Habibie dan prototipe rancangannya |
Perjalanan yang belum selesai (32)
(Bagian ketigapuluhdua, Depok, Jawa Barat, Indonesia, 3 September
2014, 12.59 WIB)
Sekitar tahun 1987, ketika masih menjadi reporter Lembaga
Kantor Berita Antara (LKBN Antara) saya ditugaskan chief reporter Parni Hadi
untuk mewawancarai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) B.J.Habibie di
gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) di Jalan Thamrin Jakarta Pusat.
Setelah bersalaman, kami masuk ruang kerja Bapak Habibie,
dalam wawancara yang berlangsung santai itu ternyata tidak terasa menghabiskan
waktu empat jam, karena BJ Habibie banyak bercerita soal Industri Pesawat
Terbang (PT IPTN) dan masa depan industry pesawat terbang di Indonesia.
Kini terbukti semakin banyak Indonesia yang bepergian
menggunakan pesawat terbang, selain banyak penerbangan di Indonesia menjual
tiket dengan murah, namun sayang Pesawat yang digunakan industry pesawat
terbang di Indonesia adalah kalu tidak buatan Amerika Serkat (Boeing) juga
buatan Eropa Airbus. Masih sedikit buatan IPTN.
Bacharuddin Jusuf Habibie
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Prof. Dr. -Ing. H.
Bacharuddin Jusuf Habibie
Presiden Indonesia ke-3
Masa jabatan
21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999
Wakil Presiden Tidak
ada
Didahului oleh Soeharto
Digantikan oleh Abdurrahman
Wahid
Wakil Presiden Indonesia ke-7
Masa jabatan
11 Maret 1998 – 21 Mei 1998
Presiden Soeharto
Didahului oleh Try
Sutrisno
Digantikan oleh Megawati
Sukarnoputri
Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia
ke-1
Masa jabatan
29 Maret 1978 – 16 Maret 1998
Presiden Soeharto
Didahului oleh Tidak
ada
Digantikan oleh Rahardi
Ramelan
Informasi pribadi
Lahir 25 Juni 1936
(umur 78)
Flag of the Netherlands.svg Parepare, Sulawesi Selatan,
Hindia Belanda
Kebangsaan Bendera
Indonesia Indonesia
Bendera Jerman Jerman (Kehormatan)
Partai politik Golkar
Suami/istri Hasri
Ainun Habibie
Anak Ilham Akbar
Thareq Kemal
Alma mater Institut
Teknologi Bandung
Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule Aachen
Profesi Insinyur
Agama Islam
Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di
Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936; umur 78 tahun) adalah Presiden
Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri
dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999
oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai
wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan
Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.
Keluarga dan pendidikan
Habibie dan Keluarga |
Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara,
pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul
Jalil Habibie adalah keturunan bugis (sulawesi selatan) yang lahir pada tanggal
17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo lahir di
Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak
seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo
bertugas sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari
tujuh orang bersaudara.[1]
B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada
tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie
dan Thareq Kemal Habibie.[2]
Sebelumnya ia pernah berilmu di SMAK Dago.[3] Ia belajar
teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 ia
melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang,
di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan
gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Pekerjaan dan karier[sunting | sunting sumber]
Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm,
sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga
mencapai puncak karier sebagai seorang wakil presiden bidang teknologi. Pada
tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto.
Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan
Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat sebagai Presiden
(21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret
1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.
Ia diangkat menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia), pada masa jabatannya sebagai menteri.
Masa Kepresidenan[sunting | sunting sumber]
Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca
pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya
kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah
memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah
satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter
Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan
ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada
kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil
memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti
Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling
penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah
gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan
akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU
otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni
Soviet dan Yugoslavia.
Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan
berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap
pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan
pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti,
atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh
Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra
menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal
ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
"sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah
atau janji di depan MPR atau DPR".
Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di bidang
politik adalah:
Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan
aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik baru yakni
sebanyak 48 partai politik
Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri
Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik
Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman
karena dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994)
Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh
independen
Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu :
UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR
Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang
mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :
Tap MPR No. VIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap No.
