!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, January 22, 2014

Status Darurat Thailand Gagal Bendung Protes



Status Darurat Thailand Gagal Bendung Protes

Hari pertama penerapan status darurat di Bangkok, Rabu, diwarnai oleh protes dan kerusuhan. Warga juga masih berspekulasi apakah tentara Thailand akan turun tangan mengambil alih pemerintahan, mengingat konflik sipil yang tak kunjung usai di negara itu.

Sejauh ini militer belum ikut campur dalam pertentangan antara Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dan pendukung kerajaan yang ingin menggulingkan pemimpin populis tersebut. Meski demikian, kepala angkatan darat Thailand, Jenderal Prayuth Chan-ocha, pada Rabu mengatakan: “Jika situasinya tidak lagi dapat dikendalikan, militer tidak memiliki pilihan lain selain menanganinya.” Jenderal berusia 59 tahun itu berbicara kepada reporter saat mengunjungi provinsi-provinsi di selatan Thailand.

Status darurat yang mulai berlaku per 22 Januari ini tampaknya tidak mampu membendung protes. Pendemo ingin menggulingkan pemerintahan Yingluck dan menggantinya dengan sebuah dewan tertentu, yang definisinya masih belum jelas. Undang-undang darurat ini membuka jalan bagi jam malam, penahanan tanpa surat perintah, dan sensor media.

Sementara itu, demonstran di Bangkok bergerak ke markas besar Kepolisian Thailand. Mereka mencabut plang-plang di dinding dan mencoret grafiti. “Kami akan terus bergerak sampai kami menang,” teriak seorang pemimpin demo, Nittihorn Lamlua.

Di bagian Bangkok lainnya, pendemo bergerak ke sebuah bangunan milik kementerian pertahanan tempat Yingluck menggelar rapat dengan tim keamanannya. Hal ini memaksanya meninggalkan bangunan itu dan pergi ke sebuah lokasi tersembunyi lain.

Di timur laut Thailand, oknum tidak dikenal menembak dan melukai Kwanchai Praipana, pemimpin Kaus Merah. Kelompok ini adalah gerakan pendukung pemerintah yang berpengaruh. Hukum keamanan darurat tidak berlaku di wilayah ini, yang menjadi basis kuat pendukung Yingluck.

Seperti komandan militer terdahulu, Prayuth dikenal sangat setia kepada Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej, 86 tahun, dan Ratu Sirikit, 81 tahun. Menurut orang terdekatnya, Prayuth menyebut Sirikit sebagai “ratu saya”. Selama puluhan tahun, militer Thailand memperoleh kekuatan politik dengan menjalin hubungan dekat dengan kerajaan, alih-alih pemerintah.

Perebutan kekuasaan ini akan ditentukan oleh militer. Semakin lama kebuntuan ini berjalan, risiko bentrok antara pendukung oposisi dan pemerintah juga semakin besar. “Semua beban ini dapat mendorong Prayuth untuk intervensi,” kata Paul Chambers, profesor di Chiang Mai University, Thailand.

Penembakan Kwanchai adalah satu dari serangkaian aksi kekerasan akibat konflik politik Thailand, alasan di balik penetapan status darurat di Bangkok. Seorang warga tewas dan belasan lainnya terluka dalam serangan granat yang dilemparkan ke pendemo di Bangkok, Jumat.  Secara keseluruhan, sembilan warga telah tewas sejak protes dimulai November silam oleh mantan wakil PM, Suthep Thaugsuban.

Pengamat politik menilai frekuensi serangan akan bertambah jelang pemilu 2 Februari nanti. Meski Yingluck berharap pemilu ini dapat menenangkan Thailand, oposisi justru ingin membatalkan pemilu ini, jika perlu dengan kekerasan.

No comments:

Post a Comment