!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, August 7, 2015

Merancang masa depan pendidikan anak.

Perjalanan yang belum selesai (336)

 (Bahagian ke tiga ratus tiga puluh enam), Depok, Jawa Barat, Indonesia, 07 Ogos 2015, 14.55 WIB).

Merancang masa depan pendidikan anak.

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya nanti kelak menjadi anak yang solehah (perempuan) atau soleh (laki-laki).

Banyak orang tua memasukkan anak-anaknya ke sekolah, ke sekolah umum atau pesantren (sekolah agama yang masuk dan tinggal di asrama) dari sejak awal putra-putra mereka masuk sekolah.
Dengan kemajuan kemudahan yang dimiliki sekolah agama (pesantren) dewasa ini anak didik juga dilengkapi dengan pelbagai pelajaran selain ilmu dunia yang bersifat ilmiah / empiris, tetapi juga ilmu agama.
Seperti ilmu komputer, matematik, biologi, ilmu pertanian, ilmu perdagangan, dan ilmu agama antara lain ilmu membaca al-qur-an dan mempelajari Hadist (Al Hikmah), serta ilmu lain yang berkaitan dan bermanfaat bagi anak didik bagi kebaikan mereka untuk bekal kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan akhirat
Walaupun hidup di dunia itu singkat (rata-rata 60 tahun) berbanding di akhirat (abadi), namun kita harus mempersiapkan pendidikan anak-anak kita agar mereka nantinya memberikan kontibusinya bagi kebaikan kehidupan makhluk hidup di dunia. Sesuai dengan keperluannya dan speialisasi kehidupan di dunia, ada diantara anak-anak kita yang bercita-cita ingin menjadi doktor, peniaga, arkitek, ustaz (guru agama / ulama), atau profesi lain, selama profesion itu dibenarkan agama (Al- Qur-an dan sunnah / hadis / al-hikmah).
Yang penting jangan sampai kita dan anak-anak kita menyianyiakan hidup yang sementara serta singkat di dunia.
Betapa singkatnya hidup di dunia ini, barusan saja kita menikmati bulan madu bersama isteri, kini tidak terasa usia sudah hampir 60 tahun, rambut sudah ubanan memutih, tulang mulai merapuh, badan mula bongkok, mulai sakit-sakitan, jalan pun sudah menggunakan rongkat atau kerusi roda, padahal bulan madu baru saja berlalu.
Kini kerana musibah sakit-sakitan, badan mula mati dan menanti maut (kematian). Jangan sampai kita seperti digambarkan Allah dalam surat Wal Asr:

Allah ta'ala berfirman,

والعصر (1) إن الإنسان لفي خسر (2) إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر (3)

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan saling menasihati supaya mentaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran "(QS. Al 'Asr).

Surat Al 'Ashr merupakan sebuah surat dalam Al Qur'an yang banyak dihafal oleh kaum muslimin karena pendek dan mudah dihafal. Namun sayangnya, sangat sedikit di antara kaum muslimin yang dapat memahaminya. Padahal, walaupun surat ini pendek, akan tetapi mempunyai kandungan makna yang sangat dalam. Sampai-sampai Imam Asy Syafi'i rahimahullah berkata,

لو تدبر الناس هذه السورة لوسعتهم

"Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, nescaya hal itu akan mencukupi untuk mereka." [Tafsir Ibnu Katsir 8/499].
Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin rahimahullah berkata, "Maksud perkataan Imam Syafi'i adalah surat ini telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak bermaksud bahawa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa mengamalkan seluruh syari'at. Kerana seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, iaitu beriman, beramal soleh, saling menasihati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan saling menasihati agar bersabar "[Syarh Tsalatsatul Ushul].