IV/MPR/1983 tentangReferendum
Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR
No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai azas tunggal
Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No.
V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki hak-hak dan
Kebijakan di luar batas perundang-undangan
Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa
jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode.
12 Ketetapan MPR antara lain :
Tap MPR No. X/MPR/1998, tentang pokok-pokok reformasi
pembangunan dalam rangka penyelematan dan normalisasi kehidupan nasional
sebagai haluan negara
Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan negara
yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme
Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa
jabatan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
Tap MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan Otonomi
daerah
Tap MPR No. XVI/MPR/1998, tentang politik ekonomi dalam
rangka demokrasi ekonomi
Tap MPR No. XVII/MPR/1998, tentang Hak Asasi Manusia
(HAM)
Tap MPR No. VII/MPR/1998, tentang perubahan dan tambahan
atas Tap MPR No. I/MPR/1998 tentang peraturan tata tertib MPR
Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum
Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum
Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN
Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan
wewenang khusus kepada Presiden/mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan
pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila
Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar
rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada
akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR,
nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang
tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia
juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi
perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi
Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan
melalui pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara
Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di
bawah Rp. 10.000,00
Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang
luar negeri
Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan
IMF
Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Salah satu kesalahan yang dinilai pihak oposisi terbesar
adalah setelah menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan
diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), ia
mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak
pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi
bagian dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada
tanggal 30 Agustus 1999. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh
sebagian warga negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia
yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur.
Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas
dengan latar belakang Habibie semakin giat menjatuhkan Habibie. Upaya ini
akhirnya berhasil dilakukan pada Sidang Umum 1999, ia memutuskan tidak
mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.
Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal
reformasi cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu
banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu
dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian
Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[4]
“ Visi, misi
dan kepemimpinan presiden Habibie dalam menjalankan agenda reformasi memang
tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil
didasarkan pada faktor-faktor yang bisa diukur. Maka tidak heran tiap kebijakan
yang diambil kadangkala membuat orang terkaget-kaget dan tidak mengerti. Bahkan
sebagian kalangan menganggap Habibie apolitis dan tidak berperasaan. Pola
kepemimpinan Habibie seperti itu dapat dimaklumi mengingat latar belakang
pendidikannya sebagai doktor di bidang konstruksi pesawat terbang. Berkaitan
dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan
membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis. Prinsip demokrasi juga
diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan
untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan kabinet sehari-haripun,
Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus
egosentisme sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai
gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bangsa.[5] Untuk mengatasi
persoalan ekonomi, misalnya, ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan
pengusaha itu sendiri yang menanggung biayanya. Tugas tersebut sangat penting,
karena salah satu kelemahan pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan
Indonesia yang sesungguhnya pada masyarakat internasional. Sementara itu pers,
khususnya pers asing, terkesan hanya mengekspos berita-berita negatif tentang
Indonesia sehingga tidak seimbang dalam pemberitaan. ”
Masa Pascakepresidenan[sunting | sunting sumber]
Setelah ia turun dari jabatannya sebagai presiden, ia
lebih banyak tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era
kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasehat
presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang
didirikannya Habibie Center.
Publikasi
Pesawat buatan IPTN |
Habibie ketika disumpah menjadi presiden pada tanggal 21
Mei 1998.
