!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Sunday, July 13, 2014

UUMD3 dinilai janggal terlalu memproteksi anggota DPR bila diperiksa KPK

Abraham Samad
UUMD3 dinilai janggal terlalu memproteksi anggota DPR bila diperiksa KPK

Koalisi Masyarakat Sipil menilai revisi Undang Undang  Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  dan Dewan Perwakilan Daerah (MD3) terkesan aneh dan banyak kejanggalan.

"Hanya kepentingan politik sesaat yang dominan. Sehingga muncul sifat akrobatik dan negatif terhadap substansi undang undang," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Hendrik Rosdinar di kantor ICW, Minggu (13/7/2014).

Menurutnya, banyak pasal di UU MD3 harus kembali direvisi.
Hendrik menjelaskan, Koalisi Masyarakat Sipil melihat ada delapan poin penting yang menjadi sorotan dan harus segera direvisi oleh DPR.

Misalnya, tentang penambahan kewenangan MPR, mekanisme pemilihan pimpinan DPR, keterwakilan perempuan, hak imunitas, proses penyidikan, mahkamah kehormatan Dewan, hilangnya BAKN.

"Hal yang paling mungkin terjadi, adalah adanya kemungkinan anggaran ganda terkait tambahan tugas anggota dewan. Selain itu, dalam undang-undang MD3 yang baru, anggota dewan diproteksi begitu luar biasa terutama saat menjalani penyelidikan sebuah kasus oleh penegak hukum," lanjutnya.

Koalisi, kata Hendrik, berencana mengajukan judicial review UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi. "Kami sedang menyiapkan materi dan dasar hukum untuk melakukan judicial review ke MK," tandasnya

 Pengesahan Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPR (MD3) justru menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, UU tersebut justru memberikan proteksi ekstra bagi anggota dewan yang sedang menghadapi proses hukum seperti korupsi.

Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan mengatakan, potensi proteksi ekstra itu terlihat dalam pasal yang menyebutkan bila seorang penyidik ingin melakukan penindakan, maka harus mengantongi izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).  "Jadi penegak hukum jika ingin memanggil anggota dewan sebagai saksi, misalnya harus melalui izin Mahkamah Kehormatan Dewan dahulu. Ini tentu akan memperpanjang proses administrasi dalam mengungkap suatu kasus," kata Abdullah di kantornya, Minggu (13/7/2014).

Selain itu, MKD berhak untuk memutuskan apakah anggota dewan yang dipanggil itu terlibat atau tidak. MKD sendiri memilik batas waktu hingga 30 hari untuk menentukan itu. "Waktu 30 hari ini tentu cukup untuk anggota dewan yang terindikasi tindak pidana korupsi misalnya menghilangkan barang bukti, atau merapikan segala bukti-bukti yang berhubungan dengan kasus itu," lanjutnya.

Abdullah menambahkan, jika MKD memutuskan tidak adanya indikasi, maka hal itu bisa dibatalkan demi hukum. “Jadi penegak hukum tidak bisa melakukan pemeriksaan kepada anggota dewan. Padahal, seperti kita tahu anggota mahkamah kehormatan juga berasal dari partai yang juga anggota DPR, tentu ini rawan terjadi resistensi atau konflik kepentingan," ujarnya.

Karena itu, ICW bersama koalisi masyarakat sipil mendesak DPR untuk merevisi UU MD3 yang disahkan sehari sebelum pemilu itu. Selain itu, pihaknya akan melakukan judicial review terhadap beberapa poin dalam UU MD3. "Kami sedang menyiapkan materi dan dasar hukum untuk melakukan judicial review ke MK," tandasnya.

Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, lebih demokratis.

Dalam revisi UU MD3 disebutkan bahwa ketua DPR tidak otomatis dijabat oleh kader dari partai pemenang Pemilu Legislatif (Pileg) 2014.

Menurut Margarito, hasil revisi UU MD3 tersebut berarti memberikan kesempatan bagi anggota yang tidak berasal dari partai pemenang pileg untuk menjadi Ketua DPR.

“Ini jauh lebih demokratis. Semua orang berhak menjadi ketua. Dengan (revisi) ini pula tidak mengabaikan atau menangguhkan hak anggota menjadi pemimpin (ketua),” katanya saat dihubungi Okezone, Kamis 10 Juli 2014 malam.

Sidang paripurna pengesahan revisi UU MD3 pada 8 Juli 2014 diwarnai walk out (WO) anggota Fraksi PDIP, Hanura, dan PKB. Pihak PDIP merasa dizalimi sebab hak mereka untuk merebut posisi ketua DPR dijegal.

