Perjalanan yang belum selesai (364)
(Bagian ke tiga ratus enam puluh empat), Depok, Jawa
Barat, Indonnesia, 06 September 2015,
22.00 WIB).
Semua dosa akan diampuni Allah.
Allah dalam firmannya di Al Quran maupun sunnah
(al-hikmah/hadist) menjamin manusia bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa
hambanya (manusia) selama mereka bertaubat (minta ampun pada Allah) dan tidak
berbuat syirik (menyekutukan Tuhan) atau meninggalkan perbuatan syirik sebelum
mati (meninggal), segera bertaubat (minta ampun pada Allah atas seluruh dosa
yang telah dilakukan) dengan serius dan secara konsisten melaksanakan rukun
Islam.
Allah dengan pintu Rahmat dan hidayahnya ingin seluruh
umat manusia masuk surga, namun Allah juga mengingatkan bahwa Iblis (syaitan)
adalah musuh nomer satu manusia, karena Iblis ingin ada sebagian manusia ingin
mengikuti jejaknya masuk neraka.
Allah di Al Quran dan Sunnah mengajarkan pada manusia
bagaimana caranya (resep) agar kita bisa melawan atau mengusir Iblis dari
kehidupan kita.
Bila pedoman Al Quran dan Sunnah ini kita ikuti Insya
Allah kita akan berbahagia hidup di dunia (singkat/sementara), alam kubur
(barzakh) dan alam akherat yang abadi.
Tafsir Al Mu’min Ayat 1-12
Surah Al Mu’min (Orang Yang Beriman)
Surah ke-40. 85 ayat. Makkiyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
Ayat 1-9: Membicarakan tentang kemukjizatan Al Qur’an,
ampunan Allah Subhaanahu wa Ta'aala terhadap dosa-dosa hamba-Nya yang bertobat,
penentangan terhadap agama Islam pasti menemui kegagalan, perintah agar tidak
terpedaya oleh kemakmuran orang-orang kafir, gambaran para malaikat pemikul
‘Arsy dan yang berada di sekeliling dimana mereka mendoakan kebaikan bagi kaum
mukmin dan memintakan ampunan untuk mereka.
حم (١) تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
(٢) غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لا إِلَهَ
إِلا هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ (٣) مَا يُجَادِلُ
فِي آيَاتِ اللَّهِ إِلا الَّذِينَ كَفَرُوا فَلا يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِي الْبِلادِ
(٤) كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَالأحْزَابُ مِنْ بَعْدِهِمْ وَهَمَّتْ كُلُّ
أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ وَجَادَلُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ
فَأَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ عِقَابِ (٥) وَكَذَلِكَ حَقَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ عَلَى
الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ أَصْحَابُ النَّارِ (٦) الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ
وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ
لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ
تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ (٧) رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ
جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ
وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٨) وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ
وَمَنْ تَقِ السَّيِّئَاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(٩)
Terjemah Surat Al Mu’min Ayat 1-9
1. Haa Miim.
2. [1]Kitab ini (Al Quran) diturunkan dari Allah Yang
Mahaperkasa[2] lagi Maha Mengetahui (segala sesuatu),
3. Yang mengampuni dosa[3] dan menerima tobat dan keras
hukuman-Nya[4]; yang memiliki karunia. [5]Tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah (semua makhluk) kembali.
4. [6]Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat
Allah, kecuali orang-orang yang kafir. Karena itu jangan engkau (Muhammad)
tertipu oleh keberhasilan usaha mereka di seluruh negeri[7].
5. [8]Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang
bersekutu setelah mereka[9] telah mendustakan (rasul) dan setiap umat telah
merencanakan (tipu daya) terhadap rasul mereka untuk menawannya[10] dan mereka
membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran; karena itu
Aku tawan mereka (dengan azab)[11]. Maka betapa (pedihnya) azab-Ku[12]?
6. Dan demikianlah[13] telah pasti berlaku ketetapan
Tuhanmu terhadap orang-orang kafir, (yaitu) sesungguhnya mereka adalah penghuni
neraka.
7. [14](Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy[15] dan
(malaikat) yang berada di sekelilingnya[16] bertasbih dengan memuji
Tuhannya[17] dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan untuk
orang-orang yang beriman[18] (seraya berkata), [19]"Ya Tuhan kami, rahmat
dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu[20], maka berilah ampunan
kepada orang-orang yang bertobat[21] dan mengikuti jalan (agama)-Mu[22] dan
peliharalah mereka dari azab neraka[23].
8. Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga 'Adn
yang telah Engkau janjikan kepada mereka[24], dan orang yang saleh[25] di
antara nenek moyang mereka, istri-istri, dan keturunan mereka. Sungguh,
Engkaulah Yang Mahaperkasa[26] lagi Mahabijaksana[27],
9. dan peliharalah mereka dari (bencana) kejahatan[28].
Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (bencana) kejahatan pada hari
itu[29], maka sungguh, telah Engkau menganugerahkan rahmat kepadanya[30] dan
demikian itulah[31] kemenangan yang agung[32].”
Ayat 10-12: Keadaan kaum kafir di neraka, keinginan
mereka untuk keluar dari neraka, murka Allah kepada mereka, dan kalahnya
kebatilan di hadapan kebenaran.
Terjemah Surat Al Mu’min Ayat 10-12
10. [33]Sesungguhnya orang-orang yang kafir[34], kepada
mereka (pada hari kiamat) diserukan[35], "Sungguh, kebencian Allah
(kepadamu) jauh lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri, ketika
kamu diseru untuk beriman lalu kamu mengingkarinya[36].”
11. Mereka menjawab, "Ya Tuhan kami, Engkau telah
mematikan kami dua kali[37] dan telah menghidupkan kami dua kali (pula)[38],
lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah jalan (bagi kami) untuk keluar
(dari neraka)[39]?"
12. [40]Yang demikian itu karena sesungguhnya kamu
mengingkari apabila diseru untuk menyembah Allah saja. Dan jika Allah
dipersekutukan, kamu percaya[41]. Maka keputusan (sekarang ini)[42] adalah pada
Allah Yang Mahatinggi[43] lagi Mahabesar[44].
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang
kitab-Nya yang agung, bahwa ia turun dari Allah Tuhan yang berhak disembah
karena kesempurnaan-Nya dan karena Dia yang sendiri dengan perbuatan-Nya.
[2] Dengan keperkasaan-Nya Dia tundukkan semua makhluk.
[3] Bagi orang-orang yang berdosa.
[4] Bagi orang-orang kafir atau orang yang berani berbuat
dosa dan tidak mau bertobat darinya.
[5] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menetapkan apa
yang Dia tetapkan tentang kesempurnaan-Nya, dimana hal itu mengharuskan Dia
saja yang diibadahi dan diikhlaskan amal untuk-Nya, maka Dia berfirman, “Tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.”
Sisi kesesuaian ayat di atas dengan menyebutkan turunnya
Al Qur’an dari sisi Allah Yang memiliki sifat-sifat di atas adalah bahwa
sifat-sifat tersebut menghendaki semua makna yang dicakup oleh Al Qur’an. Hal
itu, karena Al Qur’an isinya memberitakan tentang nama-nama Allah, sifat-Nya
dan perbuatan-Nya, sedangkan ayat di atas menyebutkan nama-nama Allah, sifat-Nya
dan perbuatan-Nya. Bisa juga isinya memberitakan tentang perkara-perkara gaib
yang lalu dan yang akan datang, dimana hal itu termasuk pengajaran Allah Yang
Maha Mengetahui kepada hamba-hamba-Nya. Bisa juga memberitakan tentang
nikmat-nikmat-Nya yang besar dan banyak serta perkara-perkara yang dapat
menyampaikan kepadanya, dimana hal ini ditunjukkan oleh firman-Nya, “Dzith
thaul” (artinya: yang memiliki karunia). Bisa juga memberitakan tentang
hukuman-Nya yang keras dan sesuatu yang membuat seseorang dihukum demikian
serta maksiat yang mengharuskan hukuman itu, dimana hal ini ditunjukkan oleh
firman-Nya, “Syadiidil ‘iqaab” (artinya: dan keras hukuman-Nya). Bisa juga
berisi ajakan kepada orang-orang yang berdosa untuk bertobat, kembali dan
beristighfar, dimana hal ini ditunjukkan oleh firman-Nya, “Ghaafiridz dzanbi wa
qaabilit taubi syadiidil ‘iqaab” (artinya: Yang mengampuni dosa dan menerima
tobat dan keras hukuman-Nya;). Bisa juga isinya pemberitaan bahwa Allah
satu-satunya yang berhak diibadahi serta penegakkan dalil ‘aqli (akal) maupun
naqli (wahyu) yang menunjukkan demikian, yang mendorong kepadanya, serta
melarang beribadah kepada selain Allah sambil menerangkan dalil-dalil ‘aqli dan
naqli yang menunjukkan rusaknya syirk dan menakut-nakutinya, dimana hal ini
ditunjukkan oleh firman-Nya, “Laailaaha illaa Huwa” (artinya: tidak ada Tuhan
yang berhak disembah selain Dia). Bisa juga memberitakan tentang hukum
jaza’i(balasan)-Nya yang adil, pahala untuk orang-orang yang berbuat ihsan,
hukuman bagi orang-orang yang durhaka, dimana hal ini ditunjukkan oleh firman
Allah Ta’ala, “Ilaihil mashiir” (kepada-Nyalah semua kembali). Inilah yang
dicakup Al Qur’an yang merupakan tuntutan yang tinggi.