Iman yang Dilandasi dengan Ilmu

Dalam surat ini Allah ta'ala menjelaskan bahawa seluruh manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kerugian yang dimaksudkan dalam ayat ini boleh bersifat mutlak, artinya seorang yang rugi di dunia dan di akhirat, tidak mendapatkan kenikmatan dan berhak untuk dimasukkan ke dalam neraka. Boleh jadi ia hanya mengalami kerugian dari satu sisi sahaja. Oleh kerana itu, dalam surat ini Allah mengeneralisir bahawa kerugian pasti akan dialami oleh manusia kecuali mereka yang mempunyai empat kriteria dalam surat tersebut [Taisiir Karimir Rohmaan hal. 934].

Kriteria pertama, yaitu beriman kepada Allah. Dan keimanan ini tidak akan menjadi kenyataan tanpa ilmu, kerana keimanan merupakan cabang dari ilmu dan keimanan tersebut tidak akan sempurna jika tanpa ilmu. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar'i (ilmu agama). Seorang muslim wajib (fardhu 'ain) untuk mempelajari setiap ilmu yang diperlukan oleh seorang mukallaf dalam berbagai permasalahan agamanya, seperti prinsip keimanan dan syari'at-syari'at Islam, ilmu tentang hal-hal yang wajib dia jauhi berupa hal-hal yang diharamkan , apa yang dia perlukan dalam mu'amalah, dan lain sebagainya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

طلب العلم فريضة على كل مسلم

"Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim." (HR. Ibnu Majah nombor 224 dengan sanad shahih).

Imam Ahmad rahimahullah berkata,

يجب أن يطلب من العلم ما يقوم به دينه

"Seorang wajib menuntut ilmu yang boleh membuat dirinya mampu menegakkan agama." [Al Furu '1/525].

Maka merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim untuk mempelajari pelbagai perkara keagamaan yang wajib dia lakukan, misalnya yang berkaitan dengan akidah, ibadah, dan muamalah. Semua itu tidak lain dikarenakan seorang pada dasarnya tidak mengetahui hakikat keimanan sehingga ia perlu meniti tangga ilmu untuk mengetahuinya. Allah ta'ala berfirman,
ما كنت تدري ما الكتاب ولا الإيمان ولكن جعلناه نورا نهدي به من نشاء من عبادنا

"Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Quran itu dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami." (Asy Syuura: 52).

Mengamalkan Ilmu

Seorang tidaklah dikatakan menuntut ilmu kecuali jika dia berniat bersungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu tersebut. Maksudnya, seseorang dapat mengubah ilmu yang telah dipelajarinya tersebut menjadi suatu perilaku yang nyata dan tercermin dalam pemikiran dan amalnya.
Oleh karena itu, betapa indahnya perkataan Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah

لا يزال العالم جاهلا حتى يعمل بعلمه فإذا عمل به صار عالما

"Seorang yang berilmu akan tetap menjadi orang bodoh sampai dia dapat mengamalkan ilmunya. Apabila dia mengamalkannya, barulah dia menjadi seorang alim "(Dikutip dari Hushul al-Ma'mul).

Perkataan ini mengandung makna yang dalam, karena apabila seorang memiliki ilmu akan tetapi tidak mau mengamalkannya, maka (pada hakikatnya) dia adalah orang yang bodoh, kerana tidak ada perbezaan antara dia dan orang yang bodoh, sebab ia tidak mengamalkan ilmunya.

Oleh kerana itu, seorang yang berilmu tapi tidak beramal tergolong dalam kategori yang berada dalam kerugian, kerana boleh jadi ilmu itu malah akan berbalik menggugatnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن علمه ما فعل به
, "Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti sehingga dia ditanya tentang ilmunya, apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu tersebut." (HR. Ad Darimi nombor 537 dengan sanad shahih).