PDIP merupakan partai pemenang Pileg 2014 dengan perolehan 18,95 persen suara. Disusul Partai Golkar 14,7 persen dan Partai Gerindra 11,81 persen.

 Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai tidak ada kaitanya revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dengan manuver elite partai politik untuk mendapat kekuasaan dan melindungi koruptor.

“Apa hubungannya? Ini enggak ada hubungannya,” ungkapnya kepada Okezone, Kamis 10 Juli 2014 malam.

Menurut dia, seorang anggota DPR atau MPR yang melakukan korupsi tidak akan luput dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Apa kuatan mereka? Sekelas bintang tiga saja atau menteri kalau sudah terbukti korupsi tetap saja KPK tangkap, apalagi hanya anggota DPR yang hanya modal ngomong. Enggak ada itu perlindungan,” tegasnya.

Sebelumnya, Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai revisi Undang-Undang MD3 bisa dijadikan manuver oleh para elite partai politik untuk mendapat kekuasaan serta melindungi kasus-kasus korupsi.

“Jadi elite jangan coba-coba menggunakan kekuasaan hanya demi ambisi kekuasaan dan melindungi kasus-kasus di dalamnya. Dalam kasus MD3 itu melindungi kepentingan-kepentingan korupsi yang sedang terjadi,” ujar Hasto Kamis 10 Juli 2014.

Sidang paripurna pengesahan revisi UU MD3 pada 8 Juli 2014 berjalan alot. Sidang juga diwarnai aksi walk out para politisi dari PDIP, Hanura, dan PKB.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, menentang pengesahan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, DPD (MD3). Samad menilai revisi UU ini akan mengganggu penegakan hukum.

"Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tidak boleh dihalangi oleh aturan-aturan yang baru dibuat termasuk produk MD3," kata Abraham melalui pesan singkatnya kepada wartawan, Kamis (10/7/2014).

Selain itu, kata Abraham, revisi Undang-Undang MD3 menunjukkan bukti penolakan terhadap pemberantasan korupsi. "MD3 memuat aturan tentang itu berarti DPR dan pemerintah tidak punya keinginan memberantas korupsi secara sungguh-sungguh," ujarnya.

Dia pun menyayangkan jika RUU MD3 betul-betul disahkan oleh Presiden lantaran korupsi tengah masif di Indonesia.

"Korupsi di Negeri ini sudah sangat masif sehingga diperlukan tindakan yang progresif. Bukan justru membuat aturan yang melemahkan pemberantasan korupsi," tukasnya.

Sebagaimana diketahui, salah satu pasal dalam Undang-Undang MD3 menyatakan bahwa bila ada anggota DPR yang tersangkut kasus pidana, Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK tidak bisa langsung melakukan pemeriksaan. Namun harus dengan seizin Presiden. Okezone


Ayo Mudik Lebaran Beli tiket On Line berhadiah ke Singapura, Bali, Bandung

Jual Tiket Berbagai Entertainment, Pesawat Terbang, Kereta Api, Kamar Hotel di seluruh dunia termasuk di kota Madinah dan Mekah untuk Naik Haji/Umroh di Arab Saudi
Perlu Tiket berbagai Entertainmnet seperti  Universal  Studios Singapore, Waterbom Jakarta, Kidzania,Debut Solo Bastian Steel, Trans Studio Bandung,  Independence Party 2014, Jungleland, Piraves the first, We the Festival 2014, star trek the exhibion, dan  Juga perlu tiket Pesawat Terbang , kereta api (di Jawa, Indonesia), dan kamar hotel seluruh dunia, serta  konser  lainnya  di  berbagai entertainment/tempat hiburan di Indonesia) pembeli tiket pesawat terbang konfirmasi dapat dikirim melalui email atau short massage /SMS di ponsel (hand phone anda) cukup perlihatkan konfirmasi ini dari Hand phone anda di bandara. Untuk booking kamar hotel di seluruh dunia termasuk kamar hotel di Madinah dan kota suci Mekah, Arab Saudi bagi umat Islam yang ingin pergi ber- Umrah atau Naik Haji, termasuk hotel-hotel di Bali, New York, Paris, London, Moskow, Jerusalem , Beijing, Shanghai , Bangkok, Kuala Lumpur, Singapura, Tokyo, dan ribuan hotel lainnya di seluruh dunia, juga di kota minyak Balikpapan, Kalimantan Timur ( beli secara on line di iklan yang ada di blogs: http://newsandfeaturesonindonesia.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment