!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, September 12, 2014

Perjalanan yang belum selesai (71)



Mayjen. Abdulaziz Al-Asouli
Perjalanan yang belum selesai (71)

(Bagian ke tujuh puluh satu, Depok,Jawa Barat,Indonesia, 13 September 2014, 06.14 WIB)

Dalam upaya melancarkan jalannya ibadah haji pemerintah Arab Saudi memperketat masuknya para peziarah haji illegal dan akan menhukum dan member denda bagi para jamaah haji, baik asal luar negeri, maupun dalam negeri yang masuk kota Mekah pada musim haji tanpa visa haji (tanpa ijin) akan disidik jarinya sebelum dihukum denda atau penjara.
Peziarah tanpa izin untuk diambil sidik jarinya dan dihukum
Peziarah lokal yang tertangkap bepergian ke Makkah tanpa izin haji  akan diambil sidik jarinya dan dikirim kembali ke kota-kota lokal mereka menanti keputusan hukuman yang ketat, kata Kepala Kepolisan Mekah

"Ekspatriat tanpa izin dapat dideportasi karena melanggar aturan Arab Saudi dan akan didenda," Mayjen. Abdulaziz Al-Asouli, kepala polisi Makkah, mengatakan kepada Arab News.
Ini adalah tahun pertama aturan ini akan berlaku, katanya.

Sekitar 15.000 peziarah tertangkap dan dilarang masuk ke Makkah tahun lalu.
"Kampanye inspeksi Haji telah diintensifkan untuk melindungi hak-hak jamaah yang masuk dengan  izin (visa Haji)," kata Al-Asouli. "Kepolisian Daerah bertekad untuk memastikan bahwa jamaah yang terkena hukuman dapat mengganggu perjalanan mereka."

Dia mengatakan kepada Arab News bahwa pasukan polisi akan melakukan segala upaya untuk menghentikan para peziarah ilegal yang masuk ke kota suci Mekah tanpa visa Haji selama musim haji.

"Kita mengerahkan pasukan lebih sekitar tempat-tempat suci di Makkah selama musim haji untuk melakukan pemeriksaan acak," katanya.

"Jeddah digunakan untuk menjadi pintu untuk penyelundupan di peziarah ilegal sebelum menuju Makkah selama musim haji, tapi kini penjagaan telah diperketat berubah secara dramatis sejak tahun lalu berkat  pasukan keamanan." Al-Asouli juga mengatakan bahwa jalan menuju Makkah dari Madinah, Taif dan Jeddah akan berada di bawah pengawasan yang ketat.

"Pasukan keamanan telah dikerahkan state-of-the-art teknologi untuk mendeteksi penyusup," katanya. "Polisi di Makkah sampai kini belum menangkap siapa pun dalam musim haji tahun ini."
Kepala polisi juga mengatakan bahwa tim keamanan juga mampu mendeteksi dan menangkap penjahat dalam waktu singkat.

"Pasukan kami berhasil memecahkan kasus SR1.7 juta perampokan yang terjadi di Hail street," katanya. "Polisi menangkap lima tersangka, yang mengakui kejahatan mereka."
"Kejahatan di Jeddah sebagian besar  terkait perampokan (Pencopetan)," katanya. "Kami menyarankan warga untuk tidak membawa uang tunai dalam jumlah besar dan disarankan menggunakan fasilitas perbankan sebagai gantinya."

"Polisi sedang bekerja untuk mengusut tersangka yang menyimpan sejumlah besar uang tunai ke rekening bank mereka.

Sunah-Sunah Haji


Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


Haji Adalah Salah Satu Ibadah dari Sekian Banyak Ibadah, Mempunyai Rukun, Hal-Hal yang× Wajib dan Hal-Hal yang Sunnah

I. Sunah-Sunnah Haji

A. Sunah-Sunnah Ihram:
1. Mandi ketika ihram
Berdasarkan hadits× Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengganti pakaiannya untuk ihram lalu mandi.[1]

2. Memakai minyak wangi di badan sebelum ihram
Berdasarkan hadits ‘Aisyah ia berkata, “Aku pernah memberi wewangian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk ihramnya sebelum berihram dan untuk tahallulnya sebelum melakukan thawaf di Ka’bah.” [2]

3. Berihram dengan kain ihram (baik yang atas maupun yang bawah) yang berwarna putih
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berangkat dari× Madinah setelah beliau menyisir rambut dan memakai minyak, lalu beliau dan para× Sahabat memakai rida’ dan izar (kain ihram yang atas dan yang bawah).

