Perjalanan yang belum selesai (182)
(Bagian ke seratus delapan puluh dua, Depok, Jawa Barat,
Indonesia, 13 Januari 2015, 14.56 WIB)
Kitab "Lauh Mahfuzh" menentukan Air Asia Jatuh
Pesawat Air Asia QZ8501 di selat Karimata, Kalimantan
Tengah, dekat Pangkalan Bun, hampir dipastikan menewaskan seluruh 155
penumpang, yang terdiri dari 138 orang dewasa, 16 anak-anak dan seorang bayi,
walaupun Tim Sar baru menemukan sekitar 48 jenazah.
Di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, belum lama ini puluhan
pohon tumbang hingga menewaskan empat orang dan melukai puluhan orang lainnya
yang tengah berwisata ke kebun raya ini.
Di Banjarnegara, Jawa Tengah belum lama ini terjadi tanah
longsor sehingga menewaskan lebih seratus penduduk, dan banyak peristiwa
musibah lainnya di tanah air.
Di Amerika Serikat di kabarkan ada pesawat jatuh yang
menewaskan seluruh penumpang terdiri dari tiga penumpang dewasa dan satu pilot,
kecuali seorang anak perempuan berusia enam tahun yang selamat dan sempat
keluar dari pesawat dan melaporkan ke rumah penduduk setempat member tahu
pesawat yang ditumpanginya bersama anggota keluarganya jatuh.
Di Afrika, ada pesawat jet pribadi yang terbang dari
Timur Tengah menuju Maroko untuk berwisata jatuh, menewaskan tiga penumpang,
termasuk salah satu orang terkaya di Timur Tengah, namun pilotnya seorang tetap
hidup dan selamat. Juga musibah lainnya seperti gempa bumi dan tsunami yang
terjadi di Aceh Desember 2004 lalu hingga menewakan ratusan ribu jiwa di 16
negara, dari Indonesia, Thailand, Malaysia, Maladewa, Sri Lanka, India sampai
Somalia di Afrika.
Peristiwa di atas menunjukkan Takdir Allah (Iradah
Kauniah) yang tidak bisa berubah, termasuk manusia penumpang pesawat yang jatuh
namun tetap hidup tanpa luka sedikit pun.
Pesawat dengan alat secanggih apa pun, walau dengan
teknologi tinggi, tidak bisa melawan kehendak Allah yang Maha kuasa dan atas
kehendak Allah juga walau pesawat jatuh dari ketinggian ratusan ribu kaki,
tetap saja ada penumpang yang masih hidup atau selamat bila Allah belum
menghendaki yang bersangkutan mati.
Jadi mati, jodoh dan rezeki sudah Allah tentukan dan
sudah tertulis di kitab
"Lauh Mahfuzh" seperti di dalam sabda Nabi
Muhammad SAW:.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima
puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no.
2653).
Juga tertulis di dalam kitab suci Al- Quran:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
Selain musibah , sakit pun sudah Allah tentukan Taqdirnya
pada manusia, baik sakit ringan seperti pusing, sakit perut, tertusuk duri,
sampai sakit berat seperti sakit jantung, kanker, gagal ginjal, diabetes dan
lain penyakit.
Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung
hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim berkata :
“Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan
urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat
terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia
jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia
dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih
dari sekedar gambaran ini”. (Syifa-ul Alil fi Masail Qadha wal Qadar wa Hikmah
wa Ta’lil hal 452).
Dalam menyikapi sakit dan musibah tersebut, berikut ini
ada beberapa prinsip yang harus menjadi pegangan seorang muslim :
1. Sakit dan Musibah adalah Takdir Allah Azza wa Jalla
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang
melainkan dengan izin Allah” (QS. At-Taghaabun : 11).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima
puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no.
2653).
2. Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa
Ini adalah hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit
dan musibah. Dan hikmah ini sayangnya tidak banyak diketahui oleh
saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Acapkali kita mendengar manusia
ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh kesah, bahkan yang
lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir Allah.
Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu. Padahal
apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya Allah- sakit
dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang dari
Allah Ta’ala.
Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda:
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan
sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti
pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.
(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).
“Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit,
kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya,
melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR.
Bukhari no. 5641).
“Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus
menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang
menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no.
2573).
“Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah
pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam
keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya”.
(HR. Tirmidzi no. 2399, Ahmad II/450, Al-Hakim I/346 dan
IV/314, Ibnu Hibban no. 697, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh
Zham-aan no. 576).
“Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya
dengan penyakit, sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya”.
(HR. Al-Hakim I/348, dishohihkan Syeikh Albani dalam
kitab Shohih Jami’is Shoghir no.1870).
“Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih
dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan
dihapuskan pula satu kesalahan darinya”. (HR. Muslim no. 2572).
“Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api
neraka”. (HR. Al-Bazzar, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al
Hadiits ash Shohihah no. 1821).
“Janganlah kamu mencaci-maki penyakit demam, karena
sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam
sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi”. (HR. Muslim no.
2575).
Walaupun demikian, apabila seorang mukmin ditimpa suatu
penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat. Rasulullah
shallalllahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah tidak menurunkan penyakit
melainkan pasti menurunkan obatnya”. (HR. Bukhari no. 5678). Dan yang perlu
diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari cara-cara yang
dilarang agama seperti mendatangi dukun, paranormal, ‘orang pintar’, dan
sebangsanya yang acapkali dikemas dengan label ‘pengobatan alternatif’. Selain
itu dalam berobat juga tidak diperbolehkan memakai benda-benda yang haram
seperti darah, khamr, bangkai dan sebagainya karena telah ada larangannya dari
Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam yang bersabda :
“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya,
maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Ad Daulabi dalam
al-Kuna, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash-
Shohihah no. 1633).
