Perjalanan yang belum selesai (367)
(Bagian ke tiga ratus enam puluh tujuh), Depok, Jawa
Barat, Indonnesia, 08 September 2015,
03.42 WIB).
Indonesia kembali jadi anggota OPEC, apa perlu ?.
Dari sisi produksi Indonesia sebenarnya tidak pantas jadi
anggota OPEC, karena produksi minyak Indonesia tidak lebih dari 800.000 barel
per hari, padahal konsumsi dalam negeri mencapai 1,5 juta barel per hari.
Indonesia memang kadang memiliki kebijakan yang aneh,
harusnya kemerosotan harga minyak dunia yang kini mencapai US$ 45 per barel
harus disyukuri, karena konsumsi dalam negeri yang jauh lebih banyak, namun
setiap harga minyak dunia naik, pemerintah selalu menaikkan harga bahan bakar
minyak (BBM) , namun ketika harga minyak terus merosot pemerintah hanya menutup
mata, tidak menurunkan harga minyak di Stasiun Bahan Bakar Minyak (SPBU) di
dalam negeri, padahal kalau harga SPBU turun, biaya transportasi juga turun dan
ini akan menekan harga bahan pokok, seperti beras dan harga lain, sehingga
meningkatkan daya beli masyarakat.
Tidak banyak yang bisa dilakukan Indonesia sebagai
anggota OPEC, karena tingkat produksi Indonesia tidak lebih dari 800.000 barel
per hari, sedangkan konsumsi dalam negeri dalam jumlah dua kali lipat dari
total produksi (sekitar 1,5 juta barel per hari).
Yang banyak dirugikan dengan harga minyak dunia yang
rendah adalah 12 negara anggota OPEC yang ada sekarang selain Rusia, dan
perusahaan raksasa Amerika Serikat yang mengeksplorasi dan eksploitasi migas
dengan biaya tinggi di daratan Amerika Serikat.
Rusia yang melakukan ekspor minyak mentah dan gas alam
cukup besar sangat terpuruk dengan merosotnya harga minyak, karena sebagian
besar anggaran negara banyak tergantung devisa ekspor minyak dan gas alam.
Para analis memperkirakan merosotnya harga minyak dunia
dewasa ini akibat rekayasa Amerika Serikat dan sekutunya di NATO (Inggris dan
Norwegia) agar harga minyak dunia terus rendah untuk memberi pelajaran kepada
Rusia yang setelah aneksasi atas Krimea dari Ukraina mendapat embargo ekonomi
dari Amerika Serikat dan Nato.
Apalagi Rusia dianggap bandel (nakal) selain setelah
menganeksasi Krimea juga mendukung baik secara politis maupun senjata kepada
gerakan seperatis pro-Rusia di Ukrainia Timur.
Bagi negara-negara Arab anggota OPEC yang biaya produksi
masih murah bisa hanya per US$ 3 per barel, harga minyak yang murah masih
menguntungkan mereka.
Sedangkan bagi Rusia, biaya produksi minyak dn gas mereka
di Siberia yang bersalju memakan biaya produksi yang lebih tinggi, perusahaan
raksasa Amerika Serikat yang beroperasi di daratan Amerika , lepas pantai dan
di Alaska juga memakan ongkos yang tinggi, namun karena konsumsi dalam negeri
AS yang besar, dan Anggaran Belanja AS sudah tidak tergantung dari minyak dan
gas, tapi dari pajak dan ekspor komoditas lain (produk militer, komputer, jasa
IT dan produk lain), maka harga minyak yang rendah masih lebih menguntungkan
Amerika Serikat.
