!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, January 24, 2014

Krisis Pengungsi di Sinabung


Krisis Pengungsi di Sinabung


Gunung Sinabung menghadapi salah satu episode erupsi terlama di Indonesia dalam lebih dari 30 tahun. Pemerintah mesti berjibaku dengan krisis pengungsi.

Terhitung sejak September, erupsi harian Sinabung telah memaksa nyaris 30 ribu warga mengungsi. Kerugian sudah mendekati hitungan triliunan rupiah.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terbang ke Kabupaten Karo, Kamis lalu. Di sana, ia bertemu dengan pengungsi serta pejabat penanggulangan bencana.

Warga yang berada dalam radius 5 hingga 7 kilometer dari bukaan kawah mengungsi ke pos-pos evakuasi. Pemerintah bersiap-siap guna memperluas jangkauan evakuasi hingga sekitar 10 kilometer, jika erupsi terus memburuk. Bila jangkauan diperluas, akan ada sekitar 60 ribu orang mengungsi. Belum diketahui kapan erupsi akan berakhir.

Lonjakan pengungsi itu merupakan tantangan tersendiri dalam krisis Sinabung, meski pemerintah pusat sudah menerapkan mekanisme tanggap bencana yang matang. Sejak erupsi bermula, abu vulkanis menyelimuti lahan pertanian. Kerugian sektor itu hingga lebih dari Rp700 miliar. Komoditas yang terkena dampak termasuk kopi, cabai, jagung, dan kol, demikian keterangan lembaga pertanian setempat.

Jhonson Tarigan dari Media Center Penanganan Bencana Gunung Sinabung Posko Kabanjahe menyatakan pemerintah daerah bergantung pada donasi dari perusahaan, lembaga pemerintah, dan individu.

“Pasokan memang cukup. Namun, kami khawatir tidak cukup mengasupi segenap pengungsi, yang jumlahnya terus bertambah,” paparnya.

Dari pos pengamatan, ahli vulkanologi mengaku sudah mempersiapkan kemungkinan perluasan radius evakuasi. Namun, mereka terlihat berhati-hati kala mengungkap skenario terburuk Sinabung.

“Bahayanya adalah jika kubah lava terus melebar. Ini akan menambah energi guguran awan piroklastik, hingga bergerak lebih jauh,” kata ahli vulkanologi Kristianto.

Awan piroklastik—yang terkenal dengan sebutan “wedhus gembel”—terbentuk dari massa gas dan debu yang sangat panas. Gugurannya bisa menuruni lereng pada kecepatan tinggi, menghanguskan apapun yang terlintasi.

Sejumlah besar pengungsi Sinabung merupakan pemilik lahan pertanian. Mereka bercocok tanam di lereng gunung dengan ketinggian sekitar 2.460 meter di atas permukaan laut itu. Sebagian warga sudah menjual ternak mereka. Kini, mereka bergantung kepada bantuan pemerintah.

Pengungsi tinggal sementara di masjid, gereja, serta gedung pernikahan yang sarat ketidaknyamanan. Di Masjid Agung Kabanjahe, ibukota Kabupaten Karo, lebih dari 600 warga desa tidur di atas tikar sejak awal November. Mereka mandi hanya beberapa hari sekali.|ASWJ

No comments:

Post a Comment