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian
pada apa-apa yang haram”.
(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban no. 1397. Dihasankan oleh
Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 1172).
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit
kalian pada apa-apa yang diharamkan atas kalian”. (HR. Bukhari, di-maushulkan
ath-Thabrani dalam Mu’jam al Kabiir, berkata Ibnu Hajar : ‘sanadnya shohih’,
Fathul Baari : X/78-79).
3. Wajib Bersabar dan Ridho Apabila Ditimpa Sakit dan
Musibah
Apabila sakit dan musibah telah menimpa, maka seorang
mukmin haruslah sabar dan ridho terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, dan
harapkanlah pahala serta dihapuskannya dosa-dosanya sebagai ganjaran dari
musibah yang menimpanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan
‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).
Dalam beberapa hadis Qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman
:
“Wahai anak Adam, jika engkau sabar dan mencari keridhoan
pada saat musibah yang pertama, maka Aku tidak meridhoi pahalamu melainkan
surga”.
(HR. Ibnu Majah no.1597, dihasankan oleh Syeikh Albani
dalam Shohih Ibnu Majah : I/266).
Maksud hadis diatas yakni apabila seorang hamba ridho
dengan musibah yang menimpanya maka Allah ridho memberikan pahala kepadanya
dengan surga.
“Jika anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah akan
berkata kepada malaikat-Nya : ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak
hamba-Ku?. Para Malaikat menjawab : ‘Ya, benar’. Lalu Dia bertanya lagi :
‘Apakah kalian mengambil buah hatinya?’. Malaikat menjawab : ‘Ya’. Kemudian Dia
berkata : ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku itu?’. Malaikat menjawab ‘Ia
memanjatkan pujian kepada-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa
innaa ilaihi roji’un). Allah Azza wa Jalla berfirman : ‘Bangunkan untuk
hamba-Ku sebuah rumah di surga dan namai dengan (nama) Baitul Hamd (rumah
pujian)’.” (HR Tirmidzi no.1021, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan
Tirmidzi no. 814)
“Tidaklah ada suatu balasan (yang lebih pantas) di
sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman jika Aku telah mencabut nyawa kesayangannya
dari penduduk dunia kemudian ia bersabar atas kehilangan orang kesayangannya
itu melainkan surga”. (HR. Bukhari).
“Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung berfirman : ‘Jika
Aku menguji hamba-Ku dengan dua hal yang dicintainya (yakni menjadikan seorang
hamba kehilangan dua penglihatannya/buta) lalu ia bersabar maka Aku akan
menggantikan keduanya dengan surga”. (HR. Bukhari).
Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya
jika Allah menyukai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang
ridho maka baginya keridhoan, dan barangsiapa yang murka maka baginya
kemurkaan”. (HR. Tirmidzi no. 2396, Ibnu Majah no. 4031, dihasankan Syeikh
Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi II/286).
Hikmah lainnya dari sakit dan musibah adalah menyadarkan
seorang hamba yang tadinya lalai dan jauh dari mengingat Allah -karena tertipu
oleh kesehatan badan dan sibuk mengurus harta- untuk kembali mengingat
Robb-nya. Karena jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah
barulah ia merasakan kehinaan, kelemahan, teringat akan dosa-dosa, dan
ketidakmampuannya di hadapan Allah Ta’ala, sehingga ia kembali kepada Allah
dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan dan berdoa kepada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami
siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka
bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. (QS. Al-An’aam : 42).
Sakit dan musibah merupakan pintu yang akan membukakan
kesadaran seorang hamba bahwasanya ia sangat membutuhkan Allah Azza wa Jalla.
Tidak sesaatpun melainkan ia butuh kepada-Nya, sehingga ia akan selalu
tergantung kepada Robb-nya. Dan pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan
dan menyerahkan segala bentuk ibadah, doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Hakikat Sabar (1)
Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan
kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten
menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi
seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di
dalam tubuh.” (Al Fawa’id, hal. 95)
Pengertian Sabar
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah,
menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan
dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal.
24)
Macam-Macam Sabar
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan
Allah
Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang
dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di
luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh Tsalatsatul
Ushul, hal. 24)
Sebab Meraih Kemuliaan
Di dalam Taisir Lathifil Mannaan Syaikh As Sa’di
rahimahullah menyebutkan sebab-sebab untuk menggapai berbagai cita-cita yang
tinggi. Beliau menyebutkan bahwa sebab terbesar untuk bisa meraih itu semua
adalah iman dan amal shalih.
Di samping itu, ada sebab-sebab lain yang merupakan
bagian dari kedua perkara ini. Di antaranya adalah kesabaran. Sabar adalah
sebab untuk bisa mendapatkan berbagai kebaikan dan menolak berbagai keburukan.
Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah ta’ala, “Dan mintalah
pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS. Al Baqarah [2]: 45).
Yaitu mintalah pertolongan kepada Allah dengan bekal
sabar dan shalat dalam menangani semua urusan kalian. Begitu pula sabar menjadi
sebab hamba bisa meraih kenikmatan abadi yaitu surga. Allah ta’ala berfirman
kepada penduduk surga, “Keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian.” (QS.
Ar Ra’d [13] : 24).
Allah juga berfirman, “Mereka itulah orang-orang yang
dibalas dengan kedudukan-kedudukan tinggi (di surga) dengan sebab kesabaran
mereka.” (QS. Al Furqaan [25] : 75).
Selain itu Allah pun menjadikan sabar dan yakin sebagai
sebab untuk mencapai kedudukan tertinggi yaitu kepemimpinan dalam hal agama.