[6] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitakan bahwa tidak
ada yang mendebat tentang ayat-ayat-Nya kecuali orang-orang yang kafir. Maksud
mendebat di sini adalah mendebat dengan maksud menolak ayat-ayat Allah,
menghadapinya dengan kebatilan, dimana hal ini termasuk perbuatan orang-orang
kafir. Berbeda dengan orang-orang mukmin, mereka tunduk kepada Allah Subhaanahu
wa Ta'aala yang menurunkan kebenaran untuk mengalahkan yang batil. Demikian
pula tidak sepatutnya bagi seseorang tertipu dengan keadaan duniawi seseorang,
dan mengira bahwa pemberian Allah kepadanya dalam hal dunia menunjukkan
kecintaan-Nya kepadanya dan bahwa dia berada di atas yang benar. Oleh karena
itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Karena itu jangan engkau
(Muhammad) tertipu oleh keberhasilan usaha mereka di seluruh negeri.” Oleh
karena itu yang wajib bagi seorang hamba adalah mengukur manusia dengan
kebenaran, melihat kepada hakikat syar’i, dan menimbang manusia dengannya, dan
tidak menimbang kebenaran dengan manusia sebagaimana yang dilakukan oleh
orang-orang yang tidak punya ilmu dan akal.
[7] Karena tempat akhir mereka adalah neraka.
[8] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam
orang-orang yang mendebat ayat-ayat Allah untuk membatalkannya sebagaimana yang
dilakukan oleh generasi sebelum mereka, seperti kaum Nuh, kaum ‘Aad, dan
orang-orang yang bersekutu lainnya yang bersama-sama berusaha membatalkan
kebenaran dan membela yang batil. Sampai-sampai mereka telah bertekad kuat
untuk membunuh pemimpin kebaikan, yaitu rasul yang diutus kepada mereka.
Bukankah ini menunjukkan kezaliman, kesesatan dan kesengsaraan mereka, sehingga
tidak ada setelahnya selain azab yang dahsyat.
[9] Seperti ‘Aad, Tsamud dan lainnya.
[10] Yang selanjutnya membunuh rasul tersebut.
[11] Disebabkan pendustaan mereka dan berkumpulnya mereka
untuk memerangi kebenaran.
[12] Ada yang berupa suara keras yang mengguntur, hujan
batu, ditelan oleh bumi, ditenggelamkan ke laut, dsb.
[13] Sebagaimana berlaku ketetapan Allah Subhaanahu wa
Ta'aala terhadap generasi terdahulu yang mendustakan, maka berlaku pula
terhadap mereka yang mendustakan sekarang ini.
[14] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang
sempurnanya kelembutan Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada hamba-hamba-Nya yang
mukmin, dan ketentuan-Nya menyiapkan sebab-sebab bahagia mereka berupa
sebab-sebab yang berada di luar kemampuan mereka, yaitu permintaan ampun
malaikat yang didekatkan untuk mereka, doa mereka untuk kebaikan agama dan
akhirat mereka, dimana di dalamnya menunjukkan kemuliaan para malaikat pemikul
‘Arsy dan yang berada di sekitarnya serta dekatnya mereka dengan Tuhan mereka,
banyaknya ibadah mereka, dan sikap tulus mereka kepada hamba-hamba Allah karena
mereka tahu bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala suka hal itu dilakukan mereka.
[15] ‘Arsy adalah atap seluruh makhluk dan merupakan
makhluk paling besar, paling luas dan paling bagus, serta paling dekat dengan
Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Arsy tersebut luasnya meliputi langit, bumi dan
kursi Allah serta malaikat tersebut. Sedangkan malaikat yang diserahkan Allah
untuk memikulnya adalah malaikat paling besar dan paling kuat. Allah Subhaanahu
wa Ta'aala memilih mereka untuk memikul ‘Arsy-Nya, mendahulukan menyebut mereka
dan kedekatan mereka menunjukkan bahwa mereka adalah malaikat yang paling
utama. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Dan malaikat-malaikat berada di
penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan malaikat menjunjung 'Arsy
Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (Terj. Al Haaqqah: 17)
[16] Yang termasuk malaikat yang didekatkan dengan Allah,
dan memiliki kedudukan serta keutamaan yang besar.
