!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Thursday, January 23, 2014

Jika Kepemimpinan dan prasarana Baik, Indonesia Bisa Tumbuh Dua Digit dan Masuk Jajaran ekonomi 10 Besar Dunia




Jika Kepemimpinan dan prasarana Baik, Indonesia  Bisa Tumbuh  Dua Digit dan Masuk Jajaran ekonomi 10 Besar Dunia

ASATUNEWS – Indonesia dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa menjadi satu-satunya di Asia Tenggara yang akan menyamai posisi 10 besar Negara ekonomi terkuat di dunia bersama Amerika Serikat, Jepang, Cina, India,Rusia, Brazil, dalam tiga puluh tahun mendatang bila tepat memberdayakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada.


Indonesia bersama Meksiko, Nigeria, dan Turki mendapat julukan baru sebagai calon raksasa ekonomi dunia, empat negara ini - disingkat MINT - diperkirakan akan menggeser pesona Brasil, Rusia, India dan Cina (BRIC) yang pertumbuhan ekonominya mengesankan dalam beberapa tahun terakhir.

Dilihat dari sejumlah faktor, Indonesia memang punya potensi untuk berkembang pesat. Ekonom Indef Enny Sri Hartati menyebut potensi Indonesia sebetulnya jauh lebih besar dari India dan Cina, yang sudah lebih dulu jadi primadona investor dunia.

"Pertumbuhan ekonomi utamanya ditunjang oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya alam. Indonesia unggul di dua faktor ini. Tapi potensi, lagi-lagi hanya sebatas potensi. Kalau tidak dimanfaatkan dengan baik, potensi bisa hilang dan pihak lain yang menikmati."

Lalu, pertanyaannya mampukah Indonesia berbenah untuk mencapai ekonomi lepas landas? Dan mungkinkah tahun ini menjadi titik balik menuju pertumbuhan ekonomi dua digit?.

Siapa MINT?
Meksiko, Indonesia, Nigeria, dan Turki. Empat negara yang dianggap lebih 'segar' dibandingkan BRIC (Brazil, Rusia, India dan Cina).

Dalam 20 tahun ke depan MINT merasakan peningkatan jumlah angkatan kerja.
Jika MINT menerapkan kebijakan ekonomi yang tepat, beberapa dari mereka mungkin bisa menyamai pertumbuhan ekonomi dua digit ala China yang diperoleh pada periode 2003 dan 2008 lalu.

Geliat pertumbuhan ekonomi Indonesia terlihat dengan pemindahan sebagian Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, Jumat (10/01) yang sudah disulap menjadi bandara komersial. Di luar terminal, kios makanan buka sendari pagi, begitupun taksi berbagai rupa siap sudah berderet menanti penumpang.

Di dalam, sejumlah petugas sebuah maskapai sibuk di balik bilik-bilik check-in, pemindai barang disiapkan di depan ruang tunggu berkarpet, dan sesekali suara pengumuman jadwal penerbangan terbaru dikumandangkan dari mikrofon.

Pagi itu, pesawat maskapai bertarif rendah Citilink terbang perdana dari Halim menuju Malang. Ini adalah penerbangan komersial terjadwal pertama yang beroperasi pada 10 Januari lalu di bandara militer itu.

Transformasi Halim ini terbilang mendesak untuk mengurangi padatnya lalu lintas Bandara Soekarno Hatta.

Kapasitas Soekarno Hatta hanya bisa menampung 22 juta penumpang per tahunnya, pada 2013 lalu sudah kelebihan kapasitas dua kali lipat dan terpaksa menerbangkan 55 juta orang.

Kementerian Perhubungan mengambil jalan cepat. Halim yang cukup padat dengan aktivitas militer dan penerbangan VVIP harus berbagi dengan pesawat komersil, bahkan sebelum analisa dampak lingkungan rampung dilakukan.

Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono berkilah ini hanya solusi sementara. "Jangka menengah, Soekarno Hatta akan diperluas dan jangka panjang akan dibangun bandara baru di Karawang."

