].

وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Dan kebanyakan mereka tidak berakal. [Al Maidah:103].

Bahkan mereka disamakan dengan binatang, dan lebih dungu daripada binatang:

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ

Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah, ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa. [Al Anfal: 22].

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, bahwa orang-orang bodoh lebih buruk dari binatang dengan segala bentuk dan macamnya. Dimulai dari keledai, anjing, serangga, dan mereka lebih buruk dari binatang-bintang tersebut. Tidak ada yang lebih berbahaya terhadap agama para rasul dari mereka, bahkan merekalah musuh agama yang sebenarnya.

Lebih dari itu, bahwa syariat membolehkan sesuatu yang pada asalnya haram, karena yang satu berilmu dan yang satu lagi tidak berilmu. Yaitu dihalalkannya memakan daging hasil buruan anjing yang diajarkan berburu, berbeda dengan anjing biasa yang menangkap mangsanya.

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Mereka menanyakan kepadamu,"Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah,"Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka, makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisabNya." [Al Maidah:4] [5]

Sedangkan sunnah dan atsar Salaf sangat banyak sekali yang menerangkan permasalahan ini.

Setelah ini semua, ketika seorang muslim mengarahkan pandangannya kepada jamaah-jamaah yang menisbatkan diri kepada Islam, maka didapatkan bahwa dakwah mereka bermuara kepada suatu persamaan. Yaitu tidak mempedulikan ilmu syariat dan tenggelam ke dalam lumpur kebodohan. Inilah yang menyebabkan banyaknya terjadi penyelewengan terhadap pemahaman Islam.

Ini sebelum mereka, satu kelompok yang disebut Khawarij, sampai-sampai Nabi menyebutkan, bahwa amalan para sahabatnya jika dibandingkan dengan amalan mereka tidak ada apa-apanya. Shalat mereka, jika dibandingkan shalat kita tidak apa-apanya. Mereka orang-orang yang ahli ibadah. Siang harinya bagaikan singa yang bertempur, dan pada malam harinya bagaikan rahib ... Akan tetapi, apa akhir dari cerita mereka? Nabi telah mengabarkan kepada kita, bahwa Islam mereka hanya sebatas kerongkongan saja ... Mereka keluar dari Islam, sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya; mereka dikatakan anjing-anjing neraka. Barangsiapa yang berhasil membunuh mereka, akan mendapat ganjaran di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berazam, jika Beliau bertemu dengan zaman mereka, maka Beliau akan memeranginya, sebagaimana diperanginya kaum `Ad ...

Pada masa sekarang, tumbuh berkembang suatu jamaah. Yaitu jamaah yang didirikan di atas bid`ah dan khurafat, dan syirik. Didirikan dengan aqidah As`ariyyah Maturidiyyah. Membaiat para pengikutnya dengan empat tharikat tasawuf: Jistiyyah, Qadiriyyah, Sahruwardiyyah dan thariqat Naqsyabandiyyah.

Sedangkan pada masalah aqidah dan tauhid. Mereka tidak lebih mengerti tentang tauhid bila dibandingakan dengan orang-orang musyrik Arab pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka hanya mengakui tauhid Rububiyyah dengan tafsiran syahadat tauhid tersebut. Dan tidak mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan tauhid Uluhiyyah. Adapun pada tauhid Asma` wa Shifat, maka mereka berada diantara aqidah Asyariyyah dan Maturidiyyah. Sebagaimana diketahui, bahwa kedua mazhab tersebut terkhusus dalam tauhid ini, telah melenceng dari mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Adapun tentang ibadah dan suluk mereka; maka mereka dibaiat dengan empat thariqat dan mengamalkan dzikir-dzikir serta shalawat yang dipenuhi bid`ah dan khurafat. Seperti membaca (la ilaha) empat ratus kali, dan (Allah, Allah) enam ratus kali setiap hari. Buku shalawat yang sering dibaca oleh mereka, ialah kitab shalawat yang masyhur bid`ah dan ghuluw kepada Nabi. Yaitu kitab Dala-ilul Khairat, Burdah.

Adapun kitab yang paling berarti bagi mereka, apa yang disebut dengan Tablighi Nishab. Dikarang oleh salah seorang pendiri mereka. Kitab ini nyaris dimiliki dan dibaca oleh setiap jamaah, melebihi membaca kitab Shahih Bukhari. Kitab ini dipenuhi dengan khurafat, syirik, bid`ah, dan hadits-hadist palsu, serta hadist-hadist lemah. Begitu juga dengan kitab Hayat Ash Shahabah, yang dinamalkan mereka, dipenuhi dengan khurafat serta kisah-kisah yang tidak benar, dan begitu seterusnya ...

Kesimpulan tentang jama’ah ini ialah, bahwa mereka merupakan jama’ah yang tidak peduli terhadap ilmu dan ulama, berdakwah di atas kebodohan [6], dengan bukti hadist yang selalu mereka dendangkan yaitu, “sampaikan dariku sekalipun satu ayat”. Hadits ini sekalipun shahih, akan tetapi yang tidak shahih ialah cara pemahaman mereka terhadap hadits ini. Setiap orang yang masuk ke jemaah ini sudah layak menjadi juru dakwah dari rumah ke rumah yaitu untuk mengajak kepada jemaah mereka dengan alasan hadist di atas. Atau mereka membaca buku fadhilah di masjid ...dan mereka permisalkan bahwa umat Islam sekarang bagaikan (orang yang sedang tenggelam yang harus diselamatkan). Tidak tahu mereka bahwa belajar berenang tidak bisa dalam satu hari atau dua, sehingga dia dapat menyelamatkan yang mau tenggelam tadi, atau malah yang awalnya hendak menolong karena tidak bisa berenang sama-sama tenggelam kedalam lautan dosa dan kesalahan.

