!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Sunday, September 14, 2014

Perjalanan yang belum selesai (83)

Tawaf keliling Kabah
Perjalanan yang belum selesai (83)

(Bagian ke delapan puluh tiga, Depok, Jawa Barat, Indonesia ,15 September 2014, 08.32 WIB)

Dewasa ini sekitar 2 juta jemaah haji sudah berkumpul di padang Arafah mereka bermalam di dalam tenda.

Ulama: Haji dapat dibiayai dari pinjaman

Naik Haji dapat meminjam uang dari pemerintah dan bank untuk melakukan haji, kata Sheikh Abdullah Al-Mutlaq, seorang anggota Senior Dewan Ulama Arab Saudi.




Keliling Kabah

"Utang yang akan dibayar kembali dengan angsuran bulanan melalui pemotongan gaji tidak menghalangi jamaah untuk melakukan haji," katanya. "Hanya utang kepada orang lain harus dikembalikan sebelum memulai perjalanan spiritual."

Kementerian Haji, sementara itu, tersedia lagi 6.000 tempat di-penerbangan murah Program haji pada hari Minggu. Kementerian memperkenalkan layanan baru yang akan memungkinkan pelamar untuk elektronik membatalkan pemesanan mereka melalui portal pelayanan.
Wakil Menteri Haji Hussein Al-Sharif mendesak jamaah yang tidak akan lagi terjadi Haj untuk membatalkan reservasi mereka sehingga slot menjadi tersedia untuk orang lain.
Batas waktu baru untuk membuat pemesanan dengan program ini akan pada hari pertama Zulhijah.

Sementara itu, di padang Arafah, di mana lebih dari dua juta peziarah berdiri dalam doa pada puncak haji ibadah haji tahunan, akan memiliki tenda tahan api permanen tahun depan seperti Mina, kata Mayor. Jenderal Sulaiman Al-Amr, direktur jenderal Departemen Pertahanan Sipil.

"Proyek tenda tahan api untuk Arafat akan dilaksanakan tahun depan atau tahun setelah," kata Al-Amr dalam komentar yang dipublikasikan pada hari Minggu. Dia mengatakan komite khusus yang dibentuk untuk melakukan studi pada proyek telah merekomendasikan pelaksanaannya.
 Tenda di padang Arafah, harus dirancang seperti Terminal  Haji Bandara Internasional King Abdulaziz, akan memiliki dua lantai dan akan mengakomodasi hampir delapan juta jamaah. Proyek ini diperkirakan menelan biaya sekitar SR2 miliar.

Habeeb Zainul Abideen, wakil Kementerian Kota dan Urusan Pedesaan, mengatakan proyek ini akan mengubah wajah Arafat sepenuhnya. "Ini akan mencakup area seluas delapan juta meter persegi," katanya, menambahkan bahwa tenda-cerita ganda akan meningkatkan kapasitas Arafat sebesar 71 persen.





Safa dan Marwa


Saud bin Hamdan Al-dikri, direktur proyek di kementerian, mengatakan tenda Arafat akan tahan api dengan ketinggian minimal 15 meter. Lantai dasar tenda ini akan untuk umum dan pejalan kaki menggunakan serta untuk pertolongan pertama, makanan, pemeliharaan dan pembersihan. "Proyek ini akan menghilangkan risiko bahaya kebakaran yang ditimbulkan oleh tenda kapas yang sedang digunakan," tambahnya.

Beberapa perusahaan jasa haji domestik, sementara itu, mengatakan mereka berencana untuk menandatangani kontrak dengan perusahaan spesialis untuk mendirikan 100 persen tenda buatan Jerman tahan panas di Arafah. Beberapa kelompok telah mengundang tawaran untuk tujuan tersebut.

Ali Muqallid, manajer sebuah perusahaan yang memasok tenda Eropa, mengatakan perusahaannya sewa kualitas tinggi tahan api untuk perusahaan jasa haji.





Sai


Dia mengatakan Pertahanan Sipil tidak memiliki keberatan atas mendirikan tenda di Arafah selama mereka mematuhi peraturan keselamatan. Perusahaan yang khusus telah didirikan 400.000 meter tenda untuk organisasi Tawafa dan perusahaan jasa haji domestik di Arafah selama musim haji lalu, kata satu sumber.

Haji Anak Kecil Dan Budak, Haji Bagi Wanita


Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi



Haji tidak wajib bagi anak kecil dan orang gila, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ، عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ.