Berdakwah kepada Allah

Berdakwah, mengajak manusia kepada Allah ta'ala, adalah tugas para Rasul dan merupakan jalan orang- orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Allah ta'ala berfirman,
قل هذه سبيلي أدعو إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني وسبحان الله وما أنا من المشركين (108)

"Katakanlah," inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik. "(Yusuf: 108).
Jangan anda tanya mengenai keutamaan berdakwah ke jalan Allah. Simak firman Allah ta'ala berikut,
ومن أحسن قولا ممن دعا إلى الله وعمل صالحا وقال إنني من المسلمين

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:" Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri? "(QS. Fushshilat: 33).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
فوالله لأن يهدى بك رجل واحد خير لك من حمر النعم

Demi Allah, sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seseorang dengan perantara dirimu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah "(HR. Bukhari nombor 2783).

Oleh kerana itu, dengan merenungi firman Allah dan sabda nabi di atas, seyogyanya seorang ketika telah mengetahui kebenaran, hendaklah dia berusaha menyelamatkan para saudaranya dengan mengajak mereka untuk memahami dan melaksanakan agama Allah dengan benar.

Sangat aneh, jika disana terdapat sekelompok orang yang telah mengetahui Islam yang benar, namun mereka hanya sibuk dengan urusan peribadi masing-masing dan "duduk manis" tanpa sedikit pun memikirkan kewajiban dakwah yang besar ini.
Pada hakikatnya orang yang lalai akan kewajipan berdakwah masih berada dalam kerugian meskipun ia termasuk orang yang berilmu dan mengamalkannya. Ia masih berada dalam kerugian dikarenakan ia hanya mementingkan kebaikan diri sendiri (egois) dan tidak mau memikirkan bagaimana cara untuk mengentaskan umat dari jurang kebodohan terhadap agamanya. Ia tidak mau memikirkan bagaimana cara agar orang lain dapat memahami dan melaksanakan ajaran Islam yang benar seperti dirinya. Sehingga orang yang tidak peduli akan dakwah adalah orang yang tidak mampu mengambil pelajaran dari sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه

"Tidak sempurna keimanan salah seorang diantara kalian, hingga ia senang apabila saudaranya memperoleh sesuatu yang juga ia senangi." (HR. Bukhari nombor 13).
Jika anda merasa senang dengan hidayah yang Allah berikan berupa kenikmatan mengenal Islam yang benar, maka salah satu ciri kesempurnaan Islam yang anda miliki adalah anda mengambil bahagian aktif dalam kegiatan dakwah seberapapun kecilnya sumbangan yang anda berikan.

Bersabar dalam Dakwah

Kriteria keempat adalah bersabar atas gangguan yang dihadapi ketika menyeru ke jalan Allah ta'ala. Seorang da'i (penyeru) ke jalan Allah mesti menemui rintangan dalam perjalanan dakwah yang ia lakoni. Hal ini dikarenakan para dai 'menyeru manusia untuk mengekang diri dari hawa nafsu (syahwat), kesenangan dan adat istiadat masyarakat yang menyelisihi syari'at [Hushulul ma'mul hal. 20].

Hendaklah seorang da'i mengingat firman Allah ta'ala berikut sebagai pelipur lara ketika berjumpa dengan rintangan. Allah ta'ala berfirman,
ولقد كذبت رسل من قبلك فصبروا على ما كذبوا وأوذوا حتى أتاهم نصرنا ولا مبدل لكلمات الله ولقد جاءك من نبإ المرسلين (34)

"Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) para rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan ​​dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka" (QS. Al-An'am: 34).
Seorang da'i wajib bersabar dalam berdakwah dan tidak menghentikan dakwahnya. Dia harus bersabar atas segala penghalang dakwahnya dan bersabar terhadap gangguan yang ia temui. Allah ta'ala menyebutkan wasiat Luqman Al-Hakim kepada anaknya (yang artinya),

"Hai anakku, dirikanlah solat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) "(QS. Luqman: 17).

Pada akhir tafsir surat Al 'Ashr ini, Syaikh Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah berkata,
فبالأمرين الأولين, يكمل الإنسان نفسه, وبالأمرين الأخيرين يكمل غيره, وبتكميل الأمور الأربعة, يكون الإنسان قد سلم تعل من الخسار, وفاز بالربح [العظيم]

"Maka dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir (berdakwah dan bersabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan keempat kriteria tersebut, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar "[Taisiir Karimir Rohmaan hal. 934].

