!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, September 3, 2014

Perjalanan yang belum selesai (35)

Sukarno, Nehru, Megawati dan Guntur
Perjalanan yang belum selesai (35)

(Bagian ke tigapuluh lima, Depok, Jawa Barat, Indonesia , 4 September 2014, 06,42 WIB)

Pada tanggal 27 Juli 1996, pada saat yang bersamaan kami baru menempati gedung baru di Jalan Salemba Raya , tepat di seberang Kampus Universitas Indonesia (Fakultas Kedokteran) Markas Besar Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pimpinan Megawati Soekarnoputri  diserbu kelompok PDI pimpinan Suryadi.







 Namun, beberapa lama kemudian kelompok PDI Megawati berupaya merebut kembali Markas PDI di Jalan Diponegoro itu, sejak itu secara bergantian dua kelompok ini di depan Markas PDI menggelar panggung mengadkan orasi-orasi politik. Peristiwa 27 Juli ini diikuti dengan kerusuhan di Jakarta, banyak gedung dan pasar yang dibakar massa, termasuk gedung baru “D&R’’.

 Rully Kusuma yang tengah meliput dan memotret kerusuhan di Jakarta, begitu sampai di gedung D&R gedung sudah habis terbakar, termasuk sepeda motor miliknya yang tengah diparkir di lantai dasar. Menurut Direktur Majalah D&R kerugian peralatan computer saja mencapai sekitar Rp 3 miliar.
Saya sendiri kehilangan tape rekorder dan jaket kerja, karena pada peristiwa itu menyaksikan orasi-orasi di kantor PDI jalan Diponegoro.

Setelah memenangkan pemilihan umum anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pernah menjadi partai mayoritas di DPR. Namun ketika masuk dalam pemilihan menjadi Presiden Megawati dikalahkan Abdurrahman Wahid, karena berkat koalisi yang digalang Amin Rais yang mendukung Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih menjadi Presiden ke-4 Republik Indonesia.





Kerusuhan 27 Juli


Megawati Soekarnoputri
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
   (Dialihkan dari Megawati)
Megawati Soekarnoputri
Presiden Megawati Soekarnoputri - Indonesia.jpg
Presiden ke-5 Indonesia
di kantor
23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004
Wakil Presiden Hamzah Haz
Didahului oleh Abdurrahman Wahid
Digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono
Wakil Presiden Indonesia
di kantor
26 Oktober 1999 - 23 Juli 2001
Presiden Abdurrahman Wahid
Didahului oleh Bacharuddin Jusuf Habibie
Digantikan oleh Hamzah Haz
rincian pribadi
Lahir 23 Januari 1947 (umur 67)
Yogyakarta, Indonesia
Partai Partai politik Demokrasi Indonesia
Pasangan (s) Surendro Supjarso (Almarhum 1970)
Hassan Gamal Ahmad Hassan (1972)
Taufiq Kiemas (1973-2013)
Anak Mohammad Rizki Pramata
Mohammad Prananda
Puan Maharani
Almamater Universitas Padjadjaran
Universitas Indonesia
agama Islam
Dalam nama Indonesia ini, nama "Sukarnoputri" adalah patronymic, bukan nama keluarga, dan orang tersebut harus disebut dengan namanya yang diberikan "Megawati".

Megawati Soekarnoputri (Tentang pengucapan suara ini (bantuan · info) [1] lahir 23 Januari 1947), umumnya dikenal sebagai Megawati, adalah seorang politisi dan pemimpin salah satu partai politik terbesar di Indonesia, PDI-P Indonesia. Dia adalah putri dari presiden pertama Indonesia, Soekarno.







Megawati


Nama lengkapnya adalah Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri. Dia menjabat sebagai presiden Indonesia pada 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004 Ia telah satunya presiden perempuan di Indonesia dan wanita keempat untuk memimpin bangsa mayoritas Muslim. Dia juga pemimpin Indonesia pertama yang lahir setelah Indonesia merdeka diproklamasikan. Setelah menjabat sebagai wakil presiden ke Abdurrahman Wahid, Megawati menjadi presiden ketika Wahid telah dihapus dari kantor pada tahun 2001 Dia berlari untuk pemilihan kembali dalam pemilihan presiden 2004, namun dikalahkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Dia mencari pertandingan ulang dalam pemilihan presiden 2009, kalah lagi untuk Yudhoyono.

kehidupan awal

Presiden Sukarno, dengan anak-anaknya Megawati dan Guntur, saat menerima Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru bersama putrinya Indira Gandhi.
Megawati lahir di Yogyakarta untuk Sukarno, yang telah menyatakan kemerdekaan Indonesia dari Belanda pada tahun 1945 dan Fatmawati, salah satu dari sembilan istrinya. Megawati adalah anak kedua Sukarno dan putri pertama. Dia dibesarkan di ayahnya Istana Merdeka. Dia menari untuk tamu ayahnya dan mengembangkan hobi berkebun. [2] Megawati adalah 19 ketika ayahnya melepaskan kekuasaan pada tahun 1966 dan digantikan oleh pemerintah yang akhirnya datang untuk dipimpin oleh Presiden Suharto. Keluarga Sukarno didorong ke latar belakang oleh pemerintah baru dan tinggal keluar dari politik.

Megawati menghadiri Universitas Padjadjaran di Bandung untuk belajar pertanian namun keluar pada tahun 1967 untuk bersama ayahnya setelah kejatuhannya. Pada tahun 1970, tahun ayahnya meninggal, Megawati pergi ke Universitas Indonesia untuk mempelajari psikologi namun keluar setelah dua tahun. [3] Dia adalah seorang Muslim, tetapi juga mengikuti kepercayaan tradisional Jawa. [Rujukan?]