“Telah terangkat pena dari tiga orang: dari orang gila sampai dia sadar, dari orang yang tidur sampai dia bangun, dan dari anak kecil sampai dia baligh.” [1]

Seorang budak tidak wajib (menunaikannya) sebab dia tidak mampu, karena ia sibuk melayani tuannya.






Lempar Jumroh


Apabila anak kecil dan seorang budak menunaikan haji, maka hajinya sah dan tidak mencukupi dari kewajiban apabila anak kecil tersebut telah baligh atau budak itu telah merdeka.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ امْرَأَةٌ رَفَعَتْ إِلَي النَّبِيِّ صَبِيًّا فَقَالَتْ: أَلِهَذَا حَجٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ، وَلَكِ أَجْرٌ.

Dari Ibnu ‘Abbas: “Ada seorang wanita mengangkat seorang anak kecil kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Apakah ada haji bagi anak ini?’ Beliau menjawab, ‘Ya dan bagimu pahalanya.’” [2]

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَا صَبِيٍّ حَجَّ ثُمَّ بَلَغَ، فَعَلَيْهِ حَجَّةٌ أُخْرَىٰ، وَأَيُّمَا عَبْدٍ حَجَّ ثُمَّ عَتَقَ، فَعَلَيْهِ أَنْ يَحُجَّ حَجَّةً أُخْرَىٰ.

‘Anak kecil mana saja yang menunaikan ibadah haji lalu ia baligh, maka ia wajib menunaikan ibadah haji lagi. Dan budak mana saja yang menunaikan ibadah haji lalu dia merdeka, maka ia wajib menunaikan ibadah haji lagi.’” [3]

Apakah Yang Dimaksud Dengan Kemampuan ?
Kemampuan bisa terealisir dengan keadaan sehat serta memiliki sesuatu yang cukup untuk pulang pergi, lebih dari kebutuhannya dan kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya serta aman dalam perjalanannya.

Disyaratkannya sehat, berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas bahwa seorang wanita dari Khats’am berkata:

يَا رَسُوْلُ اللهِ، إِنَّ أَبِي أَدْرَكَتْهُ فَرِيْضَةُ اللهِ فِي الْحَجِّ شَيْخًا كَبِيْرًا لاَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ، فَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: حُجِّي عَنْهُ.

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah wajib untuk menunaikan haji sementara ia adalah orang yang sudah tua sekali tidak mampu untuk duduk di atas kendaraan, apakah boleh aku menghajikannya?” Beliau bersabda, “Hajikanlah dia.” [4]

Adapun memiliki sesuatu yang cukup melebihi kebutuhannya dan kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ.

“Cukuplah seseorang itu berdosa kalau ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” [5]

Disyaratkan adanya keamanan, karena mewajibkan haji tanpa adanya keamanan merupakan suatu yang berbahaya dan hal ini secara syari’at harus ditiadakan.

Haji Bagi Wanita
Apabila syarat-syarat kemampuan telah terpenuhi pada seorang wanita, maka ia wajib menunaikan haji sepenuhnya seperti laki-laki. Hanya saja ada syarat tambahan yaitu hendaknya ditemani oleh suami atau mahramnya. Kalau ia tidak mendapatkannya, maka ia tidak dinamakan mampu.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُومَحْرَمٍ، وَلاَ تُسَافِرَنَّ الْمَرْأَةُ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْمَحْرَمٍ، فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً، وَإِنِّي اكْتَتَبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا،
قَالَ: اِذْهَبْ فَاحْجُجْ مَعَ امْرَأَتِكَ.

"Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita, kecuali wanita tersebut bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya.’ Lalu ada seseorang bangkit dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku keluar untuk menunaikan haji. Dan aku diwajibkan untuk berperang pada perang ini dan itu.’ Maka beliau bersabda, ‘Berhajilah engkau bersama isterimu.’”

Bersegera Melaksanakan Haji
Wajib bagi orang yang mampu untuk menyegerakan haji, berdasarkan sabda Rasulullah:

مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَسْتَعْجِلْ، فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيْضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةَ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ.

“Barangsiapa yang ingin menunaikan ibadah haji hendaknya ia menyegerakannya, terkadang orang bisa saja sakit, kehilangan sesuatu, dan ada kebutuhan.” [6]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]

Hal-Hal Yang Membatalkan Haji, Hal-Hal Yang Diharamkan Di Kedua Kota Haram, Macam Dam Dalam Haji

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


Haji batal karena salah satu dari dua perkara berikut:
1. Berhubungan intim
Jika dilakukan sebelum melempar jumrah ‘Aqabah, apabila dilakukan setelah melempar jumrah ‘Aqabah dan sebelum thawaf× Ifadhah hajinya tidak batal walaupun demikian ia berdosa.

Sebagian ulama berpendapat bahwa hubungan intim tidak membatalkan haji karena tidak ada dalil yang jelas mengenai hal ini.






Tenda di Padang Arafah


2. Meninggalkan salah satu rukun dari rukun-rukun haji
Apabila haji seseorang batal karena salah satu dari dua perkara ini, maka wajib baginya berhaji kembali tahun berikutnya apabila ia mampu, sebagaimana yang telah kami jelaskan tentang makna mampu. Jika tidak, maka pada waktu ia mampu untuk ber-haji, karena kewajiban haji bersifat segera setelah ada kemampuan.

Hal-Hal yang Diharamkan Di Kedua Kota Haram (Makkah dan Madinah):•
Terdapat satu hadits dalam ash-Shahiihain dan kitab yang lainnya, dari ‘Ubbad bin× Tamim dari pamannya, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ إِبْرَاهِيْمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا ِلأَهْلِهَا، وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيْمُ مَكَّةَ.

“Sesungguhnya Ibrahim mengharamkan kota× Makkah dan mendo’akan penghuninya, serta aku mengharamkan kota× Madinah sebagaimana Ibrahim mengharamkan kota Makkah.”

Pengharaman dua kota suci ini adalah wahyu yang datang dari× Subhanahu wa Ta'ala kepada kedua× Nabi dan Rasul-Nya, semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada keduanya. Jika disebut dua kota haram, maka keduanya adalah× Makkah dan Madinah. Tidak boleh memutlakkan kata haram secara syar’i kecuali untuk kedua kota ini, tidak boleh memutlakkan kata haram secara syar’i untuk× Aqsha, tidak juga untuk Masjid Ibrahim al-Khalil, karena wahyu tidak menamakan haram kecuali× Makkah dan Madinah. Ini adalah penetapan hukum, akal manusia tidak mempunyai peran dalam hal ini.

Dalam dua kota haram ini diharamkan beberapa hal, apabila seseorang hidup di dalam kedua kota ini ia tidak boleh mengerjakan hal yang diharamkan tersebut atau orang yang datang berkunjung untuk menunaikan ibadah haji atau umrah atau untuk kepentingan lainnya.

Hal-hal yang dilarang itu sebagai berikut:
1. Memburu hewan dan burung, mengejarnya atau membantu untuk mengerjakan hal tersebut
2. Memotong pepohonan dan durinya kecuali sangat dibutuhkan dan dalam keadaan darurat
3. Membawa senjata
4. Memungut barang temuan di tanah haram× Makkah bagi orang yang menunaikan ibadah haji. Adapun bagi orang yang bermukim di sana ia boleh mengambilnya, lalu mengumumkannya. Perbedaan antara orang yang berhaji dengan orang yang bermukim di sana jelas.

Aku berkata, “Adapun dalil dari hal-hal yang terlarang ini adalah sabda× Shallallahu alaihi wa sallam pada hari penaklukan kota Makkah:

فَإِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ، وَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيْهِ ِلأَحَدٍ قَبْلِي، وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلاَّ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، لاَ يُعْضَدُ شَوْكُهُ، وَلاَ يُنَفَّرُ صَيْدُهُ، وَلاَ يَلْتَقِطُ لُقَطَتَهُ إِلاَّ مَنْ عَرَّفَهَا، وَلاَ يُخْتَلَى خَلاَهَا، قَالَ الْعَبَّاسُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِلاَّ اْلإِذْخِرَ، فَإِنَّهُ لِقَيْنِهِمْ وَلِبُيُوْتِهِمْ. فَقَالَ: إِلاَّ اْلإِذْخِرَ.

