Sukarno dan Agus Salim |
Perjalanan yang belum selesai (31)
(Bagian ke tigapuluhsatu, Depok, Jawa Barat,Indonesia, 3
September 2014, 07.55 WIB)
Saya melihat Presiden Sukarno (melihat secara fisik) ketika
Presiden pertama Indonesia berkunjung ke kota Balikpapan tahun 1965, ketika itu
saya bersama rekan-rekan di sekolah Taman Kanak-Kanak Persit Kartika Candra
Kirana di sebelah lapangan Soedirman mengenakan baju pramuka dan membawa
bendera merah putih kecil berbaris di sepanjang jalan di sekitar Jalan raya
berdekatan dengan Bandara Sepinggan.
Pada tahun ini pelabuhan kapal Balikpapan dipenuhi kapal
selam dan kapal perang milik Uni Soviet, dan banyak tentara Rusia tinggal di
Perumahan di sekitar Lapangan Sudirman.
Sukarno dan Istri |
Soekarno
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk film tahun 2013, lihat Soekarno (film).
Ir. Soekarno
Presiden Indonesia ke-1
Masa jabatan
18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967 (21 tahun)
Wakil Presiden Mohammad
Hatta (1945)
Didahului oleh Tidak
ada, jabatan baru
Digantikan oleh Soeharto
Informasi pribadi
Lahir Kusno
Sosrodihardjo
6 Juni 1901
Bendera Belanda Surabaya, Jawa Timur, Hindia Belanda
Meninggal 21 Juni
1970 (umur 69)
Bendera Indonesia Jakarta, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Partai politik PNI
Suami/istri Oetari
(1921–1923)
Inggit Garnasih (1923–1943)
Fatmawati (1943–1956)
Hartini (1952–1970)
Kartini Manoppo (1959–1968)
Ratna Sari Dewi (1962–1970)
Haryati (1963–1966)
Yurike Sanger (1964–1968)
Heldy Djafar (1966–1969)
Anak Guntur
Soekarnoputra
Megawati Soekarnoputri
Rachmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri
Guruh Soekarnoputra (dari Fatmawati)
Taufan Soekarnoputra
Bayu Soekarnoputra (dari Hartini)
Totok Suryawan (dari Kartini Manoppo)
Kartika Sari Dewi Soekarno (dari Ratna Sari Dewi)
Profesi Insinyur
Politikus
Agama Islam
Tanda tangan
Dr.(HC) Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir:
Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya[1][2][3][4], Jawa Timur, 6 Juni 1901 –
meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun)[5] adalah Presiden
Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966.[6] Ia memainkan peranan
penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[7] Ia
adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang
terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali
mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia
sendiri yang menamainya.[7]
Sukarno |
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966
Supersemar yang kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan
Markas Besar Angkatan Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.[7]
Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai
Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di
parlemen.[7] Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno
diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada
tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik
Indonesia.[7]
Nama[sunting | sunting s
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno
Sosrodihardjo oleh orangtuanya.[6] Namun karena ia sering sakit maka ketika
berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.[6][8] Nama
tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu
Karna.[6][8] Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam
bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan
"su" memiliki arti "baik".[8]
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama
Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama
tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[8]:32. Ia tetap menggunakan nama
Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan
yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh
diubah, selain itu tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50
tahun[8]:32. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed Soekarno[sunting | sunting sumber]
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang
ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali
berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa
nama kecil Soekarno?"[butuh rujukan] karena mereka tidak mengerti
kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama
saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu
menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa
Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika
menunaikan ibadah haji.[9] Dalam beberapa versi lain,[butuh rujukan] disebutkan
pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat
muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk
mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
Dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia
(terjemahan Syamsu Hadi. Ed. Rev. 2011. Yogyakarta: Media Pressindo, dan
Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-032-7-9) halaman 32 dijelaskan bahwa namanya
hanya "Sukarno" saja, karena dalam masyarakat Indonesia bukan hal
yang tidak biasa memiliki nama yang terdiri satu kata.