Politik karir [sunting]
Anggota Cabang Legislatif [sunting]
Pada tahun 1986, Suharto memberikan status Proklamasi Pahlawan ke Soekarno dalam upacara yang dihadiri oleh Megawati. Pengakuan Soeharto diaktifkan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), pihak yang diakui pemerintah, untuk mengkampanyekan Sukarno nostalgia di menjelang 1987 Pemilu Legislatif. Sampai saat itu, Megawati telah melihat dirinya sebagai ibu rumah tangga, namun pada tahun 1987 ia bergabung dengan PDI dan berlari untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) keanggotaan. [2] PDI diterima Megawati untuk meningkatkan citra mereka sendiri. Megawati dengan cepat menjadi populer, statusnya sebagai putri Soekarno mengimbangi nya kurangnya keterampilan pidato. Meskipun PDI datang terakhir dalam Pemilu Legislatif 1987, Megawati terpilih ke DPR. Seperti semua anggota DPR dia juga menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Ketua PDI 
Berkas: kampanye Megawati Soekarnoputri untuk parlemen, ABC 1995.webm
1995 laporan berita ABC pada kenaikan politik Megawati Soekarnoputri
Megawati tidak terpilih kembali, tapi terus sebagai anggota PDI. Pada Desember 1993, PDI mengadakan Kongres Nasional. Seperti selalu terjadi ketika partai oposisi Orde Baru mengadakan kongres mereka, pemerintah secara aktif ikut campur. Sebagai Kongres mendekat, tiga orang berpendapat untuk Ketua PDI. Incumbent, Suryadi, telah menjadi kritis terhadap pemerintah. Yang kedua adalah Budi Harjono sosok yang ramah-Pemerintah yang didukung Pemerintah. Yang ketiga adalah Megawati. Pencalonannya mendapat dukungan luar biasa seperti yang pemilihannya pada Kongres menjadi formalitas. [4]

Ketika Kongres berkumpul, Pemerintah terhenti dan tertunda upaya untuk menahan pemilu. [4] Kongres menghadapi tenggat waktu ketika izin mereka untuk berkumpul akan habis. Setelah beberapa jam berlalu ke ujung dari Kongres, pasukan mulai mengumpulkan. Dengan hanya dua jam tersisa, Megawati mengadakan konferensi pers, menyatakan bahwa karena ia menikmati dukungan dari mayoritas anggota PDI, dia sekarang de facto Chair. [4] Meskipun relatif kurang nya pengalaman politik, dia populer di bagian untuk statusnya sebagai putri Soekarno dan karena ia dipandang sebagai bebas dari korupsi dengan kualitas pribadi yang mengagumkan. Di bawah kepemimpinannya, PDI memperoleh banyak pengikut di kalangan kelas menengah perkotaan miskin dan perkotaan dan pedesaan.

File: Suharto menandai ulang tahun upaya kudeta tahun 1965, ABC 1996.webm
1996 laporan berita ABC pada retensi Presiden Soeharto dari kekuasaan dan pengaruh penurunan Mrs Sukarnoputri.
Pemerintah sangat marah atas kegagalan untuk mencegah kenaikan Megawati. Mereka tidak pernah mengakui Megawati meskipun dia sendiri janji diratifikasi pada tahun 1994 Pada tahun 1996, Pemerintah mengadakan Kongres Nasional Khusus di Medan yang terpilih kembali sebagai Ketua Suryadi. Megawati dan kamp-nya menolak untuk mengakui hasil dan PDI dibagi menjadi pro-Megawati dan kamp anti-Megawati.

Suryadi mulai mengancam untuk mengambil kembali Markas PDI di Jakarta. Ancaman ini menjadi kenyataan pada pagi hari tanggal 27 Juli 1996 [5] pendukung Suryadi (konon dengan dukungan Pemerintah) menyerang PDI Markas dan menghadapi perlawanan dari pendukung Megawati ditempatkan di sana. Pada laga berikutnya, pendukung Megawati memegang kantor pusat. Huru-hara terjadi, diikuti dengan tindakan keras pemerintah. Pemerintah kemudian menyalahkan kerusuhan di Partai Demokrasi Rakyat (PRD); mereka mengakui faksi Suryadi sebagai partai resmi dan melarang Megawati berkompetisi di Pemilu Legislatif 1997.

Meskipun apa yang tampaknya menjadi kekalahan politik, Megawati mencetak kemenangan moral dan popularitasnya tumbuh. Ketika tiba saatnya untuk Pemilu Legislatif 1997, Megawati dan para pendukungnya melemparkan dukungan mereka di belakang Partai Persatuan Pembangunan (PPP), partai oposisi lain yang disetujui.

Reformasi [sunting]
Pada pertengahan 1997, Indonesia mulai terpengaruh oleh krisis keuangan Asia dan menunjukkan kesulitan ekonomi yang parah. Pada akhir Januari 1998 rupiah jatuh ke hampir 15.000 terhadap dolar, dibandingkan dengan hanya 4.000 pada awal Desember. Dikombinasikan dengan meningkatnya kemarahan publik terhadap korupsi meluas, ini memuncak Mei 1998 dengan pengunduran diri Soeharto dan asumsi bahwa kantor Wakil Presiden BJ Habibie. Pembatasan Megawati telah dihapus dan ia mulai mengkonsolidasikan posisi politiknya. Pada bulan Oktober 1998, pendukungnya menggelar Kongres Nasional dimana Fraksi PDI Megawati sekarang akan dikenal sebagai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Megawati terpilih Ketua dan dinominasikan sebagai calon Presiden PDI-P. [6]

PDI-P, bersama dengan Partai Kebangkitan Bangsa Abdurrahman Wahid (PKB) dan Amanat Nasional Amien Rais 'Partai (PAN), menjadi kekuatan reformasi terkemuka. Meskipun popularitas mereka, Megawati, Gus Dur dan Amien Rais mengadopsi sikap yang moderat, lebih memilih untuk menunggu sampai 1999 Pemilu Legislatif untuk memulai perubahan besar. [7] Pada bulan November 1998, Megawati, bersama-sama dengan Wahid, Rais dan Hamengkubuwono X menegaskan kembali komitmen mereka untuk reformasi melalui Pernyataan Ciganjur.

