!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Sunday, March 1, 2015

Gubernur Jakarta Ahok laporkan ada dana siluman anggaran Jakarta ke komisi pemberantasan korupsi


Gubernur Jakarta Ahok laporkan ada dana siluman anggaran Jakarta ke komisi pemberantasan korupsi



JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, jika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama benar bahwa ada penyusupan "dana siluman" dalam APBD DKI Jakarta, Basuki tak bisa dijatuhkan oleh DPRD DKI yang saat ini menggulirkan hak angket, penyelidikan.

Atas dasar itu, Jusuf Kalla juga mendukung langkah Gubernur DKI yang membawa laporan dan dokumen dugaan dana siluman dalam APBD DKI Jakarta sejak tahun 2012 hingga 2015 ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Biar saja begitu (berlangsung proses hukumnya) sehingga orang akan jelas, mana yang salah dan yang benar. Kasus DPRD ibu kota Jakarta bagus dan bisa menjadi contoh untuk semua DPRD di mana pun. Kalau berlebihan (menganggarkan), ya, masuk ke pengadilan saja. Jadi, saya dukung (langkah ke KPK) itu," ujar Kalla saat ditanya mengenai kemelut seputar APBD DKI Jakarta, di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (28/2).

Saat ditanya kemungkinan Gubernur Basuki akan dimakzulkan terkait hak angket yang diajukan DPRD DKI, Kalla menjawab, jika Basuki benar, dia tidak bisa dijatuhkan oleh DPRD.

"Terkecuali Ahok-nya salah. Karena menjatuhkan itu harus lewat pengadilan. Nah, pengadilan itu, kan, juga harus jelas, kalau memang benar harga UPS (alat catu daya listrik cadangan) itu ketinggian, atau apa pun namanya, berarti Ahok, ya, benar. Tetapi, kalau memang tidak ada (dana siluman), ya, Ahok bisa salah," ujar Kalla menyebut panggilan akrab Basuki.

Komunikasi politik

Presiden Joko Widodo dalam kesempatan terpisah mengatakan, kisruh politik di DKI Jakarta saat ini muncul karena ada persoalan komunikasi politik antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.

"Sebetulnya, asal dua-duanya mau bertemu, berkomunikasi, mencarikan solusi, mencarikan jalan keluar, pasti ada," kata Presiden, yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta, di Jakarta.

Menurut Jokowi, masalah anggaran yang menjadi salah satu akar persoalan itu tak perlu terjadi jika ada kesepahaman dalam hal prioritas penganggaran.

"Mana yang prioritas, apakah sekolah-sekolah yang rusak atau UPS? Penting mana? Kan, masih banyak sekolah yang rusak dan perlu diperbaiki," ujarnya.

"Yang kedua, apakah itu usulan sekolah atau bukan, ditanyakan. Nanti akan kelihatan, tanyakan kepada dinas juga, mereka mengusulkan atau tidak," lanjutnya.

Basuki libatkan BPKP

Gubernur Basuki juga meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) turut menginvestigasi dugaan anggaran siluman dalam APBD DKI Jakarta tahun 2014. Ia menengarai, kemunculan dana tidak jelas itu tak hanya berasal dari oknum di DPRD DKI Jakarta, tetapi juga jajaran di bawahnya.

Menurut Basuki, anggaran tidak jelas untuk UPS pada APBD DKI Jakarta 2014 kembali muncul dalam Rancangan APBD 2015 dengan nilai mencapai Rp 12,1 triliun. Di antara berbagai anggaran tak jelas itu, pengadaan UPS paling mencolok karena memakan biaya cukup besar.

Indikasi korupsi pada pengadaan UPS tahun 2014 telah tercium oleh KPK. Berdasarkan data yang Basuki miliki, ada modus yang sama dalam pengadaan UPS, yakni tender senilai Rp 6 miliar, tetapi pagunya Rp 5,8 miliar. "Saya memperkirakan pihak yang memasok alat ini satu orang, hanya dia menggunakan nama perusahaan yang berbeda- beda," ujarnya.

