Perjalanan yang belum selesai (354)
(Bagian ke tiga ratus lima puluh empat), Depok, Jawa
Barat, Indonnesia, 21 Agustus 2015,
20.27 WIB).
Mengenal Allah dan dosa manusia ditanggung sendiri.
Allah di surat Fatir ayat 18 memperingatkan manusia bahwa
dosa yang dilakukan seseorang dia tanggung sendiri dan dia sendiri yang harus
mempertanggungjawabkan di hadapan Allah di akherat, dosa seseorang tidak bisa
ditanggung oleh orang lain, atau oleh seorang manusia mana pun, termasuk Nabi
dan Rasulnya.
Jadi bila ada ajaran bahwa ada seorang nabi (rasul) bisa
menanggung dosa manusia itu ajaran sesat dan bertentangan dengan ajaran Allah
(Al Quran dan Sunnah). Dan ini bisa terjerumus umatnya pada ajaran kesyirikan
(menyekutukan Allah/menduakan Allah, mengangap Tuhan ada tiga (Tuhan Bapa,
Tuhan Ibu dan Tuhan Anak), seluruh dosa akan diampuni Allah, kecuali dosa
kesyirikan. Yang berdosa (berbuat syirik) harus beriman (bertaubat dulu)
sebelum mati kepada Allah yang maha kuasa dan Maha Esa (tidak ada sekutu
baginya), baru dosanya diampuni, bila seseorang mati dengan membawa kesyirikan
maka kata Allah dipastikan dia akan menjadi penghuni neraka bersama iblis, yang
selalu mempenaruhi dan menggoda manusia berbuat menyimpang seperti membuat
sunnah palsu, kitab suci palsu dan perbuatan maksiat lainnya.
Hanya Al Qur’an lah satu-satunya yang Allah jamin dijaga
keotentikan dan keasliannnya sampai hari kiamat (seperti diterangkan di Al
Quran dan sunnah).
Surat Fathir Ayat 15-18
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ
وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (١٥) إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ
جَدِيدٍ (١٦) وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ (١٧) وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَإِنْ
تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى
إِنَّمَا تُنْذِرُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ
وَمَنْ تَزَكَّى فَإِنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (١٨)
Terjemah Surat Fathir Ayat 15-18
15. [32]Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan
Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji[33].
16. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu
dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu)[34].
17. Dan yang demikian itu tidak sulit bagi Allah.
18. Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain[35]. Dan jika seseorang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain)
untuk memikul bebannya itu tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang
dipanggilnya itu) kaum kerabatnya[36]. Sesungguhnya yang dapat engkau beri
peringatan hanya orang-orang yang takut kepada (azab) Tuhannya (sekalipun)
mereka tidak melihat-Nya[37] dan mereka yang mendirikan shalat[38]. Dan barang
siapa yang menyucikan dirinya[39], sesungguhnya dia menyucikan diri untuk
kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allah-lah tempat kembali[40]. -
MENGENAL ALLÂH SUBHANAHU WA TA’ALA
Oleh
Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari
Kemuliaan suatu ilmu tergantung pada perkara yang
dipelajari dalam ilmu tersebut. Karena tidak ada yang lebih mulia daripada
Allâh Subhanahu wa Ta’ala, maka ilmu mengenal Allâh merupakan ilmu yang paling
mulia. Cara mengenal Allâh itu bisa dilakukan melalui :
• Ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda keagungan Allâh pada
alam semesta atau seluruh makhlukNya), dan
• Ayat-ayat syar’iyah (tanda-tanda keagungan Allâh, pada
syari’at atau agama-Nya).
Mengenal Allâh Azza wa Jalla mencakup 4 bagian yaitu :
1. Mengenal keberadaan Allâh.
2. Mengenal keesaan rububiyah Allâh.
3. Mengenal keesaan uluhiyah Allâh (hak Allâh untuk
diibadahi)
4. Mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla
Keempat bagian ini merupakan satu kesatuan, tidak boleh
dipisah-pisahkan. Berikut ini penjelasan singkat tentang empat perkara di atas.
1. MENGENAL ADANYA ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA
Kita wajib meyakini bahwa Allâh Pencipta seluruh makhluk
benar-benar ada, walaupun kita tidak pernah bertemu, melihat, mendengar secara
langsung. Banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan hal ini. Diantaranya
firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun (yakni tanpa
Pencipta), ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?