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala, “Dan Kami menjadikan di antara mereka
(Bani Isra’il) para pemimpin yang memberikan petunjuk dengan titah Kami, karena
mereka mau bersabar dan meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah [32]: 24)
(Lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 375)
Sabar Dalam Ketaatan
Sabar Dalam Menuntut Ilmu
Syaikh Nu’man mengatakan, “Betapa banyak gangguan yang harus
dihadapi oleh seseorang yang berusaha menuntut ilmu. Maka dia harus bersabar
untuk menahan rasa lapar, kekurangan harta, jauh dari keluarga dan tanah
airnya. Sehingga dia harus bersabar dalam upaya menimba ilmu dengan cara
menghadiri pengajian-pengajian, mencatat dan memperhatikan penjelasan serta
mengulang-ulang pelajaran dan lain sebagainya.
Semoga Allah merahmati Yahya bin Abi Katsir yang pernah
mengatakan, “Ilmu itu tidak akan didapatkan dengan banyak mengistirahatkan
badan”, sebagaimana tercantum dalam shahih Imam Muslim. Terkadang seseorang
harus menerima gangguan dari orang-orang yang terdekat darinya, apalagi orang
lain yang hubungannya jauh darinya, hanya karena kegiatannya menuntut ilmu.
Tidak ada yang bisa bertahan kecuali orang-orang yang mendapatkan anugerah
ketegaran dari Allah.” (Taisirul wushul, hal. 12-13)
Sabar Dalam Mengamalkan Ilmu
Syaikh Nu’man mengatakan, “Dan orang yang ingin beramal
dengan ilmunya juga harus bersabar dalam menghadapi gangguan yang ada di
hadapannya. Apabila dia melaksanakan ibadah kepada Allah menuruti syari’at yang
diajarkan Rasulullah niscaya akan ada ahlul bida’ wal ahwaa’ yang menghalangi
di hadapannya, demikian pula orang-orang bodoh yang tidak kenal agama kecuali
ajaran warisan nenek moyang mereka.
Sehingga gangguan berupa ucapan harus diterimanya, dan
terkadang berbentuk gangguan fisik, bahkan terkadang dengan kedua-keduanya. Dan
kita sekarang ini berada di zaman di mana orang yang berpegang teguh dengan
agamanya seperti orang yang sedang menggenggam bara api, maka cukuplah Allah
sebagai penolong bagi kita, Dialah sebaik-baik penolong” (Taisirul wushul, hal.
13)
Sabar Dalam Berdakwah
Syaikh Nu’man mengatakan, “Begitu pula orang yang
berdakwah mengajak kepada agama Allah harus bersabar menghadapi gangguan yang timbul
karena sebab dakwahnya, karena di saat itu dia tengah menempati posisi
sebagaimana para Rasul. Waraqah bin Naufal mengatakan kepada Nabi kita
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah ada seorang pun yang datang dengan
membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa melainkan pasti akan disakiti orang.”
Sehingga jika dia mengajak kepada tauhid didapatinya para
da’i pengajak kesyirikan tegak di hadapannya, begitu pula para pengikut dan
orang-orang yang mengenyangkan perut mereka dengan cara itu. Sedangkan apabila
dia mengajak kepada ajaran As Sunnah maka akan ditemuinya para pembela bid’ah
dan hawa nafsu. Begitu pula jika dia memerangi kemaksiatan dan berbagai
kemungkaran niscaya akan ditemuinya para pemuja syahwat, kefasikan dan dosa
besar serta orang-orang yang turut bergabung dengan kelompok mereka.
Mereka semua akan berusaha menghalang-halangi dakwahnya
karena dia telah menghalangi mereka dari kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan
yang selama ini mereka tekuni.” (Taisirul wushul, hal. 13-14)
Sabar dan Kemenangan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
berkata, “Allah ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, “Dan sungguh telah didustakan
para Rasul sebelummu, maka mereka pun bersabar menghadapi pendustaan terhadap
mereka dan mereka juga disakiti sampai tibalah pertolongan Kami.” (QS. Al
An’aam [6]: 34).
Semakin besar gangguan yang diterima niscaya semakin
dekat pula datangnya kemenangan. Dan bukanlah pertolongan/kemenangan itu
terbatas hanya pada saat seseorang (da’i) masih hidup saja sehingga dia bisa
menyaksikan buah dakwahnya terwujud. Akan tetapi yang dimaksud pertolongan itu
terkadang muncul di saat sesudah kematiannya. Yaitu ketika Allah menundukkan
hati-hati umat manusia sehingga menerima dakwahnya serta berpegang teguh
dengannya. Sesungguhnya hal itu termasuk pertolongan yang didapatkan oleh da’i
ini meskipun dia sudah mati.
Maka wajib bagi para da’i untuk bersabar dalam
melancarkan dakwahnya dan tetap konsisten dalam menjalankannya. Hendaknya dia
bersabar dalam menjalani agama Allah yang sedang didakwahkannya dan juga
hendaknya dia bersabar dalam menghadapi rintangan dan gangguan yang menghalangi
dakwahnya. Lihatlah para Rasul shalawatullaahi wa salaamuhu ‘alaihim. Mereka
juga disakiti dengan ucapan dan perbuatan sekaligus.
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Demikianlah,
tidaklah ada seorang Rasul pun yang datang sebelum mereka melainkan mereka
(kaumnya) mengatakan, ‘Dia adalah tukang sihir atau orang gila’.” (QS. Adz
Dzariyaat [51]: 52). Begitu juga Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Dan demikianlah
Kami menjadikan bagi setiap Nabi ada musuh yang berasal dari kalangan
orang-orang pendosa.” (QS. Al Furqaan [25]: 31). Namun, hendaknya para da’i
tabah dan bersabar dalam menghadapi itu semua…” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal.