Namun menurut Pakar Transportasi Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, ini adalah contoh nyata bagaimana desain infrastruktur di Indonesia lamban dan tidak pernah bisa mengantisipasi tingginya permintaan.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dengan rata-rata 6% per tahun dan munculnya tren penerbangan murah telah membuka akses bagi siapapun untuk terbang.

"[Pemerintah] seperti pemadam kebakaran saja ini, di Soekarno Hatta sudah sangat overload kemudian diredam sedikit dengan pindah ke Halim," katanya.

Menurut ekonom Enny Sri Hartati letak permasalahan justru lebih dalam. "Ini soal kesalahan desain kebijakan pembangunan," katanya..

Pertumbuhan ekonomi diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB), yakni nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh sebuah negara.

Meningkatnya PDB berarti produksi barang dan jasa di sebuah negara juga meningkat sehingga otomatis membuka lapangan pekerjaan.

Penambahan lapangan pekerjaan sangat dibutuhkan untuk menekan angka pengangguran, yang menurut data BPS per Agustus jumlahnya mencapai 7,39 juta jiwa.

Lapangan pekerjaan juga bisa menekan angka kemiskinan yang per September 2013 mencapai 28 juta orang.

"Pembangunan berlangsung terus menerus, karena itu harus ada peta jalannya, pendek, menengah, dan panjang. Kita saat ini punya Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), tetapi sifatnya dijalankan berdasarkan tafsir dan keinginan dari yang berkuasa.

Kalau rezim berubah, peta jalan berubah, bagaimana bisa berkesinambungan?"
Selain itu, pembangunan terpusat di sekitaran Jawa juga menjadi penghambat, padahal potensi di luar Jawa sangat besar.

Kebijakan yang membatasi dan birokrasi
Selain masalah infrastruktur yang terus membayangi pertumbuhan, berbagai masalah birokrasi dan kebijakan yang membatasi gerak pengusaha juga dinilai akan menjadi penghambat.

Awal tahun ini misalnya pelaku ekonomi dihadapkan aturan pelarangan ekspor mineral mentah.
Menteri Keuangan Chatib Basri mendukung kebijakan itu dan mengatakan tahun ini harus menjadi "akhir dari ledakan tren mineral mentah".

"Dalam 15-20 tahun, kita tidak bisa mengandalkan sumber daya alam. Karena produksi shale gas di Amerika Serikat akan membuat ketergantungan AS terhadap Timur Tengah berkurang.

"Begitu ketergantungan berkurang, harga minyak dan komoditas akan menurun, padahal 65% ekspor Indonesia [saat ini] masih terkait dengan komoditas dan energi," katanya dalam Indonesia Summit, Rabu (15/10) di Jakarta.

Konsultan bisnis dan CEO CastleAsia, James Castle, mengatakan aturan ini mungkin bagus dalam jangka panjang, tetapi dalam jangka pendek kebijakan ini tidak hanya menyakiti investor asing yang ingin memanam modal di sektor minerba, tetapi juga bagi investor dalam negeri.

Pasalnya, pemerintah hanya menentukan target, tanpa dibarengi rencana matang untuk menuju ke sana sehingga banyak pengusaha tambang yang kebingungan dan tidak siap.

"Ini adalah contoh gaya ekonomi perintah-dan-kontrol warisan era Soeharto. Saya beri tahu apa yang Anda lakukan. Caranya bagaimana? Anda cari tahu sendiri jalannya. Ini bukanlah perencanaan tapi perintah," kata James yang berpengalaman 20 tahun berbisnis di Indonesia.

Birokrasi dan manajemen pemerintahan yang buruk adalah pekerjaan rumah penting yang harus dibenahi, karena peran negara dalam beberapa tahun ke depan akan semakin dominan dibandingkan dengan sektor swasta untuk menggenjot perekonomian, lanjutnya.

Meskipun ruang gerak investor semakin terbatas, nyatanya masih ada peluang yang terbuka lebar untuk mengembangkan bisnis di Indonesia.

Chatib Basri mengatakan berbagai insentif dan kelonggaran pajak ditawarkan dalam sektor tertentu untuk menggenjot inovasi dan teknologi.

Ini dilakukan untuk "mengakhiri era tenaga kerja murah" agar ekonomi dapat tumbuh berkelanjutan di masa depan.

