!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, September 10, 2014

Perjalanan yang belum selesai (61)

Tawaf di Kabah
Perjalanan yang belum selesai (61)

(Bagian ke enam puluh satu, Depok,Jawa Barat,Indonesia, 11 September 2014, 07.59 WIB)

Pemerintah Arab Saudi bulan Oktober 2014 ini menjadi tamu bagi sekitar 2,5 juta jamaah haji dari seluruh dunia. Sebuah studi melaporkan hanya dari bulan Haji ini saja pemerintah Arab Saudi akan memperoleh devisa sekitar US$ 8,5 miliar, namun pemerintah Saudi telah mengeluarkan dana jauh lebih besar untuk perluasan Masjidil Haram setap tahun dan berbagai fasilitas umum dan pelayanan lain selama ibadah Haji dan Umroh (Haji kecil).

Arab Saudi akan memperoleh devisa US$ 8,5 miliar dari jamaah haji 2014: studi
Arab Saudi bisa memperoleh devisa   US$ 8,5 miliar dari Jammah haji Oktober tahun ini, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada hari Senin, yang memperkirakan bahwa dua juta Muslim akan melakukan ziarah ke Mekah.
Kamar Dagang Mekah mengatakan pendapatan dari para peziarah Haji tahunan Muslim terbesar akan meningkat tiga persen dibandingkan tahun lalu.
Penelitian ini didasarkan pada perkiraan bahwa 1,98 juta jamaah haji akan melakukan perjalanan ke kota Muslim suci Mekkah, termasuk 1,38 juta, atau 70 persen, dari luar Arab Saudi.
Menurut laporan itu, peziarah yang telah melakukan perjalanan dari negara lain akan menghabiskan rata-rata 17.381 riyal ($ 4.633) selama haji, yang berlangsung selama lima hari.
Setiap Jamaah Haji  domestik akan mengeluarkan dana sekitar 4.948 riyal ($ 1319), studi ini melaporkan.
Beban termasuk perumahan, makanan dan minuman, hadiah dan tagihan telepon.








Tenda di Arafah

Jutaan orang mengunjungi tempat-tempat suci Islam di Arab Saudi untuk haji, ziarah semua Muslim diharapkan untuk membuat setidaknya sekali seumur hidup mereka  kesehatan dan keuangan mengijinkan.
Arab Saudi juga menjadi tuan rumah jutaan umat Islam setiap tahun untuk umrah dengan biaya lebih rendah, yang dapat dilakukan setiap saat sepanjang tahun.
Sekitar enam juta Muslim mengambil umrah selama bulan Ramadhan pada bulan Juli tahun ini, menurut pihak berwenang.
Seperti halnya Mekkah, Arab Saudi juga rumah bagi Islam tempat suci lainnya – yaitu kota Medina.

Ambillah Manasik Hajimu Dariku (Sifat Haji Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam)

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya ia berkata, “Kami masuk menemui Ja-bir bin ‘Abdillah, ia bertanya tentang orang yang datang, hingga sampailah padaku, aku pun berkata, ‘Aku Muhammad bin ‘Ali bin Husain.’ Kemudian beliau mengarahkan tangannya ke kepala-ku, membuka baju luarku dan baju dalamku, serta meletakkan tangannya antara kedua putingku sedangkan aku pada saat itu adalah anak yang baru dewasa. Ia berkata, ‘Selamat datang wahai anak saudaraku, bertanyalah apa saja yang engkau kehendaki.’ Aku pun bertanya kepadanya, ia pada saat itu sudah buta. Waktu shalat pun datang, ia berdiri dengan pakaian yang diselimutkan (ke badannya), setiap ia meletakkan pakaian itu di atas pundak, ujung-ujungnya terlepas kembali karena sangat kecilnya pakaian tersebut, sedangkan selendang miliknya ia letakkan pada kayu tempat menggantung pakaian, beliau mengimami kami. Setelah itu aku berkata, ‘Beritahukanlah kepadaku tentang haji Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.’ Beliau pun mengisyaratkan dengan sembilan jarinya, dan berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'laihi wa sallam tinggal (di Madinah), tidak pergi haji selama sembilan tahun, kemudian pada tahun kesepuluh diumumkan kepada halayak bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam akan berangkat melaksanakan haji. Datanglah ke Madinah manusiayang banyak, semuanya hendak mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengerjakan seperti apa yang dikerjakannya. Kami pun keluar bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hingga sampailah kami di Dzul Hulaifah. Di situ Asma binti ‘Umaisy melahirkan Muhammad bin Abi Bakar, kemudian ia mengirim pertanyaan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ‘Apa yang harus aku lakukan?’

