Perjalanan yang belum selesai (367)
(Bagian ke tiga ratus enam puluh tujuh), Depok, Jawa
Barat, Indonnesia, 11 September 2015, 20.19
WIB).
Pengungsi banjiri Eropa, akibat konflik suriah , konflik
Yaman menyusul.
Dalam beberapa hari terakhir Eropa dibanjiri arus
pengungsi yang berasal dari konflik suriah, dan afghanistan, dan tidak lama
lagi arus pengungsi juga akan datang akibat konflik di Irak dan Yaman serta
negara-negara yang dilanda konflik dari kawasan lain.
Apalagi konflik di suriah nampaknya akan semakin parah
dengan keterlibatan Rusia dan Iran membantu rezim Assad, dan kelompok opposisi
yang dibantu Amerika Serikat dan sekutunya.
Konflik Irak yang berkepanjangan antara ISIS (Daulah
Islam Irak, Suriah dan Syam) dengan Pemerintahan dominasi Syiah di Irak yang
dibantu Iran dan Hezbollah Lebanon dan koalisi 80 negara yang dikoordinir
Amerika Serikat.
Konflik juga akan semakin hebat di Yaman antara
pemberontak Houthi Syiah melawan Pemerintah Yaman yang dibantu Arab Saudi dan
koalisi Arab dari Dewan Kerjasama Teluk
Jika konflik di kawasan ini semakin hebat, belum lagi
konflik di Afrika Utara, kemungkinan di Libya dan opposisi melawan pemerintah
otoriter Militer Mesir, maka Eropa, Australia dan Amerika Serikat harus
siap-siap menerima lebih banyak arus pengungsi dari kawasan perang ini.
(BBC) - Uni Eropa didesak menerima lebih banyak pengungsi
Presiden Komisi Eropa, Jean Claude Juncker, mengatakan
Uni Eropa menghadapi tantangan berat dengan kedatangan para pengungsi.
Dalam pidato di depan para anggota Parlemen Eropa, hari
Rabu (09/09), Juncker mendesak negara-negara anggota untuk menerima kenyataan
bahwa Eropa dipandang sebagai tempat perlindungan yang aman sekaligus sebagai
simbol harapan bagi para pengungsi.
Ia mengusulkan agar tambahan 160.000 pencari suaka
ditempatkan di seluruh negara anggota Uni Eropa dengan sistem kuota mengikat.
Sebelumnya mengemuka usul pembagian penempatan pengungsi
ke negara anggota yang kemudian ditentang sejumlah negara.
Proposal Juncker menurut rencana akan dibahas oleh para
menteri Uni Eropa hari Senin (14/09).
Menanggapi seruan presiden Komisi Eropa, Kanselir Jerman,
Angela Merkel, menegaskan negara-negara anggota Uni Eropa mestinya langsung
menyepakati kuota mengikat tanpa membatasi jumlah pengungsi yang akan diambil.
Dengan kata lain Merkel mengatakan usul Juncker adalah
permintaan minimum dan Uni Eropa harus menerima lebih banyak pengungsi.
Sementara itu Perdana Menteri Republik Ceko, Bohuslav
Sobotka, mengatakan Uni Eropa tidak harus memfokuskan diri pada rencana-rencana
baru, tapi menerapkan saja perjanjian di masa lalu soal pengungsi dan pencari
suaka.
Dalam perkembangan terkait, pemerintah Australia
mengatakan akan menampung tambahan 12.000 pengungsi dari Suriah dan Irak.
Perdana Menteri Tony Abbott mengatakan kelompok minoritas
yang mengalami penindasan, yang saat ini mencari perlindungan di Lebanon,
Yordania, dan Turki, akan mendapatkan prioritas.
Para pengungsi ini akan diterima dan menetap di Australia
mulai akhir tahun.
Kuota wajib untuk jumlah pendatang yang harus diterima
negara anggota Uni Eropa merupakan 'langkah pertama' dalam menangani krisis
pendatang.