24)
Sabar di atas Islam
Ingatlah bagaimana kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu
‘anhu yang tetap berpegang teguh dengan Islam meskipun harus merasakan siksaan
ditindih batu besar oleh majikannya di atas padang pasir yang panas (Lihat
Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122). Ingatlah bagaimana siksaan tidak
berperikemanusiaan yang dialami oleh Ammar bin Yasir dan keluarganya. Ibunya
Sumayyah disiksa dengan cara yang sangat keji sehingga mati sebagai muslimah
pertama yang syahid di jalan Allah. (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal.
122-123)
Lihatlah keteguhan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu
‘anhu yang dipaksa oleh ibunya untuk meninggalkan Islam sampai-sampai ibunya
bersumpah mogok makan dan minum bahkan tidak mau mengajaknya bicara sampai
mati. Namun dengan tegas Sa’ad bin Abi Waqqash mengatakan, “Wahai Ibu, demi
Allah, andaikata ibu memiliki seratus nyawa kemudian satu persatu keluar,
sedetikpun ananda tidak akan meninggalkan agama ini…” (Lihat Tegar di Jalan
Kebenaran, hal. 133) Inilah akidah, inilah kekuatan iman, yang sanggup bertahan
dan kokoh menjulang walaupun diterpa oleh berbagai badai dan topan kehidupan.
Saudaraku, ketahuilah sesungguhnya cobaan yang menimpa
kita pada hari ini, baik yang berupa kehilangan harta, kehilangan jiwa dari
saudara yang tercinta, kehilangan tempat tinggal atau kekurangan bahan makanan,
itu semua jauh lebih ringan daripada cobaan yang dialami oleh salafush shalih
dan para ulama pembela dakwah tauhid di masa silam.
Mereka disakiti, diperangi, didustakan, dituduh yang
bukan-bukan, bahkan ada juga yang dikucilkan. Ada yang tertimpa kemiskinan
harta, bahkan ada juga yang sampai meninggal di dalam penjara, namun sama
sekali itu semua tidaklah menggoyahkan pilar keimanan mereka.
Ingatlah firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai seorang muslim.” (QS. Ali
‘Imran [3] : 102).
Ingatlah juga janji Allah yang artinya, “Barang siapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya akan Allah berikan jalan keluar dan Allah
akan berikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath
Thalaq [65] : 2-3).
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya datangnya kemenangan itu
bersama dengan kesabaran. Bersama kesempitan pasti akan ada jalan keluar. Bersama
kesusahan pasti akan ada kemudahan.” (HR. Abdu bin Humaid di dalam Musnadnya
[636] (Lihat Durrah Salafiyah, hal. 148) dan Al Haakim dalam Mustadrak ‘ala
Shahihain, III/624). (Syarh Arba’in Ibnu ‘Utsaimin, hal. 200)
Sabar Menjauhi Maksiat
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan,
“Bersabar menahan diri dari kemaksiatan kepada Allah, sehingga dia berusaha
menjauhi kemaksiatan, karena bahaya dunia, alam kubur dan akhirat siap
menimpanya apabila dia melakukannya. Dan tidaklah umat-umat terdahulu binasa
kecuali karena disebabkan kemaksiatan mereka, sebagaimana hal itu dikabarkan
oleh Allah ‘azza wa jalla di dalam muhkam al-Qur’an.
Di antara mereka ada yang ditenggelamkan oleh Allah ke
dalam lautan, ada pula yang binasa karena disambar petir, ada pula yang
dimusnahkan dengan suara yang mengguntur, dan ada juga di antara mereka yang
dibenamkan oleh Allah ke dalam perut bumi, dan ada juga di antara mereka yang
di rubah bentuk fisiknya (dikutuk).”
Pentahqiq kitab tersebut memberikan catatan, “Syaikh
memberikan isyarat terhadap sebuah ayat, “Maka masing-masing (mereka itu) kami
siksa disebabkan dosanya, Maka di antara mereka ada yang kami timpakan
kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras
yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan
di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak
menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS. Al ‘Ankabuut [29] : 40).
“Bukankah itu semua terjadi hanya karena satu sebab saja
yaitu maksiat kepada Allah tabaaraka wa ta’ala. Karena hak Allah adalah untuk
ditaati tidak boleh didurhakai, maka kemaksiatan kepada Allah merupakan
kejahatan yang sangat mungkar yang akan menimbulkan kemurkaan, kemarahan serta
mengakibatkan turunnya siksa-Nya yang sangat pedih. Jadi, salah satu macam
kesabaran adalah bersabar untuk menahan diri dari perbuatan maksiat kepada
Allah. Janganlah mendekatinya.
Dan apabila seseorang sudah terlanjur terjatuh di dalamnya
hendaklah dia segera bertaubat kepada Allah dengan taubat yang
sebenar-benarnya, meminta ampunan dan menyesalinya di hadapan Allah. Dan
hendaknya dia mengikuti kejelekan-kejelekannya dengan berbuat
kebaikan-kebaikan. Sebagaimana difirmankan Allah ‘azza wa jalla, “Sesungguhnya
kebaikan-kebaikan akan menghapuskan kejelekan-kejelekan.” (QS. Huud [11] :
114). Dan juga sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya.”
(HR. Ahmad, dll, dihasankan Al Albani dalam Misykatul Mashaabih 5043)…”
(Thariqul wushul, hal. 15-17)
Sabar Menerima Takdir
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan,
“Macam ketiga dari macam-macam kesabaran adalah Bersabar dalam menghadapi
takdir dan keputusan Allah serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba-hamba-Nya.
Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu
kejadian atau urusan melainkan Allah lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar
itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang
terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan takdir
yang berjalan menurut ketentuan Allah di alam semesta…” (Thariqul wushul, hal.