“Sesungguhnya kota ini adalah kota yang diharamkan× Allah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Kota ini haram dengan keharaman dari× Allah sampai hari Kiamat. Sesungguhnya tidak halal berperang dalam kota ini untuk seorang pun sebelumku, kota ini tidak dihalalkan bagiku kecuali sebentar, pada siang hari. Kota ini haram dengan keharaman dari× Allah sampai hari Kiamat. Duri pepohonan yang tumbuh di dalamnya tidak boleh dipotong, binatang buruan yang ada di dalamnya tidak boleh dikejar, tidak boleh mengambil barang temuan kecuali untuk diumumkan dan tidak boleh memotong pepohonan.” ‘Abbas berkata, “Wahai Rasulullah, kecuali tumbuhan idzkhir, sebab kami menggunakannya di kuburan dan di rumah kami.” Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kecuali tumbuhan izdkhir.” [1]

Dan dari× Jabir, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَحِلُّ ِلأَحَدِكُمْ أَنْ يَحْمِلَ بِمَكَّةَ السِّلاَحَ.

“Tidak halal bagi salah seorang di antara kalian membawa senjata di kota Makkah.” [2]

Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda (yaitu tentang kota Madinah):

لاَ يُخْتَلَى خَلاَهَا وَلا يُنَفَّرُ صَيْدُهَا وَلا يُلْتَقَطُ لُقَطَتَهَا إِلاَّ لِمَنْ أَشَادَ بِهَا [أَنْشَادَهَا] وَلاَ يَصْلُحُ لِرَجُلٍ أَنْ يَحْمِلَ فِيْهَا السِّلاَحَ لِقِتَالٍ وَلاَ يَصْلُحُ أَن يُقْطَعَ مِنْهَا شَجَرَةٌ إِلاَّ أَنْ يَعْلِفَ رَجُلٌ بَعِيْرَهُ.

“Pepohonan yang tumbuh di dalamnya tidak boleh dipotong, binatang buruan yang ada di dalamnya tidak boleh di kejar, barang temuan tidak boleh diambil kecuali untuk diumumkan, tidak boleh bagi seseorang membawa senjata untuk berperang di dalamnya dan tidak boleh memotong pepohonan kecuali untuk memberi makan unta.” [3]

Syaikh Syaqrah berkata, “Barangsiapa yang mengerjakan salah satu dari larangan ini, maka ia telah berdosa, ia harus bertaubat dan beristighfar, kecuali hewan buruan bagi seseorang yang berihram, ia harus menyembelih hewan kurban sebagai denda dan tambahan bagi taubat serta istighfarnya.”

Denda Membunuh Hewan Buruan Di Kota Haram
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ ۚ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ ۗ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انتِقَامٍ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya× Allah akan menyiksanya. Allah Mahakuasa lagi mempunyai (kekua-saan untuk) menyiksa.” [Al-Maa-idah: 95]

Ibnu Katsir berkata dalam Tafsiirnya (II/98), “Ayat ini adalah pengharaman dari× Subhanahu wa Ta'ala membunuh hewan buruan ketika berihram dan larangan mengambilnya. Larangan ini menurut makna ayat mencakup hewan yang dapat dimakan, walaupun dilahirkan di situ atau dilahirkan dari tempat lain. Adapun hewan darat yang tidak bisa dimakan menurut madzhab Syafi’i boleh dibunuh oleh orang yang sedang berihram, sedangkan× Jumhur ulama berpendapat tidak boleh dibunuh, tidak ada yang dikecualikan dari hewan-hewan tersebut kecuali hewan yang disebutkan pada hadits shahih dalam ash-Shahiihain dari jalan az-Zuhri dari ‘Urwah dari ‘Aisyah, Ummul Mukminin bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحِلِّ وَالْحَرَمِ: الْغُرَابُ وَالْحِدَأَةُ، وَالْعَقْرَبُ وَالْفَأْرَةُ، وَالْكَلْبُ الْعَقُوْرُ.

"Ada lima binatang jahat yang boleh dibunuh baik di tanah halal maupun tanah haram : burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus dan anjing galak.’”[4]

Ia (Ibnu Katsir) berkata, “Menurut pendapat jumhur orang yang sengaja atau tidak sengaja membunuh (hewan yang dilarang) sama-sama berkewajiban membayar denda.

Berkata az-Zuhri, ayat al-Qur-an menunjukkan kewajiban membayar denda bagi orang yang sengaja membunuh dan× Sunnah mewajibkan denda bagi orang yang tidak sengaja. Makna perkataan ini, bahwa ayat al-Qur-an menunjukkan kewajiban membayar den-da bagi orang yang membunuh dengan sengaja dan orang tersebut berdosa, berdasarkan firman× Subhanahu wa Ta'ala:

لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ ۗ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ

“... Supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya× Allah akan menyiksa-nya...” [Al-Maa-idah: 95]

Dalam Sunnah ada hukum dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dari× Sahabat beliau akan wajibnya denda bagi orang yang salah membunuh (tidak sengaja), sebagaimana halnya al-Qur-an menunjukkan kewajiban denda bagi orang yang sengaja membunuh. Tinjauan lain, orang yang membunuh buruan di tanah haram telah merusak, orang yang merusak harus mengganti, baik ia sengaja maupun tidak sengaja, namun orang yang sengaja, maka ia berdosa dan orang yang salah membunuh (tidak sengaja) tidak tercela.’”

