!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Thursday, January 22, 2015

Presiden Joko widodo tolak permohonan grasi warga Australia

Presiden Joko widodo tolak permohonan grasi warga Australia


Permohonan grasi terpidana mati Myuran Sukumaran (kiri) dan Andrew Chan ditolak presiden. Kini mereka menunggu eksekusi.
Presiden Joko Widodo telah menolak permohonan grasi terpidana mati asal Australia, Andrew Chan. Penolakan itu diumumkan pihak Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (22/01) siang waktu setempat.
Kepada kontributor BBC di Bali, pejabat humas Pengadilan Negeri Denpasar, Hasoloan Sianturi, mengatakan pihaknya menerima Surat Keputusan Presiden nomor 9/10 Tahun 2015, pukul 13.20 WITA.
“Isinya, permohonan grasi Andrew Chan melalui kuasa hukumnya ditolak oleh Bapak Presiden,” kata Sianturi.
Presiden Jokowi, lanjut Sianturi yang mengutip surat tersebut, menyatakan tidak mendapat cukup alasan untuk memberikan grasi kepada Chan.
Andrew Chan merupakan bagian dari kelompok Bali Sembilan yang terdiri dari delapan lelaki dan seorang perempuan. Mereka ditangkap 17 April 2005, di Denpasar, Bali, Indonesia, saat berusaha menyelundupkan 8,3 kg heroin yang ditaksir seharga sekitar Rp40 miliar ke Australia.
Setelah melalui serangkaian peradilan banding, tujuh yang lain menjalani hukuman penjara antara 20 tahun hingga seumur hidup. Sedangkan Chan dan rekannya, Myuran Sukumaran, mendapat vonis mati. Permohonan grasi Sukumaran telah ditolak presiden.
Belum diketahui kapan mereka akan dieksekusi. Juru bicara Kejaksaan Agung, Tony Spontana, mengatakan Jaksa Agung HM Prasetyo masih melakukan tinjauan atas rangkaian eksekusi sebelumnya.
Menteri Luar Negeri Julie Bishop mengaku pada Desember 2014 lalu ia telah menyurati Menlu RI Retno Marsudi tentang pengampunan terhadap kedua warganya.
Namun dalam jawaban yang diterima Bishop belum lama ini, Menlu Indonesia menyampaikan penolakan, "dengan dasar bahwa Indonesia mengaku sedang menghadapi krisis soal narkoba, dan mereka percaya bahwa hukuman mati mesti diterapkan."

Enam terpidana mati telah dieksekusi di Nusakambangan dan Boyolali, Jawa Tengah, Minggu dini hari (18/01).
Juru bicara Kejaksaan Agung, lembaga yang melakukan eksekusi hukuman mati, Tony Spontana, menjelaskan lima terpidana menjalani eksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap, pada pukul 00.30 WIB dan dinyatakan meninggal dunia pada 00.40 WIB.
Satu terpidana dieksekusi di Boyolali pada pukul 00.45 WIB dan dinyatakan meninggal dunia pada 01.20 WIB.
Jaksa Agung HM Prasetyo juga membenarkan kepada para wartawan di Jakarta bahwa eksekusi hukuman mati sudah selesai dilaksanakan.
Kontributor BBC di Cilacap, Liliek Dharmawan, mengatakan eksekusi di Nusakambangan dilaksanakan di lapangan tembak Limusbuntu.
Mereka yang menjalani hukuman mati adalah terpidana kasus-kasus narkoba.
Kelimanya adalah Marco Archer Cardoso Mareira (53 tahun, warga negara Brasil), Daniel Enemua (38 tahun, warga negara Nigeria), Ang Kim Soe (62 tahun, warga negara Belanda), Namaona Dennis (48 tahun, warga negara Malawi), dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia, warga negara Indonesia.
Sementara yang menjalani hukuman mati di Boyolali adalah Tran Thi Hanh, warga negara Vietnam berusia 37 tahun.
Sejumlah pegiat HAM sebelumnya mengecam pelaksanaan hukuman mati ini dengan menyebutnya sebagai pelanggaran atas hak asasi manusia.
Beberapa organisasi HAM sudah mendesak pemerintah Indonesia untuk menghapus hukuman mati.

Kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengeksekusi terpidana narkoba dari berbagai negara dinilai tidak berkontribusi pada pembentukan citra Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin yang tangguh di luar negeri, kata seorang analis asal Australia.
Dave McRae, peneliti senior Institut Asia di Universitas Melbourne, menilai pemerintah Indonesia—melalui aksi eksekusi terhadap enam terpidana mati kasus narkoba—ingin menunjukkan bahwa Presiden Joko Widodo ialah figur yang tegas dan langsung mengambil tindakan.
Namun, menurutnya, citra itu khusus berlaku di dalam Indonesia saja. Sedangkan di luar negeri langkah eksekusi tersebut justru dikecam karena dinilai tidak efektif sekaligus melanggar hak asasi manusia.
“Saya kira eksekusi ini sama sekali tidak berkontribusi pada sebuah citra pemimpin yang tangguh di luar negeri,” kata McRae kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengaku telah menyurati Menlu RI Retno Marsudi untuk meminta pengampunan warganya yang masuk daftar terpidana mati kasus narkoba, semisal Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Namun dalam jawaban yang diterima Bishop belum lama ini, Menlu Indonesia menyampaikan penolakan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Armantha Nasir, mengatakan eksekusi hukuman mati itu sudah melalui semua tahapan proses hukum yang berlaku di Indonesia.

