!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, July 25, 2014

Calon presiden (Capres) Joko Widodo (Jokowi) belum tentu bisa dilantik sebagai Presiden Jndonesia

Calon presiden (Capres) Joko Widodo (Jokowi) belum tentu bisa dilantik sebagai Presiden Jndonesia



 Calon presiden (Capres) Joko Widodo (Jokowi) belum tentu bisa dilantik sebagai Presiden RI kendati Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkannya sebagai pemenang di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.

Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID), Jajat Nurjaman mengatakan ada tiga skenario yang bisa membatalkan pelantikan calon yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Pertama, permohonan untuk mundur dari posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta dapat ditolak oleh DPRD DKI Jakarta.

"Ini adalah hal yang sangat mungkitn mengingat koalisi yang dibangun oleh Jokowi tidak cukup untuk meloloskan permohonan ini," ujarnya kepada wartawan, Kamis (24/7/2014).

Jajat menuturkan, DPRD DKI selaku wakil suara rakyat Jakarta yang sah menurut konstitusi pernah menolak permohonan mundur dari Prijanto ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sehingga, tak menutup kemungkinan DPRD bisa menolak permohonan mundur dari Jokowi.

Kedua, lanjut Jajat, kemenangan Prabowo di Mahkamah Konstitusi (MK) juga bisa membatalkan skenario pelantikan Jokowi. Mengingat Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo dan kuasa hukum Koalisi Merah Putih, Mahendradatta akan  menyampaikan gugatan atas hasil pilpres 2014 ke MK, besok pada Jumat 25 Juli.

"Jika MK mengabulkan gugatan dan meminta penyelenggaraan Pemungutan Suara Ulang (PSU), Jokowi bisa saja kalah dari Prabowo," katanya.

Untuk skenario ketiga, timpal Jajat, terkait terungkapnya sejumlah rekening atas nama Jokowi di luar negeri yang tidak dilaporkan saat pendaftaran dirinya sebagai capres.

"Jika KPK atau PPATK dapat dengan cepat membenarkan temuan yang kemarin diungkap oleh Faisal Assegaf, KPU harus mencoret nama Jokowi sebagai calon presiden. Tiga skenario ini dapat membatalkan Jokowi jadi Presiden RI," pungkasnya

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi berharap Joko Widodo segera mengurus pengunduran dirinya dari jabatan Gubernur DKI ke DPRD. Agar saat pelantikan presiden dan wakil presiden pada Oktober nanti tidak ada jabatan ganda yang diembannya.

"Kalau tidak ada gugatan ke MK dan lancar sampai pelantikan, tentu diharapkan sebelum itu beliau sudah mengajukan pengunduran dirinya ke DPRD DKI Jakarta. Sehingga, pada saat pelantikan presiden dan wakil presiden pada Oktober dia sudah selesai (sebagai Gubernur), karena tidak boleh rangkap jabatan," kata Gamawan di Jakarta, Kamis (24/7/2014).

Dia menjelaskan masa non-aktif Jokowi sebagai Gubernur, karena mengikuti kegiatan Pemilu, sudah berakhir pada Selasa 22 Juli lalu bertepatan dengan penetapan dan pengumuman pemenang Pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Masa non-aktif Pak Jokowi sudah berakhir pada saat KPU menetapkan hasil Pilpres, artinya mulai Rabu 23 Juli dia sudah kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta," jelasnya.

Joko Widodo dinonaktifkan sebagai Gubernur DKI Jakarta karena mencalonkan diri sebagai peserta Pilpres 2014 bersama Jusuf Kalla sebagai wakilnya.

KPU telah menetapkan dan mengumumkan pasangan Jokowi-Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih untuk periode 2014-2019, dalam SK 536/Kpts/KPU/Tahun 2014. Jokowi dan Muhammad Jusuf Kalla memperoleh suara 70.997.833 atau 53,15 persen dari total suara sah.

 Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengatakan Prabowo-Hatta tetaplah pemenang dalam ajang Pilpres 2014. Meski diterpa berbagai isu negatif, selisih suaranya dengan Jokowi hanya sedikit.

"Meski kalah, Prabowo tetap menang. Dengan dihajar isu pelanggaran HAM, dia berhasil memperoleh selisih suara tipis dengan Jokowi. Bagaimanapun ini sebuah prestasi bagi Prabowo," kata Firman Noor, Kamis (24/7/2014).

Di sisi lain, Jokowi saat menjadi Gubernur DKI Jakarta terkesan didewakan, bahkan sampai ada survei yang mengatakan akan menang Pilpres 2014 dengan selisih suara 30 persen.

Namun, dalam waktu yang relatif singkat, yaitu hanya tiga bulan sejak Pemilihan Legislatif 2014, Prabowo berhasil mengejar selisih suara yang tipis dengan Jokowi.

"Karena itu, hasil akhir pilpres bisa dikatakan sebagai kegagalan Jokowi mempertahankan citra, tetapi di sisi lain keberhasilan tim Prabowo 'menjual' calonnya. Menurut saya, itu sudah sebuah prestasi," tuturnya.

Terkait sikap Prabowo yang menarik diri dari proses di KPU, Firman mengatakan memang aneh tetapi bisa dipahami sebagai cara untuk menunjukkan bahwa penyelenggaraan pemilu bermasalah.

"Sikap Prabowo memang aneh karena biasanya bila tidak terima dengan hasil pemilu, seorang calon akan memperjuangkan ke Mahkamah Konstitusi. Mungkin dia mengambil sikap itu supaya situasi tidak menjadi panas," katanya.

Hasil akhir Pilpres 2014 menunjukkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memperoleh 62.576.444 suara atau 46,85 persen, sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapat 70.997.833 suara atau 53,15 persen. Okezone

No comments:

Post a Comment