!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Sunday, September 20, 2015

3 Juta Muslim padati kota Mekkah

Perjalanan yang belum selesai (374)

(Bagian ke tiga ratus tujuh puluh empat), Depok, Jawa Barat, Indonnesia, 20 September  2015, 20.50 WIB).

3 Juta Muslim padati kota Mekkah

Sekitar 3 juta peziarah Muslim dari seluruh dunia mulai  membanjiri kota Mekkah untuk melakukan perjalanan spiritual haji.

Salah satu pertemuan tahunan terbesar di dunia dan salah satu dari lima pilar utama dari rukun Islam, perjalanan ini dimaksudkan untuk membersihkan semua dosa dan membawa mereka lebih dekat kepada Allah. Banyak orang menunggu bertahun-tahun baru dapat kesempatan untuk datang ke Mekah, mereka menabung uang selama bertahun-tahun untuk mendanai perjalanan mereka atau menunggu giliran untuk diberikan izin visa Haji melalui daftar tunggu  pelamar dari seluruh dunia. Setiap negara memiliki jumlah yang dialokasikan (kuota) dari orang-orang yang bisa pergi haji.

Minggu ini, jamaah di Masjidil Haram, masjid terbesar di dunia, sedang mempersiapkan untuk ritual haji yang sudah dimulai pada tanggal 22 September lalu, dan tiga hari lagi akan menghadapi puncaknya pada saat Hari Raya Haji (Iedul Adha) yang jatuh pada hari Kamis, 24 September 2015.
Umat Islam mengawali Iedul Adha dengan puasa sunnah selama dua hari , Selasa dan Rabu, biasanya Umat Islam sekaligus melakukan puasa sunnah dimulai pada hari Senin (21 September 2015), karena bertepatan dengan puasa sunnah Senin dan Kamis. (Namun pada Kamis minggu ini bertepatan dengan hari raya Iedul Adha, maka khusus Kamis ini tidak ada puasa sunnah.
.

Mulai musim haji 1434 AH (2014) pemerintah Arab Saudi mengurangi jatah kuota Haji untuk jamaah luar negeri dengan masing-masing rasio jamaah internasional dengan 20% dan sedangkan perziarah  domestik  50% akan berlaku selama tahun ini musim haji di 1435 AH karena proyek perluasan Masjid yang dilaksanakan di Makkah Al Mukarramah dan  Hal ini untuk memastikan bahwa para peziarah melakukan ritual mereka dengan sangat mudah, walaupun pada pekan lalu proyek ini telah memakan korban jiwa, 107 tewas, 11 diantaranya jamah asal Indonesia, dan sekitar 200 orang jamaah lainnya dari seluruh dunia cedera akibat jatuhnya (ambruknya) katrol (crane), namun pemerintah Arab Saudi menjanjikan kompensasi bagi jamaah yang meninggal dan cedera berat dapat 1 juta Real , mereka yang luka ringan dapat 500 ribu Real, dan dijanjikan dapat jatah Haji untuk dua orang bagi keluarga korban. Jumlah jamaah Tunisia tahun ini 1435 AH, adalah 8.300,

Jumlah jamaah Maroko tahun ini, 1435 AH, adalah 25.600.

Jumlah jamaah Irak tahun ini, 1435 AH, adalah 25.172.

Jumlah jamaah Iran tahun ini, 1435 AH, adalah 61.677.

Jumlah jamaah Pakistan tahun ini, 1435 AH, adalah 143.368

Jumlah peziarah Sudan tahun ini akan 25.600 jamaah

Jumlah peziarah Singapura tahun 2015. Sebanyak   680 jamaah.



Jumlah jamaah haji Indonesia tahun 2014-2015 sebanyak  168 000 jamaah. Dan pemerintah Arab Saudi menjanjikan penambahan kouta sebanyak 10.000 jamaah mulai musim Haji 2016.