Adapun disunnahkannya yang berwarna putih berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اِلْبَسُوْا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضِّ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَاكُمْ.

“Pakailah pakaianmu yang putih, sesungguhnya pakaian yang putih adalah pakaianmu yang terbaik dan kafankanlah orang-orang yang wafat di antara kalian dengannya.” [3]

4. Shalat di lembah ‘Aqiq bagi orang yang melewatinya
Berdasarkan hadits ‘Umar, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di lembah ‘Aqiq:

أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَالَ: صَلِّ فِي هَذَا الْوَادِي الْمُبَارَكِ، وَقُلْ: عُمْرَةٌ فِي حَجَّةٍ

"Tadi malam, telah datang kepadaku utusan Rabb-ku dan berkata, ‘Shalatlah di lembah yang diberkahi ini dan katakan (niatkan) umrah dalam haji.’”

5. Mengangkat suara ketika membaca talbiyah
Berdasarkan hadits as-Saib bin× Khalladi, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَتَانِي جِبْرِيْلُ فَأَمَرَنِي أَنْ آمُرَ أَصْحَابِي أَنْ يَرْفَعُوْا أَصْوَاتَهُمْ بِاْلإِهْلاَلِ أَوِ التَّلْبِيَةِ.

“Telah datang kepadaku× Jibril dan memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan para× Sahabatku supaya mereka mengeraskan suara mereka ketika membaca talbiyah.” [4]

Oleh karena itu, dulu para× Rasulullah berteriak. Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Dulu ketika Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berihram suara mereka telah parau sebelum mencapai Rauha.” [5]

6.Bertahmid, bertasbih dan bertakbir sebelum mulai ihram
Berdasarkan hadits× Anas, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat× Zhuhur empat raka’at di× Madinah sedangkan kami bersama beliau, dan beliau shalat ‘Ashar di× Hulaifah dua raka’at, beliau menginap di sana sampai pagi, lalu menaiki kendaraan hingga sampai di× Baidha, kemudian beliau memuji× Allah bertasbih dan bertakbir, lalu beliau berihram untuk haji dan umrah.” [6]

7. Berihram menghadap Kiblat
Berdasarkan hadits Nafi’, ia berkata, “Dahulu ketika Ibnu ‘Umar selesai melaksanakan shalat× Shubuh di Dzul Hulaifah, ia memerintahkan agar rombongan mulai berjalan. Maka rombongan pun berjalan, lalu ia naik ke kendaraan. Ketika rombongan telah sama rata, ia berdiri menghadap× Kiblat dan bertalbiyah... Ia mengi-ra dengan pasti bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan hal ini.” [7]

B. Sunnah-Sunnah Ketika Masuk Kota Makkah:
8, 9, 10. Menginap di× Thuwa, mandi untuk memasuki kota× Makkah dan masuk kota× Makkah pada siang hari
Dari Nafi’, ia berkata, “Dahulu ketika Ibnu ‘Umar telah dekat dengan kota× Makkah, ia menghentikan talbiyah, kemudian beliau menginap di× Thuwa, shalat Subuh di sana dan mandi. Beliau mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan hal ini.” [8]

11. Memasuki kota× Makkah dari ats-Tsaniyah al-‘Ulya (jalan atas)
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Dulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki kota× Makkah dari ats-Tsaniyah al-‘ulya (jalan atas) dan keluar dari ats-Tsaniyah as-Sufla (jalan bawah).”[9]

12. Mendahulukan kaki kanan ketika masuk ke dalam masjid haram dan membaca:

أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ، اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.