15-17)
Sabar dan Tauhid
Syaikh Al Imam Al Mujaddid Al Mushlih Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimahullahu ta’ala membuat sebuah bab di dalam Kitab Tauhid beliau
yang berjudul, “Bab Minal iman billah, ash-shabru ‘ala aqdarillah” (Bab
Bersabar dalam menghadapi takdir Allah termasuk cabang keimanan kepada Allah)
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullahu
ta’ala mengatakan dalam penjelasannya tentang bab yang sangat berfaedah ini,
“Sabar tergolong perkara yang menempati kedudukan agung (di dalam agama). Ia
termasuk salah satu bagian ibadah yang sangat mulia. Ia menempati relung-relung
hati, gerak-gerik lisan dan tindakan anggota badan. Sedangkan hakikat
penghambaan yang sejati tidak akan terealisasi tanpa kesabaran.
Hal ini dikarenakan ibadah merupakan perintah syari’at
(untuk mengerjakan sesuatu), atau berupa larangan syari’at (untuk tidak
mengerjakan sesuatu), atau bisa juga berupa ujian dalam bentuk musibah yang
ditimpakan Allah kepada seorang hamba supaya dia mau bersabar ketika
menghadapinya.
Hakikat penghambaan adalah tunduk melaksanakan perintah
syari’at serta menjauhi larangan syari’at dan bersabar menghadapi
musibah-musibah. Musibah yang dijadikan sebagai batu ujian oleh Allah jalla wa
‘ala untuk menempa hamba-hamba-Nya. Dengan demikian ujian itu bisa melalui
sarana ajaran agama dan melalui sarana keputusan takdir.
Adapun ujian dengan dibebani ajaran-ajaran agama adalah
sebagaimana tercermin dalam firman Allah jalla wa ‘ala kepada Nabi-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sebuah hadits qudsi riwayat Muslim dari
‘Iyaadh bin Hamaar. Dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda “Allah ta’ala berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengutusmu dalam
rangka menguji dirimu. Dan Aku menguji (manusia) dengan dirimu’.”
Maka hakikat pengutusan Nabi ‘alaihish shalaatu was salaam
adalah menjadi ujian. Sedangkan adanya ujian jelas membutuhkan sikap sabar
dalam menghadapinya. Ujian yang ada dengan diutusnya beliau sebagai rasul ialah
dengan bentuk perintah dan larangan.
Untuk melaksanakan berbagai kewajiban tentu saja
dibutuhkan bekal kesabaran. Untuk meninggalkan berbagai larangan dibutuhkan
bekal kesabaran. Begitu pula saat menghadapi keputusan takdir kauni (yang
menyakitkan) tentu juga diperlukan bekal kesabaran. Oleh sebab itulah sebagian
ulama mengatakan, “Sesungguhnya sabar terbagi tiga; sabar dalam berbuat taat,
sabar dalam menahan diri dari maksiat dan sabar tatkala menerima takdir Allah
yang terasa menyakitkan.”
Karena amat sedikitnya dijumpai orang yang sanggup
bersabar tatkala tertimpa musibah maka Syaikh pun membuat sebuah bab
tersendiri, semoga Allah merahmati beliau. Hal itu beliau lakukan dalam rangka
menjelaskan bahwasanya sabar termasuk bagian dari kesempurnaan tauhid. Sabar
termasuk kewajiban yang harus ditunaikan oleh hamba, sehingga ia pun bersabar
menanggung ketentuan takdir Allah.
Ungkapan rasa marah dan tak mau sabar itulah yang banyak
muncul dalam diri orang-orang tatkala mereka mendapatkan ujian berupa
ditimpakannya musibah. Dengan alasan itulah beliau membuat bab ini, untuk
menerangkan bahwa sabar adalah hal yang wajib dilakukan tatkala tertimpa takdir
yang terasa menyakitkan. Dengan hal itu beliau juga ingin memberikan penegasan
bahwa bersabar dalam rangka menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan
hukumnya juga wajib.
Secara bahasa sabar artinya tertahan. Orang Arab
mengatakan, “Qutila fulan shabran” (artinya si polan dibunuh dalam keadaan
“shabr”) yaitu tatkala dia berada dalam tahanan atau sedang diikat lalu
dibunuh, tanpa ada perlawanan atau peperangan. Dan demikianlah inti makna
kesabaran yang dipakai dalam pengertian syar’i.
Ia disebut sebagai sabar karena di dalamnya terkandung
penahanan lisan untuk tidak berkeluh kesah, menahan hati untuk tidak merasa
marah dan menahan anggota badan untuk tidak mengekspresikan kemarahan dalam
bentuk menampar-nampar pipi, merobek-robek kain dan semacamnya. Maka menurut
istilah syari’at sabar artinya: Menahan lisan dari mengeluh, menahan hati dari
marah dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan cara
merobek-robek sesuatu dan tindakan lain semacamnya.
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Di dalam al-Qur’an kata
sabar disebutkan dalam 90 tempat lebih. Sabar adalah bagian iman, sebagaimana
kedudukan kepala bagi jasad. Sebab orang yang tidak punya kesabaran dalam
menjalankan ketaatan, tidak punya kesabaran untuk menjauhi maksiat serta tidak
sabar tatkala tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan banyak
sekali bagian keimanan”
Perkataan beliau “Bab Minal imaan, ash shabru ‘ala
aqdaarillah” artinya: salah satu ciri karakteristik iman kepada Allah adalah
bersabar tatkala menghadapi takdir-takdir Allah. Keimanan itu mempunyai
cabang-cabang. Sebagaimana kekufuran juga bercabang-cabang.
Maka dengan perkataan “Minal imaan ash shabru” beliau
ingin memberikan penegasan bahwa sabar termasuk salah satu cabang keimanan.
Beliau juga memberikan penegasan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Muslim yang menunjukkan bahwa niyaahah (meratapi mayit) itu juga termasuk salah
satu cabang kekufuran. Sehingga setiap cabang kekafiran itu harus dihadapi
dengan cabang keimanan. Meratapi mayit adalah sebuah cabang kekafiran maka dia
harus dihadapi dengan sebuah cabang keimanan yaitu bersabar terhadap takdir
Allah yang terasa menyakitkan” (At Tamhiid, hal.389-391)
Pesawat AirAsia QZ8501 Tabrak Awan Cb
Jakarta (sijorinews.co) – Pesawat Air Asia QZ8501 yang
hilang kontak diperkirakan terkena turbolensi akibat awan comulunimbus (Cb).
Pasalnya aparat BMKG memantau memang ada gumpalan awan berbahaya ini di atas
laut Babel dan Kalimantan, Minggu (28/12/2014).
“Ada awan kumulonimbus atau awan Cb, yang terbentuk
karena pertemuan massa udara dari timur laut dan tenggara,” ucap Kepala Bidang
Data dan Informasi BMKG Heru Djatmiko di Jakarta.
“Tapi saya tidak bilang pesawat hilang karena awan Cb,
bisa saja karena hal lain,” sambung dia.
Heru menegaskan semua pilot harus menghindari awan Cb
karena sangat berbahaya. “Awan Cb sifatnya menyebabkan turbulensi (guncangan)
kuat di dalam awannya itu sendiri,” tutur Heru.
“Awan ini masih ada sampai 40 ribu kaki ke atas,” tambah
dia, menangggapi informasi pilot QZ8501 yang meminta izin menaikkan pesawatnya
ke ketinggian 38 ribu kaki.
Untuk menghindari kejadian tak diinginkan, Heru mengimbau
semua pilot di Tanah Air untuk memantau kondisi cuaca di situs BMKG. “Di situ
tersaji lengkap data-data cuaca,” kata Heru.
QZ8501 membawa 155 penumpang, yang terdiri dari 138 orang
dewasa, 16 anak-anak dan seorang bayi. Sedangkan kru pesawat terdiri dari dua
pilot, empat awak kabin dan satu teknisi.
AirAsia mengonfirmasi adanya tujuh warga negara asing yang
berada di QZ8501. Saat ini pencarian oleh petugas gabungan di sekitar Belitung
dan Kalimantan masih berlangsung.
sumber: metrotv
Kotak Hitam Pesawat AirAsia Berhasil Diangkat
Kepala Badan SAR Nasional Bambang Soelistyo mengatakan
perekam data penerbangan (FDR) AirAsia QZ8510 berhasil diangkat pukul 7.11 pagi
waktu setempat
Perekam data penerbangan (FDR) AirAsia QZ8501 diletakkan
di dalam sebuah kotak setibanya di pangkalan Angkatan Udara Pangkalan Bun,
Kalimantan Tengah (12/1).
Pihak berwenang di Indonesia menyatakan para penyelam
telah mengambil kotak hitam atau perekam data penerbangan (FDR) dari pesawat
AirAsia nomor penerbangan 8501 yang jatuh dan menemukan lokasi perekam suara di
kokpit (CVR).
Kepala Badan SAR Nasional Bambang Soelistyo mengatakan
perekam data penerbangan (FDR) itu berhasil diangkat pukul 7.11 pagi. Beberapa
jam kemudian, para penyelam menemukan lokasi perekam suara di kokpit (CVR),
tetapi perekam itu belum dapat segera diambil karena terjepit di bawah
rongsokan yang berat.
Ditemukannya perekam data penerbangan itu kemungkinan
besar sangat penting dalam mengetahui penyebab jatuhnya pesawat itu pada 28
Desember lalu, yang menewaskan ke-162 orang di dalamnya.
Pesawat Airbus 320 itu hilang dari pantauan layar radar
sewaktu berada di bagian utara Laut Jawa, kurang dari separuh perjalanannya
dalam penerbangan dua jam dari kota terbesar ke-dua di Indonesia, Surabaya,
menuju Singapura. (VOA)
Militer Asing Bantu Cari QZ 8501, Ini Kata Wapres
Centroone.com -
Sejumlah negara turut membantu pencarian korban pesawat Air Asia QZ
8501. Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Malaysia, tercatat turut mengirimkan
bantuan berupa Kapal tempur dengan kemampuan canggih untuk melakukan korban
pesawat naas tersebut.
Keterlibatan para kru militer negara-negara asing
tersebut, menurut wakil presiden Jusuf Kalla bukanlah suatu hal yang
mengkhawatirkan. Pasalnya, sulit melakukan kegiatan intelijen lewat cara
demikian di dunia yang sudah terbuka seperti sekarang. "Tidak (berbahaya).
Banyak sekarang dunia terbuka," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta
Pusat, Selasa (06/01/2015).
JK menilai, bantuan negara-negara sahabat dibutuhkan agar
proses pencarian dan evakuasi korban AirAsia QZ8501 berjalan cepat. "Dunia
menganggap kita terbaik dibanding negara lain, mencari berbulan-bulan kita
bisa. Tapi ini kan butuh alat lebih canggih lagi, dan juga kan saling kerjasama
internasional, penting, di mana pun," tutur JK.
Pohon Tumbang di Kebun Raya Bogor, Empat Orang Tewas
BOGOR - Sebuah pohon tua di Kebun Raya Bogor tumbang dan
menimpa puluhan orang. Akibatnya, empat orang tewas tertimpa batang pohon dan
puluhan orang terluka.