Sebagai 1999 pemilu legislatif mendekat, Megawati, Gus Dur dan Amien dianggap membentuk koalisi politik terhadap Presiden Habibie dan Golkar. Pada bulan Mei Alwi Shihab mengadakan konferensi pers di rumahnya di mana Megawati, Wahid dan Amien yang mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama. Pada menit terakhir, Megawati memilih untuk tidak hadir, karena dia memutuskan bahwa dia tidak bisa mempercayai Amien. [8] Pada bulan Juni 1999 pemilu legislatif diselenggarakan. PDI-P datang pertama dengan 33% suara.

Dengan kemenangan Pemilu Legislatif PDI-P, prospek presiden Megawati dipadatkan. Dia ditentang oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tidak menginginkan Presiden perempuan. [9] Dalam persiapan untuk Sidang Umum MPR 1999, PDI-P membentuk koalisi longgar dengan PKB. Sebagai Sidang Umum MPR mendekat, tampaknya seolah-olah pemilihan Presiden akan diperebutkan antara Megawati dan Habibie, tetapi pada akhir Juni Amien telah menarik partai-partai Islam dalam koalisi yang disebut Poros Tengah [8] Pemilihan Presiden menjadi tiga a. jalannya balapan ketika Amien melayang gagasan pencalonan Wahid Presiden; tapi Wahid tidak memberikan jawaban yang jelas usulan tersebut.

Sidang Umum MPR 1999 [sunting]
Megawati PDI-P dan koalisi PKB menghadapi tes pertama ketika MPR berkumpul untuk memilih nya Chair. Megawati melemparkan dukungannya di belakang Matori Abdul Djalil, ketua PKB. Ia sangat banyak dikalahkan oleh Amien, yang selain menikmati dukungan Poros Tengah didukung oleh Golkar. [9] Golkar dan Poros Tengah koalisi menyerang lagi ketika mereka dijamin pemilihan Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR. Pada tahap ini, orang menjadi waspada bahwa Megawati, yang terbaik diwakili reformasi, itu akan terhalang oleh proses politik dan status quo akan dipertahankan. Pendukung PDI-P mulai berkumpul di Jakarta.

Habibie berpidato buruk diterima pada akuntabilitas politik yang membuatnya mundur. Pemilihan Presiden diadakan pada 20 Oktober 1999 datang ke Megawati dan Wahid. Megawati memimpin lebih dulu, tapi tak terkejar dan kehilangan dengan 313 orang dibandingkan dengan 373. kerugian Megawati Wahid memprovokasi pendukungnya untuk memberontak. [9] Kerusuhan berkecamuk di Jawa dan Bali. Di Kota Solo, PDI-P massa menyerang rumah Amien.

Keesokan harinya, MPR berkumpul untuk memilih Wakil Presiden. PDI-P telah mempertimbangkan pencalonan Megawati, tetapi khawatir bahwa koalisi Poros Tengah dan Golkar lagi akan menggagalkan nya. Sebaliknya, PKB mencalonkan Megawati. Dia menghadapi persaingan yang ketat dari Hamzah Haz, Akbar Tanjung dan Jenderal Wiranto. [9] Yah menyadari kerusuhan, Akbar dan Wiranto mengundurkan diri. Hamzah tinggal di lomba, tetapi Megawati mengalahkan dia 396 untuk 284. Dalam pidato pelantikannya, ia menyerukan ketenangan.

Wakil Kepresidenan [sunting]
Bekerja sebagai Wakil Presiden [sunting]
Sebagai Wakil Presiden, Megawati memiliki otoritas yang cukup berdasarkan atasannya banyak kursi di DPR. Wahid didelegasikan kepadanya masalah di Ambon, meskipun ia tidak berhasil. [10] Pada saat Sidang Tahunan MPR dirakit pada Agustus 2000, banyak dianggap Wahid tidak efektif sebagai Presiden atau sebagai administrator. Wahid menanggapi ini dengan mengeluarkan Keputusan Presiden, Megawati memberikan kontrol sehari-hari pemerintah. [10]

2000 PDI-P Kongres Nasional [sunting]
Pertama PDI-P Kongres diadakan di Semarang, Jawa Tengah pada bulan April 2000, di mana Megawati terpilih kembali sebagai Ketua untuk masa jabatan ke-2.