"Kita harus bergerak ke inovasi dan teknologi. Kita tidak bicara soal membuat roket atau pesawat tetapi dalam sektor garmen misal, kita bisa menumbuhkan pasar khusus, batik, fesyen."

"Victoria Secret misalnya diproduksi di sini karena kualitasnya bagus," katanya.

PDB Indonesia
2011 6,5%
2012 6,2%
2013 5,6%*
2014 5,3%*
*) proyeksi Bank Dunia

Untuk menunjang inovasi tersebut, Kementerian Keuangan menawarkan sejumlah keringanan bagi perusahaan yang akan membangun pusat riset dan teknologi di Indonesia.

Sektor swasta diharapkan mampu memperbanyak lembaga pelatihan agar kualitas sumber daya manusia meningkat.

."Kalau ekonomi tumbuh pesat tetapi porsinya timpang, kesenjangan akan semakin tinggi dan yang menikmati kekayaan hanya sekian persen saja."

Enny Sri Hartati
Selain itu, industri di sektor tengah akan mendapat insentif karena kebanyakan industri manufaktur Indonesia hanya terpusat di sekor hulu dan hilir saja.

Titik balik
Dengan berbagai hambatan dan peluang, tahun 2014 bisa dikatakan menjadi titik balik yang akan menentukan ke mana arah ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.

Kepemimpinan menurut Ekonom Indef Enny Sri Hartati menjadi kunci untuk membenahi semua persoalan infrastruktur dan birokrasi.

Pemimpin baru, lanjutnya, harus bisa memetakan dan mengarahkan perekonomian sesuai dengan amanat undang-undang, bukan sekedar mengejar ambisi untuk tumbuh dua digit.

"Apakah harus dua digit? Apakah kita harus meniru pertumbuhan Cina? Menurut saya tidak. Karena amanat undang-undang dasar sangat jelas sekali bahwa tugasnya adalah menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Apakah pertumbuhan dua digit perlu? Itu adalah instrumen saja yang dipilih untuk mencapai tujuan."

"Kalau ekonomi tumbuh pesat tetapi porsinya timpang, kesenjangan akan semakin tinggi dan yang menikmati kekayaan hanya sekian persen saja," tambahnya.

"Yang terpenting adalah membangun pertumbuhan yang berkualitas dengan pilar ekonomi negara, swasta, dan rakyat sama-sama kokoh dan mandiri. Ini yang harus kita cermati dari visi para calon presiden nanti

Indonesia masuk dalam kelompok negara perekonomian baru bersama Meksiko, Nigeria dan Turki, yang disebut oleh ahli ekonomi Jim O'Neill sebagai MINT.

Adalah Jim O'Neill yang pada 2001 menemukan isitilah BRIC yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, dan Cina untuk negara-negara yang saat itu diperkirakan kelak menjadi kekuatan ekonomi masa depan.

Tapi apa yang membuat keempatnya masuk dalam kelompok negara yang secara khusus dipertimbangkan akan akan menjadi perekonomian besar.

Salah satunya, menurut O'Neill, adalah negara-negara tersebut memiliki demografi yang 'baik' dengan peningkatan jumlah penduduk usia produktif yang lebih tinggi dari penduduk yang tidak bekerja.

Jadi secara teori, jika Meksiko, Indonesia, Nigeria, dan Turki bisa bekerja sama, beberapa akan mampu menikmati pertumbuhan dua angka seperti Cina pada masa 2003-2008.

Selain itu posisi geografis keempatnya juga menguntungkan.
Meksiko, misalnya, merupakan negara tetangga Amerika Serikat namun berada di Amerika Latin. Begitu juga dengan Indonesia yang terletak di jantung Asia Tenggara dan memiliki hubungan erat dengan Cina.

Sedangkan Turki berada di dua semenanjung, Barat dan Timur.

Prakiraan pertumbuhan pendapatan (ribu US$)
2000 2012 Prakiraan 2050
Meksiko 7,0 10,6 48,0
Indonesia 0,8 3,6 21,0
Nigeria 0,2 1,4 12,6
Turki 4,1 10,6 48,5
O'Neill berpendapat Nigeria agak berbeda karena berada di kawasan Afrika yang masih kurang pembangunannya namun di masa depan bisa jadi berkembang jika negara-negara di kawasan itu berhenti berperang dan melakukan perdagangan satu sama lain.

