Sukarno, Nehru, Megawati dan Guntur |
Perjalanan yang belum selesai (35)
(Bagian ke tigapuluh lima, Depok, Jawa Barat, Indonesia ,
4 September 2014, 06,42 WIB)
Pada tanggal 27 Juli 1996, pada saat yang bersamaan kami
baru menempati gedung baru di Jalan Salemba Raya , tepat di seberang Kampus
Universitas Indonesia (Fakultas Kedokteran) Markas Besar Partai Demokrasi
Indonesia (PDI) pimpinan Megawati Soekarnoputri
diserbu kelompok PDI pimpinan Suryadi.
Namun, beberapa
lama kemudian kelompok PDI Megawati berupaya merebut kembali Markas PDI di
Jalan Diponegoro itu, sejak itu secara bergantian dua kelompok ini di depan
Markas PDI menggelar panggung mengadkan orasi-orasi politik. Peristiwa 27 Juli
ini diikuti dengan kerusuhan di Jakarta, banyak gedung dan pasar yang dibakar
massa, termasuk gedung baru “D&R’’.
Rully Kusuma yang
tengah meliput dan memotret kerusuhan di Jakarta, begitu sampai di gedung
D&R gedung sudah habis terbakar, termasuk sepeda motor miliknya yang tengah
diparkir di lantai dasar. Menurut Direktur Majalah D&R kerugian peralatan computer
saja mencapai sekitar Rp 3 miliar.
Saya sendiri kehilangan tape rekorder dan jaket kerja,
karena pada peristiwa itu menyaksikan orasi-orasi di kantor PDI jalan
Diponegoro.
Setelah memenangkan pemilihan umum anggota legislatif
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pernah menjadi partai mayoritas di DPR. Namun
ketika masuk dalam pemilihan menjadi Presiden Megawati dikalahkan Abdurrahman
Wahid, karena berkat koalisi yang digalang Amin Rais yang mendukung Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) yang terpilih menjadi Presiden ke-4 Republik Indonesia.
Kerusuhan 27 Juli |
Megawati Soekarnoputri
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Megawati)
Megawati Soekarnoputri
Presiden Megawati Soekarnoputri - Indonesia.jpg
Presiden ke-5 Indonesia
di kantor
23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004
Wakil Presiden Hamzah Haz
Didahului oleh Abdurrahman Wahid
Digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono
Wakil Presiden Indonesia
di kantor
26 Oktober 1999 - 23 Juli 2001
Presiden Abdurrahman Wahid
Didahului oleh Bacharuddin Jusuf Habibie
Digantikan oleh Hamzah Haz
rincian pribadi
Lahir 23 Januari 1947 (umur 67)
Yogyakarta, Indonesia
Partai Partai politik Demokrasi Indonesia
Pasangan (s) Surendro Supjarso (Almarhum 1970)
Hassan Gamal Ahmad Hassan (1972)
Taufiq Kiemas (1973-2013)
Anak Mohammad Rizki Pramata
Mohammad Prananda
Puan Maharani
Almamater Universitas Padjadjaran
Universitas Indonesia
agama Islam
Dalam nama Indonesia ini, nama "Sukarnoputri"
adalah patronymic, bukan nama keluarga, dan orang tersebut harus disebut dengan
namanya yang diberikan "Megawati".
Megawati Soekarnoputri (Tentang pengucapan suara ini
(bantuan · info) [1] lahir 23 Januari 1947), umumnya dikenal sebagai Megawati,
adalah seorang politisi dan pemimpin salah satu partai politik terbesar di
Indonesia, PDI-P Indonesia. Dia adalah putri dari presiden pertama Indonesia,
Soekarno.
Megawati |
Nama lengkapnya adalah Diah Permata Megawati Setiawati
Soekarnoputri. Dia menjabat sebagai presiden Indonesia pada 23 Juli 2001 sampai
20 Oktober 2004 Ia telah satunya presiden perempuan di Indonesia dan wanita
keempat untuk memimpin bangsa mayoritas Muslim. Dia juga pemimpin Indonesia
pertama yang lahir setelah Indonesia merdeka diproklamasikan. Setelah menjabat
sebagai wakil presiden ke Abdurrahman Wahid, Megawati menjadi presiden ketika
Wahid telah dihapus dari kantor pada tahun 2001 Dia berlari untuk pemilihan
kembali dalam pemilihan presiden 2004, namun dikalahkan oleh Susilo Bambang
Yudhoyono. Dia mencari pertandingan ulang dalam pemilihan presiden 2009, kalah
lagi untuk Yudhoyono.
kehidupan awal
Presiden Sukarno, dengan anak-anaknya Megawati dan
Guntur, saat menerima Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru bersama putrinya
Indira Gandhi.
Megawati lahir di Yogyakarta untuk Sukarno, yang telah
menyatakan kemerdekaan Indonesia dari Belanda pada tahun 1945 dan Fatmawati,
salah satu dari sembilan istrinya. Megawati adalah anak kedua Sukarno dan putri
pertama. Dia dibesarkan di ayahnya Istana Merdeka. Dia menari untuk tamu
ayahnya dan mengembangkan hobi berkebun. [2] Megawati adalah 19 ketika ayahnya
melepaskan kekuasaan pada tahun 1966 dan digantikan oleh pemerintah yang
akhirnya datang untuk dipimpin oleh Presiden Suharto. Keluarga Sukarno didorong
ke latar belakang oleh pemerintah baru dan tinggal keluar dari politik.
Megawati menghadiri Universitas Padjadjaran di Bandung
untuk belajar pertanian namun keluar pada tahun 1967 untuk bersama ayahnya
setelah kejatuhannya. Pada tahun 1970, tahun ayahnya meninggal, Megawati pergi
ke Universitas Indonesia untuk mempelajari psikologi namun keluar setelah dua
tahun. [3] Dia adalah seorang Muslim, tetapi juga mengikuti kepercayaan
tradisional Jawa. [Rujukan?]