Beliau menjawab:

اِغْتَسِلِي، وَاسْتَثْفِرِي بِثَوْبٍ وَأَحْرِمِي.

‘Mandilah dan bercawatlah dengan kain (sebagai pembalut), kemudian berihramlah.’

Setelah itu beliau shalat di masjid dan menunggang Qashwa (unta beliau) hingga apabila unta itu telah sampai di Baida’, aku memandang ke batas pandanganku di depan beliau dari para pengendara dan pejalan kaki, begitu pula di sebelah kanan, kiri dan belakang beliau. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berada di tengah-tengah kami, kepadanyalah diturunkan al-Qur-an dan beliaulah yang mengetahui tafsirannya, apa yang beliau kerjakan kami kerjakan pula, beliau memulai dengan talbiyah (yang mengandung makna) tauhid:

لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ.

‘Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Segala puji, nikmat dan kerajaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.’

Manusia pun ikut bertalbiyah dengan talbiyah ini, yang mereka pakai bertalbiyah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menambah sedikit pun dari talbiyah ini, beliau terus mengulangi talbiyah ini.”

Jabir Radhiyallahu anhu berkata lagi, “Kami tidak meniatkan kecuali haji, kami tidak mengenal umrah hingga kami sampai di Ka’bah bersama beliau mengusap hajar Aswad, beliau (thawaf sambil) berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama dan berjalan pada empat putaran berikutnya, kemudian pergi ke Maqam Ibrahim Alaihissallam dan membaca:

وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى

“... Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat...’” [Al-Baqarah: 125]

Beliau menjadikan Maqam Ibrahim berada antara beliau dan Ka’bah.

Ayahku (ayah Ja’far si perawi, yaitu Muhammad) berkata, ‘Aku tidak mengetahui ucapan ini kecuali dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.’ Beliau membaca dalam shalat dua raka’at itu: قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ dan قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ . Kemudian beliau kembali mengusap hajar As-wad. Setelah itu beliau menuju Shafa, ketika dekat dengan Shafa beliau membaca:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ

“Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah...” [Al-Baqarah: 158]

أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ.

“Aku memulai dengan apa yang dimulai oleh Allah.”

Beliau pun memulai dari bukit Shafa, menanjakinya sampai beliau melihat Ka’bah dan menghadap Kiblat, kemudian beliau mengucapkan kalimat tauhid kepada Allah serta bertakbir, beliau berkata:

لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكَ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ.

“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan, bagi-Nya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata. Yang melaksanakan janji-Nya, membela hamba-Nya (Muhammad) dan mengalahkan golongan musuh sendirian.”

Di sela-sela itu itu beliau berdo’a dan mengulangi bacaan ini tiga kali, kemudian beliau turun menuju Marwah hingga ketika kedua telapak kaki beliau menginjak perut lembah beliau berlari-lari kecil. Ketika beliau mulai naik menuju bukit Marwah beliau berjalan hingga sampai ke Marwah, di Marwah beliau mengerjakan seperti apa yang telah dikerjakan di Shafa, hingga Sa’i beliau berakhir di Marwah, beliau bersabda:

لَوْ أَنِّي اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ لَمْ أَسُقِ الْهَدْيَ. وَجَعَلْتُهَا عُمْرَةً. فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ لَيْسَ مَعَهُ هَدْيٌ فَلْيَحِلَّ. وَلْيَجْعَلْهَا عُمْرَةً.

‘Seandainya aku mengetahui apa yang aku ketahui sekarang niscaya aku tidak akan membawa hewan sembelihan dan akan aku jadikan hajiku sebagai umrah. Barangsiapa di antara kalian yang tidak memiliki hewan kurban, hendaknya ia bertahallul dan menjadikan hajinya sebagai umrah.’

Suraqah bin Malik bin Ju’syum berdiri dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah untuk tahun ini saja atau untuk selamanya?’ Kemudian beliau menjalin jari-jeraminya satu dengan yang lain dan bersabda:

دَخَلَتِ الْعُمْرَةُ فِي الْحَجِّ (مَرَّتَيْنِ) لاَ، بَلْ ِلأَبَدٍ أَبَدٍ.

