!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Saturday, March 29, 2014

Isu kemiskinan alami pergeseran, masyarakat Lebih realistis


Isu kemiskinan alami pergeseran, masyarakat Lebih realistis


Isu kemiskinan selalu menjadi komoditas politik selama pemilu tetapi selama kampanye pemilihan umum 2014 terjadi pergeseran.
Sebagai perbandingan, dalam pemilu 2009 tema utopis nasionalisme dan kemandirian termasuk kemiskinan di dalamnya menjadi sebagian tema utama.

Kini yang diangkat partai-partai politik adalah isu-isu praktis yang mencoba mengambil hati masyarakat.

Kepala Kajian Kemiskinan dan Pembangunan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, memberikan contoh satu partai poltik dalam kampanye menjanjikan dana Rp1 juta per keluarga. Satu partai lainnya mengusung dana desa Rp1 miliar yang akan dicairkan sekaligus.

“Saya rasa masyarakat kita sudah cerdas, mencoba untuk memilah pengalaman 2004 dan 2009 bahwa mereka juga tidak gampang terbuai oleh janji-janji. Mereka lebih realistis sekarang,” kata Teguh Dartanto.

Dalam beberapa kampanye memang tidak secara spesifik disinggung versi kemiskinan absolut, seperti tidak bisa memenuhi kebutuhan makan dan pendidikan dasar. Jarang pula diangkat bagaimana mendorong pertumbuhan inklusif atau merata.

Naik haji

 "Kebanyakan rumah warga di sini masih beratap daun nipah, dinding dari kayu. Makan kadang-kadang juga susah terutama di musim kering."
Eni Laidat

Teguh Dardanto menyimpulkan isu kemiskinan sekarang tidak seseksi dalam pemilu 2009 karena mungkin taraf hidup rakyat lebih baik setelah angka kemiskinan turun menjadi 11,47%.

Adapun isu kemiskinan yang terjadi di masyarakat bersifat relatif.
“Mereka mencoba membandingkan antara orang yang di kota, tetangga sebelahnya sehingga isu-isu yang terjadi adalah bagaimana bisa naik haji, akses pendidikan dan kesehatan lebih baik,” kata peneliti dan pengajar di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Universitas Indonesia itu kepada Rohmatin Bonasir.

Di Nusa Tenggara Timur, salah satu provinsi kategori paling tertinggal di Indonesia, kebutuhan primer masih menjadi masalah bagi sebagian penduduk.

“Kebanyakan rumah warga di sini masih beratap daun nipah, dinding dari kayu. Makan kadang-kadang juga susah terutama di musim kering,” tutur Eni Laidat, penduduk Desa Oematnunu, Kabupaten Kupang.

Desa tempat tinggal Eni terletak di gunung. Di musim kemarau, air sulit didapat sehingga tidak banyak yang bisa ditanam, kecuali singkong.
Bagi kontestan pemilu, masalah-masalah praktis ini menjadi sasaran menarik simpati. Di antaranya dilakukan oleh seorang anggota DPR RI dari daerah pemilihan NTT, Setya Novanto.

“Di sini banyak sekali orang meninggal yang tidak mampu akhirnya mereka bermasalah dalam penguburan, jadi sudah jauh-jauh hari kita siapkan ambulans tanpa dipungut biaya,” kata ketua Fraksi Golkar di DPR yang juga menjadi pengusaha itu.

Dari daerah pemilihan NTT pula, Fary Djemy Francis yang mencalonkan diri lagi sebagai anggota DPR RI, mengusung persoalan infrastruktur seperti jalan desa dan waduk penampungan air.

Namun secara umum, seperti dikatakan oleh Kepala Kajian Kemiskinan dan Pembangunan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, kontestan pemilu tidak menawarkan solusi kemiskinan secara jelas dan spesifik.

No comments:

Post a Comment