Karya Habibie[sunting | sunting sumber]
Proceedings of the International Symposium on
Aeronautical Science and Technology of Indonesia / B. J. Habibie; B. Laschka
[Editors]. Indonesian Aeronautical and Astronautical Institute; Deutsche
Gesellschaft für Luft- und Raumfahrt 1986
Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts
von Rissen unter beliebigen Belastungen und Vergleiche mit entsprechenden
Versuchsergebnissen, Presentasi pada Simposium DGLR di Baden-Baden,11-13
Oktober 1971
Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen
Kragscheibe, Disertasi di RWTH Aachen, 1965
Sophisticated technologies : taking root in developing
countries, International journal of technology management : IJTM. -
Geneva-Aeroport : Inderscience Enterprises Ltd, 1990
Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1, Hamburger
Flugzeugbau GmbH, 1968
Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des
Rißfortschritts in Schalenstrukturen, Hamburger Flugzeugbau GmbH,
Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1970
Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung
der Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-Legierungen und
Titanium, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1969
Detik-detik Yang Menentukan - Jalan Panjang Indonesia
Menuju Demokrasi, 2006 (memoir mengenai peristiwa tahun 1998)
Habibie dan Ainun, The Habibie Center Mandiri, 2009
(memori tentang Ainun Habibie)
Mengenai Habibie
Helikopter buatab IPTN |
Hosen, Nadirsyah, Indonesian political laws in Habibie
Era : Between political struggle and law reform, ,Nordic journal of international
law, ISSN 0029-151X, Bd. 72 (2003), 4, hal. 483-518
Rice, Robert Charles, Indonesian approaches to technology
policy during the Soeharto era : Habibie, Sumitro and others, Indonesian
economic development (1990), hal. 53-66
Makka, Makmur.A, The True Life of HABIBIE Cerita di Balik
Kesuksesan, PUSTAKA IMAN, ISBN 978-979-3371-83-2, 2008
Biografi (Lengkap) BJ Habibie : Bapak Teknologi dan
Demokrasi Indonesia
APRIL 2, 2009
tags: bapak teknologi indonesia, biografi habibie,
Biografi Tokoh, bj habibie
Masa Muda
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf
Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare
(Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3
Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie
merupakan “blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare
[ayahnya].
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan
semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama
enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan
dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955.
Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti
Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan
studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.
Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang
mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2)
dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering dan indekost di
Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti
bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima
tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau
diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan
gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi
teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya
tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus
biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat
Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar
Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks
prestasi summa cum laude.
Karir di Industri
Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ Habibie
sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah
lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala
Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan
kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat
terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja dan
kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus
Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior
bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya
orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang
Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah
sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie
menjadi “permata” di negeri Jerman dan iapun mendapat “kedudukan terhormat”,
baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di
MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori
untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan
Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang
seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.
Kembali ke Indonesia
Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang sejumlah
insinyur untuk bekerja di industri
pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di
MBB atas rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill
dan pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke
Indonesia dan membuat produk industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat).
Dan ketika (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui
seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, BJ Habibie langsung bersedia dan
melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan BJ
Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974
di usia 38 tahun, BJ Habibie pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat pemerintah
(langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi
tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih
sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan
Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan
jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga
1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek)
sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan
berbagai jabatan lainnya.
Pesawat buatan IPTN |
Pesawat CN-235 milik Angkatan Udara Turki
Pesawat CN-235 karya IPTN milik AU Spanyol
Ketika menjadi Menristek, Habibie mengimplementasikan
visinya yakni membawa Indonesia menjadi negara industri berteknologi tinggi. Ia
mendorong adanya lompatan dalam strategi pembangunan yakni melompat dari
agraris langsung menuju negara industri maju. Visinya yang langsung membawa
Indonesia menjadi negara Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak,
baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap yang
dimulai dari fokus investasi di bidang pertanian. Namun, Habibie memiliki
keyakinan kokoh akan visinya, dan ada satu “quote” yang terkenal dari Habibie
yakni :
“I have some figures which compare the cost of one kilo
of airplane compared to one kilo of rice. One kilo of airplane costs thirty
thousand US dollars and one kilo of rice is seven cents. And if you want to pay
for your one kilo of high-tech products with a kilo of rice, I don’t think we
have enough.” (Sumber : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)
Kalimat diatas merupakan senjata Habibie untuk berdebat
dengan lawan politiknya. Habibie ingin menjelaskan mengapa industri
berteknologi itu sangat penting. Dan ia membandingkan harga produk dari
industri high-tech (teknologi tinggi) dengan hasil pertanian. Ia menunjukkan
data bahwa harga 1 kg pesawat terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7
sen (USD 0,07). Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450 ton beras.
Jadi dengan membuat 1 buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan diperoleh
beras 4,5 juta ton beras.
Pola pikir Pak Habibie disambut dengan baik oleh Pak
Harto.Pres. Soeharto pun bersedia menggangarkan dana ekstra dari APBN untuk
pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan pada tahun 1989, Suharto memberikan
“kekuasan” lebih pada Habibie dengan memberikan kepercayaan Habibie untuk
memimpin industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan PT IPTN.