[ath-Thûr/52:35]
Maksudnya, keadaan manusia atau makhluk yang sudah ada
ini tidak lepas dari salah satu dari tiga keadaan :
a. Mereka ada tanpa Pencipta. Ini tidak mungkin. Tidak
ada akal sehat yang bisa menerima bahwa sesuatu itu ada tanpa ada yang
membuatnya.
b. Mereka menciptakan diri mereka sendiri. Ini lebih
tidak mungkin lagi. Karena bagaimana mungkin sesuatu yang awalnya tidak ada
menciptakan sesuatu yang ada.
c. Inilah yang haq, yaitu Allâh Azza wa Jalla yang telah
menciptakan mereka, Dialah Sang Pencipta, Penguasa, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Seorang Arab Baduwi ditanya, “Apakah bukti tentang adanya
Allâh Azza wa Jalla?” Dia menjawab, “Subhânallâh (Maha Suci Allâh)!
Sesungguhnya kotoran onta menunjukkan adanya onta, bekas telapak kaki
menunjukkan adanya perjalanan! Maka langit yang memiliki bintang-bintang, bumi
yang memiliki jalan-jalan, lautan yang memiliki ombak-ombak, tidakkah hal itu
menunjukkan adanya al-Lathîf (Allâh Yang Maha Baik) al-Khabîr (Maha
Mengetahui).”
Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang hal ini, beliau
menjawab, “Ada sebuah benteng yang kokoh, halus, tidak ada pintu dan jendela.
Luarnya seperti perak putih, dalamnya seperti emas murni. Ketika dalam keadaan
demikian, tiba-tiba temboknya terbelah, lalu keluarlah darinya seekor binatang
yang dapat mendengar dan melihat, memiliki bentuk yang indah dan suara yang
merdu.”
Yang dimaksudkan oleh Imam Ahmad adalah seekor ayam yang
keluar dari telurnya. [Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr, surat al-Baqarah, ayat ke-21]
Sesungguhnya keyakinan adanya Sang Pencipta, Allâh Azza
wa Jalla , merupakan fithrah makhluk. Oleh karena itulah Fir’aun, bahkan Iblis,
juga meyakini hal ini. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Fir’aun dan
kaumnya yang mengingkari mu’jizat Nabi Musa Alaihissallam :
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا
ۚ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
Dan mereka (Fir’aun dan kaumnya) mengingkarinya karena
kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.
Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.
[an-Naml/27:14]
Oleh karena itu, tidaklah semata-mata seseorang meyakini
adanya Allâh berarti dia adalah orang Islam atau beriman.
2. MENGENAL KEESAAN RUBUBIYAH ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA
Kita wajib meyakini keesaan rububiyah Allâh, yaitu bahwa
hanya Allâh yang mencipta, memiliki, menguasai, dan mengatur seluruh makhluk.
Hanya Allâh Azza wa Jalla yang menghidupkan, mematikan, memberi rizqi,
mendatangkan kebaikan, mendatangkan bencana. Tidak ada sekutu bagi Allâh Azza
wa Jalla dalam seluruh perkara di atas, baik malaikat, nabi, wali, jin, ruh,
atau lainnya.
Rububiyah (mencipta, memiliki, dan mengatur/menguasai)
seluruh alam semesta ini hanyalah bagi Allâh semata. Allâh Azza wa Jalla
berfirman :
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Segala puji bagi Allah, Rabb (Pemilik, Penguasa) semesta
alam. [al-Fâtihah/1:2]
Jenis tauhid ini tidak diingkari oleh orang-orang musyrik
di zaman Rasûlullâh, bahkan mereka mengakuinya, sebagaimana dinyatakan oleh
beberapa ayat al-Qur’ân. Antara lain, firman Allâh Azza wa Jalla .
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ
يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ
الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ
أَفَلَا تَتَّقُونَ
"Katakanlah, "Siapakah yang memberi rezeki
kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari
yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang
mengatur segala urusan" Maka mereka (orang-orang musyrik jahiliyah)
menjawab, "Allâh". Maka katakanlah: "Mengapa kamu tidak bertaqwa
(kepada-Nya)?" [Yunus/10: 31]
Demikian juga Iblis mengakui hal ini, dia mengakui bahwa
Allâh-lah yang telah menciptakannya dari api.
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ
أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk
bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Iblis menjawab "Saya
lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau
ciptakan dari tanah". [al-A’râf/7:12]
Oleh karena itulah, seseorang yang meyakini adanya Allâh
dan keesaan kekuasaan-Nya belum bisa disebut orang Islam atau orang beriman,
sampai dia mengimani keesaan uluhiyah Allâh, juga mengimani nama-nama dan
sifat-sifat Allâh, sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini.
3. MENGENAL KEESAAN ULUHIYAH ALLAH (HAK-NYA UNTUK
DIIBADAHI).
Kita meyakini bahwa yang berhak diibadahi hanya Allâh
Subhanahu wa Ta’ala . Tidak boleh memberikan ibadah kepada selain Allâh,
walaupun kepada makhluk yang dekat kepada-Nya, seperti malaikat atau rasul
Allâh Azza wa Jalla . Apalagi kepada makhluk yang derajatnya di bawah mereka,
seperti: manusia, jin, binatang, pohon, batu, senjata, planet, bintang, ataupun
lainnya.
Tauhid inilah makna yang terkandung di dalam perkataan Lâ
ilâha illa Allâh, karena maknanya adalah tidak ada yang berhak diibadahi selain
Allâh. Dia Azza wa Jalla berfirman :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami ibadahi dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan. [al-Fâtihah/1:5]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :
قُلْ إِنَّمَا يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ
وَاحِدٌ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Katakanlah, "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku
adalah,"Bahwasanya Ilahmu (yang kamu ibadahi) adalah Ilah Yang Esa, maka
hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)". [al-Anbiyâ’/21:108]
Keimanan terhadap keesaan uluhiyah Allâh (hakNya untuk
diibadahi) ini adalah inti dakwah seluruh rasul. Dan inilah yang diingkari oleh
orang-orang musyrik dan kafir. Allâh Azza wa Jalla berfirman.
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ ۖ وَقَالَ الْكَافِرُونَ
هَٰذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ﴿٤﴾أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ
عُجَابٌ
"Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang
pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata,
"ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". Mengapa ia
menjadikan ilah-ilah itu Ilah Yang Satu saja. Sesungguhnya ini benar-benar
suatu hal yang sangat mengherankan. [Shad/38: 4-5]
Tujuan dari pengenalan keesaan uluhiyah Allâh ini adalah
supaya kita mencintai Allâh, tunduk kepada-Nya, takut dan berharap kepada-Nya,
serta mengesakan ibadah hanya kepada-Nya.
Ibadah kepada Allâh yaitu merendahkan diri dan taat
kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh kecintaan, pengagungan,
mengharapkan rahmat, dan takut terhadap siksa. Hal itu dilakukan dengan cara melaksanakan
perintah Allâh Azza wa Jalla dan menjauhi larangan-Nya.
Adapun ruang lingkup ibadah yaitu segala yang dicintai
dan diridhai oleh Allâh Azza wa Jalla , baik berupa perkataan dan perbuataan,
yang lahir maupun yang batin.
Ibadah akan diterima oleh Allâh dengan dua syarat yaitu
ikhlas dan mutâba’ah. Ikhlas yaitu: mencari ridha Allâh semata, sedangkan
mutâba’ah, yaitu mengikuti Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad.
Oleh karena itu orang yang meyakini keesaan hak Allâh
untuk diibadahi, dia akan mempersembahkan segala jenis ibadah hanya kepada-Nya
semata. Di antara jenis-jenis ibadah adalah ketaatan yang mutlak dengan harap
dan takut; kecintaan yang disertai ketundukan mutlak; do'a; niat di dalam
beribadah (ikhlas); menyembelih binatang; takut; tawakal; dan lainnya.
4. MENGENAL NAMA-NAMA DAN SIFAT ALLAH
Yaitu mengimani dan menetapkan seluruh nama-nama Allâh
dan sifat-sifat-Nya, yang tersebut di dalam Kitab al-Qur’ân dan Sunnah yang
shahih, dengan tanpa menyerupakan dengan makhluk.
Allâh Azza wa Jalla berfirman,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا
الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Hanya milik Allâh asmâ-ul husnâ, maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut asmâ-ul husnâ itu dan tinggalakanlah orang-orang
yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka
akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. [al-A’râf/7:
180]
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syûrâ/42:11]
Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah Yang Paling
Tahu segala perkara, termasuk yang paling tahu tentang Allâh adalah Allah Azza
wa Jalla sendiri. Allah Azza wa Jalla berfirman :
قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ
Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah
Allâh?" [al-Baqarah/2: 140]
Demikian juga yang paling mengetahui tentang Allâh di
antara semua makhluk adalah Rasul-Nya. Sehingga penjelasan para Rasul tentang
Allâh Azza wa Jalla adalah haq. Sedangkan perkataan orang-orang kafir dan
musyrik tentang Allâh hanyalah dugaan semata. Allâh berfirman :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ﴿١٨٠﴾وَسَلَامٌ
عَلَى الْمُرْسَلِينَ﴿١٨١﴾ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Maha suci Rabbmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang
mereka katakan, dan kesejahteraan dilimpahkan atas Para rasul, dan segala puji
bagi Allah Rabb seru sekalian alam. [ash-Shâffât/37: 180-182]
Oleh karena itulah mengenal nama dan sifat Allâh Azza wa
Jalla hanyalah lewat jalan wahyu. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata
tentang sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّ اللهَ يَنْزِلُ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا
Sesungguhnya Allâh turun ke langit dunia
Atau :
إِنَّ اللهَ يُرَى فِي الْقِيَامَةِ
Sesungguhnya Allâh akan dilihat pada hari kiamat
Dan yang serupa dengan hadits-hadits ini, "Kami
beriman kepadanya dan membenarkannya, dengan tanpa (bertanya) bagaimana, tanpa
(menetapkan) makna (yang lain), tanpa menolak sesuatu darinya. Dan kami
mengetahui bahwa semua yang dibawa oleh Rasûlullâh n adalah haq, kami tidak
menolak Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan kami tidak mensifati
Allâh lebih dari yang Dia menyifati diri-Nya dengan tanpa batasan dan akhir.
(Allâh Azza wa Jalla berfirman :)
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syûrâ/42:11]
Dan kami mengatakan (tentang sifat Allâh) sebagaimana Dia
berkata; Kami menyifati-Nya dengan semua sifat yang Allâh pergunakan untuk
menyifati diri-Nya; Dan kami tidak melanggar batasan itu. Dan penyifatan dari
orang-orang yang menyifati-Nya tidak sampai kepada hakikat-Nya. Kami beriman
kepada al-Qur’ân semuanya, baik yang muhkam (maknanya jelas) dan mutasyabih
(maknanya samar). Dan kami tidak akan menghilangkan dari-Nya satu sifat pun
dari sifat-sifat-Nya karena kekejian yang dibuat-buat, kami tidak melanggar
batas al-Qur’ân dan al-Hadîts. Dan kami tidak mengetahui hakekatnya keculai
dengan membenarkan Rasûlullâh n dan menetapkan al-Qur’ân.” [Lum’atul I’tiqâd,
hlm. 3]
Inilah bagian-bagian mengenal kepada Allâh dan beriman
kepada-Nya. Semoga penjelasan ini menambah ilmu bagi kita semua, dan semoga
Allâh selalu membimbing kita di atas jalan yang lurus. Aamiin.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun
XVI/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]
Surat Fathir Ayat 15-18
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ
وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (١٥) إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ
جَدِيدٍ (١٦) وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ (١٧) وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَإِنْ
تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى
إِنَّمَا تُنْذِرُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ
وَمَنْ تَزَكَّى فَإِنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (١٨)
Terjemah Surat Fathir Ayat 15-18
15. [32]Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan
Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji[33].
16. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu
dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu)[34].
17. Dan yang demikian itu tidak sulit bagi Allah.
18. Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain[35]. Dan jika seseorang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain)
untuk memikul bebannya itu tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang
dipanggilnya itu) kaum kerabatnya[36]. Sesungguhnya yang dapat engkau beri
peringatan hanya orang-orang yang takut kepada (azab) Tuhannya (sekalipun)
mereka tidak melihat-Nya[37] dan mereka yang mendirikan shalat[38]. Dan barang
siapa yang menyucikan dirinya[39], sesungguhnya dia menyucikan diri untuk
kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allah-lah tempat kembali[40].
No comments:
Post a Comment