‘Telah masuk umrah dalam haji.’ (Beliau mengulangnya dua kali) ‘Tidak, bahkan untuk selama-lamanya.’

Kemudian ‘Ali datang dari Yaman membawa unta-unta Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menjumpai Fathimah termasuk orang-orang yang bertahallul, memakai pakaian yang dicelup dan bercelak. ‘Ali pun mengingkari hal ini, Fathimah berkata, ‘Sesungguhnya ayahku memerintahkanku untuk melakukan hal ini.’”

Berkata (Jabir, perawi hadits ini), “Ketika di ‘Iraq, ‘Ali berkata, ‘Kemudian aku pergi mengadukan apa yang diperbuat oleh Fathimah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ia bertanya kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam akan apa yang diceritakan Fathimah tentang beliau, aku juga menceritakan bahwa aku telah mengingkari apa yang dikerjakan Fathimah ini.’ Beliau bersabda:

صَدَقَتْ صَدَقَتْ، مَاذَا قُلْتَ حِيْنَ فَرَضْتَ الْحَجَّ؟

‘Ia benar, ia benar. Apa yang engkau katakan ketika engkau mengerjakan haji?’

Aku (‘Ali) mengatakan, ‘Ya Rabb-ku, aku berihram dengan apa yang diihramkan oleh Rasul-Mu.”

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنَّ مَعِيَ الْهَدْيَ فَلاَ تَحِلُّ.

‘Aku membawa hewan kurban, maka engkau jangan berta-hallul.’

Berkata (perawi), ‘Hewan kurban yang terkumpul baik yang dibawa oleh ‘Ali Radhiyallahu anhu maupun yang dibawa oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, sebanyak seratus ekor.’”

Berkata (perawi), “Semua jama’ah haji bertahallul dan memendekkan (mencukur) rambut mereka kecuali Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang membawa hewan kurban.

Ketika tiba hari Tarwiyah, mereka semua berangkat menuju Mina, mereka memulai manasik haji. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menaiki tunggangannya, kemudian (setelah tiba beliau) mengimami mereka shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isya’, dan Shubuh. Setelah shalat Shubuh beliau menunggu sebentar sampai terbit matahari, beliau meminta didirikan kemah untuk beliau di Namirah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian mulai bertolak, orang-orang Quraisy tidak meragukan kecuali beliau berhenti di Masy’aril Haram seperti yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy pada zaman Jahiliyah, beliau telah melewati Mina dan menuju ‘Arafah hingga ketika sampai di (dekat) ‘Arafah beliau mendapatkan kemahnya telah di pasang di Namirah, beliau pun singgah di tempat tersebut. Ketika matahari telah tergelincir beliau memerintahkan agar untanya, al-Qashwa disiapkan, beliau pergi ke tengah-tengah lembah dan berkhutbah di tengah-tengah manusia, beliau bersabda:

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هٰذَا. أَلاَ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُوعٌ، وَدِمَاءُ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعَةٌ، وَإِنَّ أَوَّلَ دَمٍ أَضَعُ مِنْ دِمَائِنَا دَمُ ابْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ، كَانَ مُسْتَرْضِعًا فِي بَنِي سَعْدٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ، وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ، وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا، رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ. فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ. فَاتَّقُوْا اللهِ فِي النِّسَاءِ. فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللهِ، وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ. وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَداً تَكْرَهُونَهُ. فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْباً غَيْرَ مُبَرِّحٍ. وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ. وَقَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ. كِتَابُ اللهِ. وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّي. فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟

"Sesungguhnya darah dan harta kalian haram atas kalian seperti keharaman hari ini, bulan ini dan negeri kalian ini. Ketahuilah sesungguhnya segala macam perbuatan Jahiliyah (yang telah lalu pada masa Jahiliyyah) di bawah kedua telapak kakiku telah dilupakan (tidak dihukum). Darah (pembunuhan) Jahiliyyah (yang telah lalu pada masa Jahiliyah) telah dilupakan (tidak dihukum). Darah (pembunuhan) pertama yang dilupakan (tidak dihukum) dari darah-darah kita adalah darah Ibnu Rabi’ah bin al-Harits, ia disusukan di Bani Sa’ad, lalu dibunuh oleh Hudzail. Riba Jahiliyyah (yang telah lalu pada masa Jahiliyyah) telah dilupakan. Riba petama yang dilupakan (tidak dihukum) adalah riba kita, riba ‘Abbas bin ‘Abdil Muththalib. Semuanya dilupakan (tidak dihukum). Bertakwalah kepada Allah mengenai (hak-hak) wanita, sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanah dari Allah dan kemaluan mereka menjadi halal bagimu dengan kalimat (ijab kabul yang diperintahkan oleh) Allah. Hakmu atas mereka adalah mereka tidak boleh mengizinkan orang yang kalian benci menginjakkan kaki di rumah kalian, apabila mereka mengerjakan hal ini pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti. Hak mereka yang menjadi kewajibanmu adalah memberi mereka nafkah dan pakaian yang pantas. Aku telah meninggal-kan di tengah-tengah kalian sesuatu yang apabila kalian ber-pegang teguh kepadanya kalian tidak akan tersesat; Kitabul-lah. Dan kalian akan ditanya tentang aku, apakah yang akan kalian katakan?’

Para Sahabat menjawab, ‘Kami bersaksi bahwasanya engkau telah menyampaikan (risalah Rabb-mu), engkau telah menunaikan (amanah) dan telah menasehati (umat).’ Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda sambil mengacungkan telunjuk ke langit kemudian mengarahkannya ke khalayak:

اَللَّهُمَّ اشْهَدْ، اللَّهُمَّ اشْهَدْ. ثَلاَثَ مَرَّاتٍ.

‘Ya Allah saksikanlah, ya Allah saksikanlah.’ Beliau mengucapkannya tiga kali.







Mekah


Setelah adzan dan iqamat beliau shalat Zhuhur, kemudian iqamat dan shalat ‘Ashar (qashar dengan jamak taqdim). Beliau tidak melakukan shalat apa pun lagi di antara keduanya. Lalu beliau menaiki kendaraan menuju ke tempat wukuf. Beliau merapatkan perut untanya al-Qashwa ke batu-batu besar. Beliau berhenti di jalan besar dan menghadap kiblat. Beliau terus wukuf hingga matahari terbenam, rona kuning sedikit demi sedikit mulai menghilang dan matahari benar-benar tenggelam. Beliau membonceng Usamah di belakang, kemudian mulai bertolak. Beliau mengencangkan kendali untanya sampai-sampai kepala unta itu menyentuh tempat duduk kendaraan. Beliau memberi isyarat dengan tangan kanannya sambil bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ، اَلسَّكِيْنَةُ، اَلسَّكِينَةُ.

“Wahai sekalian manusia, tetaplah tenang, tetaplah tenang.”

Beliau mengendorkan tali kekang untanya sedikit demi sedikit hingga unta itu dapat berjalan mendaki. Setibanya di Muzdalifah beliau shalat Maghrib dan ‘Isya’ dengan satu kali adzan dan dua kali iqamat (qashar dengan jamak ta’khir), beliau tidak membaca tasbih apa pun di antara keduanya. Kemudian beliau berbaring hingga fajar terbit. Beliau shalat Shubuh ketika waktu Shubuh sudah tampak jelas dengan sekali adzan dan iqamat.

Setelah itu beliau berangkat dengan untanya, al-Qashwa hingga ketika sampai di Masy’aril Haram beliau menghadap Kiblat, lalu membaca do’a, takbir dan tahlil kepada Allah. Beliau tetap berada di situ hingga terang benderang, lalu beliau bertolak sebelum matahari tebit. Beliau membonceng al-Fadhl bin ‘Abbas, dia adalah seorang laki-laki yang mempunyai rambut yang indah, berkulit putih dan tampan. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertolak lewatlah sejumlah wanita. Al-Fadhl memandangi mereka, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun menutupi wajah al-Fadhl dengan tangannya. Al-Fadhl memalingkan mukanya ke arah lain untuk memandang mereka, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun memindahkan tangannya dari tempat tadi ke muka al-Fadhl ke arah yang ia memalingkan wajahnya hingga sampailah mereka di lembah al-Muhassir. Di situ Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mempercepat kendaraannya sedikit dan memilih jalan tengah yang keluar menuju Jumrah Kubra.