Megawati konsolidasi posisinya dalam PDI-P dengan mengambil langkah-langkah keras untuk menghilangkan saingan potensial [11] Selama pemilihan Ketua, dua kandidat lainnya muncul.; Eros Djarot dan Dimyati Hartono. Mereka berlari karena mereka tidak ingin Megawati untuk merangkap sebagai Ketua kedua dan Wakil Presiden. Nominasi eros 'dari cabang Jakarta Selatan itu dibatalkan oleh masalah keanggotaan. Eros tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam Kongres. Kecewa dengan apa yang dianggap menjadi kultus kepribadian berkembang di seluruh Megawati, Eros meninggalkan PDI-P. Pada Juli 2002, ia membentuk Partai Nasional Banteng Kemerdekaan. Meskipun pencalonan Dimyati ini tidak menentang sebagai kasar sebagai Eros, dia telah dihapus sebagai Kepala PDI-P Central Branch. Dia terus posisinya sebagai Dewan Perwakilan rakyat (DPR) anggota, tetapi pensiun pada Februari 2002 Pada bulan April 2002, Dimyati membentuk kami Homeland Partai Indonesia (PITA).

Hubungan dengan Wahid dan menimbulkan Presidensi [sunting]
Artikel utama: Post-Suharto Era
Megawati memiliki hubungan ambivalen dengan Wahid. Selama perombakan kabinet Agustus 2000, misalnya, Megawati tidak hadir untuk pengumuman line-up baru. [12] Pada kesempatan lain, ketika pasang politik mulai berbalik melawan Wahid, Megawati membela dia dan mengecam kritik. [13] pada tahun 2001, Megawati mulai menjauhkan diri dari Wahid sebagai Sidang Istimewa MPR mendekat dan prospek nya menjadi Presiden ditingkatkan. Meskipun ia menolak untuk membuat komentar khusus, ia menunjukkan tanda-tanda mempersiapkan diri, mengadakan pertemuan dengan para pemimpin partai sehari sebelum Sidang Istimewa adalah untuk memulai.

Kepresidenan [sunting]

MPR Amien Rais Ketua mengucapkan selamat Megawati pada diangkat sebagai Presiden.
Pada tanggal 23 Juli 2001, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dihapus Wahid dari kantor dan, pada hari yang sama, melantik Megawati sebagai presiden baru. [14] Dia dengan demikian menjadi kelima [rujukan?] Wanita untuk memimpin sebuah negara Muslim (setelah Benazir Bhutto dari Pakistan, Tansu Ciller Turki dan Khaleda Zia dan Hasina Wajed Bangladesh).

Munculnya ikon oposisi terhadap rezim Soeharto menjadi presiden awalnya disambut secara luas, namun segera menjadi jelas bahwa kepresidenannya ditandai dengan keraguan, kurangnya arah ideologi yang jelas, dan "reputasi untuk tidak bertindak pada isu-isu kebijakan penting". [15] [16] [17] sisi baik dari lambatnya kemajuan reformasi dan menghindari konfrontasi adalah bahwa ia stabil proses demokratisasi secara keseluruhan dan hubungan antara legislatif, eksekutif, dan militer. [15]

Dia berlari untuk pemilihan kembali pada tahun 2004 dalam pemilihan presiden langsung pertama di negara itu, berharap untuk menjadi wanita pertama yang terpilih dalam haknya sendiri sebagai kepala negara di sebuah negara Muslim. Namun, dia kalah telak oleh Susilo Bambang Yudhoyono di babak kedua, sebesar 61 persen menjadi 39 persen, [14] pada tanggal 20 September 2004 Dia tidak menghadiri pelantikan presiden baru, dan tidak pernah punya mengucapkan selamat kepadanya. [18]

Kemudian pemilihan [sunting]
2009 Pemilu [sunting]
Pada 11 September 2007 Megawati mengumumkan pencalonannya dalam pemilihan presiden Indonesia 2009 di sebuah pertemuan PDI-P. Soetardjo Soerjoguritno dikonfirmasi kesediaannya untuk dicalonkan sebagai calon presiden partainya. [19]

Megawati 2009 lomba dibayangi oleh dia panggilan untuk mengubah prosedur pendaftaran pemilih di Indonesia, miring menunjukkan bahwa pendukung Yudhoyono mencoba untuk memanipulasi suara. [20] Megawati dan dia pasangannya Prabowo Subianto berada di posisi kedua dengan 26,79% suara.

2014 Pemilu [sunting]
Pada 24 Februari 2012, Megawati menjauhkan diri dari jajak pendapat [21] [22] yang menempatkannya sebagai pesaing utama untuk pemilihan presiden Indonesia, 2014 [23] Megawati, masih Ketua PDI-P, mengimbau kepada partainya pada berkumpul di Yogyakarta untuk fokus pada prioritas PDI-P saat ini. Meskipun demikian, nama domain tampaknya telah terdaftar atas namanya. [24] Pada tanggal 27 Desember 2012, edisi harian The Jakarta Post mengisyaratkan kemungkinan kerjasama dalam pemilihan umum antara keluarga Megawati dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan 2014 partai politik mereka, Partai nya Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Demokrat masing-masing. [25]

Keluarga [sunting]

Megawati dengan suami Taufiq Kiemas dan tiga anak.
Suami pertama Megawati, Lettu Surendro Supjarso, tewas dalam kecelakaan pesawat di Irian Jaya pada tahun 1970 Pada tahun 1972, ia menikah dengan Hassan Gamal Ahmad Hassan, seorang diplomat Mesir. Pernikahan itu dibatalkan segera sesudahnya. [3] Dia menikah Taufiq Kiemas, yang meninggal pada bulan Juni 2013 [26] Bersama-sama dia dan Taufiq memiliki tiga anak, Mohammad Rizki Pramata, Mohammad Prananda dan Puan Maharani. Puan adalah anak dari pernikahan Megawati Taufiq.