Hal tersebut diungkapkan Kanselir Jerman, Angela Merkel,
di tengah berlanjutnya arus masuk pendatang dan pengungsi, yang mencapai
puncaknya akhir pekan lalu.
Merkel mengatakannya bersama Perdana Menteri Swedia,
Stefan Lofven, yang sedang berkunjung ke Jerman. Kedua negara sejauh ini paling
banyak menampung pendatang dan pengungsi asal Suriah.
Dengan menyebut rencana Komisi Eropa sebagai 'langkah
pertama yang penting', dia menambahkan Uni Eropa membutuhkan sistem buka-tutup
untuk membagi mereka yang berhak mendapat suaka.
Hari ini, Rabu 8 September, Komisi Eropa akan menetapkan
rencana penanganan pendatang, antara lain kuota untuk distribusi sekitar
120.000 pendatang ke negara-negara anggota.
Jerman mengatakan bisa menampug lebih banyak pendatang di
masa depan namun ingin beban itu dibagi.
Wakil Kanselir Sigmar Gabriel menyatakan negaranya mampu
menampung setidaknya 500.000 pengungsi per tahun selama tahun-tahun mendatang.
Masalah kuota ini diperkirakan akan menimbulkan perbedaan
di kalangan Uni Eropa.
Hungaria, Republik Ceko, Polandia, Slowakia dan Rumania
sudah mengungkapkan keberatan, walau Polandia belakangan mengatakan bisa
menampung lebih dari yang mereka tawarkan sebelumnya, sebanyak 2.000 pendatang,
Sementara Spanyol mengatakan akan menerima jumlah yang
ditetapkan oleh Komisi Eropa.
Jerman menegaskan negara itu mampu menampung setidaknya
500.000 pengungsi per tahun selama tahun-tahun mendatang.
Penegasan itu disampaikan oleh kata Wakil Kanselir Sigmar
Gabriel.
"Saya percaya kami pasti mampu menampung setengah
juta (pengungsi per tahun) selama tahun-tahun mendatang. Saya tidak ragu
mengenai hal itu. Bahkan mungkin lebih," katanya.
Namun ia menandaskan bahwa negara-negara lain di Eropa
harus turut memikul tanggung jawab.
Sigmar Gabriel menuturkan Jerman memerlukan tenaga kerja
ketika jumlah penduduk di sana turun.
Kesanggupan Jerman menopang ratusan ribu pengungsi yang
kini membanjiri Eropa, terutama dari negara-negara yang dilanda perang seperti
Suriah, juga disampaikan oleh Menteri Keuangan Wolfgang Schaueble.
Kepada para anggota parlemen Jerman, ia mengatakan
perekonomian negara itu cukup kuat.
Seorang pengamat mengatakan, kesediaan Jerman menerima
pengungsi tak lepas dari situasi darurat yang terjadi di Hongaria dan rasa
solidaritas di masyarakat Jerman sendiri.
Jerman dan Prancis ingin ada kuota untuk menyebar para
pengungsi dan pencari suaka di negara-negara anggota Uni Eropa, tetapi banyak di
antara mereka menentang usulan itu.
Bila proposal itu disepakati, negara-negara Uni Eropa
terancam denda jika menolak pengungsi dan pendatang yang baru-baru ini tiba di
Italia, Yunani dan Hongaria.
Pemimpin Jerman dan pemimpin Prancis mengajukan proposal
sistem baru untuk mendistribusikan para pengungsi di antara negara-negara
anggota Uni Eropa.
Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan ia dan
Kanselir Jerman Angela Merkel telah menyepakati mekanisme untuk menyebarkan
para pengungsi dan migran yang kini membanjiri Eropa.
Ditambahkan, Prancis bersedia menampung 24.000 orang.
"Kami akan menempuh langkah itu karena saya yakin
ini adalah prinsip yang mengikat Prancis," kata Presiden Hollande, Senin
(07/09).
"Kami akan melakukan hal itu karena ini adalah rencana
yang kami ajukan sendiri, dan yang kami harapkan akan diadopsi oleh Eropa
keseluruhan," katanya.