Habibie menjadi RI-1
Secara materi, Habibie sudah sangat mapan ketika ia
bekerja di perusahaan MBB Jerman. Selain mapan, Habibie memiliki jabatan yang
sangat strategis yakni Vice President sekaligus Senior Advicer di
perusahaan high-tech Jerman. Sehingga
Habibie terjun ke pemerintahan bukan karena mencari uang ataupun kekuasaan
semata, tapi lebih pada perasaan “terima kasih” kepada negara dan bangsa
Indonesia dan juga kepada kedua orang tuanya. Sikap serupa pun ditunjukkan oleh
Kwik Kian Gie, yakni setelah menjadi orang kaya dan makmur dahulu, lalu Kwik
pensiun dari bisnisnya dan baru terjun ke dunia politik. Bukan sebaliknya, yang
banyak dilakukan oleh para politisi saat ini
yang menjadi politisi demi mencari kekayaan/popularitas sehingga tidak
heran praktik korupsi menjamur.
Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie (usia
41 tahun) mendapat gelar Profesor Teknik dari ITB. Selama 20 tahun menjadi
Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih sebagai Wakil
Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis ekonomi
(krismon) melanda kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun
bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang luar
negeri jatuh tempo sehinga membengkak
akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang
mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran
mulai terjadi dimana-mana.
Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat memuncak dengan
sistem orde baru yang sarat Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang dilakukan oleh
kroni-kroni Soeharto (pejabat, politisi, konglomerat). Selain KKN, pemerintahan
Soeharto tergolong otoriter, yang
menangkap aktivis dan mahasiswa vokal.
Dipicu penembakan 4 orang mahasiswa (Tragedi Trisakti)
pada 12 Mei 1998, meletuslah kemarahan masyarakat terutama kalangan aktivis dan
mahasiswa pada pemerintah Orba. Pergerakan mahasiswa, aktivis, dan segenap
masyarakat pada 12-14 Mei 1998 menjadi momentum pergantian rezim Orde Baru
pimpinan Pak Hato. Dan pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto terpaksa mundur dari
jabatan Presiden yang dipegangnya selama lebih kurang 32 tahun. Selama 32 tahun
itulah, pemerintahan otoriter dan sarat KKN tumbuh sumbur. Selama 32 tahun itu
pula, banyak kebenaran yang dibungkam. Mulai dari pergantian Pemerintah
Soekarno (dan pengasingan Pres Soekarno), G30S-PKI, Supersemar, hingga dugaan
konspirasi Soeharto dengan pihak Amerika dan sekutunya yang mengeruk sumber
kekayaan alam oleh kaum-kaum kapitalis dibawah bendera korpotokrasi (termasuk
CIA, Bank Duni, IMF dan konglomerasi).
Soeharto mundur, maka Wakilnya yakni BJ Habibie pun
diangkat menjadi Presiden RI ke-3 berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Namun, masa
jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512 hari. Meski sangat
singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa bangsa Indonesia dari
jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil memimpin negara
keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanankan transisi dari negara
otorian menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti
(48 partai), sukses membawa perubahan signifikn pada stabilitas, demokratisasi
dan reformasi di Indonesia.
Habibie merupakan presiden RI pertama yang menerima
banyak penghargaan terutama di bidang IPTEK baik dari dalam negeri maupun luar
negeri. Jasa-jasanya dalam bidang teknologi pesawat terbang mengantarkan beliau
mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagaai
Universitas terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan
Chungbuk University.
Catatan-Catatan Istimewa BJ Habibie
Habibie Bertemu Soeharto
“Laksanakan saja tugasmu dengan baik, saya doakan agar
Habibie selalu dilindungi Allah SWT dalam melaksanakan tugas. Kita nanti
bertemu secara bathin saja“, lanjut Pak Harto menolak bertemu dengan Habibie
pada pembicaraan via telepon pada 9 Juni 1998.
