!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, June 26, 2013

Partai koalisi penguasa yang dipimpin partai demokrat akan ditinggalkan para pemilihnya buktinya hasil survei membuktikan mereka menolak adanya kenaikan bahan bakar minyak.



Partai koalisi penguasa yang dipimpin partai demokrat akan ditinggalkan para pemilihnya buktinya hasil survei membuktikan mereka menolak adanya kenaikan bahan bakar minyak.

Hasil jajak pendapat Lingkaran Survei Indonesia, sebanyak 86,6 persen responden menyatakan menolak jika harga bahan bakar minyak bersubsidi dinaikkan pemerintah. Hanya 11,26 persen setuju kenaikan dan sisanya, yakni 2,14 persen, tidak menjawab.

Hasil survei itu disampaikan Adjie Alfaraby, peneliti LSI, saat jumpa pers di Kantor LSI di Jakarta, Minggu (11/3/2012 ).

Survei itu dilakukan pada 5-8 Maret 2012 terhadap 440 responden yang dipilih secara random. Menurut Adjie, seluruh responden diberikan handset yang sudah diprogram untuk menjawab survei.

Adjie menjelaskan, responden yang menolak mayoritas di semua segmen ekonomi, lokasi tempat tinggal baik di desa maupun kota, jenis kelamin, level pendidikan, pendukung partai politik, ataupun pendukung calon presiden yang saat ini mencuat.

Tingginya penolakan terhadap kenaikan harga BBM juga terlihat dalam dua survei LSI sebelumnya. Adjie mengatakan, sebesar 82,3 persen responden menolak kenaikan harga BBM ketika suvei tahun 2005 dan sebesar 75,1 persen menolak pada tahun 2008 . "Yang paling ditolak adalah kenaikan harga Premium ketimbang Pertamax, Pertamax Plus, atau solar. Ini lumrah karena berdasar survei LSI, 71,1 persen publik menggunakan premium," tutur Adjie.

Seperti diberitakan, pemerintah berencana menaikkan harga BBM per 1 April 2012. Pemerintah telah mengajukan usulan kenaikan harga BBM bersubsidi Rp 1.500 per liter dalam Rancangan APBN Perubahan 2012.

Dalam RAPBN-P 2012, pemerintah mengusulkan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok 105 dollar AS per barrel. Namun, pemerintah minta diberi keleluasaan untuk kembali menaikkan harga premium dan solar jika perkembangan ICP mencapai 5 persen di atas asumsi ICP dalam APBN-P 2012.


Penolakan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diambil pemerintah tak hanya datang dari konstituen partai politik yang berada di luar pemerintah. Penolakan ternyata juga datang dari pemilih partai politik yang menopang pemerintah, termasuk Partai Demokrat.

Hal tersebut terungkap dalam hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tentang efek elektoral politik pemerintah terhadap kebijakan kenaikan harga BBM. Survei ini melibatkan 1.200 responden yang dilakukan pada 18 hingga 20 Juni 2013 dengan margin of error 2,9 persen. Hasilnya, mayoritas pemilih parpol yang mendukung kenaikan BBM justru menolak kebijakan tersebut.

"Sebanyak 77,56 persen pemilih Demokrat menolak kenaikan BBM. Sementara 80,81 persen pemilih Golkar juga menolak kenaikan harga BBM," kata peneliti LSI, Adjie Alfaraby, dalam konferensi pers di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (23/6/2013).

Adjie menilai, kondisi seperti ini sangat memprihatinkan lantaran partai politik dibentuk sebagai kepanjangan tangan aspirasi rakyat di parlemen. Tetapi, kebijakan kenaikan harga BBM justru menunjukkan kesenjangan antara pemilih dan partai politik di legislatif.

"Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara aspirasi dengan sikap partai, menolak tapi mendukung, ini ironi kebijakan publik kita," paparnya.

Berikut hasil survei LSI tentang pemilih partai politik koalisi pemerintah yang menolak kenaikan harga BBM:
Pemilih Demokrat: 77,56 persen menolak kenaikan harga BBM.
Pemilih Golkar: 80,81 persen menolak kenaikan harga BBM.
Pemilih PPP: 82,06 persen menolak kenaikan harga BBM.
Pemilih PKB: 85,65 persen menolak kenaikan harga BBM.
Pemilih PAN: 66,21 persen menolak kenaikan harga BBM.
Pemilih PKS: 82,56 persen menolak kenaikan harga BBM.

No comments:

Post a Comment