“Aku berlindung kepada× Mahaagung, dengan wajah-Nya Yang Mahamulia dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari syaitan yang terkutuk. Dengan Nama Allah dan semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Muhammad, Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.” [10]

13. Mengangkat tangan ketika melihat Ka’bah
Apabila ia melihat Ka’bah, mengangkat tangan jika mau, karena hal ini benar shahih dari Ibnu ‘Abbas [11]. Kemudian berdo’a dengan do’a yang mudah dan apabila ia mau berdoa dengan do’anya Umar juga baik, sebab do’a ini pun shahih dari ‘Umar. Do’a beliau:

اَللّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ.

“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan dan dari-Mu keselamatan, serta hidupkanlah kami, wahai× Rabb kami dengan keselamatan.”[12]

C. Sunah-Sunnah Thawaf
14. Al-Idhthiba’
Yaitu memasukkan tengah-tengah kain ihram di bawah ketiak kanan dan menyelempangkan ujungnya di pundak kiri sehingga pundak kanan terbuka, berdasarkan hadits Ya’la bin× Umayyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf dengan idhthiba’.” [13]







Kota Mekah


15. Mengusap Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika tiba di× Makkah mengusap Hajar Aswad di awal thawaf, beliau thawaf sambil berlari-lari kecil di tiga putaran pertama dari tujuh putaran thawaf.” [14]

16. Mencium Hajar Aswad
Berdasarkan hadits× Zaid bin Aslam dari ayahnya, ia berkata, “Aku melihat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu mencium Hajar As-wad dan berkata, “Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.” [15]

17. Sujud di atas Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku melihat ‘Umar bin al-Khaththab mencium× Aswad lalu sujud di atasnya kemudian ia kembali menciumnya dan sujud di atasnya, kemudian ia berkata, ‘Beginilah aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.’” [16]

18. Bertakbir setiap melewati Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf mengelilingi Ka’bah di atas untanya, setiap beliau melewati× Aswad beliau memberi isyarat dengan sesuatu yang ada pada beliau kemudian bertakbir.” [17]

19. Berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama thawaf yang pertama kali (thawaf qudum)
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika thawaf mengitari Ka’bah, thawaf yang pertama kali, beliau berlari-lari kecil tiga putaran dan berjalan empat putaran, dimulai dari× Aswad dan berakhir kembali di Hajar Aswad.”[18]

20. Mengusap rukun Yamani
Berdasarkan hadits× Umar, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap Ka’bah kecuali dua rukun Yamani (rukun Yamani dan Hajar Aswad).” [19]

21. Berdo’a di antara dua rukun (rukun Yamani dan Hajar Aswad) dengan do’a sebagai berikut:

رَبَّنَآ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa Neraka.”[20]

22. Shalat dua raka’at di belakang maqam× Ibrahim setelah thawaf
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Setelah tiba, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali, kemudian beliau shalat dua rakaat di belakang maqam× Ibrahim dan sa’i antara× Shafa dan Marwah.” Selanjutnya beliau berkata:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ.

“Sesungguhnya pada diri× Rasulullah itu terdapat contoh yang baik bagimu.” [21]

23. Sebelum shalat di belakang Maqam Ibrahim membaca:

وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّىٰ.

“Dan jadikanlah sebagian maqam× Ibrahim itu tempat shalat.”

Kemudian membaca dalam shalat dua raka’at itu surat al-Ikhlash dan surat al-Kaafirun, berdasarkan hadits× Jabir bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau sampai di maqam× Alaihissallam beliau membaca:

وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصَلًّىٰ.

“Dan jadikanlah sebagian maqam× Ibrahim itu tempat shalat.”

Lalu beliau shalat dua raka’at, beliau membaca dalam shalat dua raka’at itu { قُلْ هُوَ اللّهُ أَحَدٌ} dan{قُلْ يا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ}.

24. Iltizam tempat di antara× Aswad dan pintu Ka’bah dengan cara menempelkan dada, wajah dan lengannya pada Ka’bah
Berdasarkan hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, “Aku pernah thawaf bersama ‘Abdullah bin ‘Amr, ketika kami telah selesai dari tujuh putaran tersebut kami shalat di belakang Ka’bah. Lalu aku bertanya, ‘Apakah engkau tidak memohon perlindungan kepada Allah?’ Ia menjawab, ‘Aku berlindung kepada× Allah dari api Neraka.’”

