!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Saturday, February 22, 2014

BPJS: Lebih Ribet dan Tetap Bayar

BPJS: Lebih Ribet dan Tetap  Bayar


Inilah akibatnya Undang-Undang ini diberlakukan tanpa sosialisasi matang, dan tanpa konsultasi dan di dialogkan dengan para dokter yang banyak tahu kebutuhan dan persoalan kesehatan di Indonesia.

Demikian komentar seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang berpraktek di Rumah Sakit Swasta di Jakarta Timur yang juga berpraktek di Rumah Sakit Pemerintah Jakarta Pusat ini yang ditemui ASatunews di Jakarta, Sabtu (22/2).

‘’Dengan sistem baru ini mungkin banyak pasien mati, karena sistem yang masih kacau, dan ribet, tidak heran kalau banyak Rumah Sakit Swasta enggan terlibat dan mau bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ini,’’ tambah dokter itu lagi.
Keluhan dan komplain dokter ini bukannya tanpa alasan, dalam sistem baru ini ternyata si pasien harus tetap bayar untuk obat-obatan yang diminta.

‘’Maaf Bu, untuk pesrta Asuransi BPJS, biasanya obat-obatan hanya diberikan untuk lima hari, jadi untuk pasien yang memerlukan obat untuk 30 hari, yang biasanya untuk penyakit diabetes dan darah tinggi yang harus mengkonsumsinya selama 30 hari untuk tiga kali sehari, sebelum kontrol pada bulan berikutnya si pasien harus mengeluarkan dana ekstra Rp 500.000,’ kata perawat jaga.-

‘’Padahal pada waktu menggunakan asuransi Jamsostek, kita sama sekali tidak mengeluarkan biaya tambahan, paling untuk membayar vitamin, biasanya hanya antara Rp 10.000,- sampai Rp 20.00 saja, kini harus membayar biaya tambahan sekian banyak , sama saja kita ngak ikut asuransi , padahal saya memilih masuk BPJS Kesehatan kelas Satu yang per orangnya membayar sekitar Rp 59.000 per bulan,’’ keluh Ibu Imas, Warga Depok yang ditemui Asatunews, Sabtu petang (22/2).

Lalu bagaimana nasib pasien ngak mampu yang hanya diberi obat hanya untuk lima hari, sehingga ngak mampu membayar obat untuk 25 hari berikutnya, Tentu saja bahaya kematian mengancam mereka, hanya karena peraturan dan sistem jaminan kesehatan yang semakin ribet dan semrawut.

 Memang urusan kematian,  adalah takdir dan urusan Allah SWT yang Maha Kuasa. ‘’Tapi Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kalau kita tidak berusaha merubahnya semdiri . “Wallahu Alam’’

Para peserta Kartu Kesehatan BPJS mengeluh pelayanan kurang luas dan semakin jauh dari konsumen. Poliklinik dan Rumah Sakit yang bekerjasama dengan BPJS semakin Jauh dari Rumah.

"Pada waktu masih dikelola PT. Jamsostek, mereka juga bekerjasama dengan Rumah Sentra Medika, Jalan Raya Bogor, sehingga saya setelah dapat rujukan di poliklimik Villa Pertiwi, saya bisa segera berobat ke RS Sentra Medika," kata Imas (50 tahun) waga Villa Pertiwi, Depok, Jumat (21/2).

“Kini, Rumah Sakit yang bekerjasama dengan PT. JPPS Kesehatan terbatas, jauh dari rumah, yaitu dengan RS Tugu Ibu,di PAL Gandaria, Poliklinik Villa Pertiwi Buka Jam 10 pagi, sampai di Rumah Sakit Tugu Ibu jam 11 Pagi sudah tutup." Keluh Ibu Imas.

"Operator Pendaftaran RS Tugu Ibu menyatakan, pendaftaran pasien untuk dokter penyakit dalam tadi dibuka pukul 10 pagi, dan ditutup beberapa menit kemudian karena kuota pasien hanya 30 orang," keluh Ibu Imas lagi. Terpaksa Ibu Imas kembali berobat keesok harinya.

Seorang peserta Asuransi Kesehatan Jamsostek Ibu Siti Nursidhah (40 tahun), yang kini harus mengganti status kartu asuransi kesehatan dari Jamsostek ke PT JPPS mengeluh: "Saya dimintai uang jasa pengurusan Rp. 250.000, sehingga saya harus menunda pengurusan pengalihan kartu kesehatan Jamsostek ke kartu BPJS," tambah warga Sumur Batu, Kelurahan Serdang, Kemayoran, Jakarta Pusat Itu.