Ia (Ibnu Katsir) berkata, “Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ ۗ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ

"... Supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya× Allah akan menyiksa-nya...” [Al-Maa-idah: 95]

Merupakan dalil bagi pendapat Imam Malik, Imam asy-Syafi’i dan× Jumhur ulama akan wajibnya denda dengan hewan semisal bagi orang yang berihram. Hal ini wajib apabila ia memiliki hewan peliharaan. Apabila tidak ada yang semisal dengan hewan buruan itu. Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma telah menghukumi dengan mengganti harga hewan buruan tersebut kemudian dibawa ke× Makkah. Diriwayat-kan oleh al-Baihaqi.”[5]

Beberapa Contoh Hukum Yang Diputuskan Oleh Nabi Dan Para Sahabat Beliau Dalam Penentuan Hewan Semisal
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang dhab’u (hewan sejenis anjing hutan).” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

هُوَ صَيْدٌ وَيُحْمَلُ فِيْهِ كَبْشٌ إِذَا صَادَهُ الْمُحْرِمُ.

“Ia termasuk hewan buruan, jika seorang yang berihram memburunya, dendanya adalah seekor kambing.” [6]

Dari Jabir bahwa ‘Umar bin al-Khaththab telah memutuskan seekor kambing sebagai denda untuk dhab’u, kambing betina untuk kijang, anak kambing betina untuk kelinci, anak kambing yang berumur empat bulan untuk yarbu’ (hewan sejenis tikus).”[7]

Dari Ibnu ‘Abbas, “Bahwa ia memutuskan denda bagi seseorang yang sedang berihram jika membunuh burung merpati di tanah haram adalah, seekor kambing bagi seekor burung.” [8]

Ibnu Katsir berkata (II/100), “Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ

“Sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah.” [Al-Maa-idah: 95]

Maknanya adalah sampai ke Ka’bah. Maksudnya, hewan kurban itu sampai ke tanah haram dan disembelih di sana, lalu dagingnya dibagi untuk orang-orang miskin di tanah haram. Ini adalah cara yang disepakati.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا

“...Atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu...” [Al-Maa-idah: 95]

Maksudnya jika seorang yang berihram tidak memiliki hewan ternak yang semisal dengan hewan yang ia bunuh atau hewan buruan itu tidak termasuk hewan yang dapat dimisalkan dengan hewan lain atau kita katakan dia bebas memilih dalam permasa-lahan ini antara membayar denda atau memberi makan orang miskin atau berpuasa, karena jelasnya kata “yaitu” dalam ayat tersebut. Gambarannya, ia menyamakan harga hewan buruan yang terbu-nuh atau yang semisalnya, kemudian ia membeli makanan untuk disedekahkan, satu orang miskin diberi satu mudd. Apabila ia tidak menjumpai (makanan) atau kita katakan ia boleh memilih, ia boleh berpuasa dengan menghitung satu hari untuk satu orang miskin.”

Selesai dengan sedikit perubahan.

Denda Bagi Orang Yang Berhubungan Intim Pada Saat Menunaikan Ibadah Haji.
Barangsiapa yang berhubungan intim sebelum tahallul pertama, maka hajinya batal dan wajib baginya membayar denda satu ekor unta atau sapi. Apabila ia berhubungan intim setelah tahallul pertama sebelum tahallul kedua, wajib baginya membayar denda satu ekor kambing dan hajinya tidak batal.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma: “Beliau pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berhubungan intim dengan isterinya sedangkan ia berihram, ia sedang berada di× Mina dan belum melakukan thawaf× Ifadhah, maka beliau memerintahkannya agar menyem-belih satu ekor unta atau sapi.” [9]