Berkata (perawi), “Setelah itu ia pergi dan mengusap× Aswad. Lalu beliau berdiri di antara× Aswad dan pintu Ka’bah, beliau menempelkan dada, tangannya dan pipinya ke dinding Ka’bah, kemudian berkata, ‘Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan hal ini.’”[22]

25. Minum air zamzam dan mencuci kepala dengannya
Berdasarkan hadits× Jabir bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan hal tersebut.

D. Sunnah-Sunnah Sa’i:
26. Mengusap Hajar Aswad (seperti yang telah lalu)
27. Membaca:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

“Sesungguhnya Shafaa dan× Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke× Baitullaah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i di antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu ke-bajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya× Mahamen syukuri kebaikan lagi Mahamengetahui.” [Al-Baqarah: 158]

Kemudian membaca:

نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ.

“Kami mulai dengan apa yang dimulai oleh Allah.”

Bacaan ini dibaca setelah dekat dengan× Shafa ketika mau melakukan sa’i.[23]

28. Berdo’a di Shafa
Ketika berada di× Shafa, menghadap Kiblat dan membaca:

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ.

“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain× Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan, bagi-Nya segala puji dan× Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain× Allah semata. Yang melaksanakan janji-Nya, membela hamba-Nya (Muhammad) dan mengalahkan golongan musuh sendirian.”

29. Berlari-lari kecil dengan sungguh-sungguh antara dua tanda hijau
30. Ketika berada di× Marwah mengerjakan seperti apa yang dilakukan di× Shafa, baik menghadap Kiblat, bertakbir maupun berdo’a





Lokasi Mekah


E. Sunnah-Sunnah Ketika Keluar dari Mina:
31. Ihram untuk haji pada hari× Tarwiyah dari tempat tinggal masing-masing •
32. Shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, dan ‘Isya' di× Mina pada hari Tarwiyah, serta menginap di sana hingga shalat× Shubuh dan matahari telah terbit
33. Pada hari ‘Arafah, menjamak shalat× Zhuhur dan ‘Ashar di Namirah
34. Tidak meninggalkan ‘Arafah sebelum matahari tenggelam.

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii× Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]

Rukun-Rukun Haji, Hal-Hal Yang Diwajibkan Dalam Haji


Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


Haji Adalah Salah Satu Ibadah dari Sekian Banyak Ibadah, Mempunyai Rukun, Hal-Hal yang Wajib dan Hal-Hal yang Sunnah

II. Rukun-Rukun Haji
1. Niat
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus...” [Al-Bayyinah: 5]

Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ.

“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya.” [1]

2. Wukuf di ‘Arafah
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

اَلْحَجُّ عَرَفَةُ.

“Haji adalah wukuf di ‘Arafah.” [2]

Juga berdasarkan hadits ath-Tha-i, ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di Muzdalifah ketika beliau keluar untuk shalat, aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, aku datang dari gunung kembar Thaya, tungganganku telah kubuat lemah, dan diriku juga telah lelah, demi Allah aku tidak meninggalkan satu gunung pun kecuali aku berhenti di sana, apakah aku mendapatkan haji?’ Beliau menjawab.

مَنْ شَهِدَ صَلاتَنَا هَذِهِ وَوَقَفَ مَعَنَا حَتَّى نَدْفَعَ وَقَدْ وَقَفَ بِعَرَفَةَ قَبْلَ ذَلِكَ لَيْلاً أَوْ نَهَارًا فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ وَقَضَى تَفَثَهُ.

“Barangsiapa yang mengikuti shalat kami (di Muzdalifah) lalu bermalam bersama kami hingga kami berangkat, dan sebelum itu dia benar-benar telah wukuf di ‘Arafah pada malam atau siang hari, maka hajinya telah sempurna dan ia telah menghilangkan kotorannya.”[3]

3. Menginap di Muzdalifah sampai terbit fajar dan shalat Shubuh di sana
Berdasarkan sabda beliau kepada ‘Urwah pada hadits tadi, “Barangsiapa yang mengikuti shalat kami (di Muzdalifah), lalu bermalam bersama kami hingga kami berangkat, dan sebelum itu dia benar-benar telah wukuf di ‘Arafah pada malam atau siang hari, maka hajinya telah sempurna dan ia telah menghilangkan kotorannya.” [4]