Per November 2015, Indonesia Resmi Masuk OPEC Lagi
KATADATA – Indonesia akhirnya diterima kembali menjadi
anggota negara-negara pengekspor minyak atau Organization of The Petroleum
Exporting Countries (OPEC). Padahal, tujuh tahun silam, Indonesia telah
memutuskan keluar dari organisasi tersebut karena sudah menjadi negara importir
minyak.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Teguh Pamudji mengungkapkan, pihaknya telah menerima surat
pemberitahuan dari Sekretariat Jenderal OPEC pada pekan lalu. "Indonesia
diterima menjadi anggota OPEC, bukan observer," katanya kepada Katadata,
Senin (7/9). Namun, Indonesia baru akan efektif menjaqdi anggota OPEC pada
bulan November nanti.
Indonesia akan menjadi anggota OPEC ke-13 dan
satu-satunya negara anggota OPEC asal Asia selain negara-negara di kawasan
Timur Tengah. Tujuh tahun silam, Indonesia di bawah Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono memutuskan keluar dari OPEC karena mengalami defisit produksi minyak.
Saat ini, konsumsi minyak negara ini sekitar 1,5 juta barel per hari sedangkan
produksi cuma 800 ribu barel per hari.
Sejak medio tahun ini, pemerintah Indonesia menjajaki
kemungkinan masuk OPEC kembali. Bahkan, pada 3-6Juni lalu, Menteri ESDM
Sudirman Said menghadiri konferensi OPEC di Wina, Austria. Menurut Sudirman,
jika Indonesia berada dalam komunitas OPEC maka Indonesia memiliki akses pada
informasi migas secara rutin.
Selain itu Indonesia juga dapat menjalin hubungan
pertemanan dengan para produsen minyak. Ini tentu merupakan strategi pemerintah
agar lebih mudah mendapatkan pasokan minyak dari negara-negara anggota OPEC.
Namun, Pri Agung Rakhmanto, pengamat energi dari
Universitas Trisakti, menyatakan,
masuknya Indonesia ke dalam OPEC bukanlah jaminan akan lebih mudah
mendapatkan minyak. Semua itu tergantung dengan diplomasi ke masing-masing
negara. "Hanya aksesnya lebih terbuka secara relatif," ujar dia.
Selain itu, pemerintah juga harus bisa mengajak beberapa
negara anggota OPEC untuk berinvestasi di Indonesia. Dengan begitu, keanggotaan
di OPEC benar-benar bermanfaat bagi Indonesia.
Di sisi lain, kepentingan negara-negara OPEC dan
Indonesia saat ini sudah berbeda-beda. Negara-negara OPEC tengah mengerem
produksinya yang menyebabkan harga minyak dunia jatuh ke kisaran US$ 40 per
barel. Sementara Indonesia masih membutuhkan peningkatan produksi minyak
lantaran sampai saat ini menjadi negara importir minyak.
Presiden Jokowi Dukung Indonesia Masuk OPEC
"Beliau sangat sependapat, kita harus bergaul, harus
berinteraksi dengan market (produsen dan eksportir minyak)
KATADATA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Sudirman Said mengaku telah mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo
(Jokowi) mengenai rencana Indonesia aktif kembali di Organisasi Negara-Negara
Pengekspor Minyak atau Organization of the Petroleum Exporting Countries
(OPEC).
Menurut dia niat tersebut sudah dua kali disampaikan ke
Presiden Joko Widodo. Pertama kali dia menyampaikan niat tersebut ketika
melakukan kunjungan kerja ke Papua Nugini bersama dengan Presiden. Di sana
Presiden Jokowi kata dia sangat mendukung Indonesia untuk kembali masuk dalam
OPEC.
Sudirman juga menyampaikan niat tersebut saat meminta
izin menghadiri konferensi OPEC yang diselenggarakan pada 3-4 Juni 2015. Saat
itu Presiden Jokowi kembali menyatakan dukungannya.
"Beliau sangat sependapat, kita harus bergaul, harus
berinteraksi dengan market. Apalagi kita adalah salah satu pembeli terbesar,
sehingga wajar jika kita menjalin hubungan dengan para produsen,
eksportir," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (15/5).