Keliling Kabah

Dari ‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu anhuma dari ayahnya bahwa seorang laki-laki mendatangi ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma menanyakan tentang seorang yang berhubungan intim dengan seorang wanita sedangkan dia berihram. Kemudian beliau menunjuk kepada ‘Abdullah bin ‘Umar dan berkata, “Pergilah ke orang itu dan bertanyalah kepadanya.” Laki-laki itu tidak mengenalnya (‘Abdullah bin ‘Umar), maka aku pun pergi dengannya. Laki-laki itu pun bertanya kepada Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Umar menjawab, “Hajimu batal.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Sekarang apa yang harus aku lakukan?” “Pergilah bersama orang-orang dan kerjakan apa yang mereka kerjakan, apabila engkau menjumpai tahun depan, berhajilah dan berkurbanlah.” Laki-laki itu kembali lagi ke ‘Abdullah bin ‘Amr, menceritakan apa yang dikatakan Ibnu ‘Umar dan aku masih bersamanya. ‘Abdullah bin ‘Amr berkata lagi kepadanya, “Pergilah ke Ibnu ‘Abbas dan tanyakan kepadanya.” Syu’aib berkata, “Aku pun pergi bersamanya ke Ibnu ‘Abbas lalu ia bertanya kepada Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Abbas menjawab sebagaimana jawaban Ibnu ‘Umar. Laki-laki itu kembali lagi kepada ‘Abdullah bin ‘Amr, menceritakan apa yang dikatakan Ibnu ‘Abbas dan aku masih tetap bersamanya. Kemudian laki-laki itu bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Amr, ‘Apa pendapatmu?’ ‘Pendapatku seperti apa yang mereka katakan,’ jawab ‘Abdullah bin ‘Amr.” [10]

Dari Sa’id bin× Jubair, ada seorang laki-laki berihram bersama isterinya untuk umrah, sang isteri telah menyelesaikan manasiknya kecuali memendekkan rambut. Sang suami mencampurinya sebelum ia memendekkan rambut. Kemudian sang suami bertanya kepada Ibnu ‘Abbas tentang hal itu, Ibnu ‘Abbas berkata, “Besar sekali nafsu wanita itu.” Lalu dikatakan kepadanya, “Wanita itu mendengar.” Keduanya menjadi malu karena hal tersebut dan berkata, “Apakah engkau tidak mau memberitahu aku.” Ibnu ‘Abbas berkata kepadanya, “Berkurbanlah.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Apa?” Ibnu ‘Abbas menjawab, “Kurbankan unta atau sapi atau kambing.” Sang isteri bertanya, “Mana yang lebih baik?” “Unta,” jawab Ibnu ‘Abbas.[11]

Barangsiapa yang tidak mempunyai unta atau kambing hendaknya ia berpuasa tiga hari di waktu haji dan tujuh hari sekembalinya dari haji. Berdasarkan firman× Subhanahu wa Ta'ala:

فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ

“...Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali...” [Al-Baqarah: 196]

Lebih afdhal baginya berpuasa sebelum hari ‘Arafah, jika tidak ia boleh berpuasa pada hari-hari Tasyrik, berdasarkan perkataan Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah, “Tidak ada keringanan untuk berpuasa pada hari× Tasyrik kecuali bagi orang yang tidak mem-punyai sembelihan.” [12]

Peringatan:
Wanita dalam masalah ini sama dengan laki-laki, sama persis, kecuali jika ia dipaksa untuk berhubungan intim, maka ia tidak perlu berkurban dan hajinya sah berbeda dengan haji suami yang menggaulinya.[13]

Dari Sa’id bin× Jubair, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Ibnu ‘Abbas bertanya, ‘Aku telah menggauli isteriku sebelum aku menyempurnakan hajiku.’ Ibnu ‘Abbas berkata, ‘Apabila isterimu membantumu melakukan hal ini, maka setiap kalian harus menyembelih unta yang baik lagi gemuk. Apabila ia tidak membantumu, maka wajib bagimu menyembelih unta yang baik lagi gemuk.’” [14]

Macam-Macam Dam Dalam Haji:•
1. Dam haji Tamattu’ dan Qiran
Yaitu dam yang diwajibkan bagi orang yang menunaikan ibadah haji atau bertalbiyah meniatkan umrah dan haji tamattu’ atau bertalbiyah meniatkan umrah dan haji qiran, berdasarkan firman× Subhanahu wa Ta'ala :

مَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ

"...Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kem-bali...” [Al-Baqarah: 196]

2. Dam fidyah
Yaitu dam yang diwajibkan bagi seseorang yang menunaikan ibadah haji apabila ia mencukur rambutnya karena sakit atau sesuatu yg mengganggu, berdasarkan firman× Subahnahu wa Ta'ala :

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

“… Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban…” [Al-Baqarah: 196]

3. Dam tebusan
Yaitu dam yang diwajibkan bagi seseorang yang berihram apabila membunuh hewan buruan darat, adapun membunuh hewan buruan laut tidak mengapa (mengenai dam ini, telah dibahas).