Kehidupan[sunting | sunting sumber]
Masa kecil dan remaja[sunting | sunting sumber]
Rumah masa kecil Bung Karno
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama
Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.[6] Keduanya
bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah
Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.[6] Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan
dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama
Islam.[6] Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum
Soekarno lahir.[10] Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden
Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.[6]
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya
ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota
tersebut.[6] Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse
School, sekolah tempat ia bekerja.[10] Kemudian pada Juni 1911 Soekarno
dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di
Hoogere Burger School (HBS).[6] Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan
pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa
Timur.[6] Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang
bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[6] Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal
bagi Soekarno di pondokan kediamannya.[6] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu
dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat
itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.[6]
Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang
dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.[6] Nama organisasi tersebut
kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.[6] Selain itu,
Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin
oleh Tjokroaminoto.[10]
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921[11], bersama Djoko
Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool
te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil
pada tahun 1921[12], setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada
tahun 1922 mendaftar kembali[13] dan tamat pada tahun 1926.[14] Soekarno
dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis
ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur
lainnya.[15] Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan
"Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang
insinyur orang Jawa".[16] Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan
Soetedjo[17], selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes
Alexander Henricus Ondang.[18]
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi
yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[6] Di
sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr.
Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische
Partij.
Sebagai arsitek[sunting | sunting sumber]
Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga
dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng
(sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada
tahun 1926.[19] [20] [21]
Pekerjaan dan Karya di Bidang Arsitektur[sunting |
sunting sumber]
Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur
bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya
bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan
lainnya.
Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang
beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.[22]
Pengaruh Terhadap Karya Arsitektural Semasa Menjadi
Presiden[sunting | sunting sumber]
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya
arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan
secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke negara-negara
Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss. Membuat cakrawala
alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan
menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka[23]. Soekarno membidik Jakarta
sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional
yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang
diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya
dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa
arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek
junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui
sayembara[24]
Masjid Istiqlal 1951
Monumen Nasional 1960
Gedung Conefo [24]
Gedung Sarinah [24]
Wisma Nusantara [24]
Hotel Indonesia 1962[25]
Tugu Selamat Datang[25]
Monumen Pembebasan Irian Barat[25]
Patung Dirgantara[25]
Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah
Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide
arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan
sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi
akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun
1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i
menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf [21]
Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang
diresmikan pada tahun 1957 [21]
Keluarga Soekarno[sunting | sunting sumber]
Raden Soekemi Sosrodihardjo
Ida Ayu Nyoman Rai
Soekarno (1901-1970)
Oetari (menikah 1921;berpisah 1923)
Inggit Garnasih (menikah 1923)
Fatmawati (menikah 1943)
Guntur (l.1944)
Megawati (l.1947)
_Rachmawati_ (l.1950)
_Sukmawati_ (l.1952)
___Guruh___ (l.1953)
Hartini (menikah 1952)
Taufan (1951-1981)
Bayu (l.1958)
Ratna (menikah 1962)
Kartika (l.1967)
Haryati (menikah 1963)
Ayu
Yurike Sanger (menikah 1964)
Kartini Manoppo
Totok (l.1967)
Heldy Djafar (menikah 1966)
Kiprah politik[sunting | sunting sumber]
Question book-new.svg
Artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber
tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki artikel ini
dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat
dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus.
Masa pergerakan nasional[sunting | sunting sumber]
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika
dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno
sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan
saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan
Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato
menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan
perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan
dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda. [26]
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club
di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh
Dr. Soetomo.[6] Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia
yang didirikan pada tahun 1927.[14] Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya
ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya
dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930
ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang
fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal
31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai
Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali
ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno
hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara
seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam
bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke
Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang
pada tahun 1942.
Masa penjajahan Jepang[sunting | sunting sumber]
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah
Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama
untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada
Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu
populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang
memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno,
Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga
lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai
organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI,
tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan
lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh
nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah
seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah
fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan
menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski
sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin
serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di
antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan
Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk
untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo
mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes
Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan
kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia
tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang
terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap
keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh
Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat
Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah
urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi
bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan
Jepang, antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi[sunting | sunting sumber]
Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di
Rengasdengklok.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan
diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang
terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan
orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,
terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan
Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan
Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain
Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar
Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia,
karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang
sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para
tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang.
Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk
kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat
itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini
merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW
yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta
diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada
tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden
dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat
menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000
rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata
lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh
Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan
Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno.
Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat
provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di
bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya
Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu,
Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta
ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah
kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara
(presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem
pemerintahan berubah menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden
Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala
Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan
maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini
ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi
kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam
menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang
menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah
pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada
kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa
Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya
yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan[sunting | sunting sumber]
Soekarno dan Josip Broz Tito
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda
menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai
Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai
perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr
Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari
seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada
tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan
Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku
jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan
Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya
kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih
kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana
menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur
jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem multipartai,
bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga
ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas
pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa
di kalangan Angkatan Udara.