Keinginan pemerintah untuk kembali masuk menjadi anggota
OPEC ini sempat mendapat kritik dari beberapa pihak. Mantan Anggota Tim
Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Fahmi Radi menganggap Indonesia tidak
layak menjadi anggota OPEC. Bahkan, dia khawatir Indonesia akan jadi bahan
tertawaan, jika memaksakan diri bergabung menjadi anggota OPEC.
Menurut dia, sejak 2005 Indonesia sudah dianggap sebagai
importir bersih (net importer) minyak. Meski masih melakukan ekspor, tapi impor minyaknya lebih besar. Padahal syarat
menjadi anggota OPEC adalah negara eksportir bersih (net exporter).
Kepala Divisi Pengendalian Program dan Anggaran Bidang
Pengendalian Perencanaan SKK Migas yang juga Analisis Kebijakan Fiskal OPEC
Benny Lubiantara, mengatakan Indonesia sangat sulit bergabung dengan OPEC.
Untuk menjadi negara peninjau pun syaratnya harus net exporter.
Alasan untuk mendapatkan minyak lebih mudah pun tidak
tepat. Menurut dia untuk mendapatkan minyak tidak harus menjadi OPEC. Menurut
dia hal itu bisa didapatkan dengan meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara penghasil minyak.
"Malaysia tidak pernah jadi anggota OPEC, tapi bisa
mendapatkan minyak dengan mudah karena interaksi dengan negara penghasil minyak
berjalan baik," ujar dia.
Indonesia memang pernah menjadi anggota OPEC sejak 1961,
tapi kemudian memutuskan keluar dari keanggotaannya pada 2008. Keputusan ini
lantaran Indonesia sudah menjadi negara pengimpor. Kegiatan eksplorasi dan
volume produksi berkurang, sehingga
cadangan migasnya pun menurun. Sementara kebutuhan migas dalam negeri
terus meningkat.
Berdasarkan data Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas (BP Migas), produksi minyak mentah Indonesia sejak 1996 hingga
2006 terus mengalami penurunan rata-rata sebesar 10-12 persen. Penurunan
produksi ini melambat menjadi 2-3 persen pada periode 2006 hingga 2011.
Masalahnya penurunan produksi ini berbanding terbalik
laju konsumsi minyak di dalam negeri yang rata-rata tumbuh sebesar 5,8 persen.
Hal ini membuat Indonesia harus mengimpor minyak untuk mencukupi kebutuhan
nasional.
Menteri Perminyakan Kuwait Ali al-Omair pada Selasa
mengatakan, ia “sangat yakin” bahwa anggota OPEC dari Teluk mendukung kartel
mempertahankan pagu produksinya tidak berubah pada pertemuan penting minggu
ini. Dalam pernyataan kepada kantor berita resmi KUNA setibanya di Wina, Omair
mengatakan bahwa pilihan OPEC adalah untuk “mempertahankan atau meningkatkan
pagu produksi,” mengesampingkan pemotongan.Organisasi Negara Pengekspor Minyak
(OPEC) yang beranggotakan 12-negara akan menggelar pertemuan pada Jumat guna
memutuskan tingkat produksi untuk semester kedua 2015, di tengah ekspektasi
bahwa tingkat produksi akan dipertahankan.Omair mengatakan para menteri dari
anggota OPEC Teluk yang selain Kuwait termasuk produser kelas berat Arab Saudi,
Uni Emirat Arab dan Qatar akan mengadakan koordinasi pembicaraan menjelang
pertemuan.Bersama-sama, empat negara Teluk menghasilkan sekitar 17 juta barel
per hari (bph) atau 55 persen dari produksi OPEC saat ini 31 juta barel per
hari. Arab Saudi sendiri memproduksi 10,3 juta barel per hari.”Adegan global
menuntut kami untuk tidak mengambil keputusan yang mungkin berdampak negatif
terhadap pasar, dan pilihan yang tersedia untuk OPEC adalah mempertahankan atau
meningkatkan pagu produksi,” kata dia.Menteri Perminyakan Saudi Ali al-Naimi
mengatakan pada Selasa bahwa strategi OPEC tidak memotong produksinya untuk
mengamankan pangsa pasar sedang bekerja.Ketika ditanya apakah strategi ini
telah berhasil, Naimi mengatakan kepada wartawan: “Jawabannya adalah ya …
Permintaan sedang meningkat. Pasokan sedang melambat. Ini adalah fakta. Pasar
sedang melakukan stabilisasi.” Beberapa anggota lain, khususnya Venezuela dan
Iran, telah menyerukan produksi dipotong untuk mendukung harga.Harga minyak
telah kehilangan hampir setengah nilai mereka sejak Juni 2014, ketika Brent
diperdagangkan di sekitar 115 dolar per barel dan minyak mentah New York di
hampir 108 dolar AS per barel.Omair mengaitkan kenaikan relatif pada harga
minyak terhadap OPEC telah memaksa beberapa produksi berbiaya tinggi terhenti,
terutama di Amerika Serikat dan Kanada, dan untuk peningkatan dalam pertumbuhan
ekonomi global.