Menurutnya, berdasarkan rencana Komisi Eropa, sebanyak
120.000 pengungsi akan direlokasikan di negara-negara anggota dalam tempo dua
tahun mendatang.
Sementara itu, Kanselir Jerman Angela Merkel menandaskan
negaranya tidak akan mampu mengatasi krisis ini sendiri dan meminta
negara-negara lain untuk turut menampung pengungsi.
Sejauh ini sekitar 20.000 migran dan pengungsi
diperkirakan sudah tiba di Jerman akhir pekan lalu, sebagian besar dari
negara-negara yang dilanda perang seperti Suriah dan Afghanistan.
Namun usulan Prancis dan Jerman ditentang oleh Perdana
Menteri Hungaria Viktor Orban yang menegaskan kuota tidak akan mungkin
diterapkan berdasarkan sistem Uni Eropa yang berlaku sekarang.
Seiring krisis pengungsi Suriah yang berusaha memasuki
negara Eropa, pertanyaan muncul mengapa mereka tidak menuju negara Teluk yang
kaya dan lebih dekat jaraknya?
Selama bertahun-tahun mereka menyeberang ke Lebanon,
Yordania dan Turki, tetapi hampir tidak ada yang ke negara-negara Teluk.
Secara resmi, warga Suriah bisa melamar visa turis atau
izin kerja untuk masuk ke negara Teluk tapi biayanya amat mahal. Juga ada
aturan tak tertulis yang membatasi warga Suriah untuk mendapat visa.
Kemakmuran dan kedekatan negara Teluk dengan Suriah kini
telah menimbulkan banyak pertanyaan soal apakah mereka punya kewajiban lebih
besar ketimbang negara-negara Eropa terhadap bangsa Suriah yang mengalami
kesengsaraan dalam konflik berkepanjangan di negaranya.
"Kenapa kamu tak mengizinkan mereka masuk? Dasar
orang-orang tak sopan!?" kartun yang menyindir pemerintah negara Teluk.
Para pengguna Twitter memasang foto untuk menggambarkan
kesengsaraan pengungsi Suriah, dengan gambar para korban yang tenggelam,
anak-anak yang dibawa masuk melalui di pagar kawat berduri atau keluarga yang
tidur seadanya.
Sebuah laman Facebook bernama The Syrian Community in Denmark
berbagi video menggambarkan pengungsi yang diperbolehkan masuk Austria lewat
Hongaria, membuat pengguna lain bertanya, "Bagaimana mereka kabur dari
wilayah saudara-saudara kita sesama Muslim, yang seharusnya lebih
bertanggungjawab, ketimbang ke negara-negara yang mereka sebut sebagai 'negara
kafir'?"
Pemerintah negara Teluk tetap tak mengubah posisi mereka
untuk menolong saudara-saudaranya yang sengsara.
Pengguna lain menjawab, "Saya bersumpah atas nama
Allah yang Maha Perkasa, orang-orang Arab itulah yang kafir."
Harian Makkah menerbitkan kartun -disebarkan juga lewat
media sosial- memperlihatkan seorang pria berbaju tradisional dari negara
Teluk, melihat ke sebuah pintu berpagar kawat berduri dan menunjuk pintu lain
berbendera EU sambil berkata:
"Kenapa kamu tak mengizinkan mereka masuk? Dasar
orang-orang tidak sopan!?"
Jelas kartun ini menyindir keras sikap pemerintah
negara-negara Teluk.
Namun sekalipun banyak seruan di media sosial,
negara-negara Teluk tampaknya sulit berubah untuk menolong pengungsi Suriah
ini.
Sejumlah laporan dari Suriah menyebutkan milisi kelompok
yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS melancarkan serangan baru dengan
sasaran pangkalan militer penting di Suriah timur laut.
Pangkalan Deir ez-Zor, yang menjadi simbol keberadaan
militer pemerintah Suriah di Provinsi Deir ez-Zor, digempur ISIS sejak akhir
tahun lalu.