Setibanya di Jumrah dekat pohon, beliau melempar tujuh kali dengan batu-batu kecil, di setiap lemparan beliau bertakbir, setiap biji batu ukurannya sebesar kelingking [1]. Beliau melempar dari tengah-tengah lembah itu. Kemudian beliau menuju tempat penyembelihan, beliau menyembelih enam puluh tiga hewan sem-belihan dengan tangannya sendiri, setelah itu beliau memberi sisanya kepada ‘Ali dan beliau menyertakan ‘Ali dalam sembelihan tersebut. Beliau kemudian memerintahkan agar mengambil sedikit dari setiap hewan-hewan sembelihan itu, kemudian dimasukkan dalam satu panci dan dimasak. Mereka berdua pun makan daging tersebut dan minum kuahnya.

Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menaiki kendaraan menuju Baitullah (Ka’bah) untuk thawaf Ifadhah dan beliau shalat Zhuhur di Makkah. Beliau juga mendatangi Bani ‘Abdil Muththalib yang tengah memberi air minum dari air zamzam dan bersabda:

اِنْزِعُوْا، بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَوْلاَ أَنْ يَغْلِبَكُمُ النَّاسُ عَلَى سِقَايَتِكُمْ لَنَزَعْتُ مَعَكُمْ.

"Timbalah air, wahai Bani ‘Abdil Muththalib, seandainya aku tidak khawatir manusia akan mengalahkan kalian dalam usaha mengambil air ini niscaya aku akan ikut mengambil air bersama kalian."

Mereka pun menyodorkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam setimba air dan beliau pun meminum air tersebut.”

Berkata Imam an-Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahiih Muslim (VIII/170), “Ini adalah hadits yang mulia, mengandung beberapa pelajaran dan kaidah-kaidah penting yang berharga. Berkata al-Qa-dhi, ‘Para ulama telah banyak memperbincangkan kandungan fi-qih hadits ini. Dari hadits ini Abu Bakar al-Mundziri telah menulis satu juz kitab tebal, dan beliau telah mengambil dari hadits ini seratus lima puluh sekian macam hukum fiqh, seandainya didalami lagi niscaya akan lebih sedikit dari jumlah tersebut.’”

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Berkata Imam Muslim dalam kitab Syarh Shahiih Muslim (VIII/191), “Ada-pun perkataan beliau, ‘Beliau melempar tujuh kali dengan batu-batu kecil, di setiap lemparan beliau bertakbir, setiap biji batu sebesar kelingking.’ Se-perti inilah yang ada dalam naskah, demikian pula apa yang dibawakan oleh Al-Qadhi ‘Iyadh dari sebagian besar naskah, beliau berkata, ‘Yang benar sebesar kelingking,’ beliau juga berkata, ‘Demikian pula yang diriwayatkan oleh selain Imam Muslim dan sebagian perawi Imam Muslim.’ Inilah per-kataan Al-Qodhi.”

Aku berkata, “Benar, lafazh yang ada di naskah naskah selian lafadz Imam Mulim seperti itu. Bahkan (lafazh) lainnya tidaklah memiliki kedudukan dan perkataan ini tidak akan sempurna kecuali dengan lafazh seperti ini. Sabda beliau “sebesar kelingking,” sebagai catatan bagi Al-hashayaat (batu-batu kecil), maksudnya: “Beliau melempar tujuh kali dengan batu-batu ke-cil sebesar kelingking, di setiap lemparan beliau bertakbir.” Perkataan: “Se-besar kelingking” bersambung dengan al-hashayaat, dan disisihi di antara keduanya kalimat pernyataan “di setiap lemparan beliau bertakbir.” Inilah yang benar, wallahu ta’aala a’lam.


Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilali



Saudara-saudara, saudara-saudara yang tercinta ! Sesungguhnya ini betul-betul merupakan pertemuan mulia. Yaitu pada hari yang diberkahi ini, hari sayidul Ayyam, hari Jum'at, kami bertemu dengan saudara-saudara kami. Kami dikumpulkan dengan mereka oleh manhaj sunni salafi, manhaj yang mempersatukan dan tidak memecah belah, manhaj yang memperpadukan hati dan tidak menjadikannya berselisih.

Oleh karena itu manhaj ini adalah manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Ahlus Sunnah, tidak mempunyai nama lain yang menjadikan mereka menonjol kecuali sunnah, tidak mempunyai bentuk lain yang menyebabkan mereka dikenal kecuali sunnah, dan .... (ada kata-kata yang terhapus..) kecuali dengan sunnah.