Tantangan di Indonesia
Dari segi kekayaan, Meksiko dan Turki berada dalam satu tingkat dengan penghasilan rata-rata per orang per tahun sekitar US$10.000.

Penghasilan rata-rata di Indonesia US$2.100 dan Nigeria sebesar US$1.500 atau setara dengan India yang sudah lebih dulu masuk dalam BRIC.

Menurut O'Neill, dalam waktu 30 tahun mendatang ada peluang MINT bisa bergabung dengan 10 negara perekonomian terbesar dunia.

Namun dengan beberapa catatan, dan untuk Indonesia tantangan utamanya -tambah O'Neill, adalah kepemimpinan dan prasarana.

Dia juga menambahkan bahwa tantangan dan kesempatan sebenarnya saling berdampingan di Indonesia.

Salah satu contoh yang disebutnya adalah dari kunjungan ke kawasan Pluit, Jakarta, yang permukaan tanahnya diperkirakan turun 20cm per tahun namun harga properti di kawasan lain Jakarta meroket.

Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi Indonesia 20 tahun yang akan datang, maka perlu dianalisis perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia 20 tahun yang lalu. Pertumbuhan ekonomi juga bersangkut paut dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat.

Dapat dikatakan, bahwa pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan.

Dalam hal ini berarti terdapatnya kenaikan dalam pendapatan nasional yang ditunjukkan oleh besarnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan ekonomi di indonesia juga mengalami banyak perubahan selama dekade 1970an dan 1980an, proses pembangunan di Indonesia mengalami banyak hambatan yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti merosotnya harga minyak mentah internasional menjelang pertengahan tahun 1980an dan adanya resesi ekonomi dunia.

Berikut ini merupakan tabel jumlah PDB Indonesia dari tahun 1985 sampai 2010, data ini di dapat dari BPS
Tahun PDB Pertumbuhan
(dalam juta Rp) Ekonomi
1985 701.254,80
1986 742.461,60 5,876152292
1987 779.032,20 4,925588071
1988 824.064,10 5,78049277
1989 885.519,40 7,457587341
1990 949.641,10 7,241140059
1991 1.018.062,60 7,204985125
1992 1.081.248,00 6,206435636
1993 1.151.490,20 6,496400456
1994 1.238.312,30 7,539977327
1995 1.340.101,60 8,220002337
1996 1.444.873,30 7,8181908
1997 1.512.780,90 4,699899984
1998 1.314.202,00 -13,12674558
1999 1.324.599,00 0,791126478
2000 1.389.770,20 4,92007015
2001 1.442.984,60 3,829007127
2002 1.506.124,40 4,375639213
2003 1.579.558,90 4,875726069
2004 1.654.825,70 4,765051813
2005 1.750.815,20 5,80058069
2006 1.847.292,90 5,510444506
2007 1.963.974,30 6,316345394
2008 2.082.456,00 6,032752058
2009 2.177.742,00 4,5756549
2010 2.310.700,00 6,105314587

Perkembangan PDB harga konstan Indonesia sepanjang tahun 1986 - 2010 dapat dilihat pada tabel di atas.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif dari tahun 1984-1997. Pada tahun 1998 menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi yaitu – 13,13 %, hal ini disebabkan karena krisis moneter dan krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, yang berlanjut menjadi krisis multidimensi, sehingga membawa dampak pada
pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 1998.

Selain penurunan pada PDB Indonesia, inflasi di tahun 1998 juga sangat tinggi hingga mencapai 77.63%.  Perekonomian menunjukan kinerja yang membaik dan lebih stabil selama
mulai tahun 2003 sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang terus
mengalami peningkatan.

Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi yang terjadi masih belum memadai untuk menyerap pertambahan angkatan kerja, sehingga pengangguran masih mengalami kenaikan.

Pertumbuhan ekonomi 20 tahun yang akan datang dapat kita lihat dari pertumbuhan ekonomi 20 tahun yang lalu.