Dari informasi yang didapat, pohon yang berada di Kebun
Raya Bogor tumbang sekira pukul 10.00 WIB, Minggu (11/1/2015). Nahas, saat
pohon tumbang puluhan orang yang sedang berada di bawahnya tertimpa batang
pohon. Dari data sementara, empat orang tewas tertimpa pohon dan 21 orang
luka-luka.
Salah seorang saksi, Yudi Wahyudi mengatakan saat
kejadian, para korban yang merupakan pekerja dari PT Asata Mandiri Agung tengah
berkumpul di bawah pohon.
"Karyawan lagi ngumpul. Bahas soal UMK dan
sosialisasi. Pas ngumpul tiba-tiba pohon langsung tumbang," jelasnya di
Rumah Sakit PMI Kota Bogor.
Yudi menjelaskan, beberapa rekannya terhimpit di batang pohon.
Ia berusaha menolong temannya yang tengah tertimpa. "Sebelum tumbang
memang ada suara seperti pohon retak. Kejadiannya cepat banget. Saya liat
banyak yang luka parah di kepalanya," ungkapnya.
Kini seluruh korban dibawa ke Rumah Sakit PMI Kota Bogor
untuk diberikan penanganan medis. Beberapa rekan korban sudah memenuhi PMI Kota
Bogor
BERIMAN KEPADA QADA’ DAN QADAR
Makna Qada’
Dari segi bahasa ialah penyempurnaan dari sesuatu perkara
berdasarkan ketetapan Allah yang azali.
Istilah syarak ialah pelaksanaan sesuatu perkara mengikut
ketetapan Allah yang azali. Contoh;Allah mencipta manusia yang telah mendiami
bumi.
Makna Qadar
Dari segi bahasa ialah ketentuan sesuatu perkara mengikut
kadar yang tertentu.
Istilah syarak ialah ketentuan Allah yang azali terhadap
semua makhluk.
Contoh;ketentuan Allah sejak azali ialah manusia akan
diciptakan untuk mendiami bumi.
Sabda nabi s.a.w.
Maksudnya ;hendaklah kamu percaya kepada Allah
,malaikatNya,kitab-kitabNya,rasul-rasulNya,hari akhirat dan beriman pula dengan
qadar (ketentuan) baik dan buruk.
riwayat Bukhari dan Muslim
Maksud beriman kepada qada’ dan qadar
Mempercayai dan meyakini bahawa Allah mengetahui segala
perkara yang akan berlaku kepada semua makhluk.
Allah juga menetapkan ketentuan tertentu dan tidak ada satu
perkara pun yang akan terlepas daripada ketentuan Allah s.w.t.
Setiap orang islam wajib beriman bahawa perkara yang
berlaku merupakan pelaksanaan ketentuan Allah yang telah termaktub sejak azali.
Hukum beriman dengan qada’ dan qadar
Beriman kepada qada’ dan qadar termasuk dalam rukun iman
yang ke enam.
Maka hukumnya adalah wajib beriman dengan qada ‘ dan
qadar.
Allah bersifat Iradah,Qudrah dan Ilmu.Dengan beriman
kepada qada dan qadar bererti kita telah menyakini sifat-sifat kesempurnaan
Allah
Sesiapa yang tidak percaya atau ingkar ,maka hukumnya
adalah kufur.
Ada ulama yang membahagikan qada’ itu kepada dua iaitu:
- Qada’ mubram – pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh
Allah dan tidak akan berubah.
contohnya; kelahiran,kematian,kejadian siang dan malam.
Qada’ mu’allaq – pelaksanaan sesuatu perkara mengikut
ketetapan Allah berdasarkan usaha dan ikhtiar manusia.(boleh berubah dengan
ikhtiar dan doa)Hasilnya tidak dapat diketahui sebelum ia berlaku.
Hadis rasulullah bermaksud ‘ Tidak boleh dihindarkan qada’
melainkan dengan doa’.
riwayat tarmizi.
Contohnya,rezeki,kejayaan,kegagalan,kesenangan,kesusah an
atau kemalangan yang menimpa seseorang,penyakit dan lain-lain.
Implikasi
Beriman dengan qada mubram-menambahkan keimanan kepada
Allah.
Beriman dengan qada mua’llaq – melatih diri supaya rajin
berusaha untuk mencapai sesuatu yang diingini disamping usaha dan bertawakkal.
Martabat beriman dengan qada dan qadar
Pertama ;beriman bahawa Allah s.w.t. mengetahui semua
yang akan berlaku sebelum ianya berlaku sebagaimana firman Allah Taala dalam
surah al Baqarah ayat 30:`dan ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada malaikat
,`sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi’.mereka bertanya
tentang hikmah ketetapan tuhan itu dengan berkata `adakah engkau ya tuhan kami
hendak menjadikan yang di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan
menumpahkan darah ,padahal kami sentiasa bertasbih dengan memujiMu dan
mensucikan Mu ?’Allah berfirman ‘sesungguhnya aku mengetahui akan apa yang kamu
tidak mengetahuinya’.
Martabat pertama ini termasuk dalam beriman dengan sifat
Ilmu bagi Allah.
Kedua; Tulisan dan catatan Allah terhadap ilmuNya akan
perkara tersebut di dalam kitab di sisiNya di atas Arasy sebagaimana firman
Allah yang bermaksud; Dan ingatlah ,tiap-tiap sesuatu kami catitkan satu
persatu dalam kitab (ibu suratan)yang jelas nyata.(yasin :12)
Ibnu kasir berkata `semua perkara yang berlaku telah pun
ditulis (sebelum berlakunya) dalam kitab yang dibentang dan ditetapkan dalam
Luh Mahfuz dan maksud Imam Mubin dalam ayat ini adalah ibu kitab.