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk menyempurnakan keempat hal ini, sehingga kita dapat memperoleh keuntungan yang besar di dunia ini, dan lebih-lebih di akhirat kelak. Amiin.


KAIDAH-KAIDAH MEMILIH ANTARA MASLAHAT DAN MUDARAT

Oleh
Ustaz Dr Erwandi Tarmidzi MA


Kehidupan penuh dengan pilihan antara yang baik dan buruk, antara maslahat dan mafsadat. Dan sangat banyak sekali kaidah-kaidah syar'i yang membantu kita untuk menentukan pilihan.

Berikut ini kami ringkaskan kaidah-kaidah dalam memilih yang dijelaskan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Makalah ini diringkas dari disertasi pada jurusan Ushul Fiqih Universiti Islam Muhammad Ibnu Saud, Riyadh KSA.

KAIDAH-KAIDAH MEMILIH ANTARA mashlahat DAN MUDHARAT

Kaidah Pertama:

مصلحة أداء الواجب أعظم من مفسدة الوقوع في الشبهة

Maslahat melakukan hal yang wajib lebih besar dari pada mafsadat (kerosakan akibat) terjatuh dalam syubhat

Syubhat adalah suatu hal yang berada di antara yang haram dan yang mubah. Bila syubhat bertentangan dengan meninggalkan perkara yang wajib dan keadaan menuntut kita harus menentukan pilihan antara meninggalkan perkara yang wajib atau jatuh dalam syubhat. Dalam keadaan seperti ini, pilihan yang diambil adalah melakukan perkara yang wajib sekalipun akan terjerumus dalam perkara yang syubhat.

Namun apabila pertentangan itu antara syubhat dan haram maka pilihan yang diambil adalah melakukan syubhat agar tidak jatuh dalam perkara yang haram, karena mafsadat (kerosakan) yang haram lebih berat.

Aplikasi Kaedah:
1. Seseorang yang diundang oleh kerabatnya untuk menghadiri walimah yang pembuat acara walimah mempunyai harta syubhat. Dan yang diundang bimbang bila dia tidak datang akan menyebabkan terputusnya hubungan kerabat (silaturrahim) maka pilihannya adalah wajib dia menghadirinya. Kerana mempererat silaturrahim hukumnya wajib, sedangkan untuk tidak hadir hanyalah kerana ada syubhat.

2. Seseorang yang wafat dan mempunyai hutang kepada pihak lain dan harta yang ditinggalkannya terdapat harta syubhat maka pilihannya hendaklah hutangnya dibayar dari harta yang syubhat, kerana maslahat membayar hutang lebih besar daripada mafsadat (kerosakan) harta syubhat.

Kaidah Kedua:

ما كان محرما لسد الذريعة أبيح للمصلحة الراجحة

Sesuatu yang diharamkan dengan tujuan sadduz zari'ah menjadi boleh apabila terdapat maslahat yang kuat

Seluruh perbuatan yang sering menghantarkan kepada perbuatan yang haram maka perbuatan tersebut diharamkan. Namun terkadang, perbuatan yang diharamkan tersebut mempunyai maslahat yang kuat seperti hajat (kebutuhan) maka hukumnya boleh dibolehkan.

Dalam hal ini terdapat dua pilihan antara maslahat yang besar dan mudharat yang sering terjadi. Dalam keadaan seperti ini, maka pilihan jatuh kepada melakukan perbuatan tersebut kerana maslahatnya lebih besar.