Politik karir [sunting]
Anggota Cabang Legislatif [sunting]
Pada tahun 1986, Suharto memberikan status Proklamasi
Pahlawan ke Soekarno dalam upacara yang dihadiri oleh Megawati. Pengakuan
Soeharto diaktifkan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), pihak yang diakui
pemerintah, untuk mengkampanyekan Sukarno nostalgia di menjelang 1987 Pemilu
Legislatif. Sampai saat itu, Megawati telah melihat dirinya sebagai ibu rumah
tangga, namun pada tahun 1987 ia bergabung dengan PDI dan berlari untuk Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) keanggotaan. [2] PDI diterima Megawati untuk
meningkatkan citra mereka sendiri. Megawati dengan cepat menjadi populer,
statusnya sebagai putri Soekarno mengimbangi nya kurangnya keterampilan pidato.
Meskipun PDI datang terakhir dalam Pemilu Legislatif 1987, Megawati terpilih ke
DPR. Seperti semua anggota DPR dia juga menjadi anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR).
Ketua PDI
Berkas: kampanye Megawati Soekarnoputri untuk parlemen,
ABC 1995.webm
1995 laporan berita ABC pada kenaikan politik Megawati
Soekarnoputri
Megawati tidak terpilih kembali, tapi terus sebagai
anggota PDI. Pada Desember 1993, PDI mengadakan Kongres Nasional. Seperti
selalu terjadi ketika partai oposisi Orde Baru mengadakan kongres mereka,
pemerintah secara aktif ikut campur. Sebagai Kongres mendekat, tiga orang
berpendapat untuk Ketua PDI. Incumbent, Suryadi, telah menjadi kritis terhadap
pemerintah. Yang kedua adalah Budi Harjono sosok yang ramah-Pemerintah yang
didukung Pemerintah. Yang ketiga adalah Megawati. Pencalonannya mendapat
dukungan luar biasa seperti yang pemilihannya pada Kongres menjadi formalitas.
[4]
Ketika Kongres berkumpul, Pemerintah terhenti dan
tertunda upaya untuk menahan pemilu. [4] Kongres menghadapi tenggat waktu
ketika izin mereka untuk berkumpul akan habis. Setelah beberapa jam berlalu ke
ujung dari Kongres, pasukan mulai mengumpulkan. Dengan hanya dua jam tersisa,
Megawati mengadakan konferensi pers, menyatakan bahwa karena ia menikmati
dukungan dari mayoritas anggota PDI, dia sekarang de facto Chair. [4] Meskipun
relatif kurang nya pengalaman politik, dia populer di bagian untuk statusnya
sebagai putri Soekarno dan karena ia dipandang sebagai bebas dari korupsi
dengan kualitas pribadi yang mengagumkan. Di bawah kepemimpinannya, PDI
memperoleh banyak pengikut di kalangan kelas menengah perkotaan miskin dan
perkotaan dan pedesaan.
File: Suharto menandai ulang tahun upaya kudeta tahun
1965, ABC 1996.webm
1996 laporan berita ABC pada retensi Presiden Soeharto
dari kekuasaan dan pengaruh penurunan Mrs Sukarnoputri.
Pemerintah sangat marah atas kegagalan untuk mencegah
kenaikan Megawati. Mereka tidak pernah mengakui Megawati meskipun dia sendiri
janji diratifikasi pada tahun 1994 Pada tahun 1996, Pemerintah mengadakan
Kongres Nasional Khusus di Medan yang terpilih kembali sebagai Ketua Suryadi.
Megawati dan kamp-nya menolak untuk mengakui hasil dan PDI dibagi menjadi
pro-Megawati dan kamp anti-Megawati.
Suryadi mulai mengancam untuk mengambil kembali Markas
PDI di Jakarta. Ancaman ini menjadi kenyataan pada pagi hari tanggal 27 Juli
1996 [5] pendukung Suryadi (konon dengan dukungan Pemerintah) menyerang PDI
Markas dan menghadapi perlawanan dari pendukung Megawati ditempatkan di sana.
Pada laga berikutnya, pendukung Megawati memegang kantor pusat. Huru-hara
terjadi, diikuti dengan tindakan keras pemerintah. Pemerintah kemudian
menyalahkan kerusuhan di Partai Demokrasi Rakyat (PRD); mereka mengakui faksi
Suryadi sebagai partai resmi dan melarang Megawati berkompetisi di Pemilu
Legislatif 1997.
Meskipun apa yang tampaknya menjadi kekalahan politik,
Megawati mencetak kemenangan moral dan popularitasnya tumbuh. Ketika tiba
saatnya untuk Pemilu Legislatif 1997, Megawati dan para pendukungnya
melemparkan dukungan mereka di belakang Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
partai oposisi lain yang disetujui.
Reformasi [sunting]
Pada pertengahan 1997, Indonesia mulai terpengaruh oleh
krisis keuangan Asia dan menunjukkan kesulitan ekonomi yang parah. Pada akhir
Januari 1998 rupiah jatuh ke hampir 15.000 terhadap dolar, dibandingkan dengan
hanya 4.000 pada awal Desember. Dikombinasikan dengan meningkatnya kemarahan
publik terhadap korupsi meluas, ini memuncak Mei 1998 dengan pengunduran diri
Soeharto dan asumsi bahwa kantor Wakil Presiden BJ Habibie. Pembatasan Megawati
telah dihapus dan ia mulai mengkonsolidasikan posisi politiknya. Pada bulan
Oktober 1998, pendukungnya menggelar Kongres Nasional dimana Fraksi PDI
Megawati sekarang akan dikenal sebagai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI-P). Megawati terpilih Ketua dan dinominasikan sebagai calon Presiden
PDI-P. [6]
PDI-P, bersama dengan Partai Kebangkitan Bangsa
Abdurrahman Wahid (PKB) dan Amanat Nasional Amien Rais 'Partai (PAN), menjadi
kekuatan reformasi terkemuka. Meskipun popularitas mereka, Megawati, Gus Dur
dan Amien Rais mengadopsi sikap yang moderat, lebih memilih untuk menunggu
sampai 1999 Pemilu Legislatif untuk memulai perubahan besar. [7] Pada bulan
November 1998, Megawati, bersama-sama dengan Wahid, Rais dan Hamengkubuwono X
menegaskan kembali komitmen mereka untuk reformasi melalui Pernyataan Ciganjur.