Dari hasil perhitungan dan pengamatan, Indonesia 20 tahun yang akan datang akan memiliki nilai PDB yang besar, hal ini terlihat dari perkembangan perekonomian Indonesia 20 tahun yang lalu, yaitu dari tahun 1990-2010.

Perkembangan nilai PDB yang positif tidak lantas memberikan kita informasi bahwa keadaan perekonomian Indonesia telah maju, inflasi, jumlah penduduk, nilai ICOR dan  pengangguran merupakan masalah besar yang harus kita hadapi.

Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum
dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang
meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan
spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.

Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam
arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan
nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan
investasi.

Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi
inflasi tak terkendali (hiperinflasi) yang terjadi pada tahun 1998 keadaan perekonomian menjadi  kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Berikut ini merupakan tabel jumlah inflasi Indonesia dari tahun 1986 sampai 2010, data ini di dapat dari BPS
Tahun Inflasi

1985
1986 8,83
1987 8,9
1988 5,47
1989 5,97
1990 9,53
1991 9,52
1992 4,94
1993 9,77
1994 9,24
1995 8,64
1996 6,47
1997 11,05
1998 77,63
1999 2,01
2000 9,35
2001 12,55
2002 10,03
2003 5,06
2004 6,4
2005 17,11
2006 6,6
2007 6,59
2008 11,06
2009 6,2
2010 6,96

Dapat dilihat dari tabel di atas, setelah krisis ekonomi 1997-1998 Indonesia terus berbenah diri untuk bangkit dari krisis, terbukti dengan semakin membaiknya nilai inflasi Indonesia setelah krisis 1997-1998.

Namun nilai inflasi Indonesia setelah krisis 1997 tersebut masih tergolong cukup besar, 20 tahun yang akan datang pun diramalkan inflasi Indonesia masih cukup besar.

Laju pertumbuhan penduduk akan berpengaruh terhadap pendapatan perkapita, standar kehidupan, pembangunan pertaniaan, lapangan kerja, tenaga buruh maupun dalam hal pembentukan modal , yang pada akhirnya pertumbuhan penduduk yang pesat dapat memberikan efek negatif terhadap kemiskinan.
Berikut ini merupakan tabel jumlah penduduk Indonesia dari tahun 1986 sampai 2010, data ini di dapat dari BPS
Tahun Jumlah Laju Pertumbuhan
Penduduk (juta) Penduduk
1985
1986 167.881,00
1987 170.654,00 1,651765238
1988 173.472,00 1,651294432
1989 176.336,00 1,650986903
1990 179.378,90 1,725626077
1991 182.222,60 1,585303511
1992 185.254,20 1,663679478
1993 188.359,10 1,67602138
1994 191.523,80 1,680141814
1995 194.754,80 1,686996603
1996 197.353,00 1,334087786
1997 199.445,00 1,06002949
1998 201.559,00 1,059941337
1999 203.625,00 1,025010047
2000 205.132,50 0,740331492
2001 207.995,00 1,395439533
2002 212.003,00 1,926969398
2003 215.276,00 1,543846078
2004 217.854,00 1,19753247
2005 219.205,00 0,620140094
2006 222.192,00 1,362651399
2007 225.642,00 1,552711169
2008 228.523,30 1,276934259
2009 231.369,50 1,24547475
2010 237.556,40 2,674034391

Menurut Sensus Penduduk 2000, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 205,1 juta jiwa. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara keempat terbesar setelah China, India, dan Amerika Serikat.

Sekitar 121 juta atau 60,1 persen di antaranya tinggal di pulau Jawa, pulau yang paling padat penduduknya dengan tingkat kepadatan 103 jiwa per kilometer persegi. Dapat dibayangkan jumlah penduduk Indonesia 20 tahun yang akan datang, bisa jadi Indonesia akan menempati urutan pertama terbesar jumlah penduduknya mengalahkan China.

Pertumbuhan penduduk yang pesat tanpa didukung dengan peningkatan kualitas SDM justru akan membawa Indonesia ke arah kehacuran. Semakin banyaknya jumlah penduduk Indonesia juga berdampak pada ketersediaan pekerjaan, semakin banyaknya penduduk maka jumlah pengangguran pun akan semakin banyak karena keterbatasan jumlah pekerjaan.