4. Dam Ihshar
Yaitu dam yang dibayar karena ia tidak bisa menyempurnakan manasiknya karena sakit atau ditahan musuh atau yang lainnya dan ia tidak mensyaratkan apa-apa pada saat ia berihram, ber-dasarkan firman× Subhanahu wa Ta'ala:

ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ

“... Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat...” [Al-Baqarah: 196]

5. Dam karena berhubungan intim
Yaitu dam yang diwajibkan bagi orang yang menunaikan ibadah haji apabila ia berhubungan intim di tengah hajinya (hal ini telah dibahas).

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii× Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]

Hal-Hal Yang Terlarang Ketika Ihram


Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi



Diharamkan bagi seseorang yang telah berihram melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Memakai pakaian yang dijahit
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar:

أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنَ الثِّيَابِ؟ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ وَلاَ السَّرَاوِيْلاَتِ وَلاَ الْبَرَانِسَ وَلاَ الْخِفَافَ، إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ ولْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ، وَلاَ تَلْبَسُوْا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ زَعْفَرَانٌ أَوْ وَرْسٌ.

“Bahwa seseorang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, pakaian apa yang boleh dipakai oleh orang yang berihram?’ Beliau bersabda, ‘Tidak boleh memakai baju, surban, celana, penutup kepala dan sepatu kecuali seseorang yang tidak memiliki sandal, ia boleh menggunakan sepatu, namun hendaknya ia memotong bagian yang lebih bawah dari mata kaki. Dan hendaknya jangan memakai pakaian yang diolesi minyak Za’faran dan Wars.’” [1]

Bagi orang yang tidak mempunyai pakaian kecuali celana dan sepatu diberi keringanan memakai celana dan sepatu tanpa dipotong, berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata:

سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ بِعَرَفَاتٍ: مَنْ لَمْ يَجِدِ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِ الْخُفَّيْنِ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْ إِزَارًا فَلْيَلْبَسْ سَرَاوِيْلَ لِلْمُحْرِمِ.

“Aku mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di ‘Arafah, ‘Barangsiapa yang tidak mempunyai sandal hendaknya ia memakai sepatunya dan barangsiapa yang tidak mempunyai izar (kain ihram) hendaknya ia memakai celana, bagi orang yang berihram.’” [2]

2. Menutup wajah dan kedua tangan bagi wanita
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَنْتَقِبُ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسُ الْقُفَّازَيْنِ.

“Bagi wanita yang berihram tidak boleh memakai niqab (penutup muka/cadar) dan kaos tangan.” [3]

Ia boleh menutup mukanya jika ada laki-laki yang lewat, berdasarkan hadits× Hisyam bin ‘Urwah dari× Fatimah binti al-Mundzir, ia berkata, “Kami menutup muka kami sedangkan kami tengah berihram dan bersama kami Asma’ binti Abi Bakar ash-Shiddiq.” [4]

3. Menutup kepala bagi laki-laki baik dengan surban atau yang lainnya
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar:

لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ.

“Tidak boleh memakai baju dan surban.” [5]

Namun boleh berteduh dalam kemah atau yang lainnya, berdasarkan hadits× Jabir yang lalu, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendirikan kemah, maka didirikan untuk beliau kemah di× Namirah, kemudian beliau mampir di kemah tersebut.”

4. Memakai minyak wangi
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar:

وَلاَ تَلْبَسُوْا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ زَعْفَرَانٌ أَوْ وَرْسٌ.

“Dan hendaknya jangan memakai pakaian yang diolesi minyak Za’faran dan Wars.” [6]

Juga sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang orang yang masih dalam ihramnya kemudian ia terjatuh dari untanya sehingga lehernya patah:

وَلاَ تُحَنِّطُوْهُ، وَلاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ، فَإِنَّ اللهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا.

“Jangan diberi minyak wangi dan kepalanya jangan ditutup, karena sesungguhnya× Allah akan membangkitkannya pada hari× Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.” [7]

5,6. Memotong kuku dan menghilangkan rambut, baik dengan cara mencukur atau memendekkan atau dengan cara lainnya

Berdasarkan firman× Subhanahu wa Ta'ala :

وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ

"... Jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum kurban sampai ke tempat penyembelihannya... [Al-Baqarah: 196].