Etimologi dari "Megawati Soekarnoputri" [sunting]
Sukarnoputri berarti "putri Sukarno" dan merupakan patronymic, bukan nama keluarga; Jawa sering tidak memiliki nama keluarga. Dia sering disebut sebagai 'Megawati', atau hanya sebagai 'mega', yang berasal dari kata Sansekerta yang berarti "Dewi Clouds". Dalam pidatonya di hadapan mahasiswa Sathya Sai Sekolah Dasar Sri, ia mengatakan bahwa Biju Patnaik, pemimpin India terkemuka dan mantan menteri Kepala Orissa, menamai dia atas permintaan Sukarno. [27] [28]


Peristiwa 27 Juli
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peristiwa 27 Juli 1996, disebut sebagai Peristiwa Kudatuli (akronim dari KERUSUHAN DUA PULUH TUJUH JULI) atau Peristiwa Sabtu Kelabu (karena memang kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu) adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jl Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari kepolisian dan TNI.
Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.
Pemerintah saat itu menuduh aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara. Budiman Sudjatmiko mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun penjara.

6 Buku dan penelitian
7 Peringatan
8 Referensi
9 Pranala luar
Istilah[sunting | sunting sumber]
Ada dua istilah untuk Peristiwa 27 Juli ini, yaitu:
Kudatuli. Akronim dari Kerusuhan 27 Juli. Pertama kali dimuat di Tabloid Swadesi dan kemudian luas digunakan oleh berbagai media massa. Mayjen TNI (Purn.) Prof. Dr. Soehardiman, SE juga pernah menggunakannya dalam bukunya.
Sabtu Kelabu. Merujuk pada hari saat terjadinya peristiwa ini yaitu hari Sabtu, kata "kelabu" untuk menggambarkan "suasana gelap" yang melanda panggung perpolitikan Indonesia saat itu. Tidak diketahui pencetusnya, namun diduga semula beredar dalam forum-forum di Internet.
Laporan Komnas HAM[sunting | sunting sumber]
Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia: 5 orang meninggal dunia, 149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan telah terjadi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia.
Dokumen dari Laporan Akhir Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebut pertemuan tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jaya dipimpin oleh Kasdam Jaya Brigjen Susilo Bambang Yudhoyono. Hadir pada rapat itu adalah Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel Haryanto, Kolonel Joko Santoso, dan Alex Widya Siregar. Dalam rapat itu, Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan penyerbuan atau pengambilalihan kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya.
Dokumen tersebut juga menyebutkan aksi penyerbuan adalah garapan Markas Besar ABRI c.q. Badan Intelijen ABRI bersama Alex Widya S. Diduga, Kasdam Jaya menggerakkan pasukan pemukul Kodam Jaya, yaitu Brigade Infanteri 1/Jaya Sakti/Pengamanan Ibu Kota pimpinan Kolonel Inf. Tri Tamtomo untuk melakukan penyerbuan. Seperti tercatat di dokumen itu, rekaman video peristiwa itu menampilkan pasukan Batalion Infanteri 201/Jaya Yudha menyerbu dengan menyamar seolah-olah massa PDI pro-Kongres Medan. Fakta serupa terungkap dalam dokumen Paparan Polri tentang Hasil Penyidikan Kasus 27 Juli 1996, di Komisi I dan II DPR RI, 26 Juni 2000.[1]
Latar belakang[sunting | sunting sumber]
Soeharto dan pembantu militernya merekayasa Kongres PDI di Medan dan mendudukkan kembali Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI. Rekayasa pemerintahan Orde Baru untuk menggulingkan Megawati itu dilawan pendukung Megawati dengan menggelar mimbar bebas di Kantor DPP PDI.
Mimbar bebas yang menghadirkan sejumlah tokoh kritis dan aktivis penentang Orde Baru, telah mampu membangkitkan kesadaran kritis rakyat atas perilaku politik Orde Baru. Sehingga ketika terjadi pengambilalihan secara paksa, perlawanan dari rakyat pun terjadi.
Pasca Orde Baru[sunting | sunting sumber]
Pengadilan Koneksitas yang digelar pada era Presiden Megawati hanya mampu membuktikan seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang terbukti mengerahkan massa dan melempar batu ke Kantor PDI. Ia dihukum dua bulan sepuluh hari, sementara dua perwira militer yang diadili, Kol CZI Budi Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan Letnan Satu (Inf) Suharto (mantan Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya) divonis bebas.
Garis waktu[sunting | sunting sumber]
Semua waktu berdasarkan Waktu Indonesia Barat (WIB, UTC+7).
01:00[sunting | sunting sumber]
Di Markas PDI ada sekitar 300 orang yang berjaga--suatu kebiasaan dilakukan sejak Kongres Medan lalu. Di luar pagar, ada sekitar 50 orang. Satgas dan simpatisan Megawati mulai terlelap dan sebagian ada yang bermain catur di pinggir pelataran kantor dan juga di Jalan Diponegoro dengan beralaskan terpal.
03:00[sunting | sunting sumber]
Para pendukung Mega mulai mencium sesuatu bakal terjadi, setelah patroli mobil polisi berkali-kali melintas. Sebagian dari mereka mencoba memantau keadaan dari jembatan kereta api Cikini.
05:00[sunting | sunting sumber]
Serombongan pasukan berbaju merah, kaus PDI, bergerak menuju Diponegoro 58. Konon mereka diangkut dengan delapan truk.
06:15[sunting | sunting sumber]
Pasukan berkaus merah tadi akhirnya sampai di depan Kantor PDI dan kedatangan mereka disambut para pendukung Mega dengan lemparan batu. Pasukan merah tadi pun membalas dengan batu dan lontaran api. Maka, spanduk yang menutupi hampir semua bagian depan Kantor PDI terbakar ludes. Bentrok fisik pun tak terhindarkan. Sebuah sumber mengatakan ada 4 orang tewas, tapi angka ini belum dikonfirmasi.
Semua jalan menuju ke arah Diponegoro sudah diblokir oleh kesatuan polisi. Perempatan Matraman menuju ke Jalan Proklamasi ditutup dengan seng-seng Dinas Pekerjaan Umum yang sedang dipakai dalam pembangunan jembatan layang Pramuka-Jalan Tambak.