[17] Ini merupakan pujian bagi mereka karena banyaknya
ibadah mereka kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, khususnya tasbih, tahmid
serta semua ibadah yang termasuk ke dalam tasbih dan tahmid. Karena tasbih
adalah menyucikan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dari sikap manusia beribadah
kepada selain-Nya, sedangkan tahmid adalah ibadah kepada Allah Subhaanahu wa
Ta'aala. Adapun ucapan seorang, “Subhaanallahi wabihamdih” juga masuk di
dalamnya dan termasuk di antara sekian ibadah.
[18] Ini di antara sejumlah faedah dari beriman dan
keutamaannya, yaitu para malaikat yang tidak punya dosa memintakan ampunan
untuk orang-orang yang beriman. Oleh karena itu, seorang mukmin dengan imannya
menjadi sebab memperoleh keutamaan yang besar ini.
[19] Oleh karena ampunan itu memiliki sesuatu yang
melekat, dimana tidak akan sempurna ampunan itu kecuali dengannya –di samping
yang langsung ditangkap oleh akal pikiran, bahwa meminta ampunan itu adalah
agar diampuni dosa-dosa-, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan sifat doa
mereka meminta ampunan dengan menyebutkan sesuatu yang dengannya menjadi
sempurna, yaitu ucapan, "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu
meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada…dst.”
[20] Yakni ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, tidak ada
satu pun yang samar bagi-Mu dan tidak ada yang tersembunyi oleh ilmu-Mu seberat
dzarrah (biji sawi) pun di langit maupun di bumi, dan rahmat-Mu meliputi segala
sesuatu. Oleh karena itu, alam baik bagian atas maupun bagian bawah telah penuh
dengan rahmat Allah Ta’ala.
[21] Dari syirk dan maksiat.
[22] Yaitu agama Islam, yang intinya adalah mentauhidkan
Allah, menaati-Nya dan mengikuti rasul-Nya.
[23] Yakni peliharalah mereka dari azab itu sendiri dan
sebab-sebabnya.
[24] Melalui lisan para rasul-Mu.
[25] Mereka menjadi saleh karena iman dan amal saleh.
[26] Dengan keperkasaan-Mu, Engkau ampuni dosa mereka,
Engkau hilangkan hal yang dikhawatirkan mereka dan Engkau sampaikan mereka
kepada semua kebaikan.
[27] Yakni yang meletakkan sesuatu pada tempatnya. Oleh
karena itu, kami tidak meminta kepada-Mu sesuatu yang menyelisihi
kebijaksanaan-Mu, bahkan termasuk hikmah-Mu yang Engkau beritahukan melalui
lisan para rasul-Mu dan dikehendaki oleh karunia-Mu, yaitu memberi ampunan
kepada orang-orang mukmin.
[28] Kejahatan di sini adalah amal yang buruk dan
akibatnya, karena ia membuat sedih pelakunya.
[29] Yaitu hari Kiamat.
[30] Karena rahmat-Mu senantiasa mengalir kepada
hamba-hamba-Mu, tidak ada yang menghalanginya selain dosa-dosa hamba dan
keburukannya. Oleh karena itu, barang siapa yang Engkau pelihara dari
kejahatan, maka berarti Engkau telah memberinya taufik kepada kebaikan dan
kepada balasannya yang baik.
[31] Yakni hilangnya hal yang dikhawatirkan karena
dipelihara dari kejahatan dan diperolehnya hal yang dicintai karena memperoleh
rahmat.
[32] Dimana tidak ada kemenangan yang serupa dengannya.
Syaikh As Sa’diy menerangkan, bahwa doa malaikat ini
mengandung beberapa hal:
- Sempurnanya pengetahuan mereka (para malaikat) terhadap
Tuhan mereka.
- Bertawassul (menggunakan sarana dalam berdoa) kepada
Allah dengan nama-nama-Nya yang indah, dimana Dia suka jika hamba-hamba-Nya
bertawassul dengannya.
- Berdoa dengan dengan menggunakan Asmaa’ul Husna yang
sesuai. Oleh karena doa mereka isinya meminta rahmat dan meminta disingkirkan
pengaruh dari tabiat kemanusiaan yang diketahui Allah kekurangannya dan
keinginannya berbuat maksiat serta dasar-dasar dan sebab-sebab yang diketahui
oleh Allah, maka mereka bertawassul dengan nama-Nya Ar Rahiim (Yang Maha Penyayang)
dan Al ‘Aliim (Yang Maha Mengetahui).
- Sempurnanya adab mereka terhadap Allah Ta’ala dengan
pengakuan rububiyyah (pengurusan) Allah baik rububiyyyah ‘aammah (umum) maupun
khaashshah (khusus).
