!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Saturday, July 12, 2014

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan periksa Megawati Soekarnoputri





Megawaty
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan periksa Megawati Soekarnoputri




Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki kasus Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKLN BLBI).

KPK memastikan akan memanggil siapa pun pihak terkait dalam kasus SKL BLBI itu, tak terkecuali Megawati Soekarnoputri yang saat kasus itu terjadi masih menjabat Presiden.

"KPK sudah pernah periksa JK mantan Wapres. Boediono saat masih Wapres kita juga periksa dalam kasus lain (Century). Apalagi Mega, dia kan sudah mantan (Presiden)‎," kata Ketua KPK Abraham Samad usai buka puasa bersama di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/7/2014).

Samad mengatakan, kasus tersebut akan segera diungkap dalam waktu dekat untuk menentukan naik tidaknya status kasus itu ke penyidikan. Mengingat kasus SKL BLBI merupakan salah satu kasus yang punya resistensi besar. Sebab, kasus itu akan menjadi perhatian lembaga antikorupsi tersebut sebelum masa pimpinan KPK periode sekarang berakhir.

"Tadi baru saja saya panggil penyelidiknya. Saya tanya. Dalam waktu dekatlah, habis lebaran, harus ekspose karena sudah lama kan. Kalau kita sudah berakhir masa jabatan, takutnya mangkrak," jelas Samad.

Adapun SKL dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu, Presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri.

SKL tersebut berisi pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, atau dikenal juga dengan inpres tentang release and discharge.

Berdasarkan inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan Kejaksaan Agung akan mendapatkan surat perintah penghentian perkara (SP3).

Penerima SKL BLBI beberapa di antaranya, yakni pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BNDI) Sjamsul Nursalim, pengusaha The Nin King, pengusaha Bob Hasan, dan Salim Group (utang Salim Group ketika dibuatkan SKL mencapai lebih dari Rp 55 triliun rupiah. Selang 2 tahun setelah SKL terbit, aset Salim Group yang diserahkan ternyata hanya bernilai Rp 30 triliun).

Nama-nama lain yang turut menerima adalah James Sujono Januardhi dan Adisaputra Januardhy (PT Bank Namura Internusa dengan kewajiban sebesar Rp 303 miliar), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian, Rp 424,65 miliar), Lidia Muchtar (Bank Tamara, Rp 189,039 miliar), Marimutu Sinivasan (PT Bank Putera Multi Karsa, Rp 790,557 miliar), Omar Putihrai (Bank Tamara, Rp 159,1 miliar), Atang Latief (Bank Bira, kewajiban membayar Rp 155,72 miliar), dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Istimarat, Rp 577,812 miliar).

Sebelumnya, dalam kasus ini Kejaksaan Agung sudah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah debitor. Meski beberapa konglomerat besar sudah menerima SKL, sekaligus release and discharge dari pemerintah.

Padahal, Inpres Nomor 8 tahun 2002 yang menjadi dasar kejaksaan mengeluarkan SP3 itu bertentangan dengan sejumlah aturan hukum. Salah satunya dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang sudah dikucurkan ke 48 bank umum nasional, kerugian negara disebutkan mencapai Rp 138,4 triliun.

Di sisi lain audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan terdapat penyimpangan sebesar Rp 54,5 triliun dari 42 bank penerima BLBI. BPKP bahkan menyimpulkan Rp 53,4 triliun dari penyimpangan itu terindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.

KPK dalam kasus ini sudah memintai keterangan beberapa terperiksa. Mereka di antaranya mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004 Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, Menko Perekonomian 1999-2000 dan mantan Kepala Bappenas 2001-2004 Kwik Kian Gie, mantan Meneg BUMN Laksamana Sukardi, dan Mantan Menperin Rini Soewandi.
Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, menilai rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memanggil mantan Presiden Megawati Soekarnoputri terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebagai keputusan yang tepat.

"Kalau menurut saya tepat jika pemanggilan Mega terkait Instruksi Presiden mengenai kebijakan release and discharge dan berapa banyak pengemplang yang di release. Zaman Megawati punya banyak data soal itu," kata Mudzakir saat dihubungi, Sabtu (12/7/2014).

Kebijakan release and discharge untuk obligor BLBI, lanjut Mudzakir, berpotensi penyalahgunaan kewenangan. Pasalnya, ada indikasi surat pengampunan bagi obligor BLBI bisa diperjualbelikan.

Ditambah lagi, belum jelasnya berapa uang yang telah masuk ke negara dari kebijakan tersebut. Jika ternyata malah merugikan negara, Mudzakir mengatakan, patut diduga adanya praktik korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.

"KPK harus menelusuri mengapa kebijakan itu dilakukan dan apakah ada penyalahgunaan kewenangan di dalamnya. Harus ditelusuri juga apakah kebijakan release and discharge menguntungkan atau merugikan negara," terangnya.

Siapapun yang menjadi Presiden nantinya, kata Mudzakir, harus berkomitmen menuntaskan kasus BLBI. "Dua calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan Joko Widodo memiliki potensi resistensi terhadap penuntasan skandal BLBI," ujarnya.

"Kebijakan release and dicharge diberikan saat pemerintahan yang terafiliasi dengan capres nomor 2. Jadi resistensi lebih banyak di nomor 2 karena lebih banyak yang terkait," imbuhnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad memastikan bahwa komisinya tidak ada hambatan untuk memeriksa Megawati terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk beberapa obligator Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

SKL dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Megawati.

"Kita bakal panggil, kita enggak masalah itu. Kalau memang kita harus panggil Megawati itu, karena KPK tidak ada hambatan yang gitu-gitu," kata Abraham, Jumat 11 Juli 2014. Okezone

Ayo Mudik Lebaran Beli tiket On Line berhadiah ke Singapura, Bali, Bandung

Jual Tiket Berbagai Entertainment, Pesawat Terbang, Kereta Api, Kamar Hotel di seluruh dunia termasuk di kota Madinah dan Mekah untuk Naik Haji/Umroh di Arab Saudi
Perlu Tiket berbagai Entertainmnet seperti  Universal  Studios Singapore, Waterbom Jakarta, Kidzania,Debut Solo Bastian Steel, Trans Studio Bandung,  Independence Party 2014, Jungleland, Piraves the first, We the Festival 2014, star trek the exhibion, dan  Juga perlu tiket Pesawat Terbang , kereta api (di Jawa, Indonesia), dan kamar hotel seluruh dunia, serta  konser  lainnya  di  berbagai entertainment/tempat hiburan di Indonesia) pembeli tiket pesawat terbang konfirmasi dapat dikirim melalui email atau short massage /SMS di ponsel (hand phone anda) cukup perlihatkan konfirmasi ini dari Hand phone anda di bandara. Untuk booking kamar hotel di seluruh dunia termasuk kamar hotel di Madinah dan kota suci Mekah, Arab Saudi bagi umat Islam yang ingin pergi ber- Umrah atau Naik Haji, termasuk hotel-hotel di Bali, New York, Paris, London, Moskow, Jerusalem , Beijing, Shanghai , Bangkok, Kuala Lumpur, Singapura, Tokyo, dan ribuan hotel lainnya di seluruh dunia, juga di kota minyak Balikpapan, Kalimantan Timur ( beli secara on line di iklan yang ada di blogs: http://newsandfeaturesonindonesia.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment