!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Tuesday, October 1, 2013

kedelai akan ditanam di atas lahan baru seluas 100.000 hektar persegi. di Indonesia



kedelai akan ditanam di atas lahan baru seluas 100.000 hektar persegi. di Indonesia

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah terus berupaya agar Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor pangan, bahkan bisa swasembada.

Seperti kedelai, kata Hatta, dalam waktu dekat akan ditanam di atas lahan baru seluas 100.000 hektar persegi. Paling besar lahan berada di Aceh, yakni seluas 60.000 hektar persegi. Sisanya akan ditanam di berbagai daerah.

"Dengan tiga kali panen, maka bisa menghasilkan 500-600 ribu ton kedelai tambahan (per tahun). Secara bertahap kita kurangi ketergantungan pada impor," kata Hatta seusai sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (1/10/2013).

Sidang kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu membahas masalah ekonomi.
Hatta menyinggung kritikan berbagai pihak terkait kebijakan impor kedelai. Sejak dulu, kata dia, Indonesia sudah mengimpor kedelai lantaran produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan.

Sulitnya membuat swasembada kedelai, kata Hatta, lantaran petani tidak tertarik menanam jika harga kedelai di bawah Rp 7.000 per kilogram. Jika di bawah Rp 7.000 per kilogram, petani lebih tertarik menanam tebu, beras, atau komoditas lain. Namun, kata dia, kini petani tertarik kedelai setelah harga di atas Rp 7.000 per kilogram.

Seperti diberitakan, kebutuhan kedelai nasional sekitar 2,5 juta ton per tahun. Namun, saat ini baru sepertiganya bisa dipenuhi oleh produksi lokal. Selebihnya mesti impor. Akibatnya, ketika rupiah melemah terhadap dollar AS, harga kedelai melonjak.

 Petani Kedelai di Jember, Jawa Timur, mengaku resah karena tidak bisa menikmati tingginya harga kedelai. Sebab dalam waktu dekat, akan segera panen raya.

"Kami sangat kawatir, sebab biasanya pada saat musim panen raya, harga kedelai lokal anjlok" ujar Salah satu Petani Kedelai di Kecamatan Bangsalsari Jember, Edi Suryono, Sabtu (28/7/13).

Ia menambahkan, nasib petani kedelai saat ini ibaratkan telur di ujung tanduk. Sebab tidak ada perlindungan sama sekali dari pemerintah terhadap para petani. Suryono mengibaratkan, petani kedelai di Indonesia "dibunuh" dengan cara pelan-pelan oleh pemerintah.

Terbukti, setiap kali musim panen, harga kedelai pasti anjlok. Ia berharap, menjelang musim panen raya bulan Oktober mendatang, pemerintah segera mengambil kebijakan, yang pro terhadap petani kedelai. “Paling tidak ada kebijakan strategis yang intinya berpihak kepada petani” ujarnya.

Para perajin tahu menantikan realisasi kedelai murah dari Perum Bulog yang dijual melalui Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti).

"Kalau memang ada (pasokan di Bulog) kita ambil, melalui Kopti. Tapi masalahnya kopti enggak berjalan, belum masuk. Kami harap Bulog bisa berkesinambungan dan yang perajin diharapkan terus harga stabil," kata pemilik sentra produksi tahu Putra Sumo, Sutaryodi saat kunjungan Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, Jakarta, Jumat (20/9/2013).

Menurut perajin tahu dari Utan Kayu, Jakarta ini, harga kedelai masih di kisaran Rp 9.200 hingga Rp 9.500 per kilogram. Padahal kapasitas produksinya cukup besar, yakni sekitar tujuh kwintal per hari.

Sekali produksi, mantan PNS dari dinas perhubungan udara itu, mengeluarkan biaya sebesar Rp 2 juta. Itu pun menggunakan bahan bakar kayu. Produsen yang menggunakan bahan bakar gas, mengeluarkan biaya produksi lebih besar. "Kami ambilnya dari pasar-pasar tradisional seperti Jatinegara, karena di Kopti belum masuk," lanjut dia.

Senada dengan Sutaryo, Benny salah satu anggota Primkopti (Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia) Jakarta Timur, juga berharap Gita segera campur tangan supaya perajin bisa mendapatkan kedelai dengan harga lebih rendah.

Beberapa waktu lalu Perum Bulog menjual kedelai lokal asal Aceh kepada Pusat Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta seharga Rp 8.100 per kilogram.

No comments:

Post a Comment