Sebagai 1999 pemilu legislatif mendekat, Megawati, Gus
Dur dan Amien dianggap membentuk koalisi politik terhadap Presiden Habibie dan
Golkar. Pada bulan Mei Alwi Shihab mengadakan konferensi pers di rumahnya di
mana Megawati, Wahid dan Amien yang mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama.
Pada menit terakhir, Megawati memilih untuk tidak hadir, karena dia memutuskan
bahwa dia tidak bisa mempercayai Amien. [8] Pada bulan Juni 1999 pemilu
legislatif diselenggarakan. PDI-P datang pertama dengan 33% suara.
Dengan kemenangan Pemilu Legislatif PDI-P, prospek
presiden Megawati dipadatkan. Dia ditentang oleh Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) yang tidak menginginkan Presiden perempuan. [9] Dalam persiapan untuk
Sidang Umum MPR 1999, PDI-P membentuk koalisi longgar dengan PKB. Sebagai
Sidang Umum MPR mendekat, tampaknya seolah-olah pemilihan Presiden akan
diperebutkan antara Megawati dan Habibie, tetapi pada akhir Juni Amien telah
menarik partai-partai Islam dalam koalisi yang disebut Poros Tengah [8]
Pemilihan Presiden menjadi tiga a. jalannya balapan ketika Amien melayang
gagasan pencalonan Wahid Presiden; tapi Wahid tidak memberikan jawaban yang
jelas usulan tersebut.
Sidang Umum MPR 1999 [sunting]
Megawati PDI-P dan koalisi PKB menghadapi tes pertama
ketika MPR berkumpul untuk memilih nya Chair. Megawati melemparkan dukungannya
di belakang Matori Abdul Djalil, ketua PKB. Ia sangat banyak dikalahkan oleh
Amien, yang selain menikmati dukungan Poros Tengah didukung oleh Golkar. [9]
Golkar dan Poros Tengah koalisi menyerang lagi ketika mereka dijamin pemilihan
Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR. Pada tahap ini, orang menjadi waspada bahwa
Megawati, yang terbaik diwakili reformasi, itu akan terhalang oleh proses
politik dan status quo akan dipertahankan. Pendukung PDI-P mulai berkumpul di
Jakarta.
Habibie berpidato buruk diterima pada akuntabilitas
politik yang membuatnya mundur. Pemilihan Presiden diadakan pada 20 Oktober
1999 datang ke Megawati dan Wahid. Megawati memimpin lebih dulu, tapi tak
terkejar dan kehilangan dengan 313 orang dibandingkan dengan 373. kerugian
Megawati Wahid memprovokasi pendukungnya untuk memberontak. [9] Kerusuhan
berkecamuk di Jawa dan Bali. Di Kota Solo, PDI-P massa menyerang rumah Amien.
Keesokan harinya, MPR berkumpul untuk memilih Wakil
Presiden. PDI-P telah mempertimbangkan pencalonan Megawati, tetapi khawatir
bahwa koalisi Poros Tengah dan Golkar lagi akan menggagalkan nya. Sebaliknya,
PKB mencalonkan Megawati. Dia menghadapi persaingan yang ketat dari Hamzah Haz,
Akbar Tanjung dan Jenderal Wiranto. [9] Yah menyadari kerusuhan, Akbar dan
Wiranto mengundurkan diri. Hamzah tinggal di lomba, tetapi Megawati mengalahkan
dia 396 untuk 284. Dalam pidato pelantikannya, ia menyerukan ketenangan.
Wakil Kepresidenan [sunting]
Bekerja sebagai Wakil Presiden [sunting]
Sebagai Wakil Presiden, Megawati memiliki otoritas yang
cukup berdasarkan atasannya banyak kursi di DPR. Wahid didelegasikan kepadanya
masalah di Ambon, meskipun ia tidak berhasil. [10] Pada saat Sidang Tahunan MPR
dirakit pada Agustus 2000, banyak dianggap Wahid tidak efektif sebagai Presiden
atau sebagai administrator. Wahid menanggapi ini dengan mengeluarkan Keputusan
Presiden, Megawati memberikan kontrol sehari-hari pemerintah. [10]
2000 PDI-P Kongres Nasional [sunting]
Pertama PDI-P Kongres diadakan di Semarang, Jawa Tengah
pada bulan April 2000, di mana Megawati terpilih kembali sebagai Ketua untuk
masa jabatan ke-2.
Megawati konsolidasi posisinya dalam PDI-P dengan
mengambil langkah-langkah keras untuk menghilangkan saingan potensial [11]
Selama pemilihan Ketua, dua kandidat lainnya muncul.; Eros Djarot dan Dimyati
Hartono. Mereka berlari karena mereka tidak ingin Megawati untuk merangkap
sebagai Ketua kedua dan Wakil Presiden. Nominasi eros 'dari cabang Jakarta
Selatan itu dibatalkan oleh masalah keanggotaan. Eros tidak diizinkan untuk
berpartisipasi dalam Kongres. Kecewa dengan apa yang dianggap menjadi kultus
kepribadian berkembang di seluruh Megawati, Eros meninggalkan PDI-P. Pada Juli
2002, ia membentuk Partai Nasional Banteng Kemerdekaan. Meskipun pencalonan
Dimyati ini tidak menentang sebagai kasar sebagai Eros, dia telah dihapus
sebagai Kepala PDI-P Central Branch. Dia terus posisinya sebagai Dewan
Perwakilan rakyat (DPR) anggota, tetapi pensiun pada Februari 2002 Pada bulan
April 2002, Dimyati membentuk kami Homeland Partai Indonesia (PITA).