- Mereka (para malaikat) tidak memiliki kekuasaan apa-apa
dan bahwa doa mereka kepada Tuhan mereka muncul dari mereka yang fakir (butuh)
dari berbagai sisi, tidak bisa megemukakan keadaan apa pun, dan itu tidak lain
karena karunia Allah, kemurahan dan ihsan-Nya.
- Menurutnya mereka kepada Tuhan mereka dengan mencintai
amal yang dicintai Tuhan mereka, yaitu ibadah yang mereka lakukan dan mereka
bersungguh-sungguh sebagaimana bersungguh-sungguhnya orang-orang yang cinta.
Demikian pula mereka mencintai orang-orang yang beramal, yaitu kaum mukmin,
dimana mereka (kaum mukmin) adalah orang-orang yang dicintai Allah di antara
sekian makhluk-Nya. Semua manusia yang sudah mukallaf (terkena kewajiban)
dibenci Alah kecuali orang-orang yang beriman, maka di antara kecintaan
malaikat kepada mereka (kaum mukmin) adalah mereka berdoa kepada Allah dan
berusaha untuk kebaikan keadaan mereka, karena doa untuk seseorang termasuk
bukti yang menunjukkan kecintaannya, karena seseorang tidaklah berdoa kecuali
kepada orang yang ia cintai.
- Dari penjelasan Allah secara rinci tentang permohonan
ampun para malaikat terdapat catatan yang perlu disadari bagaimana cara
mentadabburi (memikirkan) kitab-Nya, dan bahwa tadabbur tidaklah terbatas pada
makna lafaz secara satuannya, bahkan sepatutnya ia mentadabburi makna
(kandungan) lafaz. Jika ia memahaminya dengan pemahaman yang benar sesuai
maksudnya, maka dengan akalnya ia melihat perkara itu dan jalan yang
mencapaikan kepadanya, sesuatu yang menjadi penyempurnanya dan tergantung
padanya, dan ia pun dapat meyakini bahwa Allah menginginkan demikian,
sebagaimana ia yakini makna khusus yang ditunjukkan oleh sebuah lafaz.
Yang perlu tetapkan adalah, bahwa Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menginginkan dua perkara:
Pertama, mengetahui dan memastikannya bahwa ia termasuk
yang ikut dalam makna tersebut dan tergantung dengannya.
Kedua, pengetahuannya bahwa Allah mengetahui segala
sesuatu, dan bahwa Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mentadabburi dan
memikirkan kitab-Nya.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengetahui sesuatu yang
melekat dengan makna itu, dan Dia yang memberitahukan bahwa kitab-Nya adalah
petunjuk, cahaya dan penjelas segala sesuatu, dan bahwa ia adalah ucapan yang
paling fasih dan paling jelas. Dengan demikian, seorang hamba dapat memperoleh
ilmu yang banyak dan kebaikan yang besar sesuai taufiq yang Allah berikan
kepadanya.
Namun terkadang sebagian ayat samar maknanya bagi selain
peneliti yang sehat pemikirannya. Oleh karena itu kita meminta kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aala agar Dia membukakan kepada kita sebagian di antara perbendaharaan
rahmat-Nya yang menjadi sebab baiknya keadaan kita dan kaum muslimin. Kita
tidak bisa berbuat apa-apa selain bergantung dengan kemurahan-Nya, bertawassul
dengan ihsan-Nya; dimana kita senantiasa berada di dalamnya di setiap waktu dan
setiap saat. Demikian pula kita meminta kepada Allah karunia-Nya agar Dia
memelihara kita dari keburukan diri kita yang menjadi penghalang bagi kita
untuk sampai kepada rahmat-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pemberi, yang
mengaruniakan sebab dan musabbabnya.
- Dari ayat di atas juga dapat diketahui bahwa
pendamping, baik istri, anak dan kawan bisa menjadi bahagia dengan kawannya,
dan berhubungan dengannya menjadi sebab untuk kebaikan yang akan diperolehnya,
di luar amalnya dan sebab amalnya sebagaimana para malaikat mendoakan kaum
mukmin dan orang-orang saleh dari kalangan nenek moyang mereka, istri-istri
mereka dan keturunan mereka, wallahu a’lam.
[33] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang
terbukanya aib dan kehinaan yang menimpa orang-orang kafir, permintaan mereka
untuk kembali ke dunia dan keluar dari neraka, dan tidak dikabulkannya
permohonan mereka itu serta dicelanya mereka.
[34] Disebutkan secara mutlak “orang-orang kafir” agar
mencakup semua bentuk kekafiran, baik kafir kepada Allah, kitab-kitab-Nya, para
rasul-Nya, hari akhir, dsb..