Harga minyak dunia terus mengalami penurunan. Hingga hari
ini, harga minyak dunia masih betah berada di kisaran USD50 per barel.
US Energy Information Administration merilis sepuluh
negara penghasil minyak terbesar di dunia tahun 2014. Negara-negara ini
berhasil memproduksi jutaan barel minyak per harinya. Dilansir dari CNN Money,
Rabu (4/2/2015) berikut daftarnya.
Amerika Serikat (AS)
Negara adidaya ini menduduki peringkat pertama sebagai
negara penghasil minyak terbesar di dunia dengan 12,4 juta barel per hari.
Produksi minyak AS selalu mengalami peningkatan yang signifikan setiap
tahunnya.
Saudi Arabia
Negara yang menjadi tempat tinggalnya raja minyak ini
menduduki kedua dalam daftar negara penghasil minyak terbesar di dunia. Saudi
Arabia berhasil mencatat produksi minyak sebesar 11,6 juta barel per hari.
Rusia
Negara ini berhasil memproduksi minyak sebanyak 10,6 juta
barel per hari. Tidak hanya sebagai produsen minyak, negara ini juga dikenal Negara
yang dulu dikenal sebagai penghasil gas alam terbesar kedua di dunia.
China
China berada di posisi keempat sebagai negara penghasil
minyak terbesar di dunia. Negeri Tirai Bambu ini berhasil memproduksi 4,4 juta
barel minyak per hari.
Kanada
Di posisi lima adalah Kanada. Industri minyak bumi adalah
sektor primer andalan dari Kanada. Negara ini memproduksi minyak sebesar 4,3
juta barel per hari.
Iran
Negara di kawasan Timur Tengah seperti Iran adalah negara
yang sering berkonflik dengan negara lain karena kekayaan minyak bumi yang
dimilikinya. Berada di posisi keenam, produksi minyak bumi Iran per hari
mencapai 3,4 juta barel.
Irak
Sama hal nya dengan Iran, negara di kawasan Timur Tengah
lainnya seperti Iran juga dikenal sebagai produsen minyak terbesar di dunia.
Berada di posisi ketujuh, produksi minyak Irak mencapai 3,3 juta barel per
hari.
Uni Emirat Arab
UEAberibukota di Abu Dhabi dengan kota terbesar adalah
Dubai. UEA adalah salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia dengan
produksi sebesar 3,2 juta barel per hari. UEA berada di posisi kedelapan dalam
daftar ini.
Mexico
Mexico merupakan sebuah negara yang terletak di Amerika
Utara. Meski termasuk sebagai salah satu negara penghasil minyak terbesar di
dunia, produksi minyak Mexico terus merosot dalam beberapa tahun terakhir.
Tahun 2014 tercatat produksi minyak Mexico turun menjadi 2,8 juta barel per
hari.
Kuwait
Di posisi terakhir adalah Kuwait. Produksi minyak negara
ini diperkirakan mencapai 2,8 juta barel per hari.
No comments:
Post a Comment