Massa sudah berkumpul di depan Bank BII Megaria. Sedang di samping pos polisi sudah bersiap dua mobil anti huru-hara dan empat mobil pemadam kebakaran persis di depan DPP PDI. Polisi anti huru-hara terlihat ketat di belakang mobil anti huru-hara dan di depan Kantor PDI.
09:15[sunting | sunting sumber]
Di samping Kantor PDI (dan PPP) terlihat massa -- yang tampaknya bukan dari PDI -- sedang baku lempar batu dengan ABRI yang bertameng dan bersenjatakan pentungan. Massa terus melawan dengan melempar batu.
09:24[sunting | sunting sumber]
Massa di belakang Gedung SMPN 8 dan 9, di samping Kantor PDI dan PPP, mulai terdesak mundur ketika ada bantuan pasukan yang tadinya hanya berjaga-jaga di bawah jembatan kereta api. Mereka dipukul mundur sampai di belakang Gedung Proklamasi. Tiga wartawan foto mulai membidik massa yang lari tunggang langgang, Sedang salah seorang wartawan foto mendekati pasukan loreng dan berusaha mengambil gambar. Tiba-tiba seorang wartawan foto -- yang belakangan diketahui bernama Sukma dari majalah Ummat -- terlihat dipukuli pasukan loreng dan diseret bajunya (Lihat berita KOMPAS, 29 Juli 1996). Dari sana Sukma -- dengan menarik bajunya -- dibawa ke belakang Gedung SMP 8 dan 9 Jakarta, tempat pasukan loreng berkumpul yang berjarak 300 meter dari tempat pertama pemukulan.
09:35[sunting | sunting sumber]
Massa di depan Megaria yang diblokade pasukan polisi anti huru-hara, melempar batu ketika mobil ambulans dari Sub Dinas Kebakaran Jakarta yang meluncur dari kantor DPP PDI mencoba menerobos kerumanan massa dan polisi di depan Bank BII di pertigaan Megaria. Massa yang berada di depan gedung bioskop Megaria dan Bank BII, berteriak-teriak dan bernyanyi, "Mega pasti menang, pasti menang, pasti menang".
09:45[sunting | sunting sumber]
Wartawan dalam dan luar negeri, yang sedari pagi berkumpul di depan pos polisi, mulai dihalau oleh pasukan anti huru-hara menuju kerumunan massa di depan Bank BII.
Saat itu juga terlihat kepulan asap hitam membubung dari DPP PDI. Salah seorang satgas PDI pro Mega mengatakan bahwa sebagian Kantor PDI sempat dibakar dan arsip-arsip di dalam kantor sudah dimusnahkan. Korban tewas dari PDI pro Megawati yang berada di DPP diperkirakan empat orang. Sekitar 300 orang luka parah, 50 orang diantaranya dari cabang-cabang Jawa Timur yang tengah berjaga-jaga di Kantor PDI.
Jalan Diponegoro di depan DPP PDI mulai dibersihkan dari batu-batu dan bekas kebakaran. Seonggok bangkai mobil dan motor yang terbakar juga disiram dan berada persis di depan pintu masuk Kantor PDI.
11:30[sunting | sunting sumber]
Ribuan massa terus bertambah dan terpisah letaknya di 3 tempat. Yaitu di depan Bioskop Megaria, di depan BII, serta di depan Telkom, persis di depan jalan tempat Proyek Apartemen Menteng. Mereka menjadi satu kerumunan besar di pos polisi di bawah jembatan kereta api layang. Belum lagi massa dari arah Selatan di bawah jembatan layang kereta api yang sebelumnya dipukul mundur, sudah mulai bergerak maju dan menjadi satu kembali dengan massa besar tadi.
Mimbar bebas pun digelar. Helikopter polisi terus memantau massa yang mulai mengadakan mimbar bebas. Dipandu aktivis pemuda, mimbar bebas menjadi ajang umpatan pada aparat keamanan, dan sanjungan untuk Mega. "Mega pasti menang, pasti menang, pasti menang.....," terus terdengar. Massa yang masih di dalam pagar lintasan kereta api mulai merobohkan pagar besi, lantas menyatu dengan massa peserta mimbar bebas.
11:40[sunting | sunting sumber]
Massa yang berada di dalam pagar lintasan kereta api mulai melempar batu ke arah aparat yang sudah berjaga-jaga di depan SMP 8 dan 9 Jakarta. Terdengar dari kejauhan massa di mimbar bebas terus berteriak mengecam aparat berseragam loreng. Batu-batu yang beterbangan membuat wartawan berlindung di belakang blokade polisi dan sebagian lagi menyelamatkan diri dengan berlindung di mobil anti huru-hara.
Pihak kepolisian Jakarta Pusat berusaha menenangkan massa yang melempari pasukan dari Yon Kavaleri VII dan Yon Armed 7 Jayakarta. Massa yang terus bergerak membuat pasukan berseragam loreng bertahan di sekitar Jalan Pegangsaan Timur.
Di depan pos polisi, massa yang terus bertambah jumlahnya memenuhi pentas mimbar bebas. Massa di depan bioskop Megaria merobohkan pagar besi pembatas jalan dan bergabung menyaksikan mimbar bebas. Salah seorang tampak berdiri di tengah lingkaran massa dengan membawa tongkat berbendera Merah Putih yang dikibarkan setengah tinggi tongkat. Dia berteriak, "Kita di sini menjadi saksi sejarah. Kawan-kawan kita mati di dalam Kantor PDI. Kita harus menunggu komando langsung dari Ibu Mega," teriaknya lantang. Yang lain menyanyikan, "Satu komando..... satu tindakan." Kemudian ada doa bersama untuk mereka yang tewas.
12:40[sunting | sunting sumber]
Pihak keamanan meminta utusan mimbar bebas untuk bersama-sama pihak keamanan masuk melihat situasi di dalam Kantor PDI. Lima orang akhirnya dipilih, sementara mimbar bebas terus berjalan.
12:45[sunting | sunting sumber]
Bantuan polisi dari satuan Sabhara Polda Metro Jaya mulai berdatangan memenuhi jalan depan Kantor PDI. Sedang lima orang utusan di bawah pimpinan Drs. Abdurrahman Saleh, bekas pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, masuk ke dalam kantor DPP yang porak poranda. Sekitar lima menit berada di dalam Kantor PDI, lima utusan tadi ke luar. Salah seorang wakil utusan, ketika ditanya TEMPO Interaktif tentang bagaimana kondisi di dalam kantor DPP, mengatakan, "Di dalam tidak ada apa-apa; darah berceceran di semua ruangan." Orang ini bercerita sambil menahan tangis; matanya sarat air mata, sambil membawa jaket merah PDI bernama dada Nico Daryanto, mantan Sekretaris Jenderal PDI, dan satu spanduk merah.