[35] Yaitu saat mereka masuk ke neraka dan mereka
mengakui bahwa mereka berhak memasukinya karena dosa-dosa yang mereka kerjakan,
maka ketika itu mereka sangat marah kepada diri mereka dengan kemarahan yang
besar, lalu diserulah mereka ketika itu seperti yang disebutkan dalam ayat di
atas.
[36] Ketika para rasul dan pengikutnya mengajakmu beriman
dan mereka tegakkan buktinya, namun kamu malah mengingkarinya dan kamu benci
kepada keimanan yang sesungguhnya Allah menciptakan kamu untuknya, dan kamu
malah keluar dari rahmat-Nya yang luas, sehingga Allah murka kepada kamu, dan
kemurkaan-Nya jauh lebih besar daripada kemurkaanmu kepada dirimu sendiri.
Kemurkaan dan siksa-Nya terus menimpamu, sedangkan hamba-hamba-Nya yang mukmin
memperoleh keridhaan Allah dan pahala-Nya. Ketika itulah mereka berangan-angan
untuk kembali ke dunia sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.
[37] Maksud dua kali mati adalah adalah kematian yang
pertama dan kematian antara dua tiupan sangkakala. Ada pula yang berpendapat
bahwa kematian yang pertama adalah pada saat mereka belum ada dan kematian yang
kedua adalah kematian yang terjadi setelah mereka terwujud ke dunia.
[38] Yaitu kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat.
[39] Dan kembali ke dunia untuk menaati Tuhan kami.
Mereka menyesal sekali terhadap langkah mereka yang salah
ketika di dunia dan berkata seperti yang disebutkan dalam ayat di atas, padahal
kata-kata itu tidak ada faedah dan gunanya sama sekali.
[40] Mereka dicela karena tidak mengerjakan sebab-sebab
keselamatan.
[41] Kamu ridha dengan sesuatu yang buruk dan rusak di
dunia dan akhirat (syirk), dan kamu benci dengan sesuatu yang baik dan saleh di
dunia dan akhirat (tauhid). Kamu dahulukan sebab kesengsaraan, kehinaan dan
kemurkaan, dan kamu benci sebab kebahagiaan, kemuliaan dan keridhaan. Hal ini
sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala berikut:
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan
dirinya di bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Jika
mereka melihat setiap ayat-ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika
mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau
menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus
memenempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat
Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.”(Terj. Al A’raaf: 146)
[42] Jika keputusan milik-Nya, maka Dia telah memutuskan
bahwa kamu wahai orang-orang kafir akan kekal di neraka selamanya, dan
keputusan-Nya tidak akan dirubah dan diganti.
TAUBAT NASHUHA
Oleh
Syaikh Salim bin Id Al Hilali
Manusia tidak lepas dari kesalahan, besar maupun kecil,
disadari maupun tanpa disengaja. Apalagi jika hawa nafsu mendominasi jiwanya.
Ia akan menjadi bulan-bulanan berbuat kemaksiatan. Ketaatan, seolah tidak
memiliki nilai berarti.
Meski manusia dirundung oleh kemaksiatan dan dosa
menumpuk, bukan berarti tak ada lagi pintu untuk memperbaiki diri. Karena,
betapapun menggunung perbuatan maksiat seorang hamba, namun pintu rahmat selalu
terbuka. Manusia diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Yaitu dengan
bertaubat dari perbuatan-perbuatan yang bisa mengantarkannya ke jurang neraka.
Taubat yang dilakukan haruslah total, yang dikenal dengan taubat nashuha.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّبُوْنَ.
رَوَاهُ التِّرْمـِذِيُّ
Setiap anak adam (manusia) berbuat kesalahan, dan
sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertaubat. [2]
لَوْ أَنَّ الْعِبَادَ لَمْ يُذْنِبُوْا لَخَلَقَ اللهُ الْخَلقَ
يُذْنِبُوْنَ ثُمَّ يَغْفِرُ لَهُمْ رَواه الْحَاكِمُ
Seandainya hamba-hamba Allah tidak ada yang berbuat dosa,
tentulah Allah akan menciptakan makhluk lain yang berbuat dosa kemudian
mengampuni mereka.[3]
Dengan bertaubat, kita dapat membersihkan hati dari noda
yang mengotorinya. Sebab dosa menodai hati, dan membersihkannya merupakan
kewajiban. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya
seorang mukmin bila berbuat dosa, maka akan (timbul) satu titik noda hitam di
hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan (perbuatan tersebut) dan memohon
ampunan (kepada Allah), maka hatinya kembali bersih. Tetapi bila menambah
(perbuatan dosa), maka bertambahlah noda hitam tersebut sampai memenuhi
hatinya. Maka itulah ar raan (penutup hati) yang telah disebutkan Allah dalam
firmanNya “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutup hati mereka. [Al Muthaffifin:14] [4]
Allah juga menganjurkan kita untuk segera bertaubat dan
beristighfar, karena hal demikian jauh lebih baik daripada larut dalam dosa.
