Ini Dua Analisis Penyebab Jatuhnya AirAsia QZ8501
JAKARTA - Sejumlah Analis Penerbangan dalam dan luar
negeri sepakat, jatuhnya Airbus 320-200 AirAsia QZ8501 di perairan Pangkalan
Bun, Kalimantan Tengah pada Minggu (28/12) memang karena cuaca super ekstrem
dan aneh. Tak ada yang bisa dilakukan pilot untuk menyelamatkan 162 orang di
dalamnya...
Analis menggambarkan, AirAsia QZ8501 jatuh dengan turun
secara vertikal seolah-olah didorong oleh tangan raksasa. "Airbus 320-200
itu naik dengan cara yang tidak mungkin dicapai oleh pilot, kemudian tidak
jatuh dari langit seperti pesawat terbang," kata analis penerbangan
Indonesia, Gerry Soejatman kepada Fairfax Media, dan dilansir oleh The Sydney
Morning Herald, Kamis (1/1).
Gerry menjelaskan, pesawat yang sedang dalam perjalanan
Surabaya-Singapura itu terjebak dalam cengkeraman cuaca yang tak bisa
dibayangkan secara umum. "Seperti sepotong logam yang dilemparkan ke
bawah. Ini sangat sulit untuk dipahami, berbatasan di tepi logika,"
ujarnya.
Setelah merangkum bocoran angka kecepatan dan ketinggian
AirAsia QZ8501, Gerry mengatakan bahwa pesawat itu dilengkapi dengan radar mode
S, peralatan relatif baru yang bisa mengirimkan informasi yang lebih
komprehensif, secara real time, dari pesawat ke darat.
Angka bocoran menunjukkan pesawat naik pada tingkat
hampir belum pernah terjadi sebelumnya dari 6000-9000ft per menit. "Dan
Anda tidak bisa melakukannya di ketinggian itu bersama Airbus 320 dengan
tindakan pilot. Yang paling bisa biasanya diharapkan akan 1000-1500 kaki secara
berkelanjutan, dengan sampai 3000 meter di burst," katanya.
Pesawat kemudian jatuh pada tingkat yang lebih luar
biasa: 11.000 kaki per menit dengan lonjakan hingga 24.000 kaki per menit.
Gerry membandingkan, Air France A330 Airbus yang jatuh pada tahun 2009
menewaskan 228 penumpang juga mencapai tingkat pendakian dan keturunan
memusingkan.
"Kita tidak bisa mengesampingkan bahwa data yang
salah, namun data ini berasal dari pesawat itu sendiri, dikirim melalui radar
mode S. Ini misterius," ujarnya.
Sementara ahli penerbangan Australia, Peter Marosszeky,
mengatakan tingkat naik dari 6000 kaki per menit akan menunjukkan peristiwa
memang terjadi dalam cuaca buruk. "Tingkat pendakian adalah domain untuk
jet tempur. Namun itu mungkin karena daerah tropis," katanya.
Dalam kasus Air France, penyelidikan mengungkap bahwa
kesalahan pilot telah diperparah kondisi cuaca yang sulit sehingga terjadi
kecelakaan.
Dalam kasus AirAsia, Kapten Iriyanto, pilot, adalah
mantan pilot Angkatan Udara pilot dan dihormati dengan pengalaman 23.000 jam
terbang pengalaman, Pesawatnya berusia enam tahun dan terakhir telah melalui
perawatan rutin di bulan November.
"Jadi salah satu kemungkinan (penyebab) adalah
updraft yang sangat kuat, diikuti oleh ground draft yang kuat, atau kegagalan
struktural dari pesawat," pungkas Marosszeky. (adk/jpnn)
No comments:
Post a Comment