Dalam kes seperti ini, seorang ahli fikih hendaknya mempunyai kemampuan yang cukup untuk mencari tahu mana perbuatan yang diharamkan dengan sebab berpotensi menghantarkan kepada perkara yang haram dan mana yang diharamkan dengan sebab zatnya. Untuk yang pertama, hukum haram tersebut boleh berubah menjadi boleh bila ada maslahat yang kuat. Sedangkan untuk yang kedua, iaitu yang diharamkan dengan sebab zatnya, maka hukum haram tersebut tidak boleh berubah dengan alasan adanya maslahat.

Aplikasi kaidah:
1. Memandang wanita yang bukan mahram hukumnya adalah haram. Akan tetapi hukum haram ini boleh berubah menjadi boleh bila ada maslahat yang besar seperti seseorang yang ingin meminang seorang wanita. Orang ini biperbolehkan memandang wanita yang akan dipinangnya.

2. Pada dasarnya setiap perkara yang melalaikan hukumnya batil. Kerana hal tersebut boleh menyita perhatian supaya tidak melakukan perkara berguna. Ini merupakan salah satu sebab-sebab yang membawa kepada suatu perbuatan diharamkan. Akan tetapi beberapa bentuk perkara yang melalaikan itu terkadang berguna untuk menolak mudharat yang lebih besar. Apabila keadaan seperti ini, maka perbuatan ini dibolehkan bahkan dianjurkan.

Contoh: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membenarkan wanita dan kanak-kanak menyanyi (tanpa muzik) dalam acara walimah dan hari raya.

Nota: tentunya nyanyian ini tidak dimaksudkan untuk sarana dakwah taqarrub kepada Allâh Azza wa Jalla. Kerana perbuatan ini masih dalam ranah hal yang melalaikan, akan tetapi dibolehkan kerana ada manfaat yang kuat.

Kaidah Ketiga:

ما حرم مطلقا لم تبحه الضرورة, وما حرم أكله وشربه لم يبح إلا لضرورة, وما حرم مباشرته ظاهرا أبيح للحاجة

Sesuatu yang diharamkan secara mutlak maka tidak ada yang dapat membolehkannya sekalipun darurat. Sesuatu yang haram untuk dimakan atau diminum maka darurat dapat merubah hukumnya menjadi boleh. Sesuatu yang dilarang untuk dipakai langsung maka hajat dapat membolehkannya

Sesuatu yang diharamkan Allâh Azza wa Jalla secara mutlak seperti hal-hal yang jelaskan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya:

قل إنما حرم ربي الفواحش ما ظهر منها وما بطن والإثم والبغي بغير الحق وأن تشركوا بالله ما لم ينزل به سلطانا وأن تقولوا على الله ما لا تعلمون

Katakanlah (wahai Muhammad), "Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji (zina), baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allâh dengan sesuatu yang Allâh tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui. " [Al-Araf / 7: 33]

Empat yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam ayat ini tidak akan berubah hukumnya menjadi "boleh" dalam keadaan apapun kerana mafsadatnya murni, iaitu; zina, zalim, syirik dan mengada-ada atas nama Allâh Azza wa Jalla.

Kecuali dalam keadaan seseorang dipaksa untuk melakukannya dibawah ancaman maka dosanya dihapuskan. Sebagaimana dalam firman Allâh Azza wa Jalla:

من كفر بالله من بعد إيمانه إلا من أكره وقلبه مطمئن بالإيمان ولكن من شرح بالكفر صدرا فعليهم غضب من الله ولهم عذاب عظيم ڈ

Barangsiapa kafir kepada Allâh sesudah dia beriman (dia akan mendapat kemurkaan Allâh), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. [An-Nahl / 16: 106]

Adapun sesuatu yang diharamkan dalam bentuk makanan atau merosakkan akal atau tubuh maka adakalanya boleh berubah hukumnya menjadi "boleh" dalam keadaan darurat, berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla:

قل لا أجد في ما أوحي إلي محرما على طاعم يطعمه إلا أن يكون ميتة أو دما مسفوحا أو لحم خنزير فإنه رجس أو فسقا أهل لغير الله به فمن اضطر غير باغ ولا عاد فإن ربك غفور رحيم

Katakanlah, "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, kerana sesungguhnya semua itu kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allâh. barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang "[al-An'am / 6: 145]

Adapun sesuatu yang diharamkan untuk dipakai seperti emas dan sutera bagi laki-laki maka bila ada hajat yang sekalipun tidak sampai keadaan darurat tetap dibolehkan sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu anhu memakai sutera kerana menderita penyakit kulit (gatal).