Allah berfirman.
ۚ فَإِن يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَّهُمْ ۖ وَإِن يَتَوَلَّوْا
يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ
فِي الْأَرْضِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi
mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan
azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai
pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. [At Taubah : 74]
Rasulullah sendiri telah memberikan contoh dalam
bertaubat ini. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam banyak bertaubat dan
beristighfar, sampai-sampai para sahabat menghitungnya sebanyak lebih dari
seratus kali dalam satu majlis, sebagaimana Nafi’ maula Ibnu Umar telah
menyatakan :
كَانَ انْنُ عُمَرُيُعَدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَقُومَ
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ رَوََاهُ
التِّرْمِذِي
Ibnu Umar pernah menghitung (bacaan istighfar) Rasulullah
n dalam suatu majlis sebelum bangkit darinya seratus kali, (yang berbunyi) : Ya
Rabbku, ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha penerima
taubat lagi Maha pengampun. [5]
PENGERTIAN TAUBAT NASHUHA
Yang dimaksud dengan taubat nashuha, adalah kembalinya
seorang hamba kepada Allah dari dosa yang pernah dilakukannya, baik sengaja
ataupun karena ketidaktahuannya, dengan jujur, ikhlas, kuat dan didukung dengan
ketaatan-ketaatan yang mengangkat seorang hamba mencapai kedudukan para wali
Allah yang muttaqin (bertakwa) dan (ketaatan) yang dapat menjadi pelindung
dirinya dari setan.
HUKUM DAN ANJURAN TAUBAT NASHUHA
Hukum taubat nashuha adalah fardhu ‘ain (menjadi
kewajiban setiap individu) atas setiap muslim. Dalilnya :
1. Firman Allah :
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung. [An Nuur : 31].
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً
نَّصُوحًا
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan taubat yang semurni-murninya. [At Tahriim : 8].
2. Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللهِ فَإِنِّيْ
أَتُوْبُ إِلَى اللهِ فِيْ الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّة.ٍ رَوَاهُ مُسْـلِمٌ
Wahai, kaum mukminin. Bertaubatlah kepada Allah, karena
saya juga bertaubat kepada Allah sehari seratus kali.[6]
Umat Islam juga telah bersepakat tentang kewajiban
bertaubat, sebagaimana dinyatakan Imam Al Qurthubi : “(Para ulama) umat telah
ijma’ (bersepakat) bahwa hukum bertaubat adalah fardhu (wajib) atas seluruh
mukminin” [7]. Ibnu Qudamah juga menyatakan demikian [8].
KELUASAN RAHMAT ALLAH DAN KEUTAMAAN TAUBAT NASHUHA
Manusia hendaklah jangan khawatir jika taubatnya tidak
diterima, karena rahmat Allah sangat luas, sebagaimana do’a para malaikat yang
dijelaskan dalan firmanNya :
رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ
لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ
Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala
sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti
jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala.
[Al Mu’min:7].
SYARAT TAUBAT NASHUHA
Agar taubat nashuha bisa diterima Allah Subhanahu wa
Ta'ala, ada beberapa syarat yang harus dipenuhinya :
1. Islam.
Taubat yang diterima hanyalah dari seorang muslim. Adapun
orang kafir, maka taubatnya ialah dengan masuk memeluk Islam. Allah berfirman.
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ
حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ
يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang
yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang
di antara mereka, (barulah) ia mengatakan "Sesungguhnya saya bertaubat
sekarang ". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang
mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang
pedih. [An Nisaa’ : 18].
2. Ikhlash.
Taubat yang diterima secara syari’at, hanyalah yang
didasari dengan keikhlasan. Taubat karena riya` atau tujuan duniawi, tidak
dikatakan sebagai taubat syar’i. Allah berfirman.
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ
وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَسَوْفَ يُؤْتِ
اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan
dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama
mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan
kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.
[An Nisaa’ : 146].
3. Mengakui dosanya.
Taubat tidak sah, kecuali setelah mengetahui perbuatan
dosa tersebut dan mengakui kesalahannya, serta berharap selamat dari akibat
buruk perbuatan tersebut.
4. Penuh penyesalan.
Taubat hanya bisa diterima dengan menunjukkan
penyesalannya yang mendalam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
:
النَّدَمُ تَوْبَةٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه
Penyesalan adalah taubat.[9]
5. Meninggalkan kemaksiatan dan mengembalikan hak-hak kepada
pemiliknya.
