!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Thursday, May 30, 2013

TEROR PEMERASAN LEWAT TELPON



TEROR PEMERASAN LEWAT TELPON

Teror ternyata bukan hanya monopoli teroris melalui bom yang mematikan, namun teror yang mengancam nyawa manusia juga terjadi melalui telpon.

‘’selamatkan dulu nyawa anak saya, uang kini lagi saya cari, nanti segera saya cari,’’teriak Siti Masfufah, ibu berumur 49 tahun , sambil gemetaran di depan gagang telepon di rumahnya di villa Pertiwi Blok 01 No.17 Depok , Jawa Barat, Rabu, 29 Mei 2013 sekitar pukul 11.00 pagi.

Beberapa menit sebelumnya siti mendapat telpon dari seseorang  memberi kabar pada Siti kalau anaknya baru terjadi kecelakaan di sekolah. ‘’Terjadi pendarahan pada kepala anak ibu, kini sudah ada di rumah sakit, Cibinong, Jawa Barat. Namun, rumah sakit belum memiliki sebuah alat, guna memulihkan kepala anak ibu. Alat itu hanya ada di Kimia Farma, dan ibu bisa langsung menghubungi dr.Dedi di nomer telpon 085325879415. Kalau Ibu tidak segera transfer Rp 11,5 juta, maka nyawa anak ibu dalam 10 menit tidak bisa ketolong lagi,’’ teriak orang itu.

‘’Ia pa , tapi selamatkan nyawa anak saya dulu, uang lagi saya cari dari saudara-saudara anak saya, kata siti masfufah yang baru saja mengontak dr.Dedi di Nomer HP di atas.

‘’ apakah ibu punya nomer rekening bank,’’ teriak yang mengaku Prof.Dedi’’. ‘’Tidak punya’’, jawab siti. Apakah ibu punya uang kas Rp 11,5 juta,’’ tanya orang itu lagi. ‘’saya juga ngak punya uang sebesar itu.

Sebenarnya si penelpom tidak penah menyebut nama anak Ibu siti Masfufah. Nampaknya si penelepon hanya spekulasi saja di kiranya anak ibu siti masih duduk di bangku sekolah.

Namun, dialog yang tidak masuk akal ini telah membuat panik Siti Masfufah, karena kebetulan anaknya ketika itu tengah mengadakan wawancara rekrutmen guru di Sekolah Menengah Pertama Islam di kawasan Beji, Depok.
Namun, karena yang di dengar dari telpon telah terjadi kecelakaan di sekolah, maka secara kebetulan anaknya memang tengah berada di sebuah sekolah.

Sebenarnya anak ibu siti bukan lagi anak sekolahan, usianya sudah 27 tahun, sarjana Sastra Inggris dari Universitas Nasional Jakarta. Pagi itu dia  tengah interview calon jadi guru bahasa Inggris di sekolah itu, setelah Nina Kirana, nama anak ini disuruh mundur sebagai Customer Serice Bank Panin cabang Pacenongan.

Nina disuruh HRDnya mengundurkan diri karena belum genap dua tahun pengangkatannya sebagai pegawai tetap, yang tinggal tiga bulan lagi, namun karena tanggal 1 Juni 2013 ini dia harus menikah , padahal statusnya masih percobaan tinggal 3 bulan lagi diangkat.

Padahal menurut Kepala Cabang Bank Panin di Atrium Senen yang menjadi bos Nina,sebelum Nina di pindahkan ke Bank Panin Cabang Pecenongan adalah staf yang rajin dan berprestasi, penghargaan dari Bank Panin kepada Nina Kirana diberikan, karena prestasinya seperti dalam hal memperolah nasabah baru yang mengajulan kartu kredit.

‘’Namun, karena saya sudah memberi tahu HRD sebelumnya bahwa saya anak menikah dan juga undangan sudah disebar,’’maka saya memilih untuk mundur dari Panin. Itulah sebabnya saya mencoba peruntungan dengan profesi baru sebagai guru.

‘’Mana Nina 2-3 hari lagi mamu nikah, ya  Allah, selamatkan anakku,’’ kata siti sambil gemetaran. Untungnya Ibu Siti Masfufah ngak ada sakit jantung, ‘’Kalau dia lemah jantung mungkin Ibu Siti bisa lewat,’’ kata Ibu Endit, tetangga ibu siti.

Memang nomer hand phone Nina Kirana sedang mati, sehingga ngak bisa dihubungi. Siti segera menhubungi calon suami Nina, Indra Santoso yang tengah bekerja di sebuah perusahaan kontraktor perminyakan di kawasan Jakarta Selatan.

Kebetulan Indra Santoso inilah yang menjemput Nina dari Rumahnya sekolah Terpadu Islam itu. ‘’Mah, tadi Nina sms setelah wawancara mau ke supermarket Giant di BBM Depok,’’ kata Indra kepada Siti melalui telpon.

Segera saja Siti bergegas ke Giant,namun baru dua menit naik ojek Siti berpapasan dengan Nina, yang baru saja tiba di rumahnya. ‘’Itu Nina, Alhamdulilah Nina masih selamat, kata Ibu Siti.

Beberapa waktu sebelumnya ini juga dialami keluarga Ibu Nanang dan Keluarga Ibu Endit yang juga tinggal di Villa Pertiwi.
‘’Dulu ada yang telp bahwa nak saya juga namanya Nina dan suaminya kecelakaann mencoba memeras saya seperti yang dialami Ibu Siti.

 Pengalaman serupa juga dikisahkan oleh Ibu Nanang. Jadi para ibu dan orang tua di seluruh Indonesia anda harus hati-hati, jangan cepat percaya dengan penelepon gelap yang mencoba memeras kita melalui telpon dengan gaya seperti halnya para teroris. ‘’yang meneror orang yang mengancam anaknya akan meninggal kalau tidak mentransfer sejumlah uang. Waspada dan hati-hatilah.


No comments:

Post a Comment