Para ulama juga sepakat akan haramnya memotong kuku bagi orang yang berihram.

Bagi orang yang terganggu dengan keberadaan rambutnya boleh mencukur rambut tersebut dan ia wajib membayar fidyah (denda), berdasarkan firman× Subhanahu wa Ta'ala :

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

“... Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepa-lanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban...” [Al-Baqarah: 196]

Dan hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Ujrah:

أَنَّ النَّبِيَّ مَرَّ بِهِ وَهُوَ بِالْحُدَيْبِيَةِ، قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ مَكَّةَ، وَهُوَ مُحْرِمٌ، وَهُوَ يُوْقِدُ تَحْتَ قِدْرٍ، وَالْقَمْلُ يَتَهَافَتُ عَلَىٰ وَجْهِهِ. فَقَالَ: أَيُؤْذِيْكَ هَوَامُّكَ هٰذِهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَاحْلِقْ رَأْسَكَ، وَأَطْعِمْ فَرَقاً بَيْنَ سِتَّةِ مَسَاكِيْنَ، (وَالْفَرَقُ ثَلاَثَةُ آصُعٍ) أَوْ صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ. أَوِ انْسُكْ نَسِيْكَةً.

“Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mampir menemuinya di× Hudaibiyah sebelum beliau memasuki kota× Makkah. Ka’ab pada saat itu sedang berihram, ia menyalakan api di bawah panci sedangkan kutunya berjatuhan di wajahnya satu demi satu. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya, ‘Apakah kutu-kutu ini mengganggumu.’ ‘Benar,’ jawab Ka’ab. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Cukurlah rambutmu lalu berilah makan sebanyak satu faraq untuk enam orang (satu faraq sama dengan tiga sha’) atau berpuasalah tiga hari atau sembelihlah seekor hewan kurban.’”[8]

7. Berhubungan intim dan faktor-faktor yang dapat membuatnya tertarik untuk berhubungan intim
8. Mengerjakan kemaksiatan
9. Bermusuhan dan berdebat

Dalil pengharaman tiga poin ini adalah firman× Subhanahu wa Ta'ala :

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang-siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerja-kan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasiq dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” [Al-Baqarah: 197]

10,11. Melamar dan menikah
Berdasarkan hadits ‘Utsman bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلاَ يُنْكَحُ، وَلاَ يَخْطُبُ، وَلاَ يُخْطَبُ عَلَيْهِ.

“Orang yang sedang berihram dilarang menikah dan menikahkan serta melamar dan dilamar.”

12. Membunuh atau menyembelih hewan buruan darat atau mengisyaratkan atau memberi tanda untuk membunuh hewan buruan tersebut.

Berdasarkan firman× Subhanahu wa Ta'ala :

وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا

“... Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram...” [Al-Maa-idah: 96]

Juga sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beberapa orang× Sahabat bertanya tentang keledai betina yang diburu oleh× Qatadah, ia pada saat itu tidak sedang berihram sedangkan yang lainnya berihram. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya:

أَمِنْكُمْ أَحَدٌ أَمَرَهُ أَنْ يَحْمِلَ عَلَيْهَا أَوْ أَشَارَ إِلَيْهَا؟ قَالُوْا: لاَ قَالَ: فَكُلُوْا.

“Apakah ada salah seorang di antara kalian memerintahkan agar ia memburu keledai itu, atau memberi isyarat ke keledai itu?” “Tidak,” jawab mereka. Beliau bersabda, “Makanlah.” [9]

13. Makan hewan buruan yang diburu untuknya atau yang ia isyaratkan untuk diburu, atau yang diburu dengan bantuannya
Berdasarkan apa yang difahami dari sabda beliau:

أَمِنْكُمْ أَحَدٌ أَمَرَهُ أَنْ يَحْمِلَ عَلَيْهَا أَوْ أَشَارَ إِلَيْهَا؟ قَالُوْا: لاَ، قَالَ: فَكُلُوْا.

“Apakah ada salah seorang di antara kalian memerintahkan agar ia memburu keledai itu atau memberi isyarat ke keledai itu?” “Tidak,” jawab mereka. Beliau bersabda, “Makanlah.” [10]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii× Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M] (Bersambung)

_______

No comments:

Post a Comment