Kelima utusan tersebut didaulat naik ke atas mobil anti huru-hara untuk melaporkan keadaan di dalam gedung. Baru beberapa kata terucap dari utusan tadi, sebuah batu melayang entah darimana dan mengenai tangan seorang utusan yang berdiri di atas mobil anti huru-hara. Akhirnya, laporan keadaan Kantor PDI berhenti sampai di situ.
13:52[sunting | sunting sumber]
Pengacara Megawati, RO Tambunan, berpidato di depan Kantor PDI. Dia mengatakan, "Kita menduduki Kantor DPP karena Megawati adalah pimpinan yang syah. Negara ini adalah negara hukum, jadi tunggu proses hukum selesai," katanya keras. Yang dimaksud Tambunan adalah proses hukum berupa tuntutan Megawati ke alamat Soerjadi dan sejumlah pejabat pemerintah di pengadilan yang sampai kini masih disidangkan, sehingga status Kantor PDI belum diputuskan.
Menurut RO Tambunan, Kapolres Jakarta Pusat sudah berjanji tidak seorang pun diperkenankan masuk, termasuk kubu Soerjadi. Barang-barang tak satu pun boleh keluar dari dalam kantor; pihak pengacara akan mendaftar barang-barang DPP. "Ini negara hukum, kita harus turuti perintah hukum," ujar Tambunan.
14:05[sunting | sunting sumber]
Soetardjo Soerjogoeritno, salah satu pimpinan DPP PDI yang pro Megawati, tiba-tiba terlihat berjalan mendekati Kantor PDI. Sesaat kemudian Soerjogoeritno bicara dengan Kapolres Jakarta Pusat soal status Kantor PDI.
Massa yang mencoba mendekati Soerjogoeritno dihalau anggota Brimob yang bersiaga dengan anjing pelacak. Tapi, melihat ribuan orang, dua anjing herder itu tak berani bergerak mengejar massa. Massa makin berani. "Kami ini manusia, kok dikasih anjing," kata seseorang marah. Siang itu pula setumpuk koran Terbit yang memberitakan Kantor DPP PDI Diserbu, ramai-ramai dirobek-robek.
14:29[sunting | sunting sumber]
Hujan batu terjadi. Massa yang di berada depan pos polisi melempari barikade polisi anti huru-hara. Satuan anti kerusuhan itu terpaksa mundur dan berlindung dari hujan batu. Mobil anti huru-hara yang tetap nongkrong di bawah jembatan layang dilempari batu bertubi-tubi. Dua lapis barisan polisi dan tentara bergerak maju. Dengan tameng dan tongkat mereka merangsek maju menghalau massa. Maka, ribuan orang itu beringsut mundur ke arah Salemba.
Ada sekitar 100 orang yang berlindung di dalam gedung Kedutaan Besar Palestina, persis di depan Kantor PDI. Di samping Kantor PDI, di Kantor PPP, terlihat puluhan wartawan berkumpul. Sementara itu, polisi dan tentara mengejar massa sampai di depan Rumah Sakit Cipto (RSCM). Beberapa orang terlihat dipentung dengan rotan. Seorang siswa STM 1 Jakarta, menangis di depan bioskop Megaria -- lengannya patah ketika menangkis pukulan dan pentungan petugas. Di depan Megaria itu suasananya gaduh, ambulans meraung-raung terus menerus. Korban-korban yang bocor kepalanya dan luka-luka diseret ke depan Kantor PDI dan menjadi bidikan foto wartawan.
15:00[sunting | sunting sumber]
Enam buah panser mulai berdatangan di depan pos polisi Megaria. Persis di depan Rumah Sakit Cipto (RSCM), sebuah bus tingkat dibakar massa. Tak jauh dari bus yang terbakar, satu lagi bus PPD nomor trayek 40, disiram bensin dan dibakar dengan sebuah korek api. Terbakarlah bus jurusan Kampung Rambutan-Kota itu.
15:37[sunting | sunting sumber]
Persis di depan Fakultas Kedokteran UI Salemba, sebuah bus Patas PPD nomor trayek 2, habis terbakar. Ribuan massa mulai mencabuti rambu-rambu lalu lintas dan menghancurkan lampu lalu-lintas di pertigaan Salemba. Asrama Kowad -- yaitu gedung Persit Kartika Candra Kirana -- merupakan gedung pertama yang diamuk massa. Pertama-tama dengan lemparan batu dari luar, kemudian massa masuk ke halaman, dan membakar gedung tersebut. Sebuah kendaraan jip yang diparkir di halaman dibakar massa, menimbulkan api yang besar.
Wisma Honda yang terletak di sebelah Barat gedung Persit, tak luput dari lemparan batu. Tapi, beberapa jam kemudian, gedung Honda itu pun habis dilalap si jago merah. Massa kemudian bergerak ke arah Selatan dan membakar Gedung Departemen Pertanian yang berlantai delapan. Sebuah sedan Mercy juga dibakar habis.
15:55[sunting | sunting sumber]
Massa terus bergerak ke arah Matraman. Maka, beberapa gedung pun jadi korban amukan api yang disulut massa. Pertama-tama gedung Bank Swansarindo Internasional. Api yang berasal dari karpet lantai dan korden jendela kaca itu dengan cepat merambat ke atas gedung berlantai lima ini. Show room Auto 2000 yang berada disebelahnya juga tidak luput dari amukan massa dan dibakar beserta mobil yang dipamerkan di dalamnya. Selanjutnya Bank Mayapada juga dibakar massa.
Ribuan massa terus bergerak ke arah Matraman. Dengan tembakan ke udara, massa mulai tercerai-berai. Sebagian ke arah Pramuka, sebagian lagi ke arah Proyek Perdagangan Senen. Sebelumnya, seorang polisi kelihatan memegangi kepalanya yang bocor kena lemparan batu. Dia berkata kepada seorang rekannya yang berseragam loreng, "Bapak yang bawa senjata ke depan saja Pak."
16:19[sunting | sunting sumber]
Massa rupanya melempari Bank BHS di Jalan Matraman. Kelihatan api mulai menyala di samping gedung BHS, tetapi tidak sampai menyentuh gedung bank itu karena sepasukan tentara berbaret hitam dengan tronton pengangkut pasukan segera tiba.
Sedangkan jalan Salemba Raya terlihat gelap. Asap hitam tebal dari gedung Bank Mayapada dan Auto 2000 membubung ke udara. Massa yang bergerak ke arah Salemba inilah yang kemudian membakar gedung Darmex, Gedung Telkom, terus sampai ke arah Senen. Namun mereka dihalau panser tentara dan gagal mencapai Senen.
16:33[sunting | sunting sumber]
Tiga panser didatangkan ke perempatan Matraman. Panser ini berhasil membubarkan massa yang merusak semua rambu-rambu lalu lintas.
19:00