Jumlah jamaah haji Turki tahun 2014-2015 sebanyak 59.200 jamaah

PUASA SUNNAH

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan untuk berpuasa pada hari-hari berikut ini:
a. Enam hari di bulan Syawwal
Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ.
Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian dikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa setahun." [1]

b, c. Hari ‘Arafah bagi mereka yang tidak menunaikan ibadah haji dan hari 'Asyura (hari kesepuluh dari bulan Muharram) serta sehari sebelumnya (hari kesembilan).
Diriwayatkan dari Abu Qatadah Radhiyallahu anhu, ia berkata,

سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ j عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ، فَقَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ. وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ، فَقَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَضِيَةَ.

“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab, ‘Ia menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.’ Beliau juga ditanya tentang puasa hari 'Asyura, beliau menjawab, ‘Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu.’”[2]

Dari Ummu al-Fadhl bintu al-Harits Radhiyallahu anhuma bahwasanya ada beberapa orang yang ada di dekatnya pada saat di ‘Arafah sedang berselisih tentang puasa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di hari ‘Arafah. Ada sebagian mereka berpendapat bahwa beliau berpuasa dan sebagian yang lain mengatakan beliau tidak berpuasa, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dibawakan segelas susu, saat itu beliau berada di atas untanya di ‘Arafah, lalu beliau meminumnya.[3]

Diriwayatkan juga dari Abu Ghathfan bin Tharif al-Muri, ia berkata, “Aku mendengar Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, ‘Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa ‘Asyura dan beliau menganjurkan para Sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Kalau begitu, pada tahun yang akan datang kita akan berpuasa pada hari yang kesembilan (tasu’a) insya Allah.’ Ibnu ‘Abbas berkata, ‘Akan tetapi belum sampai tahun depan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggal dunia.’” [4]

d. Puasa pada sebagian besar hari di bulan Muharram
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَيْلِ.

“Sebaik-baik puasa setelah puasa bulan Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, bulan Muharram dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” [5]

e. Puasa pada sebagian besar hari di bulan Sya’ban
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa dalam suatu bulan lebih banyak daripada bulan Sya'ban.” [6]

f. Hari Senin dan Kamis
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berpuasa pada hari Senin dan Kamis, manakala beliau ditanya tentang hal tersebut, beliau menjawab:

إِنَّ أَعْمَالَ اْلعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الإِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ.

‘Sesungguhnya amal-amal hamba dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis.’" [7]

g. Puasa tiga hari dari tiap bulan (Hijriyyah)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku:

صُمْ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا, وذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ.

‘Puasalah tiga hari dari tiap bulan. Sesungguhnya amal kebaikan itu ganjarannya sepuluh kali lipat, sehingga ia seperti puasa sepanjang masa.’” [8]

Dan disunnahkan untuk menjadikan tiga hari tersebut hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas. Berdasarkan riwayat dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

يَا أَبَا ذَرٍّ, إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَةَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ.

“Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin puasa tiga hari dari suatu bulan, maka puasalah pada hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas." [9]

h. Puasa sehari dan berbuka sehari (puasa Nabi Dawud Alaihissallam)
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا.

“Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Dawud, beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari.” [10]

i. Hari Kesembilan di bulan Dzul Hijjah
Diriwayatkan dari Hunaidah bin Khalid, dari isterinya, dari sebagian isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesembilan Dzul Hijjah, hari 'Asyura, tiga hari dari setiap bulan, hari Senin pertama dari suatu bulan dan hari Kamis.” [11]