Hubungan dengan Wahid dan menimbulkan Presidensi
[sunting]
Artikel utama: Post-Suharto Era
Megawati memiliki hubungan ambivalen dengan Wahid. Selama
perombakan kabinet Agustus 2000, misalnya, Megawati tidak hadir untuk
pengumuman line-up baru. [12] Pada kesempatan lain, ketika pasang politik mulai
berbalik melawan Wahid, Megawati membela dia dan mengecam kritik. [13] pada
tahun 2001, Megawati mulai menjauhkan diri dari Wahid sebagai Sidang Istimewa
MPR mendekat dan prospek nya menjadi Presiden ditingkatkan. Meskipun ia menolak
untuk membuat komentar khusus, ia menunjukkan tanda-tanda mempersiapkan diri,
mengadakan pertemuan dengan para pemimpin partai sehari sebelum Sidang Istimewa
adalah untuk memulai.
Kepresidenan [sunting]
MPR Amien Rais Ketua mengucapkan selamat Megawati pada
diangkat sebagai Presiden.
Pada tanggal 23 Juli 2001, Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) dihapus Wahid dari kantor dan, pada hari yang sama, melantik Megawati
sebagai presiden baru. [14] Dia dengan demikian menjadi kelima [rujukan?]
Wanita untuk memimpin sebuah negara Muslim (setelah Benazir Bhutto dari
Pakistan, Tansu Ciller Turki dan Khaleda Zia dan Hasina Wajed Bangladesh).
Munculnya ikon oposisi terhadap rezim Soeharto menjadi
presiden awalnya disambut secara luas, namun segera menjadi jelas bahwa
kepresidenannya ditandai dengan keraguan, kurangnya arah ideologi yang jelas,
dan "reputasi untuk tidak bertindak pada isu-isu kebijakan penting".
[15] [16] [17] sisi baik dari lambatnya kemajuan reformasi dan menghindari
konfrontasi adalah bahwa ia stabil proses demokratisasi secara keseluruhan dan
hubungan antara legislatif, eksekutif, dan militer. [15]
Dia berlari untuk pemilihan kembali pada tahun 2004 dalam
pemilihan presiden langsung pertama di negara itu, berharap untuk menjadi
wanita pertama yang terpilih dalam haknya sendiri sebagai kepala negara di
sebuah negara Muslim. Namun, dia kalah telak oleh Susilo Bambang Yudhoyono di
babak kedua, sebesar 61 persen menjadi 39 persen, [14] pada tanggal 20
September 2004 Dia tidak menghadiri pelantikan presiden baru, dan tidak pernah
punya mengucapkan selamat kepadanya. [18]
Kemudian pemilihan [sunting]
2009 Pemilu [sunting]
Pada 11 September 2007 Megawati mengumumkan pencalonannya
dalam pemilihan presiden Indonesia 2009 di sebuah pertemuan PDI-P. Soetardjo
Soerjoguritno dikonfirmasi kesediaannya untuk dicalonkan sebagai calon presiden
partainya. [19]
Megawati 2009 lomba dibayangi oleh dia panggilan untuk
mengubah prosedur pendaftaran pemilih di Indonesia, miring menunjukkan bahwa
pendukung Yudhoyono mencoba untuk memanipulasi suara. [20] Megawati dan dia
pasangannya Prabowo Subianto berada di posisi kedua dengan 26,79% suara.
2014 Pemilu [sunting]
Pada 24 Februari 2012, Megawati menjauhkan diri dari
jajak pendapat [21] [22] yang menempatkannya sebagai pesaing utama untuk
pemilihan presiden Indonesia, 2014 [23] Megawati, masih Ketua PDI-P, mengimbau
kepada partainya pada berkumpul di Yogyakarta untuk fokus pada prioritas PDI-P
saat ini. Meskipun demikian, nama domain tampaknya telah terdaftar atas
namanya. [24] Pada tanggal 27 Desember 2012, edisi harian The Jakarta Post
mengisyaratkan kemungkinan kerjasama dalam pemilihan umum antara keluarga
Megawati dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan 2014 partai politik mereka,
Partai nya Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Demokrat
masing-masing. [25]
Keluarga [sunting]
Megawati dengan suami Taufiq Kiemas dan tiga anak.
Suami pertama Megawati, Lettu Surendro Supjarso, tewas
dalam kecelakaan pesawat di Irian Jaya pada tahun 1970 Pada tahun 1972, ia
menikah dengan Hassan Gamal Ahmad Hassan, seorang diplomat Mesir. Pernikahan
itu dibatalkan segera sesudahnya. [3] Dia menikah Taufiq Kiemas, yang meninggal
pada bulan Juni 2013 [26] Bersama-sama dia dan Taufiq memiliki tiga anak,
Mohammad Rizki Pramata, Mohammad Prananda dan Puan Maharani. Puan adalah anak
dari pernikahan Megawati Taufiq.
