!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, April 18, 2014

Krisis Ukraina Ubah Peta Kebijakan Obama

Krisis Ukraina Ubah Peta Kebijakan Obama


Krisis Ukraina  dan sikap agresif  baru Rusia telah menggoyang peta diplomasi dunia dan memaksa Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama untuk mengkaji ulang kebijakan politik luar negerinya.
Kemelut Ukraina mengalihkan agenda ekonomi jangka pendek Obama, justru pada tahun pemilihan umum yang sangat penting. Krisis telah melahirkan komplikasi politik, di tengah-tengah dalamnya tekanan AS terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin.

Gedung Putih pada Rabu menyatakan, pemerintahan Obama sedang mempersiapkan sanksi lebih tegas terhadap Kremlin. Terlebih menjelang negosiasi yang dijadwalkan Kamis ini di Jenewa. Jika Rusia–dalam negosiasi itu–tak menunjukkan tanda-tanda bakal menurunkan eskalasi ketegangan, sangat mungkin sanksi akan diperberat.

“Kita tak butuh berperang,” papar Obama kepada CBS News. “Apa yang kita perlukan adalah pengakuan bahwa negara-negara dunia, seperti Ukraina, bisa berhubungan dengan para tetangga.” Dan, lanjut Obama, negara-negara lain tidak perlu melanggar kedaulatan Ukraina.

Dalam jangka panjang, bentrokan Barat dengan Rusia atas serangan di Ukraina bisa mendekati bentukan Perang Dingin. Jika terjadi, implikasinya terhadap pemerintahan Obama akan meluas. Bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga skala global, termasuk Eropa, Timur Tengah dan Asia.
Upaya Obama guna mengurangi senjata nuklir, yang banyak membuat kemajuan, kini justru diragukan. Gagasan soal sistem pertahanan rudal di Eropa sepertinya akan mendapat lebih banyak perhatian. Ide pertahanan rudal sempat tergelincir dalam beberapa tahun lalu. Obama bersitegang dengan Presiden Rusia saat itu, Dmitry Medvedev.

Washington dan negara-negara Eropa barangkali harus kembali mempertimbangkan rencana penurunan anggaran militer.
Kebuntuan berlarat-larat antara AS dan Rusia akan menimbulkan pertanyaan tentang kooperasi Moskow, baik dalam kerusuhan Suriah maupun pengendalian program nuklir Iran.

Di Asia, hubungan AS dan Cina kini menjadi penting. Penguatan relasi keduanya dibutuhkan untuk mengimbangi dinginnya hubungan AS dan Rusia. Pada saat yang sama, perubahan akan merumitkan upaya Obama guna mengendalikan pengaruh Beijing di Asia Pasifik.

Persoalan lain menyangkut fokus luar negeri Gedung Putih untuk memindahkan poros ke Asia. Perhatian Washington dalam upaya ini tampaknya bakal berkurang, lantaran persoalan di Eropa membutuhkan atensi lebih besar.

Senator John McCain dari Partai Republik menekankan dalamnya dampak konflik Ukraina, Rabu. Ia mengingatkan Gedung Putih untuk mengalihkan pemikiran atas Rusia. Sekarang, katanya, semua menjadi jelas bahwa Moskow telah mengambil “jalur yang gelap” di bawah Putin.

“Kita perlu mengakui kenyataan dan membuat kebijakan atas dasar ini: Presiden Putin, dan keinginannya untuk mengembalikan dominasi imperial negara-negara pecahan Uni Soviet, akan mendatangkan tantangan geopolitik. Tidak hanya bagi negara-negara tetangga Rusia, tetapi visi kita atas Eropa,” papar McCain.

“Kita perlu mempersiapkan–lepas dari upaya dan niat terbaik sejak 1991—hubungan yang lebih kompetitif dengan Rusia-nya Presiden Putin.”
Pada akhirnya, krisis Ukraina bisa menantang kebijakan luar negeri Obama: secara mendasar akan mengubah peran AS di dunia, lewat pelonggaran keterlibatan dalam konflik luar negeri. Pada saat ketegangan meningkat, tindakan Putin bisa mengatur ulang semua kebijakan luar negeri.

Pejabat Gedung Putih secara pribadi mengakui, hubungan AS dan Rusia tak bakal bisa pulih sepanjang masa kepemimpinan Obama selama 2,5 tahun ini. Gedung Putih terus mengharap Rusia bekerja sama dalam perundingan nuklir dengan Iran, juga penghancuran senjata kimia Suriah. Namun sektor lain, seperti perdagangan, cenderung terlibas.
Pejabat AS merencanakan agar Obama menghabiskan banyak waktu di Eropa. Di sana, ia diharapkan dapat memenuhi permintaan negara-negara Eropa Timur akan kehadiran personel Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Harapan itu, pada gilirannya, memperumit janji Obama di Asia. Dalam kunjungan pekan depan  ke Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Filipina, Obama ditantang untuk meyakinkan mitra Asia, bahwa mereka tetaplah prioritas AS.

Pada saat yang sama, kepada Beijing Obama harus menekankan dua poin. Pertama, bahwa upaya Putin agar warga berbahasa Rusia di Ukraina bisa menentukan nasib sendiri bertentangan dengan kepentingan Cina di Asia. Kedua, Rusia mengusik stabilitas global, sesuatu yang penting maknanya bagi Cina.

No comments:

Post a Comment