!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Tuesday, January 21, 2014

.Polemik dan Dampak Politik Uji Materi UU Pilpres



.Polemik dan Dampak Politik Uji Materi UU Pilpres

ASATUNEWS - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) bersidang  pertama kali untuk membahas gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 terkait dengan gugatan uji materi UU Pilpres yang diajukan Yusril Ihza Mahendra, pada 13 Desember 2013 lalu. Yusril selaku penggugat yang berpendapat UU itu bertentangan dengan konstitusi, memohon revisi UU itu dengan pelaksanaan pemilu serentak dan pengajuan calon presiden - wakil presiden oleh seluruh partai politik tanpa mengacu pada ketentuan batas suara partai di DPR (parliamentary threshold).

Berdasarkan undang-undang, Majelis Hakim MK tidak terikat waktu 14 (empat belas) hari untuk memutuskan gugatan Yusril. Jika diterima, gugatan dikabulkan seluruhnya, maka DPR sebagai lembaga legislatif harus bersidang untuk menjalankan putusan MK, merevisi UU Pilpres, menentukan jadwal pasti/definitif pelaksanaan pemilu serentak dan mengesahkannya sebagai Undang-Undang.

DPR ketika bersidang untuk menentukan jadwal pemilu dan pilpres secara serentak, pasti akan mengundang dan mendengar masukan serta saran dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga negara pelaksana pemilu. DPR akan mengundang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pemerintah dalam rangka mengetahui secara pasti permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pemilu serentak, yang kemudian akan dimasukan ke dalam UU Pilpres yang disahkan oleh DPR.

Demkian penjelasan singkat Irwandi lubis, aktivis Jaringan Advokasi Publik (JAP), kepada Asatunews, ketika ditanya komentarnya mengenai sidang MK atas gugatan Yusril Ihza Mahendra yang sedang berlangsung di Jakarta (21/1/14).

Sidang Perdana MK

Mahkamah Konstitusi  menggelar sidang perdana gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang diajukan mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra. Sidang perdana sedang berlansung Selasa (21/1) siang tadi mulai pukul 13.30 WIB.
Pihak MK tidak dapat mengomentari hal itu karena hakim konstitusi terikat kode etik tidak diperkenankan mengomentari perkara yang sedang berproses di MK.

Substansi gugatan Yusril disebut banyak pihak serupa dengan materi yang dimohonkan oleh Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak (koalisi) yang semula diikabarkan bakal diputus MK, Kamis (23/1) pukul 15.30 WIB. Namun, informasi ini dibantah oleh Arief Hidayat Wakil Ketua MK.

Yusril dan Koalisi sama-sama memohonkan MK untuk menguji Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal 112 UU Pilpres. Yusril memohon pengujian Pasal 3 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal 112 UU Pilpres terkait jadwal pelaksanaan Pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan Pemilu Legislatif.

Yusril menilai pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 6A Ayat (2) dan Pasal 22E Ayat (1), (2), (3) UUD 1945 dihubungkan dengan sistem republik yang diatur Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7C UUD 1945.

Merujuk Pasal 22E UUD 1945 yang menyebut pemilu sekali dalam lima tahun, seharusnya Pileg dan Pilpres dilaksanakan serentak pada hari yang sama, tidak terpisah sebanyak dua kali. Faktanya, Pilpres diselenggarakan setelah dilaksanakan Pemilu Legislatif. Hal ini diyakini hanya ada dalam sistem parlementer bukan republik.

Putusan Gugatan Koalisi Lamban

Sedang mengenai lambannya MK memutus UU Pilpres yang dimohonkan Koalisi, disayangkan oleh mantan Ketua MK Mahfud MD namun, Wakil Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, hal tersebut tidak menandakan MK dipolitisasi.

"Lambannya putusan disebabkan oleh persoalan teknis. Kita bekerja tidak dibatasi waktu tetapi berdasarkan kehati-hatian karena, pengujian undang undang sangat penting," kata Arief.
Arief menambahkan, perkara tersebut sedang dalam tahap finalisasi dan MK tidak terikat waktu dalam menjatuhkan putusan. Berbeda halnya ketika MK menangani perkara pilkada di mana MK diberi batas waktu 14 hari untuk memutus.

"Memang sudah diputus dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) dan telah menentukan arah ke mana tetapi harus ada proses draf putusannya untuk kemudian nantinya dibaca bersama-sama oleh majelis hakim. Finalisasi ini memerlukan waktu," jelas Arief Hidayat.

Berbeda dengan Arief Hidayat, Mahfud MD mantan Ketua MK mengatakan MK sudah memutuskan gugatan UU Pilpres yang diajukan Koalisi pada April 2013 lalu. Mengenai adanya perbedaan informasi itu, Mahfud yang kami minta penjelasannya, belum memberikan jawaban.

Irwandi menambahkan, untuk mengetahui bagaimana sikap dan posisi Presiden SBY terhadap gugatan Yusril, apakah setuju atau tidak, dapat dilihat dari memori pembelaan wakil perintah dalam sidang uji materi UU Pilpres di MK.

"Kita lihat saja apakah wakil pemerintah yang membela UU Pilpres atau tidak ada sama sekali. Jika ada, bagaimana materi pembelaannya", tukas Irwandi. | Joy/016

No comments:

Post a Comment