Soekarno dan John F. Kennedy
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan
di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika,
masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri,
menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk
mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasasila
Bandung. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik
akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap
masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran
akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan
dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya.
Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir),
Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia
mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat
jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun
sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat
ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai
negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari
kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan
Indonesia.[butuh rujukan]
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif
dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan
bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev
(Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba),
Mao Tse Tung (RRC).
Masa Keterpurukan[sunting | sunting sumber]
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah
enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30
September atau G30S pada 1965.[27][14] Pelaku sesungguhnya dari peristiwa
tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di
dalamnya.[14] Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan
KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan
menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar
PKI dibubarkan.[27] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena
bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).[7][27]
Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam
politik.[14][7]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah
Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.[27] Isi dari surat tersebut
merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan
yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi
presiden.[27] Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat
menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai
organisasi terlarang.[27] Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya,
yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP
No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar
untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.[28]
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban
mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS.[27]
Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni
1966.[7] MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut.[27]
Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10
Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang
sama.[27]
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno
menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.[28]
Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala
pemerintahan Indonesia.[28] Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun
mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi
dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan
umum berikutnya.[28]
Sakit hingga meninggal[sunting | sunting sumber]
Makam Presiden Soekarno di Blitar, Jawa Timur.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan
Agustus 1965.[28] Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan
pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.[28] Prof. Dr.
K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal
kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan
tradisional.[28] Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal
pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat)
Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik.[28][6] Jenazah
Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna
Sari Dewi.[28] Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno
sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter
kepresidenan.[28] Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang
ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor
Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.[28]
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai
berikut:[28]
Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan
kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam
keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan
kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan
di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota
Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno.[28] Hal tersebut
ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970.[28] Jenazah Soekarno dibawa ke
Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan
dengan makam ibunya.[28] Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI
Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.[28] Pemerintah kemudian
menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.[28]
Peninggalan[sunting | sunting sumber]
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno
pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100
Tahun Bung Karno".[10] Prangko yang diterbitkan merupakan empat buah
prangko berlatar belakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri
Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia.[10]
Prangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno
pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno
ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di atasnya. Sementara
itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno
saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno
ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut
dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum
Peruri.[10] Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga
lima macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos, dua
macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.[10]
Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh
Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan gambar
Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.[29] Penerbitan itu bersamaan dengan
ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno,
ke Kuba.
Gelanggang Olahraga Bung Karno pada 1962.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah
gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang
Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian
Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks olahraga ini
diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden
Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang
Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung
Karno.[30]
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama
Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung
Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk
membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini
dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati.
Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan
Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno,
Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.[31]
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk
mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno
yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.[32] Yayasan tersebut didirikan
pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur
Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra,
dan Kartika Sari Dewi Soekarno.[32] Pada tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka
stan di Arena Pekan Raya Jakarta.[10] Di stan tersebut ditampilkan video pidato
Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung
Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.[10]
Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata Soekarno dijual di
stan tersebut.[10] Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi
pidato Soekarno, serta kartu pos Soekarno.[10]
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku
memiliki harta benda warisan Soekarno.[10] Soenuso mengaku merupakan mantan
sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang.[10] Ia pernah
menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada
sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor.[10] Benda-benda tersebut
antara lain sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam
register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London
serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito
hibah.[10] Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta
sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland.[10]
Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar
yang memastikan keaslian dari emas tersebut.[33]
Penghargaan[sunting | sunting sumber]
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor
Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri.[34] Perguruan
tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara
lain Universitas Gajah Mada (19 September 1951), Institut Teknologi Bandung (13
September 1962), Universitas Indonesia (2 Februari 1963), Universitas
Hasanuddin (25 April 1963), Institut Agama Islam Negeri Jakarta (2 Desember
1963), Universitas Padjadjaran (23 Desember 1964), dan Universitas Muhammadiyah
(1 Agustus 1965).[34] Sementara itu, Universitas Columbia (Amerika Serikat),
Universitas Berlin (Jerman), Universitas Lomonosov (Rusia) dan Universitas
Al-Azhar (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi
Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.[34]
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal
selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo
Mbeki.[10] Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The Order
of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin,
tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas.[10] Soekarno mendapatkan
penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas
internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi
inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan
diri dari apartheid.[10] Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di
Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati
Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.[10]
(Bersambung)
No comments:
Post a Comment