Orang yang bertaubat wajib meninggalkan kemaksiatannya
dan mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya, jika berupa harta atau yang
sejenisnya. Kalau berupa tuduhan fitnah atau yang sejenisnya, maka dengan cara
meminta maaf. Apabila berupa ghibah (menggunjing), maka dengan cara memohon
dihalalkan (ditoleransi) selama permohonan tersebut tidak menimbulkan pengaruh
buruk yang lain. Bila ternyata berimplikasi buruk, maka cukuplah dengan
mendoakannya untuk meraih kebaikan.
6. Masa bertaubat sebelum nafas berada di kerongkongan
(sakaratul maut) dan sebelum matahari terbit di arah barat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
menjelaskan dalam sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.
رَوَاهُ التِرْمِذِي
Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba sebelum
nafasnya berada di kerongkongan [10].
الْهِجْرَةُ لاَ تَنْقَطِعُ حَتَّى تَنْقَطِعَ الْتَوْبَةُ وَلاَ
تَنْقَطِعُ الْتَوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا. رَوَاهُ أبو دَاوُد
وَأَحْمَدُ
Hijrah tidak terputus sampai terhentinya (masa untuk)
taubat, dan taubat tidak terputus sampai matahari terbit dari sebelah barat
[11].
7. Istiqamah setelah bertaubat.
Allah berfirman.
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا
ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. [Huud : 112].
8. Mengadakan perbaikan setelah taubat.
Allah berfirman.
وَإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ
عَلَيْكُمْ ۖ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ ۖ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ
مِنكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِن بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ
Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami
itu datang kepadamu, maka katakanlah "Salaamun-alaikum. Rabb-mu telah
menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang
berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat
setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al An’am : 54].
YANG HARUS DIINGAT KETIKA BERTAUBAT
1. Meyakini bahwa Allah Maha mengetahui dan Maha melihat.
Allah mengetahui segala yang tersembunyi dan yang disembunyikan di dalam hati.
Meskipun kita tidak melihatnya, tetapi Dia pasti melihatnya.
2. Lihat keagungan Dzat yang Anda durhaai, dan jangan melihat
kepada kecilnya obyek maksiat, sebagaimana firmanNya.
نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ وَأَنَّ
عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ
Kabarkan kepada hamba-hambaKu, bahwa sesungguhnya Aku-lah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azabKu adalah
azab yang sangat pedih. [Al Hijr : 49- 50].
3. Ingatlah, bahwa dosa itu semuanya jelek dan buruk,
karena ia menjadi penghalang dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
4. Meninggalkan tempat-tempat kemaksiatan dan teman-teman
yang berperangai buruk, yang biasa membantunya berbuat dosa, serta memutus
hubungan dengan mereka selama mereka belum berubah menjadi baik.
HAL-HAL YANG MENGHALANGI TAUBAT
Di antara hal-hal yang menghalangi dosa ialah :
1. Bid’ah dalam agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah.
[Ash-Shahihah No. 1620]
2. Kecanduan minuman keras. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ
لَيْلَةً فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَإِنْ عَادَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ
تَعَالَى أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ نَهَرِ الْخَبَالِ قِيلَ وَمَا نَهَرُ الْخَبَالِ قَالَ
صَدِيدُ أَهْلِ النَّارِ رَوَاهُ أَحْمَد
Barangsiapa yang minum khamr (minuman keras), maka
shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam. Jika ia bertaubat, maka
Allah akan menerimanya. Namun, bila mengulangi lagi, maka pantaslah bila Allah
memberinya minuman dari sungai Khibaal. Ada yang bertanya: “Apa itu sungai
Khibaal?” Beliau menjawab,”Nanah penduduk neraka.[12]
Demikianlah secara ringkas risalah tentang taubat
nashuha. Semoga dapat menjadi pengingat kita untuk senantiasa bertaubat kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun
IX/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647,
08157579296]
[43] Dia Mahatinggi secara mutlak dari berbagai sisi,
tinggi dzat-Nya, tinggi kedudukan-Nya, dan tinggi kekuasaan-Nya. Termasuk di
antara tinggi kedudukan-Nya adalah sempurnanya keadilan Allah Subhaanahu wa
Ta'aala, dan bahwa Dia meletakkan segala sesuatu pada tempatnya serta tidak
menyamakan antara orang-orang yang bertakwa dengan orang-orang yang durhaka.
[44] Dia memiliki kebesaran, keagungan dan kemuliaan,
baik pada nama-Nya, sifat-Nya mupun perbuatan-Nya yang suci dari setiap cacat
dan kekurangan.
No comments:
Post a Comment