Prabowo adalah pemilik lahan terbesar kedua di Indonesia, setelah Siti Hardijanti Rukmana
Calon presiden yang akan dimajukan oleh Partai Gerindra, Prabowo Subianto, mengatakan keberadaan pertanian sangat strategis bagi kehidupan bangsa, sehingga permasalahannya lebih penting daripada ekonomi.
"Masalah pertanian lebih penting dari ekonomi, strategis bagi bangsa, ketahanan bangsa, karena produksi akhir pertanian adalah pangan. Tanpa pangan tidak ada peradaban," ujar Prabowo dalam dialog tokoh "Mewujudkan Pembangunan Pertanian yang Berdaulat dan Menyejahterakan" di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Jumat (28/1), seperti dikutip Antara.
Menurut Prabowo, pentingnya sektor pertanian sehingga menjadikan keberadaan IPB dan fakultas pertanian lainnya di Indonesia juga sangat strategis. Prabowo sangat bangga dengan hasil riset yang dihasilkan oleh IPB yang sangat banyak, yang mengisi sepertiga inovasi di Litbang Indonesia.
"Dengan adanya IPB dan fakultas pertanian di Indonesia, kita bisa memandang masa depan dengan optimistis untuk menghasilkan terobosan-terobosan iptek," ujarnya.
Menurut Prabowo, pertanian tidak hanya pangan, tapi juga perikanan, peternakan, dan juga agro industri yang harus berdaulat.
Terkait lahan pertanian yang semakin menyempit, Prabowo menilai perlu ada aturan-aturan tata ruang yang ketat yang harus menjaga agar lahan pertanian tetap dipertahankan.
Namun, ada pula yang mengabarkan kepada kami, Prabowo memiliki lahan tiga juta hektare di seluruh Indonesia. “Dari Sabang sampai Merauke. Namun, lahan-lahan Prabowo umumnya dibiarkan telantar, dijadikan lahan tidur, tidak diolah.
Prabowo adalah pemilik lahan terbesar kedua di Indonesia, setelah Siti Hardijanti Rukmana, yang pengelolaan lahan-lahannya dipercayakan ke Prajogo Pangestu. Kalau Prabowo, lebih banyak bekerja sama dengan Anthony Salim, putra Sudono Salim alias Liem Sioe Liong,” ungkap sumber Asaunews.
Salah satu lahan milik Prabowo adalah lahan tambang batubara puluhan hektare di Kutai Timur dan memiliki cadangan batubara terbesar dan salah satu yang terbaik di dunia. Lahan itu kini masih dipermasalahkan oleh Churchill Mining Plc, perusahaan asal Inggris.
Perusahaan yang berbasis di London memulai bisnisnya di Indonesia pada tahun 2008 dengan mengakuisisi 75% saham di mitra lokalnya, yakni Ridlatama Group. Pada tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur mencabut izin pertambangan Ridlatama karena diduga terlibat dalam pembalakan liar.
Ridlatama juga dituduh memalsukan izin usaha pertambangannya
Ridlatama telah memperoleh izin pertambangan untuk sekitar 35 ribu 000 hektare lahan, yang sebelumnya dikuasai oleh enam perusahaan lokal yang berafiliasi dengan PT Nusantara Group milik Prabowo Subianto .
Padahal, pada tahun 2006 dan 2007, PT Nusantara Group telah kehilangan hak penambangannya karena kurangnya aktivitas pertambangannya. Namun, pemerintah Kutai Timur mengatakan PT Nusantara Group masih memegang izin yang sah dan surat izin yang dipegang Ridlatama adalah surat izin palsu.
Jadi, Churchill merasa tertipu dan kemudian mengajukan gugatan. Namun, di pengadilan Indonesia, Churchill kalah.
Churchill pun lalu mengajukan gugatan ke pengadilan arbitrase internasional, International Center For Settlement of Investment Dispute (ICSID) di Singapura. Tapi, yang digugat bukan Prabowo atau perusahaannya, melainkan pemerintah Indonesia. Churchill menuntut pemerintah Indonesia untuk membayar ganti rugi sebesar US$ 1,05 miliar.
Pada Selasa lalu (25/2), ICSID menolak tantangan pemerintah Indonesia yang mempertanyakan kewenangan ICSID mengadili kasus ini. Menurut ICSID, mereka berwewenang memeriksa gugatan arbitrase Churchill Mining PLC dan Planet Mining Pty Ltd terhadap pemerintah Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan keputusan Tribunal ICSID.
Namun, seperti diberitakan banyak media, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengatakan, keputusan tersebut sebatas kewenangan memeriksa, bukan kalah atau menang yang terkait dengan pokok perkara. Dengan keputusan ini, artinya pokok perkara akan disidangkan pada persidangan mendatang.
"Putusan ini bukan sebuah kejutan bagi pemerintah Indonesia," kata Amir, Rabu (26/2).
Amir mengungkapkan, dalam tahap persidangan terkait penentuan yurisdiksi, ini merupakan tahapan umum yang harus dilewati sebelum masuk pada pokok perkara. "Langkah dan pendekatan ini juga lazim dilakukan oleh negara-negara yang berstatus sebagai tergugat, respondent," ujarnya.
Pemerintah Indonesia sebagai tergugat, lanjut Amir, terus berupaya memanfaatkan setiap tahapan dan kesempatan yang dimungkinkan aturan dan prosedur di ICSID (rules and procedures). Termasuk upaya menghentikan perkara ke pemeriksaan pokok perkara (merit of the case) melalui challenge on jurisdiction. "Kami tetap optimistis pemerintah Indonesia berpeluang berhasil di persidangan selanjutnya, yang membahas pokok perkara, merit of the case," kata Amir.
Optimisme itu muncul, menurut Amir, karena pemerintah Indonesia punya bukti cukup kuat bahwa tindakan pemerintah yang digugat Churchill Mining PLC dan Planet Mining Pty Ltd tidak melanggar perjanjian Bilateral Investment Treaty (BIT) Indonesia-Inggris dan BIT Indonesia-Australia. Juga tidak melanggar undang-undang nasional Indonesia dan hukum internasional.
Optimisme tersebut, tambah Amir, juga didukung fakta-fakta bahwa klaim investasi yang dilakukan Churchill Mining PLC dan Planet Mining Pty Ltd tidak memenuhi dan bahkan melanggar peraturan perundang-undangan Indonesia.
Yang pasti, kalau nanti ternyata pemerintah Indonesia kalah dan harus membayar ganti rugi sebesar US$ 1,05 miliar
mantap infonya
ReplyDelete