Berikut ini akan saya tampilkan data nilai ICOR Indonesia dari tahun 1985 sampai tahun 2010.ICOR adalah besaran modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertambahan pendapatan nasional.

Nilai ICOR yang  menunjukkan produktivitas investasi yang baik antara 3 – 4, semakin tinggi ICOR memberikan indikasi kemungkinan terjadinya inefisiensi dalam penggunaan investasi. ICOR yang rendah menunjukkan adanya efisiensi dalam penggunaan modal.

Efisiensi terjadi akibat adanya teknologi. Berikut ini merupakan tabel nilai ICOR Indonesia dari tahun 1986 sampai 2010, data ini di dapat dari BPS
Tahun ICOR

1985 5,5
1986 4,06
1987 4,67
1988 4,84
1989 3,83
1990 4,21
1991 4,4
1992 4,53
1993 4,4
1994 4
1995 3,93
1996 4,19
1997 7,18
1998 1,57
1999 21,52
2000 4,91
2001 5,52
2002 4,87
2003 4,23
2004 4,44
2005 4,5
2006 4
2007 3,77
2008 4,18
2009 5,32
2010

 Pada tahun 1999 inefisiensi yang sangat besar dalam penggunaan investasi. Selama tahun 1989-2009 nilai ICOR Indonesia masih besar yaitu masih diatas 4, hal ini menandakan bahwa Indonesia masih terjadi inefisiensi dalam penggunaan investasi.

Pada tahun 1999 ICOR Indonesia menunjukkan angka 21,52 artinya setiap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp1, membutuhkan investasi Rp21,52. Demikian juga dalam 20 tahun yang akan datan nilai ICOR Indonesia masih relatif besar, sehingga masih terjadi inefisiensi dalam penggunaan investasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan PDB Indonesia maka Indonesia harus melakukan investasi yang besar pula.


Semakin banyaknya jumlah penduduk Indonesia, memberikan gambaran bahwa semakin banyak pula jumlah pengangguran di Indonesia. Semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi, akan memberikan gambaran seberapa besar jumlah pengangguran yang dapat dikurangi ,Hukum Okun akan menjelaskan hal tersebut.
Hukum Okun =
n =  0,4 (g – 2,5)
n adalah jumlah pengangguran yang dapat dikurangi
g adalah pertumbuhan ekonomi.
Tahun Pertumbuhan Hukum
Ekonomi Okun
1985
1986 5,876152292 1,350461
1987 4,925588071 0,970235
1988 5,78049277 1,312197
1989 7,457587341 1,983035
1990 7,241140059 1,896456
1991 7,204985125 1,881994
1992 6,206435636 1,482574
1993 6,496400456 1,59856
1994 7,539977327 2,015991
1995 8,220002337 2,288001
1996 7,8181908 2,127276
1997 4,699899984 0,87996
1998 -13,12674558 -6,2507
1999 0,791126478 -0,68355
2000 4,92007015 0,968028
2001 3,829007127 0,531603
2002 4,375639213 0,750256
2003 4,875726069 0,95029
2004 4,765051813 0,906021
2005 5,80058069 1,320232
2006 5,510444506 1,204178
2007 6,316345394 1,526538
2008 6,032752058 1,413101
2009 4,5756549 0,830262
2010 6,105314587 1,442126

Dalam hukum okun terlihat berapa persen jumlah pengangguran yang dapat dikurangi dari pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai. Masih kecilnya jumlah pengangguran yang dapat dikurangi selama 20 tahun yang terakhir, hal ini memberikan gambaran bahwa 20 tahun yang akan datang, Indonesia masih dihadapkan dengan jumlah pengangguran yang sangat besar.

Pada tahun 2010 dengan prtumbuhan ekonomi sebesar 6,1053 %, pengangguran dapat dikurangi sebesar 1,442 % . pengangguran yang dapat dikurangi amatlah sangat kecil, mengingat pengangguran Indonesia masih cukup besar. Untuk dapat meningkatkan jumlah pengangguran yang dapat dikurangi, maka pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan. |MJF






No comments:

Post a Comment