4. Thawaf Ifadhah
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“...Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” [Al-Hajj: 29]

Dan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Shafiyah binti Huyay mengalami haidh setelah merampungkan thawaf Ifadhah.” Lalu ia berkata lagi, “Kemudian hal tersebut aku beritahukan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau pun bersabda, “Apakah ia akan menghalangi kita (untuk pergi)?” “Wahai Rasulullah, ia telah thawaf Ifadhah, ia telah thawaf mengelilingi Ka’bah lalu haidh setelah thawaf Ifadhah,” jawabku. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kalau begitu kita berangkat.”” [5]

Sabda beliau, “Apakah ia akan menghalangi kita (untuk pergi)?” Menunjukkan bahwa thawaf ini harus dikerjakan, thawaf ini dapat menghalangi kepergian orang yang belum melaksanakannya.

5. Sa’i antara Shafa dan Marwah
Berdasarkan sa’inya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sabda beliau:

اِسْعَوْا، إنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ السَّعْيَ.

“Kerjakanlah sa’i, sesungguhnya Allah telah mewajibkan sa’i atas kalian.” [6]

III. Hal-Hal Yang Diwajibkan Dalam Haji
1. Berihram dari miqat-miqat
Yaitu dengan melepas pakaian dan mengenakan pakaian ihram, kemudian niat dengan mengucapkan:

لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ بِعُمْرَةٍ.

“Aku penuhi panggilanmu ya Allah untuk menunaikan ibadah ‘umrah.”

Atau:

لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ حَحَّةً وَعُمْرَةً.

“Aku penuhi panggilanmu ya Allah untuk menunaikan ibadah haji dan umrah.”

2. Bermalam di Mina pada malam hari-hari Tasyriq
Hal ini karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bermalam di sana. Beliau memberi keringanan bagi pengembala unta di Baitullah, mereka melontar pada hari Nahr (hari raya kurban), sehari setelahnya, lalu dua hari setelahnya dan pada hari mereka menyelesaikan ibadah haji (nafar).[7]” Rasulullah memberi keringanan kepada mereka, ini merupakan dalil akan wajibnya hal ini bagi yang lainnya.

3. Melempar jumrah secara tertib
Yaitu dengan melempar jumrah ‘Aqabah pada hari Nahr menggunakan tujuh kerikil, lalu melempar ketiga jumrah pada hari-hari tasyrik setelah matahari tergelincir, setiap jumrah dilempar dengan tujuh kerikil, dimulai dengan jumrah Ula kemudian jumrah Wustha dan diakhiri dengan jumrah ‘Aqabah.

4. Thawaf Wada’
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma: “Telah diperintahkan kepada manusia agar mengakhiri ibadah hajinya dengan thawaf di Baitullah, namun diberi kelonggaran bagi wanita haidh.” [8]

5. Mencukur rambut atau memendekkannya
Mencukur dan memendekkan rambut disyari’atkan, baik dalam al-Qur-an, as-Sunnah maupun ijma’.










Muslim Cina denagan topi haji

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

لَّقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ ۖ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِن شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesunguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut...” [Al-Fath: 27]

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo’a:

اَللّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِيْنَ، قَالُوْا: وَالْمُقَصِّرِينَ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اَللّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِيْنَ، قَالُوْا: وَالْمُقَصِّرِيْنَ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اَللّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِيْنَ، قَالُوْا: وَالْمُقَصِّرِيْنَ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: وَالْمُقَصِّرِيْنَ.

“Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdo’a lagi, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdo’a lagi, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdo’a lagi, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya.”

Jumhur ahli fiqih berselisih pendapat akan hukum mencukur atau memendekkan rambut ini. Sebagian besar dari mereka berpendapat hukumnya wajib, orang yang meninggalkannya wajib membayar dam, sedangkan ahli fiqh madzhab Syafi’i berpendapat mencukur atau memendekkan rambut merupakan salah satu di antara rukun-rukun haji. Faktor yang membuat mereka berselisih pendapat adalah karena tidak adanya dalil yang menguatkan pen-dapat yang pertama maupun yang kedua, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh kami, al-Albani.