Hati-hati mereka bersatu di atas sunnah, hati-hati mereka mencintai sunnah. Mereka berjanji untuk membela sunnah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ya, wahai saudara-sauadaraku, sesungguhnya kita berada di zaman asing. Ya, wahai saudara-saudara yang kucintai, sesungguhnya kita berada di zaman yang dekat, akan tetapi perkara itu tidak akan (dapat) berkata ....

Sesungguhnya Islam pasti datang ... datang... dan datang. Islam pasti tersebar .... tersebar ... dan tersebar, seperti telah diberitakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan telah dijanjikan di dalam Kitab-Nya, dan juga telah dijanjikan di dalam sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mutawatir.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

"Dialah Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai" [at-Taubah/9 : 33]

Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta'ala menetapkan dalam Kitab-Nya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti memenangkan agama-Nya, pasti membenarkan nabi-Nya, pasti memenangkan golongan-Nya dan pasti akan menjadikan orang yang berjalan pada manhaj Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Khalifah/penguasa.

Sesungguhnya Islam dimasa mendatang adalah Islam Sunni. Sesungguhnya Islam yang akan datang adalah Islam Salafi. Sesungguhnya tegaknya kekhalifahan dan kemenangan yang kita tunggu-tunggu dan terus kita dengungkan, adalah kemenangan yang terjadi melalui tangan-tangan orang-orang itu, generasi-generasi orang-orang itu, generasi yang beriman kepada Kitab Allah Azza wa Jalla, dan beriman kepada sunnah yang sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah, sesuai dengan pemahaman Abu Bakar Radhiyallahu anhu, sesuai dengan pemahaman Umar Radhiyallahu anhu, sesuai dengan pemahaman Utsman Radhiyallahu anhu, sesuai dengan pemahaman Ali Radhiyallahu anhu dan sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain.

Renungkanlah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang berderajat hasan, yaitu hadits Hudzaifah, dimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memeberitakan .... maka Nabi bersabda :

تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ

"Adalah di tengah-tengah kamu (masa) kenabian sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Kemudian akan ada (masa) khilafah Rasyidah yang berjalan berdasarkan Minhaj (jalan) kenabian sampai pada (masa) yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Setelah itu akan ada kerajaan yang menggigit dengan kuat (berpegang pada sunnah) hingga pada waktu yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Sesudah itu akan ada kerajaan yang sewenang-wenang sampai pada waktu yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Kemudian akan ada Khilafah Rasyidah yang berjalan berdasarkan Minhaj (jalan) kenabian. Setelah itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diam" [Hadits Riwayat Ahmad, Lihat Silsilah Shahihah No. 5]

Ya, demikianlah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan tahapan-tahapan yang dilalui umat ini. Tahap kenabian, dan ini sudah berlalu dengan kematian nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian (tahap) khilafah yang berjalan berdasarkan sunnah Nabi, berjalan berdasarkan manhaj Nabi dan melangkah mengikuti langkah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Itulah dia Khilafah Rasyidah yang berjalan sesuai dengan minhaj kenabian. Itulah dia Khilafah Abu Bakar Radhiyallahu anhu, Khilafah Umar Radhiyallahu anhu, Khilafah Utsman Radhiyallahu dan Khilafah Ali Radhiyallahu anhu. Kemudian berputarlah roda Islam, lalu Allah Azza wa Jalla memberikan kerajaan (kekuasaan)-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan saat itu adalah kerajaan yang menggigit (berpegang) kuat (pada sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam). Setelah itu berputar lagi roda Islam, maka berganti dengan kerajaan-kerajaan yang sewenang-wenang. Sementara roda Islam akan terus berputar, dan kemudian akan ada Khilafah Rasyidah yang berjalan sesuai dengan minhaj kenabian.

Renungkanlah, Khilafah Rasyidah yang akan ada di akhir zaman, persis seperti dengan Khilafah yang ada di awal zaman. Itulah dia Khilafah yang ditegakkan oleh orang-orang yang berada pada manhaj para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.