(Habibie : Detik-Detik yang Menentukan. Halaman 293)
Salah satu pertanyaan umum dan masih banyak orang tidak
mengetahui adalah bagaimana Habibie yang tinggal di Pulau Celebes bisa bertemu
dan akrab dengan Soeharto yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Pulau
Jawa?
Pertemuan pertama kali Habibie dengan Soeharto terjadi
pada tahun 1950 ketika Habibie berumur 14 tahun. Pada saat itu, Soeharto
(Letnan Kolonel) datang ke Makasar dalam rangka memerangi pemberontakan/separatis
di Indonesia Timur pada masa pemerintah Soekarno. Letkol Soeharto tinggal
berseberangan dengan rumah keluarga Alwi Abdul Jalil Habibie. Karena ibunda
Habibie merupakan orang Jawa, maka Soeharto pun (orang Jawa) diterima sangat
baik oleh keluarga Habibie. Bahkan,
Soeharto turut hadir ketika ayahanda Habibie meninggal. Selain itu,
Soeharto pun menjadi “mak comblang” pernikahan adik Habibie dengan anak buah
(prajurit) Letkol Soeharto. Kedekatan Soeharto-Habibie terus berlanjut meskipun
Soeharto telah kembali ke Pulau Jawa setelah berhasil memberantas pemberontakan
di Indonesia Timur.
Setelah Habibie menyelesaikan studi (sekitar 10 tahun)
dan bekerja selama hampir selama 9 tahun (total 19 tahun di Jerman), akhirnya
Habibie dipanggil pulang ke tanah air oleh Pak Harto. Meskipun ia tidak mendapat beasiswa studi ke
Jerman dari pemerintah, pak Habibie tetap bersedia pulang untuk mengabdi kepada
negara, terlebih permintaan tersebut berasal dari Pak Harto yang notabene
adalah ‘seorang guru’ bagi Habibie. Habibie pun memutuskan kembali ke Indonesia
untuk memberi ilmu kepada rakyat Indonesia, kembali untuk membangun industri
teknologi tinggi di nusantara.
Bersama Ibnu Sutowo, Habibie kembali ke Indonesia dan
bertemu dengan Presiden Soeharto pada tanggal 28 Januari 1974. Habibie
mengusulkan beberapa gagasan pembangunan seperti berikut:
Gagasan pembangunan industri pesawat terbang nusantara
sebagai ujung tombak industri strategis
Gagasan pembentukan Pusat Penelitan dan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek)
Gagasan mengenai Badan Pengkajian dan Penerapan Ilmu
Teknologi (BPPT)
Gagasan-gagasan awal Habibie menjadi masukan bagi
Soeharto, dan mulai terwujud ketika Habibie menjabat sebagai Menristek periode
1978-1998.
Namun, dimasa tuanya, hubungan Habibie-Soeharto tampaknya
retak. Hal ini dikarenakan berbagai kebijakan Habibie yang disinyalir
“mempermalukan” Pak Harto. Pemecatan Letjen (Purn) Prabowo Subianto dari jabatan
Kostrad karena memobilisasi pasukan
kostrad menuju Jakarta (Istana dan Kuningan) tanpa koordinasi atasan merupakan
salah satu kebijakan yang ‘menyakitkan’ pak Harto. Padahal Prabowo merupakan
menantu kesayangan Pak Harto yang telah dididik dan dibina menjadi penerus
Soeharto. Pemeriksaan Tommy Soeharto sebagai tersangka korupsi turut membuat
Pak Harto ‘gerah’ dengan kebijakan pemerintahan BJ Habibe, terlebih dalam
beberapa kali kesempatan di media massa,
BJ Habibie memberi lampu hijau
untuk memeriksa Pak Harto. Padahal Tommy Soeharto merupakan putra “emas’ Pak
Harto. Dan sekian banyak kebijakan berlawanan dengan pemerintah Soeharto
dibidang pers, politik, hukum hingga pembebasan tanpa syarat tahanan politik
Soeharto seperti Sri Bintang Pamungkas dan Mukhtar Pakpahan.