Etimologi dari "Megawati Soekarnoputri"
[sunting]
Sukarnoputri berarti "putri Sukarno" dan
merupakan patronymic, bukan nama keluarga; Jawa sering tidak memiliki nama
keluarga. Dia sering disebut sebagai 'Megawati', atau hanya sebagai 'mega',
yang berasal dari kata Sansekerta yang berarti "Dewi Clouds". Dalam
pidatonya di hadapan mahasiswa Sathya Sai Sekolah Dasar Sri, ia mengatakan
bahwa Biju Patnaik, pemimpin India terkemuka dan mantan menteri Kepala Orissa,
menamai dia atas permintaan Sukarno. [27] [28]
Peristiwa 27 Juli
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peristiwa 27 Juli 1996, disebut sebagai Peristiwa
Kudatuli (akronim dari KERUSUHAN DUA PULUH TUJUH JULI) atau Peristiwa Sabtu
Kelabu (karena memang kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu) adalah
peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia
(PDI) di Jl Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai pendukung
Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi
(Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari
kepolisian dan TNI.
Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa
wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat.
Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.
Pemerintah saat itu menuduh aktivis PRD sebagai penggerak
kerusuhan. Pemerintah Orde Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis
PRD ke penjara. Budiman Sudjatmiko mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun
penjara.
6 Buku dan penelitian
7 Peringatan
8 Referensi
9 Pranala luar
Istilah[sunting | sunting sumber]
Ada dua istilah untuk Peristiwa 27 Juli ini, yaitu:
Kudatuli. Akronim dari Kerusuhan 27 Juli. Pertama kali
dimuat di Tabloid Swadesi dan kemudian luas digunakan oleh berbagai media
massa. Mayjen TNI (Purn.) Prof. Dr. Soehardiman, SE juga pernah menggunakannya
dalam bukunya.
Sabtu Kelabu. Merujuk pada hari saat terjadinya peristiwa
ini yaitu hari Sabtu, kata "kelabu" untuk menggambarkan "suasana
gelap" yang melanda panggung perpolitikan Indonesia saat itu. Tidak
diketahui pencetusnya, namun diduga semula beredar dalam forum-forum di
Internet.
Laporan Komnas HAM[sunting | sunting sumber]
Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia: 5
orang meninggal dunia, 149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang
ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan telah terjadi sejumlah pelanggaran hak
asasi manusia.
Dokumen dari Laporan Akhir Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia menyebut pertemuan tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jaya dipimpin oleh
Kasdam Jaya Brigjen Susilo Bambang Yudhoyono. Hadir pada rapat itu adalah
Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel Haryanto, Kolonel Joko Santoso, dan Alex
Widya Siregar. Dalam rapat itu, Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan penyerbuan
atau pengambilalihan kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya.
Dokumen tersebut juga menyebutkan aksi penyerbuan adalah
garapan Markas Besar ABRI c.q. Badan Intelijen ABRI bersama Alex Widya S.
Diduga, Kasdam Jaya menggerakkan pasukan pemukul Kodam Jaya, yaitu Brigade
Infanteri 1/Jaya Sakti/Pengamanan Ibu Kota pimpinan Kolonel Inf. Tri Tamtomo
untuk melakukan penyerbuan. Seperti tercatat di dokumen itu, rekaman video
peristiwa itu menampilkan pasukan Batalion Infanteri 201/Jaya Yudha menyerbu
dengan menyamar seolah-olah massa PDI pro-Kongres Medan. Fakta serupa terungkap
dalam dokumen Paparan Polri tentang Hasil Penyidikan Kasus 27 Juli 1996, di
Komisi I dan II DPR RI, 26 Juni 2000.[1]
Latar belakang[sunting | sunting sumber]
Soeharto dan pembantu militernya merekayasa Kongres PDI
di Medan dan mendudukkan kembali Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI. Rekayasa
pemerintahan Orde Baru untuk menggulingkan Megawati itu dilawan pendukung
Megawati dengan menggelar mimbar bebas di Kantor DPP PDI.
Mimbar bebas yang menghadirkan sejumlah tokoh kritis dan
aktivis penentang Orde Baru, telah mampu membangkitkan kesadaran kritis rakyat
atas perilaku politik Orde Baru. Sehingga ketika terjadi pengambilalihan secara
paksa, perlawanan dari rakyat pun terjadi.
Pasca Orde Baru[sunting | sunting sumber]
Pengadilan Koneksitas yang digelar pada era Presiden
Megawati hanya mampu membuktikan seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang
terbukti mengerahkan massa dan melempar batu ke Kantor PDI. Ia dihukum dua
bulan sepuluh hari, sementara dua perwira militer yang diadili, Kol CZI Budi
Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan Letnan Satu (Inf)
Suharto (mantan Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya) divonis bebas.
Garis waktu[sunting | sunting sumber]
Semua waktu berdasarkan Waktu Indonesia Barat (WIB,
UTC+7).
01:00[sunting | sunting sumber]
Di Markas PDI ada sekitar 300 orang yang berjaga--suatu
kebiasaan dilakukan sejak Kongres Medan lalu. Di luar pagar, ada sekitar 50
orang. Satgas dan simpatisan Megawati mulai terlelap dan sebagian ada yang
bermain catur di pinggir pelataran kantor dan juga di Jalan Diponegoro dengan
beralaskan terpal.
03:00[sunting | sunting sumber]
Para pendukung Mega mulai mencium sesuatu bakal terjadi,
setelah patroli mobil polisi berkali-kali melintas. Sebagian dari mereka
mencoba memantau keadaan dari jembatan kereta api Cikini.
05:00[sunting | sunting sumber]
Serombongan pasukan berbaju merah, kaus PDI, bergerak
menuju Diponegoro 58. Konon mereka diangkut dengan delapan truk.
06:15[sunting | sunting sumber]
Pasukan berkaus merah tadi akhirnya sampai di depan
Kantor PDI dan kedatangan mereka disambut para pendukung Mega dengan lemparan
batu. Pasukan merah tadi pun membalas dengan batu dan lontaran api. Maka,
spanduk yang menutupi hampir semua bagian depan Kantor PDI terbakar ludes.