Massa di Jalan Proklamasi mulai berkerumun. Tak lama kemudian mereka membakar toko Circle K, Studio SS Foto, dan beberapa bangunan lagi. Aksi dikabarkan berlangsung sampai pukul 01.00 dinihari.[2]

Buku dan penelitian

Peristiwa 27 Juli menghasilkan sejumlah buku dan sejumlah penelitian. Pejabat militer juga menulis buku untuk menjelaskan posisinya dalam kasus itu. Benny S Butarbutar, yang menulis buku Soeyono Bukan Puntung Rokok (2003), memaparkan Kasus 27 Juli dari perspektif Soeyono yang kala itu menjabat Kepala Staf Umum ABRI. Ia membangun teori persaingan srikandi kembar antara Megawati dan Siti Hardijanti Rukmana sebagai latar terjadinya Kasus 27 Juli. Ia juga memaparkan, rivalitas di tubuh tentara yang membuatnya tersingkir dari militer. Soeyono menyebutnya sebagai Killing the Sitting Duck Game, rekayasa untuk "Membunuh Bebek Lumpuh." Sehari sebelum kejadian, Soeyono mengalami kecelakaan di Bolaang Mongondow.
Buku lain yang muncul adalah Membongkar Misteri Sabtu Kelabu 27 Juli 1996 dengan editor Darmanto Jatman (2001). Tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia juga membukukan hasil penelitian mengenai Militer dan Politik Kekerasan Orde Baru-Soeharto di Belakang Peristiwa 27 Juli? (2001).

Peringatan
Pada Rabu 26 Juli 2006, Malam Dasawarsa Tragedi 27 Juli 1996 digelar di bekas Kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat. Acara hanya dihadiri keluarga korban dan saksi mata peristiwa ini. Petinggi partai yang sudah berubah nama menjadi PDI Perjuangan tidak terlihat hadir. Begitu juga Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri. Walau begitu acara berjalan khidmat. Setelah tahlilan, peringatan itu diteruskan pemotongan tumpeng kemudian ditutup dengan renungan. [3]






Megawati dan Joko Widodo

Dalam pemilihan Umum Presiden 9 Juli 2014 lalu sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati tidak mencalonkan diri menjadi salah satu calon, namun menunjuk Joko Widodo menjadi calon Presiden dan Muhammad Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden dan keduanya berhasil mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dan Joko Widodo akan dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia yang ke-7 menggantikan Soesilo Bambang Yudhoyono.


Referensi
^ Selimut Politik Sabtu Kelabu, Tempo
^ TEMPO Interaktif, edisi 23/01 - 10/Agustus/1996

^ Liputan 6 (Bersambung)

No comments:

Post a Comment