Lima dari enam terpidana mati kasus narkoba dieksekusi di Nusakambangan, pada akhir pekan lalu.
Ketidakkonsistenan
McRae juga melihat adanya ketidakkonsistenan antara kebijakan Indonesia—di mana Indonesia giat mengadvokasi bagi warga negaranya yang menghadapi hukuman mati di luar negeri, termasuk dalam kasus narkoba—dengan tindakan eksekusi terhadap terpidana narkoba.
Namun, pandangan itu ditepis guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Menurutnya, kedua hal itu terpisah.
“Ketika ada orang yang harus menjalani hukuman mati di Indonesia, itu konteksnya adalah kita ingin menegakkan hukum di wilayah kedaulatan Indonesia. Sementara ketika kita meminta supaya warga kita yang terkena hukuman mati untuk tidak dikenai hukuman mati, itu dalam rangka kewajiban negara melindungi warganya,” kata Hikmahanto.
Terganggu
Soal apakah hubungan Indonesia-Australia akan terganggu apabila pemerintah Indonesia mengeksekusi warga Australia yang terpidana kasus narkoba, McRae menilai hal itu tergantung dari reaksi publik.
Dia mencontohkan bagaimana pemerintah Indonesia jauh lebih aktif dalam mengadvokasi warga negaranya sendiri di luar negeri yang menghadapi hukuman mati setelah mendapat reaksi keras masyarakat Indonesia yang geram karena tenaga kerja wanita bernama Ruyati binti Supubi dihukum pancung di Arab Saudi pada 2011 lalu.
“Saya rasa hal yang sama bisa terjadi di Australia—bahwa apapun niat pemerintah Australia untuk menjaga hubungan baik, namun mereka juga harus menjawab reaksi masyarakat Australia jika mereka protes keras atas tindakan yang diambil pemerintah Indonesia,” kata McRae.
Menlu Australia Julie Bishop menolak menjawab apakah ia akan menarik Dubes Australia seandainya eksekusi terhadap dua warganya dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia.
Brasil dan Belanda telah menarik duta besar mereka dari Jakarta setelah Marco Archer Cardoso Moreira, 53 tahun, dan Ang Kiem Soe, 52 tahun, dieksekusi di Nusakambangan.

Indonesia mengharapkan eksekusi hukuman mati terhadap dua orang warga negara Brasil dan Belanda dalam kasus narkoba, tidak menganggu hubungan diplomatik dengan kedua negara tersebut.
Hal itu ditegaskan Kementerian luar negeri Indonesia menanggapi sikap Brasil dan Belanda yang dilaporkan telah menarik duta besarnya dari Jakarta sebagai bentuk "protes" atas eksekusi hukuman mati tersebut.
Warga negara Brasil, Marco Archer Cardoso Moreira, 53 tahun, dan warga negara Belanda, Ang Kiem Soe, 52 tahun, merupakan dua dari empat warga negara asing yang telah dieksekusi mati pada Minggu (18/01) dini hari di LP Nusa Kambangan, karena kasus narkoba.
Brasil dan Belanda menganggap hukuman mati itu merupakan bentuk 'kekejaman' dan 'pengingkaran terhadap martabat dan integritas kemanusiaan'.
Juru bicara Kementerian luar negeri Indonesia, Armantha Nasir mengatakan, eksekusi hukuman mati itu sudah melalui semua tahapan proses hukum yang berlaku di Indonesia.
"Dan, yang kita lakukan tidak menentang prinsip-prinsip hukum internasional yang ada," kata Armantha Nasir kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Minggu (18/01) siang.
'Berharap tidak mencederai'
Armantha juga mengatakan, dia meminta eksekusi hukuman mati tidak dilihat dari konteks sempit, tetapi dalam konteks yang lebih luas.
"Ini terkait dengan kejahatan narkoba dan dampaknya terhadap masyarakat Indonesia secara khusus dan masyarakat dunia," katanya.
Karena itulah, Indonesia mengharapkan penarikan duta besar Brasil dan Belanda dari Jakarta tidak akan "mencederai" hubungan diplomatik Indonesia dengan kedua negara.
"Kita berharap tidak (mencederai)," kata Armantha.
Kedutaan besar Indonesia di Brasil, ungkapnya, telah menerima surat pemberitahuan resmi dari Pemerintah Brasil tentang penarikan duta besarnya di Jakarta pada Minggu (18/01) pagi.

Penjagaan aparat kepolisian dilakukan di dermaga menuju Nusa Kambangan menjelang eksekusi mati, Sabtu (17/01).
Namun demikian, Armantha menambahkan, pihaknya belum menerima pemberitahuan resmi dari Pemerintah Belanda tentang pemberitaan yang menyebut Belanda telah menarik duta besarnya dari Jakarta.
Sebelumnya, kritik terhadap eksekusi hukuman mati juga disampaikan organisasi Amnesty International dan pegiat HAM di Indonesia.
Empat warga negara asing yaitu Brasil, Belanda Malawi, Nigeria dan satu Indonesia telah dieksekusi pada Minggu(18/01) dini hari di LP Nusa Kambangan.

Sementara eksekusi terhadap warga Vietnam dilakukan di Boyolali Jawa Tengah pada waktu yang sama. (BBC)

No comments:

Post a Comment