Selain membidik oknum di DPRD, Basuki juga membidik jajaran di bawahnya, salah satunya dinas pendidikan. Menurut dia, masih ada orang-orang di kalangan suku dinas pendidikan yang nakal.

Dari penjelasan Lasro Marbun, mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta (tahun 2014), pada APBD 2014, anggaran pendidikan dipangkas hingga Rp 4,3 triliun. Namun, hingga anggaran disahkan, masih ditemukan 55 paket yang seharusnya tidak masuk dalam anggaran dan tetap lolos.

Bukan untuk memakzulkan

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra, Muhamad Sanusi, mengatakan, yang dipersoalkan Dewan saat ini adalah dokumen APBD 2015 yang tidak sah karena bukan hasil pembahasan dengan DPRD.

Laporan Gubernur kepada KPK atas dugaan anggaran siluman pada APBD 2014, lanjutnya, tidak berhubungan dengan keabsahan dokumen APBD 2015 yang diserahkan eksekutif kepada Kementerian Dalam Negeri.

"Kalau memang ada anggota Dewan yang terlibat (dalam dugaan dana siluman APBD 2014), silakan periksa saja. Kami semua patuh pada hukum. Tetapi, itu tidak ada urusannya dengan APBD 2015 yang belum sah karena belum ada penetapan dari Kementerian Dalam Negeri," tutur Sanusi.

Dia bahkan balik menuding adanya "anggaran siluman" senilai Rp 20 triliun dalam APBD 2015. Dana itu, menurut Sanusi, adalah belanja tidak langsung untuk gaji pegawai, tunjangan, serta belanja telepon, air, listrik, dan internet, yang tidak dibahas bersama dengan Dewan.

"Di komisi saya, misalnya, ada program pemeliharaan Jalan Suprapto Rp 50 miliar tanpa rincian panjang jalan atau aspal yang dibutuhkan. Ada juga program pembangunan pipa air bersih Jatiluhur-Jakarta Rp 50 miliar," ujar Sanusi.

"Ketika kami tanya kenapa ada program itu, padahal itu masuk ranah kementerian, dijawab usulan itu bukan dari mereka (SKPD). Ada juga program hibah kampung deret senilai Rp 300 miliar. Program ini termasuk temuan BPKP tahun 2013. Kami tanya lagi, dijawab hal yang sama, bukan usulan mereka," katanya.

Itulah sebabnya, lanjut Sanusi, hak angket yang sudah disetujui DPRD pada 26 Februari lalu tetap akan dilanjutkan.

Senada dengan itu, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI-P, Steven Setiabudi Musa, menegaskan, hak angket tetap bergulir karena bertujuan mengoreksi kebijakan Gubernur.

"Tujuan kami melakukan hak angket tidak pernah untuk memakzulkan. Kami hanya ingin Gubernur tahu bagaimana berkomunikasi dengan baik," ujarnya.

Dukungan warga terus mengalir terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk mencegah penyimpangan penggunaan APBD. Seperti terlihat dalam aksi "Gue Ahok, Lawan Aksi Begal APBD" saat car free day di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (1/3/2015).

Warga berharap, kisruh persoalan APBD DKI antara Ahok dan DPRD dapat diselesaikan dengan baik. Warga meminta, bila benar ada anggaran siluman dalam APBD DKI, perlu ada tindakan tegas.

"Begal motor aja dibakar ya, masa begal APBD enggak diapa-apain," ujar Erwan Kus (50), peserta car free day kepada Kompas.com, di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu pagi.

Erwan mengatakan, bila benar adanya anggaran siluman, pihak yang bermain anggaran tersebut sudah keterlaluan. Sebab, dana APBD seharusnya diperuntukan bagi rakyat. Ia menyinggung salah satu kejanggalan, yakni pengadaan uninterruptible power supply (UPS) yang mencapai miliaran rupiah. (baca: Satu Perusahaan Pemenang Tender UPS Ternyata Toko Fotokopi)

"Dana pembelian UPS, aneh, fantastis gitu. Di kantor saya ada UPS, di rumah saya juga ada. Tapi harganya enggak segitu," ujar Erwan.