Yanto (50 tahun) tukang Ojek, warga Villa Pertiwi juga meneluh, kini dia sudah punya kartu BPJS Kesehatan setelah sebelumnya memiliki kartu Asuransi Jamsostek ketenagakerjaan dan  kesehatan.

"Dulu saya cukup minta rujukan di poliklinik Villa Pertiwi, kini harus minta rujukan ke poliklinik Ibu Mas Cisalak Gang Nangka, jauh dari rumah, jadi lagi harus berobat ke RS Tugu Ibu yang juga jauh dari rumah, padahal dulu bisa berobat di Sentra Medika, yang dekat dari rumah," tambah Yanto.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus segera diaudit. Karena sampai saat ini Dana Iuran dari Kepesertaan Masuk ke PT Askes Rp 161 triliun

Diantaranya, dana iuran dari kepesertaan asuransi kesehatan dari PNS, TNI dan Polri yang masuk ke PT. Askes sebesar Rp. 14 triliun dan dana kepesertaan pekerja di PT Jamsostek mencapai Rp 147 triliun.

Sejak Askes dan Jamsostek digabungkan menjadi BPJS dana itu sampai saat ini belum jelas. "Seharusnya dana itu sudah masuk ke BJPS".

"Makanya kita minta BPJS segera diaudit, dikhawatirkan dana itu digunakan untuk kepentingan politik apa lagi saat ini sudah mendekati Pemilu 2014," tegas Rieke Diah Pitaloka Anggota Komisi IX DPR RI di Jakarta Rabu (19/2-2014).

Menurut Rieke, masih banyak rakyat miskin dan tidak mampu yang belum mendapatkan jaminan kesehatan karena sistem pendataan pemerintah yang buruk sehingga mereka tidak masuk sebagai penerima bantuan iuran (PBI).

Seharusnya seluruh rakyat Indonesia yang fakir miskin dan tidak mampu (termasuk peserta Jamkesda) per 1 Januari 2014 otomatis sebagai Peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan sebagai PBI (penerima bantuan iuran) yang dibayar oleh pemerintah pusat.

Merujuk kepada ketentuan kriteria fakir miskin atau tidal mampu yang pada PP 101 tahum 2012 tersebut pemerintah mentahapkan kepesertaan dan memangkas jumlah warga miskin dan tidak mampu yang tergabumg dalam PBI Dan sebelumnya mencapai 96,4 juta jiwa.

Sesuai hasil pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang dibuat BPS pada 2011 menjadi 86,4 juta jiwa, akibatnya sedikitnya 10 juta jiwa rakyat miskin dan tidak mampu tidak mendapatkan akses jaminan kesehatan.

Menurut Rieke, merespon masih banyaknya rakyat miskin Dan tidak mampu yang bellum masuk menjadi peserta PBI Komisi IX DPR RI pada tahun 2014 ini mendukung penambahan anggaran sebesar Rp 400 miliar untik membiayai kalangan miskin dan tidak mampu yang belum menjadi peserta Penerima Bantuan Iran (PBI)

Sejak Undang-Undang BPJS mulai berlaku satu Januari 2014 lalu kini pengelola Asuransi Kesehatan dikelola satu pintu oleh PT Askes yang kini beganti nama Badan Pengelola Jaminan Kesehatan (BPJS) yang semula hanya mengelola jaminan kesehatan Pegawai Negeri, anggota ABRI, dan para pensiunan Pegawai Negeri dan ABRI beserta keluarganya.

Selain PT Askes sebelum berlakunya UndanUndang BPJS Asuransi kesehatan juga dikelola perusahaan lain, diantaranya PT Jamsostek.

PT. Jamsostek selain melayani jasa asuransi kesehatan untuk para pekerja formal juga para pekerja sector informal, seperti para penjual pecel lele, penjual kue sampai tukang ojek, jaringan kerjasamanya pun meluas bukan saja dengan rumah sakit milik pemerintah , tetapi juga dengan banyak rumah sakit swasta.

Tidak hernan jangkauan pelayanannya mendekati para konsumen secara luas.

No comments:

Post a Comment