"Ini merupakan salah satu serangan ISIS paling
sengit," kata Rami Abdel Rahman dari kelompok pemantauan HAM Suriah.
Menurut Rahman dalam insiden ini 36 milisi dan 18 tentara
pemerintah Suriah tewas.
Sebelum merebut pangkalan militer, ISIS sudah menguasai
hampir seluruh kawasan Deir ez-Zor, provinsi di Suriah yang kaya minyak ini.
Jika ibu kota provinsi benar-benar dikuasai ISIS, maka
kota ini menjadi ibu kota provinsi kedua setelah Raqa yang jatuh ke tangan
ISIS.
Pada hari Rabu (09/09), kelompok pemberontak lain, biasa
disebut Tentara Penaklukan, merebut bandar udara militer di Provinsi Idlib, di
Suriah barat laut, yang telah dikepung selama dua tahun.
Muncul laporan lebih dari 50 tentara tewas dalam
pertempuran untuk memperebutkan bandara ini.
Idlib sekarang sepenuhnya di bawah kendali kelompok
pemberontak.
Satu Islam, Moskow – Selain mengirimkan bantuan
kemanusiaan ke Suriah, Rusia juga ternyata mengirimkan penasihat militer ke
negara tersebut. Hal tersebut diutarakan oleh juru bicara Kementerian Luar
Negeri Rusia, Maria Zakharova.
“Para penasihat militer kami yang dikirimkan ke Suriah,
bersama dengan beberapa senjata kami ditunjukan untuk membantu pemerintah
Suriah dalam memerangi terorisme,” kata Zakaharova dalam sebuah pernyataan
sebagaimana dikutip dari Sindonews.
Melansir Reuters pada Rabu 9 September 2015, ini adalah
kali pertama Rusia mengkonfirmasi bahwa mereka telah mengirimkan penasihat
militer ke Suriah. Diprediksi Rusia akan terus mengirimkan penasihat militer
mereka ke Suriah dalam beberapa pekan ke depan.
Sebelumnya diberitakan bahwa tiga pesawat militer Rusia
telah mendarat di Suriah dalam beberapa jam terakhir. Dua pesawat berjenis
kargo raksasa, yaitu Antonov-124 dan yang ketiga adalah jenis pesawat penumpang
ini pada awalnya dikabarkan hanya membawa bantuan kemanusiaan ke negara
tersebut.
Pernyataan yang diutarakan Zakharova sendiri seperti
menghidupkan kekhawatiran Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam itu memang
telah menyatakan kekhawatirannya terkait laporan yang menyatakan Rusia telah
memberikan bantuan militer kepada Suriah.
Bantuan yang ditujukan kepada pemerintahan Bashar
al-Assar tersebut ditakutkan dapat menimbulkan konfrontasi dengan pasukan
alinasi internasional.
Qatar Kirim 1.000 Pasukan Darat ke Pertempuran di Yaman
QATAR telah mengirimkan sekitar 1.000 pasukan darat ke
Yaman, lapor berbasis televisi Al Jazeera pada Senin kemarin (7/9/2015). Dan
laporan ini merupakan keterlibatan pertama Qatar dalam serangan terhadap kelompok Syiah Houthi.
Sumber-sumber militer mengatakan bahwa pasukan Qatar
sedang dalam perjalanan ke Yaman dan bersiap untuk bergabung dengan pasukan
koalisi menghadapi Syiah Houthi di ibukota Sanaa – meskipun mereka mengatakan
kepada Reuters pasukan belum memasuki negara di Semenanjung Arab tersebut.
Keterlibatan pasukan darat Qatar itu datang di tengah
eskalasi konflik setelah serangan rudal menewaskan puluhan tentara Teluk Arab,
kutip Reuters.
Al Jazeera dalam laporannya mengatakan 1.000 tentara
Qatar, yang didukung oleh 200 kendaraan lapis baja dan helikopter Apache 30
telah dikerahkan ke Yaman.
Kementerian Luar Negeri Qatar sendiri belum berkomentar
terkait adanya laporan tersebut
No comments:
Post a Comment