Wilayah Arab Saudi

Bergembiralah anda sekalian, demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, sesungguhnya saya melihat terbitnya fajar baru bagi dakwah ini, dakwah Salafiyah yang penuh berkah. Betapapun berbagai golongan melakukan tipudaya terhadapnya. Sekalipun berbagai firqah berupaya menerkamnya, mereka ingin menggulungnya. Tetapi Allah Azza wa Jalla (niscaya) akan melaksanakan apa yang menjadi keputusan-Nya, namun kebanyakan manusia tidak mengetahui. Sesunguhnya dakwah Salafiyah adalah dakwah yang dijaga oleh Allah Azza wa Jalla dan Allah Azza wa Jalla berjanji akan menolongnya. Akan tetapi kita seharusnya menjadi tentara dakwah salafiyah ini, tentara yang memenuhi seruan dakwah salafiyah. Kita (harus) memahami dakwah ini sebagaimana para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memahaminya. Kita melaksanakan dakwah ini sebagaimana para Salafus Shalih melaksanakannya. Kita (sepenuhnya) percaya, seperti kepercayaan kita terhadap agama (Islam) bahwa masa depan (yang gemilang -pent) akan diraih oleh dakwah Salafiyah, sebab dakwah salafiyah adalah agama (Islam) itu sendiri.

Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku tercinta, yang diharapkan dari anda sekalian adalah hendaknya anda sekalian menjadi singa-singa sunnah di negeri ini. Hendaknya anda sekalian menjadi macan-macan faham as-Salafus Shalih di negeri ini. Anda angkat kepala anda tinggi-tinggi, angkat suara anda keras-keras untuk (menyuarakan) dakwah menuju Kitab, Sunnah dan pemahaman Salaful Ummah. Jangan terperdaya oleh banyaknya orang-orang binasa. Dan jangan pula menjadi sedih karena sedikitnya orang-orang yang menempuh (jalan kebenaran). Sebagaimana dikatakan oleh al-Fudhail bin Iyadh :

"Kamu harus berpegang pada jalan-jalan petunjuk sekalipun sedikit jumlah penempuhnya. Dan jangan sekali-kali kamu menempuh jalan-jalan kesesatan sekalipun banyak jumlah orang-orang yang binasa menempuhnya".

Sesungguhnya, apabila jumlah yang banyak, berpegang pada Kitab Allah dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta pemahaman as-Salafus Shalih, sesungguhnya jumlah itu adalah kelompok yang selamat, firqah yang pasti akan diberi kemenangan dan golongan yang melalui tangan-tangan mereka akan terwujud kejayaan Islam.

Saya berharap agar Allah Azza wa Jalla memberikan taufiq kepadaku dan kepada anda semua untuk berjalan menempuh manhaj yang benar ini. (Saya juga berharap kepada Allah Azza wa Jalla) apabila saya lupa -tetapi saya tidak lupa- untuk mengarahkan rasa terima kasih saya, dan saya tambahkan suara saya pada suara saudara saya yang tercinta Syaikh Ali (bin Hasan) -hafidzahullah- bahwa saya berterima kasih kepada para pengampu Ma'had Diniyah al-Irsyad di Surabaya, terutama al-akh Syaikh yang mulia Abdur Rahman at-Tamimi[2].

Saya memohon kepada Allah agar Dia memberikan kesempurnaan kepada kami, kepadanya (Abdur Rahman at-Tamimi) dan kepada anda sekalian (dalam berpegang pada) al-Qur'an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah. Juga agar Allah Azza wa Jalla memantapkan kita dijalan kebenaran ini hingga kita menemui-Nya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H 2001M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Diambil dari kata sambutan Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilali, murid kepercayaan Syaikh Muhaddits Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, dalam acara Ad-Daurah asy-Syariyah fi al-Masa'il al-'Aqadiyah wa al-Manhajiyah, yang diselenggarakan di Ma'had Ali al-Irsyad Surabaya tanggal 15-18 Dzul Qa'dah 1421H, yang diprakarsai oleh Al-Ustadz Abdur Rahman at-Tamimi dan Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, dibantu oleh beberapa da'i salafi lainnya. Alhamdulillah daurah tersebut dihadiri dan diikuti tidak kurang dari empat ratusan da'i salafi dan penuntut ilmu di Indonesia.

[2]. Ustadz Abdur Rahman at-Tamimi adalah termasuk salah satu Panitia dan juga bertindak sebagai tuan rumah Daurah asy-Syar'iyah fi al-Masa'il al-'Aqadiyah wa al-Manhajiyah, yang diselenggarakan tanggal 15-18 Dzul Qa'dah 1421 (Bersambung)

No comments:

Post a Comment