Habibie : Bapak Teknologi Indonesia*
Pemikiran-pemikiran Habibie yang “high-tech” mendapat
“hati” pak Harto. Bisa dikatakan bahwa Soeharto mengagumi pemikiran Habibie,
sehingga pemikirannya dengan mudah disetujui pak Harto. Pak Harto pun setuju
menganggarkan “dana ekstra” untuk mengembangkan ide Habibie. Kemudahan akses
serta kedekatan Soeharto-Habibie dianggap oleh berbagai pihak sebagai bentuk
kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi, beberapa pihak tidak setuju dengan pola pikir
Habibie mengingat pemerintah Soeharto mau menghabiskan dana yang besar untuk
pengembangan industri-industri teknologi tinggi seperti saran Habibie.
Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri
Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di
Kawasan Asia Tenggara (catatan : Nurtanio meruapakan Bapak Perintis Industri
Pesawat Indonesia). Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama
menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985,
kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts
2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT
PAL dan PT PINDAD.
Sejak pendirian industri-industri statregis negara, tiap
tahun pemerintah Soeharto menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk
mengembangkan industri teknologi tinggi.
Dan anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989
dimana Habibie memimpin industri-industri strategis. Namun, Habibie memiliki alasan
logis yakni untuk memulai industri berteknologi tinggi, tentu membutuhkan
investasi yang besar dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak mungkin
dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh 10 tahun untuk memanen,
apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun
industri strategis ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan akibatnya
negara terus membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang cukup
besar.
Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad,
PAL) pada akhirnya memberikan hasil seperti pesawat terbang, helikopter,
senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk
mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan
combat dan masih banyak lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer.
Untuk skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam
berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28,
Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus
A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas
landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi
fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam
proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi
function, beberapa peluru kendali dan satelit.
Panser 6x6 Buatan Pindad
Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap
beliau sebagai bapak teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan
industri strategis ala Habibie. Karena kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF
menginstruksikan kepada Soeharto agar tidak memberikan dana operasi kepada
IPTN, sehingga pada saat itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal ini
dikarenakan rencana Habibie membuat satelit sendiri (catatan : tahun 1970-an
Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri,
serta peralatan militer sendiri. Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli
Indonesia yang memiliki pengalaman kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes
Amerika akan ditarik pulang ke Indonesia untuk mengembangkan industri teknologi
tinggi di Indonesia. Jika hal ini terwujud, maka ini akan mengancam industri
teknologi Amerika (mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran kemampuan
teknologi tinggi dan militer Indonesia.
Dirgantara Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum
Diperiksa
Question book-new.svg
Artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber
tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki artikel ini
dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat
dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus.
PT Dirgantara Indonesia (PT. DI)
Logo saat ini
Jenis Badan Usaha
Milik Negara Strategis
Industri/jasa Dirgantara
dan Pertahanan
Didirikan 24
Agustus 2000, berubah menjadi PT Dirgantara Indonesia di Bandung
Kantor pusat Bandung,
Indonesia
Produk Pesawat
komersial
Pesawat militer
Komponen pesawat
Servis pesawat
Pertahanan
Teknik (engineering)
Karyawan 3.720
(2004)
Situs web www.indonesian-aerospace.com
Gedung Ptdi
PT. Dirgantara Indonesia (DI) (nama bahasa Inggris:
Indonesian Aerospace Inc.) adalah industri pesawat terbang yang pertama dan
satu-satunya di Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara. Perusahaan ini dimiliki
oleh Pemerintah Indonesia. DI didirikan pada 26 April 1976 dengan nama PT.
Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan BJ Habibie sebagai Presiden Direktur.
Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat
Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985. Setelah direstrukturisasi, IPTN
kemudian berubah nama menjadi Dirgantara Indonesia pada 24 Agustus 2000.
Sikumbang, pesawat era Nurtanio
Dirgantara Indonesia tidak hanya memproduksi berbagai
pesawat tetapi juga helikopter, senjata, menyediakan pelatihan dan jasa
pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat. Dirgantara
Indonesia juga menjadi sub-kontraktor untuk industri-industri pesawat terbang
besar di dunia seperti Boeing, Airbus, General Dynamic, Fokker dan lain
sebagainya. Dirgantara Indonesia pernah mempunyai karyawan sampai 16 ribu
orang. Karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia, Dirgantara Indonesia
melakukan rasionalisasi karyawannya hingga menjadi berjumlah sekitar 4000
orang.