Erwan mengaku mendukung Ahok menyelesaikan persoalan APBD DKI. "Hasil akhir saya berharap bisa diselesaikan kalau memang ada yang salah. Saya dukung Ahok. Masalah omongan dia kasar, kan cuma begitu, tapi dia jujur. Dari pada yang alim tapi begal," ujar Erwan.

Yanto (24), warga lainnya mengaku kecewa kepada DPRD DKI. Seharusnya, kata dia, DPRD yang berperan mengawasi pemerintah. (baca: Ahok: Gila, Ngapain Bikin Buku Trilogi? Ini Namanya Fitnah)

"Tetapi di sini terbalik. Justru Ahok yang mengungkapkan adanya dana siluman di anggaran APBD," ujar Yanto.

Ia menduga ada pihak yang ingin menjegal langkah Ahok untuk mengungkap dugaan adanya permainan di anggaran APBD.

"Kita sebagai generasi muda lihat Pak Ahok bener. Justru yang jahat ini mau ngejegal. Makanya salah satu ngedukung Pak Ahok, dengan cara ini," ujarnya.

Ratusan orang berkumpul memberikan dukungan terhadap Ahok. Para peserta kebanyakan dari kalangan muda. Mereka membawa 2000 topeng wajah Ahok, puluhan rim cetakan petisi, papan tulis, spanduk, dan lainnya.

Dugaan penyimpangan APBD DKI sudah dilaporkan Ahok kepada KPK. Kini, KPK tengah melakukan telaah dan akan dilanjutkan ke penyelidikan jika ditemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi. (baca: KPK Telaah Laporan Ahok)

Ahok mempermasalahkan APBD DKI 2015 yang, menurut dia, ada penyimpangan. Ahok menyebutkan, ada anggota DPRD yang memotong 10-15 persen anggaran pada program unggulan dalam Rancangan APBD 2015, lalu dialokasikan untuk program-program bernilai total Rp 12,1 triliun yang, menurut dia, tak penting.

Usulan pengadaan uniterruptible power system (UPS) ternyata tidak hanya untuk sekolah. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2015 hasil pembahasan komisi DPRD, delapan kecamatan dan 56 kelurahan di Kota Adminstrasi Jakarta Barat juga diusulkan untuk mendapatkan UPS.

Berdasarkan dokumen RAPBD 2015 versi DPRD yang diterima Kompas.com, besaran anggaran pengadaan UPS untuk setiap kelurahan dan kecamatan itu Rp 4.220.000.000.

Kecamatan di Jakbar tersebut adalah Kecamatan Cengkareng, Grogol Petamburan, Kalideres, Kebon Jeruk, Kembangan, Palmerah, Taman Sari, dan Kecamatan Tambora.

Pengadaan UPS juga diusulkan untuk Kelurahan Angke, Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Duri Kepa, Duri Kosambi, Duri Selatan, Duri Utara, Glodok, Grogol, Jati Pulo, Jelambar, Jelambar Baru, Jembatan Besi dan Jembatan Lima.

Begitu juga dengan Kelurahan Joglo, Kalianyar, Kalideres, Kamal, Kapuk, Keagungan, Kebon Jeruk, Kedaung Kali Angke, Kedoya Selatan, Kedoya Utara, Kelapa Dua, Kemanggisan, Kembangan Selatan, Kembangan Utara, Kota Bambu Selatan, Kota Bambu Utara, dan Krendang.

UPS juga dianggarkan untuk Kelurahan Krukut, Mangga Besar, Maphar, Meruya Selatan, Meruya Utara, Palmerah, Pegadungan, Pekojan, Pinangsia, Rawa Buaya, Roa Malaka, Semanan, Slipi, Srengseng, Sukabumi Selatan, Sukabumi Utara, Taman Sari, Tambora, TAnah Sereal, Tangki, Tanjung Duren Selatan, Tanjung Duren Utara, Tegal Alur, Tomang, dan Kelurahan Wijaya Kusuma.