Syarat-Syarat Thawaf •
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اَلطَّوَافُ حَوْلَ الْبَيْتِ مِثْلُ الصَّلاَةِ إِلاَّ أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُوْنَ فِيْهِ فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيْهِ فَلاَ يَتَكَلَّمُ إِلاَّ بِخَيْرٍ.

“Thawaf mengelilingi Ka’bah seperti shalat, namun dalam thawaf kalian boleh berbicara. Barangsiapa yang berbicara ketika thawaf hendaklah ia berbicara dengan perkataan yang baik.” [9]

Jika thawaf itu seperti shalat, maka disyaratkan hal-hal sebagai berikut:
1. Suci dari dua hadats (hadats kecil dan besar)
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طُهُورٍ.

“Allah tidak menerima shalat tanpa thaharah (bersuci).” [10]

Juga berdasarkan sabda beliau kepada ‘Aisyah yang haidh pada saat haji:

اِفْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوْفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَغْتَسِلِي.

“Kerjakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang berhaji, hanya saja engkau tidak boleh thawaf di Baitullah sampai engkau mandi (bersih dari haidhmu).” [11]

2. Menutup aurat
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (me-masuki) masjid...” [Al-A’raf: 31].

Dan berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwasanya Abu Bakar ketika haji yang mana dalam haji itu ia diangkat sebagai amir oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebelum haji Wada’, beliau mengutus Abu Hurairah bersama beberapa orang pada hari raya kurban untuk mengumumkan kepada orang-orang. Setelah tahun ini orang musyrik tidak boleh berhaji, dan tidak boleh thawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang. [12]

3. Thawaf sebanyak tujuh putaran sempurna
Hal ini karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf tujuh kali, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu ‘Umar, “Setelah tiba Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tha-waf mengelilingi Ka’bah tujuh kali, kemudian beliau shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim dan sa’i antara Shafa dan Marwah tujuh kali. Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada contoh yang baik bagimu.

Amalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ini merupakan penjelasan dari firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“...Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” [Al-Hajj: 29]

Apabila ia meninggalkan sedikit saja dari tujuh putaran itu, thawafnya tidak sah. Jika ia ragu hendaknya ia mengambil kemungkinan yang paling sedikit agar ia menjadi yakin.

4,5. Memulai dan mengakhiri thawaf di Hajar Aswad dengan menempatkan Ka’bah di sebelah kiri
Berdasarkan hadits Jabir Radhiyallahu anhua: “Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Makkah beliau mendatangi Hajar Aswad dan mengusapnya, kemudian beliau melangkah ke arah kanan, beliau thawaf dengan berlari-lari kecil tiga putaran dan berjalan biasa empat putaran.”

6.Thawaf di luar Ka’bah
Hal ini karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“...Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” [Al-Hajj: 29]

Menunjukkan thawaf harus mengitari seluruh Ka’bah. Seandainya seseorang thawaf dan lewat di dalam Hijir Isma’il, maka thawafnya tidak sah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

اَلْحِجْرُ مِنَ الْبَيْتِ.

“Hijir Isma’il termasuk Ka’bah.”

7. Berturut-turut (tidak terputus)
Hal ini karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf berturut-turut dan beliau bersabda:

خُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ.

“Ambillah dariku manasik hajimu.”

Jika thawaf diputus untuk berwudhu atau menunaikan shalat wajib ketika iqamat sudah dikumandangkan atau untuk istirahat sejenak, maka boleh melanjutkan thawaf (tidak perlu mengulang). Jika diputus lama, maka thawaf diulang lagi dari awal.

Syarat-Syarat Sa’i:
Untuk sahnya amalan sa’i disyaratkan hal-hal sebagai berikut:
1. Hendaknya dilakukan tujuh kali
2. Hendaknya dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah
3. Hendaknya sa’i dilakukan di Mas’a, yaitu jalan yang meng-hubungkan antara Shafa dan Marwah

Berdasarkan amalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau bersabda:

خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُم.

“Ambillah dariku manasik hajimu.”

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M] (Bersambung)

No comments:

Post a Comment