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan bahawa
peringkat penulisan Allah terhadap takdir yang telah diketahuinya sebelum itu
lagi.
Ketiga;Martabat beriman bahawa semua yang berlaku dalam
alam ini adalah dengan kehendak Allah.Segala kehendak manusia itu bergantung
dengan kehendak Allah.
Iradah dan kehendak Allah terbahagi kepada 2 iaitu:
i) Iradah kauniah ii) Iradah syar’iyyah
Keempat ;Penciptaan Allah terhadap takdir yang
ditetapkanNya atau disebut marhalan`penciptaan perbuatan‘ dan inilah yang
dimaksudkan dengan qada’.Maka apa yang Allah s.w.t. berkehendak untuk berlaku
maka dia jualah yang menciptakannya untuk berlaku.
Firman Allah bermaksud `dan Allah jua yang menciptakan
kamu dan apa yang kamu lakukan’ (as-saffat ;96)
Jenis-jenis qadar
Pertama; Takdir Am sebelum penciptaan alam iaitulah yang
dijelaskan terdahulu yang tertulis dalam Luh Mahfuz.Takdir dalam Luh Mahfuz ini
tidak berubah bahkan Luh Mahfuz adalah Ummul Kitab.
Yang tertulis diLuh Mahfuz ini adalah berdasarkan Ilmu
Allah yang azali lagi abadi yang tidak akan berubah.
Kedua :Takdir rezeki,ajal dan amalan manusia sebelum
diciptakan mereka .Sebagaimana dalam hadis debat antara Adam a.s. dengan Musa
a.s. yang bermaksud`(berkatalah Adam) Adakah kamu mencela aku atas urusan yang
telah ditakdirkan Allah berlaku atasku sebelum Dia mencipta aku dalam jarak 40
tahun?’.
Ketiga; takdir yang diatas juga setelah menjadi janin dan
ditiupkan roh.
Keempat; Takdir tahunan yang ditentukan pada malam
lailatul qadarberdasarkan firman Allah dalam al Qadar ayat 4 yang bermaksud
`pada malam itu turun malaikat dan jibril dengan izin tuhan mereka ,kerana
membawa segala perkara (yang ditakdirkan berlaku pada tahun berikut).
Kelima ;Takdir harian berdasarkan firman Allah dalam
surah Ar-Rahman ayat 29 yang bermaksud `sekelian makhluk yang ada dilangit dan
dibumi sentiasa berhajat dan memohon kepadaNya .tiap-tiap masa dia di dalam
urusan (mencipta dan mentadbirkan makhluk-makhlukNya).
Pandangan mengikut pendapat mazhab Jabariah
Manusia adalah makhluk yang telah ditentukan
pergerakannya oleh Allah s.w.t. secara mutlak .Manusia tiada pilihan dalam
persoalaniman,kafir,kekayaan,kemiskinan,nasib baik dan buruk.
Mazhab ini dinamakan Jabariah kerana mereka beriktikad
bahawa segala pergerakkan manusia itu dipaksa oleh Tuhan.
Mazhab ini juga berpendapat,iman itu sudah mencukupi
dengan beriktikad sahaja di dalam hati.
Mazhab ini menyemai perasaan malas dikalangan kaum
muslimin.
Pandangan mengikut mazhab Qadariah
Fahaman Qadariah memfatwakan bahawa segala pekerjaan
manusia yang baik adalah ciptaan dari Tuhan.Tetapi perbuatan buruk dan maksiat
,manusia sendiri yang menciptanya.Tidak ada kena-mengena dengan Tuhan.
Fahaman Qadariah beriktikad bahawa manusia di beri kuasa
mutlak menguruskan kehidupan dan tindakan.Ikhtiar dan takdir adalah daripada
manusia tanpa ada kaitan dengan Allah .
Kesannya membentuk sifat takbur dan memandang hina kepada
orang lain serta tidak dapat menerima hakikat sesuatu natijah.
Pandangan mengikut mazhab Ahli Sunnah Wal Jamaah
Yakin dan percaya segala apa yang berlaku telah
ditentukan oleh Allah sejak azali.
Setiap ketentuan baik dan buruk telah ditetapkan oleh
Allah.
Menghayati konsep tawakal dengan sebaiknya.
Berusaha dan berikhtiar dengan bersungguh-sungguh.
Berdoa untuk mendapat yang terbaik.
Usaha,ikhtiar dan tawakakal
Apabila kita hendak mendapatkan sesuatu ,hendaklah
berusaha dan berikhtiar bersungguh-sungguh contohnya seorang pelajar yang mahu
berjaya dalam peperiksaan.Setelah berusaha dan berikhtiar hendaklah disusuli
dengan doa .Setelah berdoa hendaklah bertawakkal kepada Allah setelah berusaha.
Tawakkal ialah berserah diri kepada Allah setelah
berusaha seperti pelajar di atas.
Sedia menerima keputusan apa pun setelah kita berdoa dan
berikhtiar dengan sungguh-sungguh.Inilah yang disebut percaya kepada takdir
Allah yang baik ataupun yang buruk. Percaya kepada takdir akan melahirkan jiwa
syukur saat kita berjaya dan akan bersabar saat kita mengalami kegagalan.
Itulah hubungan antara doa, ikhtiar, dan percaya kepada takdir.
Berjaya atau gagal itu adalah takdir Allah (yakni qada
dan qadar Allah).Kita hanya mampu berserah.Barulah kita dapat menjadi muslim
yang sejati
Kesimpulan
Kita wajib beriman dengan qada dan qadar Allah.Menerima
perkara buruk dan baik yang berlaku keatas kita adalah tanda kita beriman
dengan salah daripada rukun iman.Semoga kita menjadi mukmin yang sejati.Insya
Allah…..
No comments:
Post a Comment