konflik antara kekuatan Islam dan sekuler di Mesir, antara
militer dan kelompok oposisi dan kelompok Islam yang dimotori Ikhwanul Muslimin
dan kelompok Salafi terjadi di Mesir.
Kelompok Sekuler yang didukung Amerika Serikat dengan
dukungan finansial dari negara monarki di teluk dan kelompok Islam.
Kekuatan Islam semakin kuat di Timur Tengah setelah mereka
memenangkan pemilihan umum di Palestina yang dimenangkan Hamas, disusul di
Mesir, namun belakangan di obrak-abrik kelompok sekuler,sehingga berbuntut krisis
berkepanjangan di Mesir.
Komnas HAM Indonesia mengimbau kepada masyarakat dunia untuk
mengutuk keras kudeta militer terhadap pemerintahan yang sah dan berdaulat di
Mesir.
Komisioner Komnas HAM RI, Maneger Nasution, menilai kudeta
militer yang berlangsung di Mesir adalah pengkhianatan terhadap nilai demokrasi
yang telah menjadi norma secara universal.
''Saya menyayangkan standard ganda PBB melalui sekjen-nya
soal kudeta di Mesir. Ban Ki Mon “membiarkan” kudeta di Mesir dan melihatnya
sebagai bentuk pengungkapan kebebasan bersuara. Berbeda sekali saat kudeta
militer di Niger (2010) Uni Eropa, AS,
dan Prancis menghimbau Niger dengan selekasnya memulihkan tata tertib UUD,''
ungkap Maneger Nasution kepada ROL, Senin (8/7).
Pada 2012 , kata dia, PBB mengecam kudeta militer di Afrika
Barat, Mali.
Gedung Putih, kata dia,
juga mengecam keras kudeta militer di Guinea mereka mengecam militer
Bissau yang merebut kekuasaan dari kepemimpinan negara sipil.
''Negara-negara barat juga setali tiga uang, pada satu sisi
mengagungkan demokrasi, namun pada kasus Mesir hanya diam seribu bahasa. Lantas
kenapa pada saat terjadi kudeta di Mesir
semua pada diam? Ada apa ini sebenarnya?”
Pihaknya juga berharap Presiden RI memberikan (lagi) sikap
lebih lugas lagi soal krisis Mesir ini, karena fatsun politik Indonesia adalah
bebas aktif. Indonesia harus berperan
aktif dalam menciptakan ketertiban dunia sesuai amanah UUD 1945.
Presiden Mesir, Adly Mansour, pada Kamis berjanji untuk
memperjuangkan pulihnya keamanan sampai akhir saat Ikhwanul Muslimin berjanji
melakukan protes-protes baru menentang pemerintah barunya yang dilantik
militer.
"Kami berada pada saat yang menentukan dalam sejarah
Mesir, yang beberapa orang ingin mengarahkan ke arah yang tidak
diketahui," katanya dalam pidato televisi. "Kami akan melawan
berjuang untuk keamanan sampai akhir. Kami akan melestarikan revolusi."
Mansour, seorang hakim tinggi yang ditunjuk sebagai pemimpin
sementara setelah militer menggulingkan presiden terpilih Muhammad Mursi pada 3
Juli, kembali menawarkan "cabang zaitun" kepada para pendukung
Islamis Mursi itu.
Tetapi, ia juga berjanji untuk menegakkan keadilan
transisional di tengah seruan-seruan penuntutan Mursi dan tindakan keras
terhadap gerakan Ikhwanul Muslimin. "Kerangka keadilan dan rekonsiliasi
meluas ke semua arah," katanya.
Ikhwanul Muslimin telah menolak setiap hubungan dengan
Mansour. Mereka mengatakan akan tetap melakukan protes sampai Mursi
dikembalikan pada kedudukannya.
Pihaknya telah menyerukan demonstrasi baru pada Jumat.
Kelompok-kelompok anti-Mursi menyerukan kontra-demonstrasi itu.
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, Kamis (11/7),
menyampaikan keprihatinan mengenai krisis di Mesir dan surat penangkapan yang
dikeluarkan terhadap pemimpin Ikhwanul Muslimin serta orang lain.
Ban mengutarakan keprihatinannya selama percakapan telepon
dengan Menteri Luar Negeri Mesir, Mohamed Kamel Amr. Ban mengatakan tak ada
tempat bagi pembalasan atau pengecualian masyarakat atau partai utama di Mesir.
''Ban juga menyerukan dialog damai yang meliputi semua pihak
dalam arena politik di Mesir,'' demikian laporan Xinhua yang dipantau Antara di
Jakarta, Jumat pagi.
Ia menyatakan PBB mendukung Pemerintah Mesir yang sepenuhnya
bertanggung-jawab pada rakyat Mesir.
Jaksa Agung Mesir sebelumnya mengeluarkan surat penangkapan
atas pemimpin Ikhwanul Muslimin, Muhammad Badie, dan tokoh lain pada Rabu
(10/7).
Mereka diperintah ditangkap dengan tuduhan menghasut
bentrokan yang melibatkan kekerasan pada Senin. Bentrokan yang akhirnya menewaskan
tak kurang dari 51 orang di luar Rumah Pengawal Republik.
Tragedi itu terjadi dua hari setelah pemimpin tertinggi
Ikhwanul Muslimin, Muhammad Badie, menyampaikan pidato berapi-api di hadapan
massa yang marah di Bundaran Rabiah Al-Adawiyah di Kairo. Ia berikrar akan
berkorban buat kembalinya Mursi dan mencela tindakan militer itu sebagai aksi
kudeta.
No comments:
Post a Comment