Bentrok fisik pun tak terhindarkan. Sebuah sumber mengatakan ada 4 orang tewas,
tapi angka ini belum dikonfirmasi.
Semua jalan menuju ke arah Diponegoro sudah diblokir oleh
kesatuan polisi. Perempatan Matraman menuju ke Jalan Proklamasi ditutup dengan
seng-seng Dinas Pekerjaan Umum yang sedang dipakai dalam pembangunan jembatan
layang Pramuka-Jalan Tambak.
Massa sudah berkumpul di depan Bank BII Megaria. Sedang
di samping pos polisi sudah bersiap dua mobil anti huru-hara dan empat mobil
pemadam kebakaran persis di depan DPP PDI. Polisi anti huru-hara terlihat ketat
di belakang mobil anti huru-hara dan di depan Kantor PDI.
09:15[sunting | sunting sumber]
Di samping Kantor PDI (dan PPP) terlihat massa -- yang
tampaknya bukan dari PDI -- sedang baku lempar batu dengan ABRI yang bertameng
dan bersenjatakan pentungan. Massa terus melawan dengan melempar batu.
09:24[sunting | sunting sumber]
Massa di belakang Gedung SMPN 8 dan 9, di samping Kantor
PDI dan PPP, mulai terdesak mundur ketika ada bantuan pasukan yang tadinya
hanya berjaga-jaga di bawah jembatan kereta api. Mereka dipukul mundur sampai
di belakang Gedung Proklamasi. Tiga wartawan foto mulai membidik massa yang
lari tunggang langgang, Sedang salah seorang wartawan foto mendekati pasukan
loreng dan berusaha mengambil gambar. Tiba-tiba seorang wartawan foto -- yang
belakangan diketahui bernama Sukma dari majalah Ummat -- terlihat dipukuli
pasukan loreng dan diseret bajunya (Lihat berita KOMPAS, 29 Juli 1996). Dari
sana Sukma -- dengan menarik bajunya -- dibawa ke belakang Gedung SMP 8 dan 9
Jakarta, tempat pasukan loreng berkumpul yang berjarak 300 meter dari tempat
pertama pemukulan.
09:35[sunting | sunting sumber]
Massa di depan Megaria yang diblokade pasukan polisi anti
huru-hara, melempar batu ketika mobil ambulans dari Sub Dinas Kebakaran Jakarta
yang meluncur dari kantor DPP PDI mencoba menerobos kerumanan massa dan polisi
di depan Bank BII di pertigaan Megaria. Massa yang berada di depan gedung
bioskop Megaria dan Bank BII, berteriak-teriak dan bernyanyi, "Mega pasti
menang, pasti menang, pasti menang".
09:45[sunting | sunting sumber]
Wartawan dalam dan luar negeri, yang sedari pagi
berkumpul di depan pos polisi, mulai dihalau oleh pasukan anti huru-hara menuju
kerumunan massa di depan Bank BII.
Saat itu juga terlihat kepulan asap hitam membubung dari
DPP PDI. Salah seorang satgas PDI pro Mega mengatakan bahwa sebagian Kantor PDI
sempat dibakar dan arsip-arsip di dalam kantor sudah dimusnahkan. Korban tewas
dari PDI pro Megawati yang berada di DPP diperkirakan empat orang. Sekitar 300
orang luka parah, 50 orang diantaranya dari cabang-cabang Jawa Timur yang
tengah berjaga-jaga di Kantor PDI.
Jalan Diponegoro di depan DPP PDI mulai dibersihkan dari
batu-batu dan bekas kebakaran. Seonggok bangkai mobil dan motor yang terbakar
juga disiram dan berada persis di depan pintu masuk Kantor PDI.
11:30[sunting | sunting sumber]
Ribuan massa terus bertambah dan terpisah letaknya di 3
tempat. Yaitu di depan Bioskop Megaria, di depan BII, serta di depan Telkom,
persis di depan jalan tempat Proyek Apartemen Menteng. Mereka menjadi satu
kerumunan besar di pos polisi di bawah jembatan kereta api layang. Belum lagi
massa dari arah Selatan di bawah jembatan layang kereta api yang sebelumnya
dipukul mundur, sudah mulai bergerak maju dan menjadi satu kembali dengan massa
besar tadi.
Mimbar bebas pun digelar. Helikopter polisi terus
memantau massa yang mulai mengadakan mimbar bebas. Dipandu aktivis pemuda,
mimbar bebas menjadi ajang umpatan pada aparat keamanan, dan sanjungan untuk
Mega. "Mega pasti menang, pasti menang, pasti menang.....," terus terdengar.
Massa yang masih di dalam pagar lintasan kereta api mulai merobohkan pagar
besi, lantas menyatu dengan massa peserta mimbar bebas.
11:40[sunting | sunting sumber]
Massa yang berada di dalam pagar lintasan kereta api
mulai melempar batu ke arah aparat yang sudah berjaga-jaga di depan SMP 8 dan 9
Jakarta. Terdengar dari kejauhan massa di mimbar bebas terus berteriak mengecam
aparat berseragam loreng. Batu-batu yang beterbangan membuat wartawan
berlindung di belakang blokade polisi dan sebagian lagi menyelamatkan diri
dengan berlindung di mobil anti huru-hara.
Pihak kepolisian Jakarta Pusat berusaha menenangkan massa
yang melempari pasukan dari Yon Kavaleri VII dan Yon Armed 7 Jayakarta. Massa
yang terus bergerak membuat pasukan berseragam loreng bertahan di sekitar Jalan
Pegangsaan Timur.