Pada awal hingga pertengahan tahun 2000-an Dirgantara
Indonesia mulai menunjukkan kebangkitannya kembali, banyak pesanan dari luar
negeri seperti Thailand, Malaysia, Brunei, Korea, Filipina dan lain-lain.[butuh
rujukan] Meskipun begitu, karena dinilai tidak mampu membayar utang berupa
kompensasi dan manfaat pensiun dan jaminan hari tua kepada mantan karyawannya,
DI dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
pada 4 September 2007.[1] Namun pada tanggal 24 Oktober 2007 keputusan pailit
tersebut dibatalkan. [2].
Tahun 2012 merupakan momen kebangkitan Dirgantara
Indonesia. Pada awal 2012 Dirgantara Indonesia berhasil mengirimkan 4 pesawat
CN235 pesanan Korea Selatan. Selain itu Dirgantara Indonesia juga sedang
berusaha menyelesaikan 3 pesawat CN235 pesanan TNI AL, dan 24 Heli Super Puma
dari EUROCOPTER.
Selain beberapa pesawat tersebut Dirgantara Indonesia
juga sedang menjajaki untuk membangun pesawat C295 (CN235 versi jumbo) dan
N219, serta kerja sama dengan Korea Selatan dalam membangun pesawat tempur
siluman KFX.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Sejarah awal
1.1 LAPIP
1.1.1 Gelatik
1.2 LIPNUR
2 Produksi
2.1 Pesawat Sayap Tetap
2.2 Komponen pesawat (sebagai sub-kontraktor pabrikan
luar negeri)
2.3 Helikopter
2.4 Lainnya
3 Direktur Utama
4 Pranala luar
5 Referensi
Sejarah awal[sunting | sunting sumber]
Industri Pesawat Terbang Nusantara (1976-2000)
Logo IPTN Era BJ Habibie
Jenis sebelumnya Badan
Usaha Milik Negara Strategis
Industri/jasa Dirgantara
dan Pertahanan
Didirikan 23
Agustus 1976, berdasar akte notaris 15 pada 26 April 1976 di Jakarta
Ditutup 2000
Kantor pusat Bandung,
Indonesia
Produk Pesawat
komersial
Pesawat militer
Komponen pesawat
Servis pesawat
Pertahanan
Teknik (engineering)
Karyawan 16.000
BJ Habibie, Bapak Industri Pesawat Modern Indonesia
Nurtanio, Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia
LAPIP[sunting | sunting sumber]
Kependekan dari Lembaga Persiapan Industri Penerbangan
diresmikan pada 16 Desember 1961, dibentuk oleh KASAU untuk mempersiapkan
Industri Penerbangan yang mempunyai kemampuan untuk mendukung kegiatan
penerbangan nasional Indonesia
Sehubungan dengan ini LAPIP pada tahun 1961
menandatangani perjanjian kerjasama dengan CEKOP (industri pesawat terbang
Polandia) untuk membangun sebuah industri pesawat terbang di Indonesia.
Kontrak dengan CEKOP:
Menbangun gedung untuk fasilitas manufaktur pesawat
terbang
Pelatihan SDM
Memproduksi PZL-104 Wilga under licence sebagai Gelatik
Gelatik[sunting | sunting sumber]
Pesawat Gelatik diproduksi sebanyak 44 unit,dipergunakan
sebagai pesawat terbang pertanian, transpor ringan, dan aero-club
LIPNUR[sunting | sunting sumber]
Pada tahun 1965 Berdiri KOPELAPIP (Komando Pelaksana
Industri Pesawat Terbang) dan PN. Industri Pesawat Terbang Berdikari melalui
Dekrit Presiden. Setelah pada tahun 1966 Nurtanio meninggal, Pemerintah
menggabungkan KOPELAPIP dan PN. Industri Pesawat Terbang Berdikari menjadi
LIPNUR kependekan dari Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio untuk menghormati kepeloporan
almarhum Nurtanio.
Kemudian setelah itu datanglah BJ Habibie yang mengubah
LIPNUR menjadi IPTN yang dikemudian hari sempat tercatat sebagai industri
pesawat terbang termaju di negara berkembang.