Aplikasi Kaedah Ini:
1. Seorang wanita tidak boleh berzina dengan alasan untuk mencari makan. Kerana zina tidak dibolehkan bila-bila masa juga sekalipun dia mati kelaparan. Namun, dibolehkan dia memakan bangkai jika memang dalam keadaan kelaparan.

2. Dalam keadaan darurat yang dijangka akan membawa kepada kematian bila tidak mendapat ubat yang dimakan atau diminum selain yang diperbuat daripada bahan mentah yang haram, seperti babi dan derivatif atau khamar dan turunannya, maka dibenarkan untuk mengambil ubat tersebut.

Kaidah Keempat:

كل عبادة كان ضررها أعظم من نفعها نهي عنها

Setiap ibadah yang mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya maka ibadah tersebut dilarang

Pada dasarnya, suatu ibadah itu disyariatkan untuk mendatangkan atau mewujudkan maslahat (kebaikan) dan menolak mudharat. Akan tetapi pada keadaan-keadaan tertentu ibadah tersebut dapat mendatangkan mudharat, bahkan mudharatnya lebih besar bila dibandingkan dengan manfaatnya. Ketika seperti ini, maka ibadah itu terlarang.

Aplikasi Kaedah:
1. Pada dasarnya solat adalah ibadah yang dicintai Allâh, akan tetapi pada waktu terbit dan tenggelamnya matahari solat dilarang untuk ditubuhkan. Kerana mudharatnya lebih besar iaitu menyerupai ibadah para penyembah matahari. Begitu juga dengan solat di kuburan dilarang kerana mencegah terjadinya kesyirikan yang lebih besar mudharatnya berbanding solat sunat.

2. Apabila sebuah kemungkaran tidak dapat dihilankgan kecuali dengan kemungkaran yang lebih besar atau berat daripada kemungkaran yang sedang berlaku, maka menghilangkan kemungkaran dengan cara ini terlarang. Contohnya: seseorang yang memerintahkan sebuah kebaikan sedangkan dia tidak mempunyai ilmu tentang kebaikan tersebut, maka kemudaratan yang dia timbulkan lebih besar dari maslahat yang dikehendakinya dengan mengingkari kemungkaran tersebut.

Kaidah Kelima:

فرق بين ما يفعله الإنسان في نفسه, ويأمر به, ويبيحه, وبين ما يسكت عن نهي غيره وتحريمه عليه

Berbeza antara seseorang mengamalkan ilmunya dan mengajak orang lain untuk mengamalkannya dengan sesuatu perkara yang diamalkan orang lain dan dia tidak melarang atau mengharamkannya. (Majmû Fatâwâ, 14/472)

Prinsip dasarnya bahawa yang baik adalah baik dan yang buruk adalah buruk. Dan undang-undang syariat tidak membolehkan seseorang melakukan perkara yang buruk dan terlarang. Akan tetapi jika diketahui dengan pasti bahawa apabila ada seseorang yang jika dia dilarang melakukan suatu yang mungkar maka dia pasti akan meninggalkan perbuatan wajib yang lebih besar, maka sebaiknya dia jangan dilarang untuk melakukan kemungkaran tersebut.

Sebagaimana Umar bin Khattab radhiyaallahu anhu mengangkat sebahagian pegawainya dari orang yang tidak baik agamanya dengan pertimbangan bahawa pegawai ini lebih besar maslahatnya untuk pekerjaan tersebut dan kemudian dia memperbaiki agama orang tersebut dengan kekuatan dan keadilannya.