Di depan pos polisi, massa yang terus bertambah jumlahnya
memenuhi pentas mimbar bebas. Massa di depan bioskop Megaria merobohkan pagar
besi pembatas jalan dan bergabung menyaksikan mimbar bebas. Salah seorang
tampak berdiri di tengah lingkaran massa dengan membawa tongkat berbendera
Merah Putih yang dikibarkan setengah tinggi tongkat. Dia berteriak, "Kita
di sini menjadi saksi sejarah. Kawan-kawan kita mati di dalam Kantor PDI. Kita
harus menunggu komando langsung dari Ibu Mega," teriaknya lantang. Yang
lain menyanyikan, "Satu komando..... satu tindakan." Kemudian ada doa
bersama untuk mereka yang tewas.
12:40[sunting | sunting sumber]
Pihak keamanan meminta utusan mimbar bebas untuk
bersama-sama pihak keamanan masuk melihat situasi di dalam Kantor PDI. Lima
orang akhirnya dipilih, sementara mimbar bebas terus berjalan.
12:45[sunting | sunting sumber]
Bantuan polisi dari satuan Sabhara Polda Metro Jaya mulai
berdatangan memenuhi jalan depan Kantor PDI. Sedang lima orang utusan di bawah
pimpinan Drs. Abdurrahman Saleh, bekas pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia, masuk ke dalam kantor DPP yang porak poranda. Sekitar lima menit
berada di dalam Kantor PDI, lima utusan tadi ke luar. Salah seorang wakil
utusan, ketika ditanya TEMPO Interaktif tentang bagaimana kondisi di dalam
kantor DPP, mengatakan, "Di dalam tidak ada apa-apa; darah berceceran di
semua ruangan." Orang ini bercerita sambil menahan tangis; matanya sarat
air mata, sambil membawa jaket merah PDI bernama dada Nico Daryanto, mantan
Sekretaris Jenderal PDI, dan satu spanduk merah.
Kelima utusan tersebut didaulat naik ke atas mobil anti
huru-hara untuk melaporkan keadaan di dalam gedung. Baru beberapa kata terucap
dari utusan tadi, sebuah batu melayang entah darimana dan mengenai tangan
seorang utusan yang berdiri di atas mobil anti huru-hara. Akhirnya, laporan
keadaan Kantor PDI berhenti sampai di situ.
13:52[sunting | sunting sumber]
Pengacara Megawati, RO Tambunan, berpidato di depan
Kantor PDI. Dia mengatakan, "Kita menduduki Kantor DPP karena Megawati
adalah pimpinan yang syah. Negara ini adalah negara hukum, jadi tunggu proses
hukum selesai," katanya keras. Yang dimaksud Tambunan adalah proses hukum
berupa tuntutan Megawati ke alamat Soerjadi dan sejumlah pejabat pemerintah di
pengadilan yang sampai kini masih disidangkan, sehingga status Kantor PDI belum
diputuskan.
Menurut RO Tambunan, Kapolres Jakarta Pusat sudah
berjanji tidak seorang pun diperkenankan masuk, termasuk kubu Soerjadi.
Barang-barang tak satu pun boleh keluar dari dalam kantor; pihak pengacara akan
mendaftar barang-barang DPP. "Ini negara hukum, kita harus turuti perintah
hukum," ujar Tambunan.
14:05[sunting | sunting sumber]
Soetardjo Soerjogoeritno, salah satu pimpinan DPP PDI
yang pro Megawati, tiba-tiba terlihat berjalan mendekati Kantor PDI. Sesaat
kemudian Soerjogoeritno bicara dengan Kapolres Jakarta Pusat soal status Kantor
PDI.
Massa yang mencoba mendekati Soerjogoeritno dihalau
anggota Brimob yang bersiaga dengan anjing pelacak. Tapi, melihat ribuan orang,
dua anjing herder itu tak berani bergerak mengejar massa. Massa makin berani.
"Kami ini manusia, kok dikasih anjing," kata seseorang marah. Siang
itu pula setumpuk koran Terbit yang memberitakan Kantor DPP PDI Diserbu,
ramai-ramai dirobek-robek.
14:29[sunting | sunting sumber]
Hujan batu terjadi. Massa yang di berada depan pos polisi
melempari barikade polisi anti huru-hara. Satuan anti kerusuhan itu terpaksa
mundur dan berlindung dari hujan batu. Mobil anti huru-hara yang tetap
nongkrong di bawah jembatan layang dilempari batu bertubi-tubi. Dua lapis
barisan polisi dan tentara bergerak maju. Dengan tameng dan tongkat mereka
merangsek maju menghalau massa. Maka, ribuan orang itu beringsut mundur ke arah
Salemba.
Ada sekitar 100 orang yang berlindung di dalam gedung
Kedutaan Besar Palestina, persis di depan Kantor PDI. Di samping Kantor PDI, di
Kantor PPP, terlihat puluhan wartawan berkumpul. Sementara itu, polisi dan
tentara mengejar massa sampai di depan Rumah Sakit Cipto (RSCM). Beberapa orang
terlihat dipentung dengan rotan. Seorang siswa STM 1 Jakarta, menangis di depan
bioskop Megaria -- lengannya patah ketika menangkis pukulan dan pentungan
petugas. Di depan Megaria itu suasananya gaduh, ambulans meraung-raung terus
menerus. Korban-korban yang bocor kepalanya dan luka-luka diseret ke depan
Kantor PDI dan menjadi bidikan foto wartawan.
15:00[sunting | sunting sumber]
Enam buah panser mulai berdatangan di depan pos polisi
Megaria. Persis di depan Rumah Sakit Cipto (RSCM), sebuah bus tingkat dibakar
massa. Tak jauh dari bus yang terbakar, satu lagi bus PPD nomor trayek 40,
disiram bensin dan dibakar dengan sebuah korek api. Terbakarlah bus jurusan
Kampung Rambutan-Kota itu.
