Presiden Joko Widodo rombak kabinetnya, perbaiki ekonomi
Indonesia yang terpuruk
Jakarta – BBC - Presiden Joko Widodo melantik enam
menteri baru dalam perombakan kabinet di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (12/08).
Menteri-menteri yang dilantik termasuk Kepala Staf
Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan yang menggantikan Menko Polhukam Tedjo
Edhy Purdijatno dan Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian yang
menggantikan Sofyan Djalil.
Kemudian Rizal Ramli menjadi Menko Kemaritiman
menggantikan Indroyono Soesilo.
pelantikan enam menteri
Thomas Lembong, mantan pejabat Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN), menjabat sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Rachmat
Gobel.
Pramono Anung, elite politik PDI Perjuangan, menggantikan
Andi Widjajanto sebagai Sekretaris Kabinet.
Sofyan Djalil, yang sebelumnya menjabat Menko
Perekonomian, dilantik sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas menggantikan Andrinof Chaniago.
Isu perombakan kabinet beredar dalam beberapa bulan
terakhir dan semakin menguat di tengah melemahnya rupiah.
para menteri baru
Para menteri baru mendapatkan ucapan selamat setelah
pelantikan.
Dalam wawancara dengan TVOne, Luhut mengatakan salah satu
prioritasnya adalah bahwa semua orang di kementerian "punya bahasa yang
sama sehingga tidak ada statement yang berbeda."
Januari lalu, mantan Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno
menjadi perbincangan media sosial setelah menyebut pendukung Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai "rakyat yang tidak jelas."
Dinamika ekonomi
Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, mengatakan
perombakan kabinet ini dilakukan Presiden Joko Widodo setelah melakukan
evaluasi selama beberapa bulan dengan pertimbangan dinamika ekonomi dan
percepatan kerja kabinet.
"Jadi presiden melihat adanya kebutuhan personel
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan," ujarnya.
Presiden, lanjut Praktino, ingin agar peemerintahan
berjalan efektif, efisien, semakin kokoh terkonsolidasi, bergerak cepat, dan
mendapatkan dukungan luas dari pasar internasional.
Enam menteri yang dilantik:
Luhut Binsar Pandjaitan- Menko Polhukam
Darmin Nasution - Menko Perekonomian
Sofyan Djalil - Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas
Rizal Ramli - Menko Kemaritiman
Thomas Lembong - Menteri Perdagangan
Pramono Anung - Sekretaris Kabinet
Wacana reshuffle atau perombakan kabinet makin kuat di
tengah merosotnya nilai rupiah dan "gerilya politik".
Diskusi pergantian menteri telah berubah dari sekadar
gunjingan di belakang layar menjadi pembicaraan terbuka, bahkan dari anggota
kabinet dan politikus serta kalangan DPR.
Bagaimanapun, sebagian orang yang berlalu-lalang di
jalanan tak terlalu hirau.
"Ya, bukan tak peduli, tapi boro-boro mikirin
perombakan kabinet, buat dapur saja setengah mati," kata Kholid, seorang
tukang ojek yang mangkal di Tanah Abang.
Seorang tukang ojek lain mengatakan tak mengikuti isu
ini, seorang lagi dengan tegas mengatakan, "Tidak saya pikirkan, buat saya
yang penting hidup bisa lebih mudah aja. Keadaan susah begini sekarang."
Ada dua tiga orang, baik menteri maupun yang menjabat di
lingkungan istana presiden.
Masinton Pasaribu
Memang, keadaan tampak cukup susah buat warga biasa.
Harga-harga melambung menjelang Lebaran, rupiah terus
terpuruk, ekonomi jalan di tempat, tapi yang menjadi pembicaraan utama para
politikus di pemerintahan, di DPR dan di kantor-kantor partai adalah perombakan
kabinet.
Yang paling lantang soal ini adalah para politikus PDIP,
termasuk Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, yang pernah dikatakan Presiden
Jokowi sebagai menteri dari kalangan partai yang bekerja baik.
