!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Thursday, July 31, 2014

Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, Laksamana Sukardi dituduh korupsi oleh wikileaks

Laksamana Sukardi

Megawati

SBY
Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, Laksamana Sukardi dituduh korupsi oleh wikileaks


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Pemerintah Australia mengklarifikasi laporan Wikileaks yang menyebut dirinya terlibat kasus dugaan korupsi proyek pencetakan uang kertas Indonesia di Australia.

Situs Wikileaks bertanggal 29 Juli 2014 melaporkan apa yang mereka sebut sebagai kebijakan Mahkamah Agung Australia dalam melarang pemberitaan dugaan suap bernilai jutaan dollar Australia yang melibatkan otoritas perbankan dan perusahaan percetakan uang negara itu dengan sejumlah pejabat negara di Asia Tenggara.

Wikileaks melaporkan, dokumen rahasia itu menyebutkan perintah "penutupan kasus itu" untuk mencegah kerusakan hubungan Australia dengan negara-negara itu.
Menurut laman tersebut, dugaan korupsi ini melibatkan nama sejumlah pejabat Indonesia, Malaysia dan Vietnam, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Presiden Megawati Sukarnoputri.

Dalam jumpa pers di kediamannya di Cikeas, Kabupaten Bogor, Kamis (31/07), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan informasi yang dirilis Wikileaks yang kemudian dimuat sebuah situs berita Indonesia telah merugikan namanya.
"Berita tersebut dapat menimbulkan spekulasi, kecurigaan, dan bahkan fitnah," kata Yudhoyono.

Dia menyayangkan pengelola situs berita tersebut tidak melakukan klarifikasi terlebih dulu kepadanya sebelum menaikkan beritanya.

"Berita tersebut dapat menimbulkan spekulasi, kecurigaan, dan bahkan fitnah"
Presiden SBY

Presiden didampingi antara lain, Deputi Senior Bank Indonesia Mirza Aditya Swara dan Dirjen Perbendahaaran Kementerian Keuangan Marwanto Harjowiryono. .
Minta Australia klarifikasi

Yudhoyono kemudian meminta Pemerintah Australia mengklarifikasi laporan Wikileaks tersebut.

"Say meminta Australia mengeluarkan statement yang terang agar nama baik Megawati dan saya tidak dicemarkan, dan agar tidak mencemarkan nama baik pejabat Indonesia lainnya. Kita ingin dengar langsung dari Australia," katanya.

Menurutnya, Indonesia pernah mencetak uang pecahan Rp100 ribu sebanyak 550 juta lembar di Australia pada 1999.

Saat itu, lanjut Yudhoyono, dia dan Megawati belum menjabat sebagai presiden.
Namun demikian, tambahnya, keputusan, kebijakan, pengawasan, dan kewenangan untuk mencetak uang, termasuk mencetak uang di Australia, merupakan tanggung jawab Bank Indonesia.

"Bukan pada Presiden," kata Presiden, seraya menambahkan, hal itu sesuai Undang-undang Bank Indonesia dan peraturan yang berlaku.

Lebih lanjut SBY mengatakan, apabila ada warga negara Indonesia dianggap terlibat penyimpangan dalam dugaan korupsi pencetakan uang tersebut, dia meminta Australia ikut mengusutnya.

"Kalau ada, bekerjasamalah dengan KPK Indonesia," katanya.
Dalam keterangannya, SBY berharap agar Gubernur Bank Indonesia dapat memberikan penjelasan yang tepat, lengkap, dan teknis tentang informasi tersebut.

Pemerintah Australia menyatakan, sengaja memerintahkan pencegahan penyebarluasan informasi untuk melindungi tokoh politik senior di kawasan Asia Tenggara dari risiko sindiran yang tak berdasar.

Beberapa jam setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar konferensi pers mengenai laporan Wikileaks, Kamis (31/07) siang, BBC Indonesia menerima surat elektronik dari Kedutaan Besar Australia.

Isi surat itu adalah klarifikasi mengenai perintah pencegahan penyebarluasan informasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung Australia mengenai dugaan suap bernilai jutaan dollar Australia.

Kasus ini diduga yang melibatkan otoritas perbankan dan perusahaan percetakan uang negara itu dengan sejumlah pejabat negara di Asia Tenggara.

'Pemerintah Australia memperoleh perintah pencegahan penyebarluasan informasi yang bisa memberi kesan keterlibatan tokoh politik senior tertentu dalam korupsi di kawasan, apakah hal tersebut memang faktanya begitu atau tidak. Pemerintah Australia memandang bahwa perintah pencegahan tetap merupakan cara yang terbaik untuk melindungi tokoh politik senior dari risiko sindiran yang tak berdasar', bunyi petikan surat tersebut.

Lebih jauh, pemerintah Australia menyatakan penyebutan nama-nama tokoh dalam perintah itu tidak mengimplikasikan kesalahan pada pihak mereka.

'Pemerintah Australia menekankan bahwa Presiden dan mantan Presiden RI bukan pihak yang terlibat dalam proses pengadilan Securency. Kami menyikapi pelanggaran perintah pencegahan ini dengan sangat serius dan kami sedang merujuknya ke kepolisian'.

'Fitnah'
Sebelumnya, Wikileaks membocorkan surat bertanggal 12 Juni 2014 mengenai perintah Mahkamah Agung Australia untuk mencegah penyebarluasan informasi kasus dugaan korupsi pencetakan uang.

Perintah itu disertai larangan mengaitkan sejumlah figur politikus ternama di kawasan Asia Tenggara dengan dugaan korupsi tersebut. Di antara nama-nama politikus itu terdapat Najib Razak, Mahathir Muhammad, SBY, Megawati Sukarnoputri, dan Laksamana Sukardi.

Dalam jumpa pers di kediamannya di Cikeas, Kabupaten Bogor, Kamis (31/07), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan informasi yang dirilis Wikileaks yang kemudian dimuat sebuah situs berita Indonesia telah merugikan namanya.
"Berita tersebut dapat menimbulkan spekulasi, kecurigaan, dan bahkan fitnah," kata Yudhoyono. BBC

No comments:

Post a Comment