15:37[sunting | sunting sumber]
Persis di depan Fakultas Kedokteran UI Salemba, sebuah
bus Patas PPD nomor trayek 2, habis terbakar. Ribuan massa mulai mencabuti
rambu-rambu lalu lintas dan menghancurkan lampu lalu-lintas di pertigaan
Salemba. Asrama Kowad -- yaitu gedung Persit Kartika Candra Kirana -- merupakan
gedung pertama yang diamuk massa. Pertama-tama dengan lemparan batu dari luar,
kemudian massa masuk ke halaman, dan membakar gedung tersebut. Sebuah kendaraan
jip yang diparkir di halaman dibakar massa, menimbulkan api yang besar.
Wisma Honda yang terletak di sebelah Barat gedung Persit,
tak luput dari lemparan batu. Tapi, beberapa jam kemudian, gedung Honda itu pun
habis dilalap si jago merah. Massa kemudian bergerak ke arah Selatan dan
membakar Gedung Departemen Pertanian yang berlantai delapan. Sebuah sedan Mercy
juga dibakar habis.
15:55[sunting | sunting sumber]
Massa terus bergerak ke arah Matraman. Maka, beberapa gedung
pun jadi korban amukan api yang disulut massa. Pertama-tama gedung Bank
Swansarindo Internasional. Api yang berasal dari karpet lantai dan korden
jendela kaca itu dengan cepat merambat ke atas gedung berlantai lima ini. Show
room Auto 2000 yang berada disebelahnya juga tidak luput dari amukan massa dan
dibakar beserta mobil yang dipamerkan di dalamnya. Selanjutnya Bank Mayapada
juga dibakar massa.
Ribuan massa terus bergerak ke arah Matraman. Dengan
tembakan ke udara, massa mulai tercerai-berai. Sebagian ke arah Pramuka,
sebagian lagi ke arah Proyek Perdagangan Senen. Sebelumnya, seorang polisi
kelihatan memegangi kepalanya yang bocor kena lemparan batu. Dia berkata kepada
seorang rekannya yang berseragam loreng, "Bapak yang bawa senjata ke depan
saja Pak."
16:19[sunting | sunting sumber]
Massa rupanya melempari Bank BHS di Jalan Matraman.
Kelihatan api mulai menyala di samping gedung BHS, tetapi tidak sampai
menyentuh gedung bank itu karena sepasukan tentara berbaret hitam dengan
tronton pengangkut pasukan segera tiba.
Sedangkan jalan Salemba Raya terlihat gelap. Asap hitam
tebal dari gedung Bank Mayapada dan Auto 2000 membubung ke udara. Massa yang
bergerak ke arah Salemba inilah yang kemudian membakar gedung Darmex, Gedung
Telkom, terus sampai ke arah Senen. Namun mereka dihalau panser tentara dan
gagal mencapai Senen.
16:33[sunting | sunting sumber]
Tiga panser didatangkan ke perempatan Matraman. Panser
ini berhasil membubarkan massa yang merusak semua rambu-rambu lalu lintas.
19:00
Massa di Jalan Proklamasi mulai berkerumun. Tak lama
kemudian mereka membakar toko Circle K, Studio SS Foto, dan beberapa bangunan
lagi. Aksi dikabarkan berlangsung sampai pukul 01.00 dinihari.[2]
Buku dan penelitian
Peristiwa 27 Juli menghasilkan sejumlah buku dan sejumlah
penelitian. Pejabat militer juga menulis buku untuk menjelaskan posisinya dalam
kasus itu. Benny S Butarbutar, yang menulis buku Soeyono Bukan Puntung Rokok
(2003), memaparkan Kasus 27 Juli dari perspektif Soeyono yang kala itu menjabat
Kepala Staf Umum ABRI. Ia membangun teori persaingan srikandi kembar antara
Megawati dan Siti Hardijanti Rukmana sebagai latar terjadinya Kasus 27 Juli. Ia
juga memaparkan, rivalitas di tubuh tentara yang membuatnya tersingkir dari
militer. Soeyono menyebutnya sebagai Killing the Sitting Duck Game, rekayasa
untuk "Membunuh Bebek Lumpuh." Sehari sebelum kejadian, Soeyono
mengalami kecelakaan di Bolaang Mongondow.
Buku lain yang muncul adalah Membongkar Misteri Sabtu
Kelabu 27 Juli 1996 dengan editor Darmanto Jatman (2001). Tim peneliti Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia juga membukukan hasil penelitian mengenai Militer
dan Politik Kekerasan Orde Baru-Soeharto di Belakang Peristiwa 27 Juli? (2001).
Peringatan
Pada Rabu 26 Juli 2006, Malam Dasawarsa Tragedi 27 Juli
1996 digelar di bekas Kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan
Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat. Acara hanya dihadiri keluarga
korban dan saksi mata peristiwa ini. Petinggi partai yang sudah berubah nama
menjadi PDI Perjuangan tidak terlihat hadir. Begitu juga Ketua Umum PDIP
Megawati Sukarnoputri. Walau begitu acara berjalan khidmat. Setelah tahlilan,
peringatan itu diteruskan pemotongan tumpeng kemudian ditutup dengan renungan.
[3]
Megawati dan Joko Widodo |
Dalam pemilihan Umum Presiden 9 Juli 2014 lalu sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati tidak mencalonkan diri menjadi salah satu calon, namun menunjuk Joko Widodo menjadi calon Presiden dan Muhammad Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden dan keduanya berhasil mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dan Joko Widodo akan dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia yang ke-7 menggantikan Soesilo Bambang Yudhoyono.
Referensi
^ Selimut Politik Sabtu Kelabu, Tempo
^ TEMPO Interaktif, edisi 23/01 - 10/Agustus/1996
^ Liputan 6 (Bersambung)
No comments:
Post a Comment