14. Hari-Hari yang Dilarang untuk Berpuasa Padanya
a. Dua Hari Raya (‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha)
Dari Abu ‘Ubaid, budak yang dimerdekakan Ibnu Azhar, ia berkata, “Aku merayakan hari ‘Id bersama ‘Umar bin al-Kaththab Radhiyallahu anhu, kemudian dia (‘Umar) berkata, 'Ini adalah dua hari yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita untuk berpuasa padanya, hari di mana kalian berbuka puasa dan hari yang lainnya, hari di mana kalian memakan hewan kurban kalian." [12]

b. Hari Tasyriq *
Dari Abu Murrah, budak yang dimerdekakan Ummu Hani’, bahwasanya dia bersama ‘Abdullah bin 'Amr Radhiyallahu anhuma datang menemui ‘Amr bin al-‘Ash, lalu dia menghidangkan makanan untuk mereka berdua, seraya berkata, “Makanlah!” Dia menjawab, “Aku sedang puasa.” ‘Amr berkata, “Makanlah, sesungguhnya ini adalah hari yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk berbuka dan melarang kami berpuasa.” Malik berkata, “Hari itu adalah hari Tasyriq.” [13]

Dan diriwayatkan dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhum, mereka berdua mengatakan, “Tidak diizinkan berpuasa pada hari-hari tasyriq, kecuali orang yang tidak mendapatkan hewan kurban (di Mina saat ibadah haji).” [14]

c. Puasa hari Jum'at saja
Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَصُوْمَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ.

‘Janganlah seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jum'at, kecuali ia berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya.’” [15]

d. Puasa hari Sabtu saja
Berdasarkan riwayat dari ‘Abdullah bin Busr as-Sulami Radhiyallahu anhu, dari saudarinya, ash-Shamma Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa alam telah bersabda:

لاَ تَصُوْمُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلاَّ فِيْمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ, وَ إِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلاَّ لِحَاءَ عِنَبٍ أَوْ عُوْدَ شَجَرَةٍ فَلْيَمْضُغْهَا.

“Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali yang telah diwajibkan atas kalian. Jika salah seorang di antara kalian tidak mendapatkan (makanan untuk berbuka) kecuali kulit anggur atau ranting pohon, maka hendaklah ia mengunyahnya.” [16]

e. Pertengahan kedua dari bulan Sya’ban bagi mereka yang tidak mempunyai kebiasaan berpuasa
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلاَ تَصُوْمُوْا.

“Jika telah sampai pertengahan bulan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa.” [17]

Juga dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُوْمُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ.

“Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian mendahului Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali jika orang itu tengah mengerjakan suatu puasa yang biasa dilakukan, maka hendaklah ia puasa pada hari itu.” [18]

f. Puasa pada hari yang meragukan
Dari 'Ammar bin Yasir Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang meragukan berarti dia telah mendurhakai Abul Qasim (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam).” [19]

g. Puasa selamanya, walaupun dia berbuka pada hari-hari yang terlarang untuk berpuasa.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرٍو! إِنَّكَ لَتَصُوْمُ الدَّهْرَ وَتَقُوْمُ اللَّيْلَ, وَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ هَجَمْتَ لَهُ الْعَيْنَ وَنَهَكْتَ, لاَ صَامَ مَنْ صَامَ اْلأَبَدَ.

“Wahai ‘Abdullah bin ‘Amr, sesungguhnya engkau selalu berpuasa sepanjang hari (selamanya) dan bangun malam. Jika engkau terus melakukannya, maka engkau telah menjadikan matamu cekung serta menyiksa dirimu. Tidak ada puasa bagi orang yang puasa selamanya.” [20]

Juga diriwayatkan dari Abu Qatadah, bahwasanya ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya bertanya, “Ya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bagaimana cara engkau berpuasa?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam marah mendengar perkataan tersebut dan manakala ‘Umar melihat hal itu, ia berkata, “Kami ridha Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai Nabi kami. Kami berlindung kepada Allah dari murka-Nya dan murka Rasul-Nya.” Dia terus mengulang perkataan itu sampai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berhenti marah, kemudian ia bertanya, “Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bagaimana dengan orang yang berpuasa selamanya?” Beliau bersabda:

لاَ صَامَ وَلاَ أَفْطَرَ.

“Dia tidak berpuasa dan tidak berbuka.” [21]

15. Larangan Berpuasa Bagi Seorang Isteri Jika Suaminya Ada (di Rumah) Kecuali dengan Izinnya
Berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَصُمِ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ.