Bukankah pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika salah seorang sahabat terluka, kemudian junub ketika musim dingin, dan dia bertanya kepada salah seorang diantara mereka. Apakah ada rukhsah untuk tidak mandi? Yang ditanya menjawab: tidak! Maka, mandilah sahabat tadi yang menyebabkannya meninggal. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar cerita ini, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam marah besar, dan berkata,”Sungguh kalian telah membunuhnya. Semoga kalian diberi balasan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mengapa kalian tidak bertanya jika tidak mengetahui? Karena obat dari tidak tahu ialah bertanya.”

Yang lebih menarik untuk mengkaji jama’ah ini ialah, karena mereka jama’ah bunglon. Berubah setiap hinggap, dan bertukar warna sesuai dengan lingkungannya. Apakah mereka ini tidak mempunyai pendirian yang kuat dan tidak mempunyai pondasi yang kokoh? Ataukah demikian metode dakwah mereka, yaitu mengumpulkan semua warna dan kelompok di bawah naungan kelompok mereka?

Oleh sebab itu, jama’ah ini yang berada di tempat pembaca, berbeda dengan mereka yang berada di tempat penulis. Bisa saja, di satu tempat mereka mempelajari suatu pelajaran yang benar bukan karena ajaran tersebut, akan tetapi karena lingkungan yang membuatnya terpaksa memulainya dari sana. Dan bisa saja sebaliknya, menjadi pembawa bendera bid`ah serta sebagai penyebarnya.

Jama’ah ini paling mudah terpengaruh oleh suasana, karena permasalahan tadi. Yaitu, mereka tidak dididik di atas ilmu yang shahih. Maka, anda akan melihat mereka bagaikan baling-baling di atas bukit. Bak sebuah bulu ayam di padang pasir, mengikuti apa yang dikehendaki oleh angin.

Kalaulah mereka tidak diikat dengan pertemuan-pertemuan di masjid-masjid dan tamasya-tamasya ke negeri-negeri kesayangan mereka -sekalipun negeri tersebut adalah tempat sarang berhala terbanyak di dunia-, maka penulis yakin, mereka akan berantakan. Dan jama’ah mereka akan terpengaruh oleh jama’ah lain, atau kembali kepada kepada asal mereka.

Mungkin ada terbetik pertanyaan. Bukankah keberhasilan mereka mengeluarkan orang-orang dari tempat-tempat maksiat, dan membuatnya bertaubat ini sebagai salah satu dari kebaikan dan kesuksesan jama’ah ini dalam berdakwah?!

Maka, kita perhatikan jawaban Syaikh Aman Ali Al Jami rahimahullah, ketika Beliau menjawab tentang sebagian dakwah moderen yang mempunyai persamaan dakwah dengan permasalahan di atas:

... Benar, ia telah mengeluarkan orang-orang dari tempat-tempat diskotik dan bioskop. Ini tidak ada yang mengingkarinya. Akan tetapi, setelah ia mengeluarkan mereka dari tempat-tempat tersebut, apa yang dilakukannya? Apakah kemudian mendakwahi mereka dengan dakwah, dan dengan metode para anbia` (nabi)? Atau sebaliknya, mengajarkan mereka dan mengumpulkannya, sehingga mereka terpecah-pecah ke dalam berbagai macam thariqat tasawuf? Benar ... Akan tetapi, ia telah mengeluarkan mereka dari jahiliyah kepada jahiliyah. “

Dia tidak memindahkan mereka kepada pemahaman yang benar tentang Islam. Buktinya, ia sendiri menganut salah satu thariqat shufi. Adapun orang-orang yang telah dikeluarkannya dari tempat-tempat diskotik itu, kalau tidak mengambil thariqat yang dianut olehnya, tentu mengambil thariqat tasawwuf lainnya. Dan apakah dakwahnya juga membasmi peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang secara jelas nampak ada di negerinya? Apakah dia telah mengeluarkan manusia dari thawaf di sekeliling kuburan, seperti kuburan Husain, Zainab dan Badawi?! Apakah dia telah mengeluarkan manusia dari berhukum dengan hukum demokrasi kepada berhukum dengan hukum Allah? Inilah yang seharusnya dilakukannya. Jika begini dakwahnya, tentu dakwah yang dibawanya merupakan dakwah yang benar. Akan tetapi sebagaimana kata syair:

إِذَا كَانَ رَبُّ الْبَيْتِ بِالدُّفَّ ضَارِباً
فَشِيْمَةُ أَهْلِ اْلبَيْتِ كُلِّهِمِ الرَّقْصُ

Jika seandainya tuan rumah berdendang dengan rebana
Tentu semua yang di rumah menari kegemaran mereka

Jika tidak sampai kepadanya ilmu dan makrifah tentang Islam yang benar, bagaimana mungkin ia akan meninggalkan kuburan-kuburan tersebut dan memerangi orang yang thawaf disekelilingnya. Apa yang dapat dilakukannya terhadap orang-orang yang jatuh ke dalam maksiat tersebut? [7]

Terakhir. Marilah menuntut ilmu, wahai para pemuda. Sesungguhnya dialah pintu kejayaan dan keselamatan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VII/1420H/1999M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]



No comments:

Post a Comment