Maka kaidah ini sangat penting iaitu "berbeza antara seorang alim meninggalkan sebuah perbuatan dengan melarang orang-orang melakukan sebuah perbuatan apabila dalam larangan tersebut terdapat mudharat yang lebih besar dengan ia membenarkan perbuatan tersebut". Ertinya seorang alim yang mendiamkan sebuah perbuatan yang tidak baik bukan bermakna dia bersetuju atau membenarkan perbuatan tersebut.

Dalam hal ini keadaannya akan berbeza sesuai dengan kemaslahatan yang ditimbang oleh seorang yang alim. Mungkin dalam suatu kesempatan dia wajib menyatakan bahawa perbuatan tersebut terlarang; baik dengan cara menjelaskan hukumnya atau sikap peribadinya atau harapan bahawa perbuatan tersebut ditinggalkan atau dengan menjelaskan dalilnya. Ini dapat kita lihat dalam sikap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap kemungkaran; terkadang Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam marah, kadang-kadang Beliau Shallallahu' alaihi wa sallam maafkan.

Kerana kita hidup di mana kebanyakan kaum Muslimin begitu jauh dari ajaran agama mereka, mencampur adukkan antara kebaikan dan kemungkaran, maka sikap yang harus diambil oleh seseorang yang ingin menyelamatkan dirinya adalah:

a. Selalu berusaha berpegang teguh mengamalkan sunnah, baik yang zahir dan batin untuk diri, keluarga dan orang-orang terdekatnya.

b. Mengajak orang-orang untuk melakukan sunah semampunya. Apabila dia mendapati seseorang mengamalkan perbuatan yang bercampur antara baik dan buruk dan bila diingatkan untuk meniggalkan yang buruk hampir boleh dipastikan dia akan melakukan perbuatan yang lebih buruk lagi, maka hendaklah si pemberi peringatan berhati-hati dalam menimbang mana lebih besar mudharat dan maslahatnya.

Aplikasi Kaedah:
Orang yang masuk Islam melalui dakwah bid'ah lebih baik dari pada mereka berada dalam kekafiran, akan tetapi apabila mungkin untuk dipindahkan kepada jalan yang benar tentu lebih baik lagi.

Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmû Fatâwâ 3/286 menjelaskan bahawa seseorang yang berada di sebuah komuniti Muslim wajib melakukan solat Jumaat, ikut solat berjamaah bersama mereka, loyal kepada mereka dan tidak memusuhi mereka sekalipun dia tidak bersetuju dengan bidaah atau perbuatan maksiat yang mereka lakukan. Dan sebaiknya dia diam jika tidak mampu menjelaskannya kepada mereka.

Sebahagian hartawan menghiasi masjid dengan perhiasan-perhiasan mahal, sekalipun hal ini makruh akan tetapi itu lebih baik dari pada hartawan tersebut mengalihkan dananya untuk perbuatan-perbuatan maksiat. (Ikhtiyarat, hlm. 137)

Kaidah Keenam:

مفسدة المحرم أرجح من مصلحة المستحب

Mudharat perbuatan haram lebih besar daripada maslahat perbuatan mustahab (sunat) (Lihat Minhâj Sunnah 4/154

Sebuah amalan sunat apabila menyebabkan perbuatan haram maka perbuatan tersebut tidak lagi disunatkan akan tetapi berubah menjadi perbuatan haram.

Aplikasi Kaedah:
Membaca al-Qur'ân dengan suara keras disunatkan akan tetapi apabila menyebabkan gangguan terhadap orang lain maka perbuatan tersebut menjadi terlarang.

Menyentuh serta mencium hajar aswad disunatkan, akan tetapi apabila menimbulkan kemudaratan dengan saling dorong, saling menyikut orang lain, bercampur baur antara laki dan wanita, maka amalan tersebut menjadi terlarang.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khas 11 / Tahun XVII / 1435H / 2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo - Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57773 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

No comments:

Post a Comment