“Tidak dibolehkan seorang isteri berpuasa di saat suaminya di rumah, kecuali dengan izinnya.” [22]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]

KEUTAMAAN HAJI DAN UMRAH


Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.

“Umrah ke umrah adalah penghapus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.” [1]

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ، كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.

“Iringilah antara ibadah haji dan umrah karena keduanya meniadakan dosa dan kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan kotoran (karat) besi, emas dan perak, dan tidak ada balasan bagi haji mabrur melainkan Surga.”[2]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Aku mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَجَّ ِللهِ عزوجل فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.

‘Barangsiapa melakukan haji ikhlas karena Allah Azza wa Jalla tanpa berbuat keji dan kefasiqan, maka ia kembali tanpa dosa sebagaimana waktu ia dilahirkan oleh ibunya.’”[3]

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

اَلْغَازِي فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ، وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ. وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ.

“Orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang menunaikan haji dan umrah, adalah delegasi Allah. (ketika) Allah menyeru mereka, maka mereka memenuhi panggilan-Nya. Dan (ketika) mereka meminta kepada-Nya, maka Allah mengabulkan (pemintaan mereka).” [4]

Haji Beserta Umrah Adalah Kewajiban Yang Dilakukan Sekali Dalam Seumur Hidup, Bagi Setiap Muslim, Baligh, Berakal, Merdeka Serta Mampu

Firman Allah Ta’ala:

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang berada di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) men-jadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [Ali ‘Imran: 96-97]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di tengah-tengah kami, beliau bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوْا، فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّىٰ قَالَهَا ثَلاَثاً، ثُمَّ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ قُلْتُ نَعَمْ، لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَىٰ أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ.

“Telah diwajibkan atas kalian ibadah haji, maka tunaikanlah (ibadah haji tersebut).” Lalu ada seorang berkata, “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” Lalu beliau diam sampai orang tersebut mengatakannya tiga kali, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Andaikata aku menjawab ya, niscaya akan menjadi suatu kewajiban dan niscaya kalian tidak akan mampu (melaksanakannya).” Kemudian beliau bersabda, “Biarkanlah aku sebagaimana aku membiarkan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian ialah banyak bertanya dan banyak berselisih dengan Nabi mereka. Apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian. Dan apabila aku melarang sesuatu, maka tinggalkanlah.” [5]

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ.

‘Islam dibangun atas lima pilar: (1) Persaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) haji ke Baitullah, dan (5) berpuasa Ramadhan.’” [6]

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

هَذِهِ عُمْرَةٌ اسْتَمْتَعْنَا بِهَا، فَمَنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ الْهَدْيُ فَلْيَحِلَّ الْحِلَّ كُلَّهُ، فَإِنَّ الْعُمْرَةَ قَدْ دَخَلَتْ فِي الْحَجِّ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

“Ini adalah ibadah umrah yang kita bersenang-senang dengannya. Barangsiapa yang tidak memiliki hadyu (binatang kurban), maka hendaknya ia bertahallul secara keseluruhan, karena ibadah umrah telah masuk kepada ibadah haji sampai hari Kiamat.” [7]

Dari Shabi bin Ma’bad, ia berkata, “Aku pergi menemui ‘Umar, lalu aku berkata kepadanya:

يَا أَمِيْرَ الْمُؤمِنِيْنَ، إِنِّي أَسْلَمْتُ، وَإِنِّي وَجَدْتُ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ مَكْتُوبَيْنَ عَلَيَّ، فأَهْلَلْتُ بِهِمَا، فَقَالَ: هُدِيْتَ لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ.

"Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku telah masuk Islam, dan aku yakin bahwa diriku telah wajib menunaikan ibadah haji dan umrah, lalu aku mulai mengerjakan kedua ibadah tersebut.’ Lalu beliau berkata, ‘Engkau telah mendapat-kan petunjuk untuk melaksanakan Sunnah Nabimu.’” [8]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]


No comments:

Post a Comment