Produksi[sunting | sunting sumber]
Pesawat Sayap Tetap[sunting | sunting sumber]
N-2130, Proyek Dihentikan karena krisis finansial Asia
1997
N-250 (Tahap uji terbang prototype)[3]
NC-212[4][5][6]
CN-235 [7][8][9]
N-219[10][11][12]
N-245, pengembangan dari CN-235 dengan peningkatan
kapasitas pesawat[13]
Sikumbang produksi era Nurtanio
Belalang produksi era Nurtanio
Kunang produksi era Nurtanio
Gelatik produksi era LAPIP lisensi dari CEKOP Polandia
(sekarang dikenal dengan nama PZL)
Komponen pesawat (sebagai sub-kontraktor pabrikan luar
negeri)[sunting | sunting sumber]
Komponen sayap dari Boeing 737
Komponen sayap dari Boeing 767
Komponen sayap dari Airbus A320
Komponen sayap dari Airbus A330
Komponen sayap dari Airbus A340
Komponen sayap dari Airbus A380
Komponen sayap dari Airbus A350[14]
Komponen ekor dari Sukhoi Superjet 100[15]
Helikopter[sunting | sunting sumber]
NBO 105 dipergunakan secara luas di Indonesia, lisensi
dari MBB Jerman. Dihentikan sejak juli 2011.
NBK 117
NBell 412 lisensi dari Bell Helicopter, AS
NAS 330 Puma lisensi dari Aerospatiale, Perancis
Eurocopter 332 Super Puma Pengembangan dari Puma, lisensi
dari Eurocopter, Perancis
Eurocopter Fennec pengganti NBO 105.[16][17]
Eurocopter Ecureuil pengganti NBO 105.[18]
Eurocopter EC725
Tailboom dan fuselage dari EC 725 dan EC 225[19][20]
Lainnya[sunting | sunting sumber]
SUT Torpedo
Turbin Uap 2 MW oleh PT Nusantara Turbin Propulsi (anak
perusahaan PT. DI)[21]
Turbin Uap 4 MW oleh PT Nusantara Turbin Propulsi (anak
perusahaan PT. DI)[22]
Hovercraft [23]
-Rancangan pesawat R80 karya mantan Menristek BJ Habibie
saat ini sudah masuk tahap preliminary design atau desain awal yang tertuang
dalam rencana bisnis. Rencananya dalam 20 tahun, sebanyak 400 unit pesawat ini
akan diproduksi di pabrik PT Dirgantara Indonesia (PT DI), Bandung, Jawa Barat.
"Kita sekarang sedang dalam rencana bisnis. 400
pesawat dalam 20 years," kata Presiden Direktur PT Ragio Aviasi Industri
(RAI) Agung Nugroho dalam acara penandatanganan MoU antara PT RAI dengan
Dassault Systèmes di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (8/4/2014).
Agung mengatakan, setelah preliminary design selesai,
pada periode 2014-2017 pesawat berkapasitas 80 penumpang ini masuk ke dalam
detail design, selanjutnya dibuat prototipe dan design pesawat yang lebih rinci.
Setelah ada prototipe, pesawat akan masuk ke tahap sertifikasi dan pengujian
terbang perdana.
"Sumber daya manusia kita akan ambil dari PT DI,
karena kita tidak punya sumber daya manusia yang besar, tapi kita punya ahli
untuk mengembangkan R80. Kita masuk tahap akhir preliminary design, setelah itu
detail design, dirinci ke yang lebih detail," papar Agung.
Di tempat yang sama, Komisaris PT RAI yang juga merupakan
putra dari BJ Habibie, Ilham Habibie mengatakan akhir tahun ini diharapkan
desain awal sudah rampung. Sehingga tahun depan, prototipe sudah bisa dibuat.
"Kita belum tuntas, kita belum pilih engine,
kokpitnya itu kalau sudah kita bakukan desainnya. Mungkin pertengahan atau
akhir tahun. Kalau itu selesai definisi pesawat itu sudah oke, maka kita bisa
berikan harga," jelas Ilham. (Bersambung)
No comments:
Post a Comment