Dengan harga Rp 4.220,000.000 per UPS, berarti total anggaran untuk pengadaannya mencapai Rp 270.080.000.000

Usulan proyek pengadaan UPS untuk kecamatan dan kelurahan itu yang dicantumkan dari lembar 190 hingga 192 RAPBD hasil pembahasan di Komisi A DPRD. Setiap lembar ada paraf Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris Komisi A.

Hasil pembahasan itu ditandatangani di Jakarta pada 27 Januari 2015. Yang membubuhkan tanda tangan adalah Pimpinan Badan Anggaran Ir H Triwisaksana Msc, Ketua Komisi A H Riano P Ahmad, H Petra Lumbun SH MH, Syarif M SI.

Sebelumnya diberitakan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membeberkan usulan anggaran siluman yang diajukan oleh DPRD DKI kepada Dinas Pendidikan DKI dalam APBD 2015. Dua di antaranya adalah pengadaan UPS di dua sekolah, yakni SMPN 37 dan SMPN 41. Setiap UPS dianggarkan sebesar Rp 6 miliar. [Baca: Ini Usulan Anggaran Siluman DPRD DKI ke Dinas Pendidikan yang Diungkap Ahok]

Saat dikonfirmasi, Kepala SMPN 41 membantah mengajukan pengadaan UPS untuk sekolah yang dipimpinnya. "Saya tidak tahu soal itu. Kami juga tidak pernah mengajukan," kata Afrisyaf kepada Kompas.com, di kantornya, Jumat (27/2/2015). [Baca: Kepsek SMPN 41 Tak Pernah Ajukan UPS, apalagi Harganya Rp 6 Miliar]

Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama mengatakan bahwa kedatangannya ke Gedung KPK pada Jumat (27/2/2015), tidak hanya bertujuan  melaporkan dugaan penggelembungan anggaran pengadaan perangkat penyedia daya listrik (uninterruptible power supply) pada RAPBD 2015.

Ahok mengaku memiliki bukti-bukti seputar dugaan korupsi yang terjadi di DKI Jakarta dari 2012-2014. Bukti-bukti itulah yang ia masukan ke dalam dua koper, dan ia bawa ke kantor lembaga antirasuah itu. [Baca: Ke KPK, Ahok Bawa Dua Koper dan Setumpuk Dokumen]

"Jadi tadi kami datang membawa bukti-bukti perbedaan APBD yang saya ajukan dengan e-budgeting yang kami sepakati di paripurna dengan yang dibuat oleh kawan-kawan di DPRD. Di situ angka saja sudah selisih cukup banyak sampai Rp 12 triliun," kata Ahok usai menyampaikan laporannya. [Baca: Datangi KPK, Ahok Minta Anggaran Siluman di APBD DKI Diusut]

"Barang-barang sudah kami bawa, nanti teknis yang akan melakukan penelitian dan kita minta lakukan audit BPKP. Audit yang 2015. Yang 2014 sedang dilakukan audit. Kalau 2012, 2013 sudah ada auditnya," ia menambahkan.

Namun ia enggan mengungkapkan pihak-pihak yang diduga terlibat, maupun besaran kerugian negara yang ditimbulkan. Ahok menyebut kedua hal tersebut merupakan kewenangan penuh dari penyidik KPK.

"Saya kira selanjutnya mungkin tanya kepada pihak KPK. KPK akan lakukan penyidikan segala macam. Saya tidak tahu. Biar hukum saja, biar nanti KPK yang akan meneliti semua," ujarnya.


Saat kedatangannya itu, Ahok tampak didampingi oleh sejumlah pejabat Pemprov DKI, di antaranya Sekretaris Daerah Saefullah dan Kepala Inspektorat Lasro Marbun.

No comments:

Post a Comment