Tjahjo mengatakan kepada wartawan, ada menteri yang
melontarkan kata-kata yang tidak menghormati presiden. Ia mengisyaratkan bahwa
menteri itu salah satu yang perlu diganti.
'Para pengkhianat'
Sebagian menteri saat pelantikan: koalisi akan diperluas
di kabinet?
Di Senayan, anggota DPR dari PDIP, Masinton Pasaribu
mengamini.
"Ada dua tiga orang, baik menteri maupun yang
menjabat di lingkungan istana presiden," kata bekas aktivis mahasiswa itu.
"Mereka mendegredasi presiden, menjelekkan presiden,
menyebut presiden tak mengerti apa-apa. Mereka mengaku sebagai profesional,
tapi kinerjanya tak profesional. Mereka ini yang selama ini kita sebut sebagai
Brutus-Brutus."
Brutus adalah sosok pengkhianat di kisah Kaligula zaman
Romawi kuno.
Dan Masinton sejak beberapa waktu lalu, menuntut
pemecatan sejumlah menteri dan pejabat istana yang dinilainya berkhianat
terhadap PDIP, dengan menghalangi akses PDIP terhadap Presiden Jokowi.
Akibatnya, di satu sisi, Presiden Jokowi jadi tersandera
oleh dua partai besar di KIH, PDIP dan Nasdem, di sisi lain kesulitan pula
memperoleh dukungan di parlemen.
Burhanudin Muhtadi
Wakil sekjen PDIP, Ahmad Basarah malah lebih jauh lagi.
Kepada media ia mengatakan, PDIP menginginkan agar dalam
kabinet hasil perombakan nanti, jatah menteri dari PDIP ditambah dengan lima
menteri lagi, sehingga menjadi 10 orang.
Rugi dua kali
Hal ini menjadi perhatian pengamat politik dari lembaga
Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi.
Menurutnya, Presiden Jokowi, dengan menetapkan koalisi
ramping yang tak menguasai parlemen, jadinya terlalu tergantung pada PDIP.
Karena itu ia mengusulkan agar Presiden Jokowi menggunakan momentum perombakan
kabinet untuk memperluas basis dukungannya.
"Koalisi ramping membuat Presiden Jokowi kesulitan,
karena mengandalkan dukungan politik pada empat partai Koalisi Indonesia Hebat,
yang tak menguasai kabinet. Posisi tawarnya terhadap PDIP dan Megawati, jadi
kecil," kata Burhan.
"Akibatnya, di satu sisi, Presiden Jokowi jadi
tersandera oleh dua partai besar di KIH, PDIP dan Nasdem, di sisi lain
kesulitan pula memperoleh dukungan di parlemen."
Presiden, wakil presiden, para menteri: Berapa lama lagi
anggota Kabinet Kerja bertahan dalam komposisi ini?
"Jokowi mesti memanfaatkan perombakan kabinet ini
untuk merekrut menteri dari satu dua partai di Koalisi Merah Putih, sehingga
posisi tawar Jokowi terhadap PDIP dan Megawati jadi tinggi," kata
Burhanuddin.
Diakui Burhanudin Muhtadi, gagasan ini mungkin tak
sejalan dengan mood atau suasana perasaan di kalangan masyarakat, yang menurut
sebuah survei justru ingin agar menteri partai dikurangi dan menteri dari
profesional diperbanyak.
"Namun Presiden Jokowi bisa mencari calon menteri
yang memiliki latar belakang profesional dari kalangan partai."
"Dengan situasi sekarang, merekrut profesional jika
kinerjanya buruk, Presiden rugi dua kali: kinerja buruk dan dukungan tak ada.
Jika profesional itu dari kalangan partai, setidaknya dukungan politik
didapat."
Sejauh ini, partai dari koalisi Merah Putih yang banyak
disebut-sebut bisa dilibatkan dalam kabinet baru hasil perombakan, adalah
Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrat.
Partai Golkar juga banyak disebut, namun kemelut
kepemimpinan partai yang dulu identik dengan bekas presiden Soeharto itu,
membuat prospek keterlibatannya dalam kabinet sangat kecil.
No comments:
Post a Comment