Wiranto dan Harytanoe |
Mbak Tutut: TPI Akan Berkantor di Taman Mini Indonesia
Indah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Televisi Pendidikan Indonesia
(TPI) kembali kepada pemiliknya yakni Siti Hardiyanti Rukmana setelah
permohonan Peninjauan Kembali PT Berkah ditolak oleh Mahkamah Agung pada 29
Oktober 2014 lalu. Wanita yang akrab disapa Mbak Tutut itu mengatakan TPI akan
berkantor di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
"Untuk kantor TPI akan mengambil tempat kembali di
Taman Mini Indonesia Indah. Kantor yang sejak dulu dipakai TPI," kata Mbak
Tutut di Financial Club, Graha Niaga Sudirman, Jakarta, Jumat (21/11/2014).
Mbak Tutut berharap secepatnya TPI bisa kembali menempati
kantor di Taman Mini Indonesia Indah tersebut. Ia mengaku akan meminta bantuan
pihak berwajib apabila ada pihak tertentu yang berusaha menghalangi TPI
mengambil kantornya tersebut.
"Kalau bisa bulan ini bisa ditempati. Kami akan
minta tolong pihak yang berwajib," tuturnya.
Seperti diberitakan dalam putusan nomor 238 PK/Pdt/2014
meyakinkan TPI milik Mbak Tutut. "Ini perjuangan dari kami yang sudah
sekian lama dan kami dapatkan hak kembali. Terima kasih yang telah membantu doa
sehingga kami tegar dan dapat kembali ke masyarakat untuk bersiaran," kata
Mbak Tutut.
Mbak Tutut menuturkan, setelah mendapatkan TPI, pihaknya
akan segera melakukan konsolidasi baik ke luar maupun ke dalam untuk melayani
masyarakat. Menurutnya, dengan kembalinya TPI mengudara akan melayani
masyarakat dengan program-program yang mengedepankan pendidikan.
"Kami akan memberikan program-program yang
berpendidikan sebagaimana pesan dari almarhum bapak saya. Beliau berpesan agar
program-program di TPI diisi dengan pendidikan," tuturnya.
MERDEKA.COM. Kuasa hukum PT CTPI sebagai pemilik sah
stasiun televisi TPI yang kini bernama MNC TV, Dedy Kurniadi menilai pernyataan
CEO MNC Grup Hary Tanoesoedibjo soal putusan Mahkamah Agung (MA) menolak
Peninjauan Kembali (PK), tidak tepat.
Dedy menjelaskan, pernyataan yang menyebutkan bahwa MA
harus menunggu putusan BANI (Badan Arbirase Nasional Indonesia) merupakan
pernyataan sesat dan menyesatkan.
"Saya dengar tuntutan Berkah di BANI mencoba
menganulir putusan MA, ini lebih sesat lagi. Perkara No 862 Pdt yang telah
berkekuatan hukum tetap ini dasarnya Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terkait
berbagai perbuatan yang merugikan pihak Mbak Tutut dan bukan semata-mata
gugatan wan prestasi kontraktual," ujarnya dalam siaran pers di Jakarta,
Kamis (14/11).
Dia mengingatkan, Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut)
juga dirugikan karena pemblokiran secara curang dalan sistem administrasi badan
hukum. "Perkara ini juga melibatkan PT Sarana Rekatama Dinamika yang
melibatkan Yohannes Waworuntu terkait pemblokiran secara curang sistem
administrasi badan hukum atau Sisminbakum yang sangat merugikan Mbak Tutut Cs.
Sehingga jelas merupakan kewenangan Peradilan Negeri hingga MA, bukan
kewenangan BANI," tegas dia.
Dedy menegaskan, diakui atau tidak, putusan MA sudah
berlaku. Sebab sudah tercatat di Kementerian Hukum dan HAM sekaligus tercatat
dalam data perizinan penyiaran di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Di
mana pemegang saham dan Direksi PT CTPI sudah kembali atas nama Mbak Tutut dan
Dandi Rukmana. "Silakan saja dicek di dua kementerian tersebut,"
ungkapnya.
Untuk itu dia mengimbau semua pihak menghormati putusan
berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). "Baik putusan kasasi MA
atau putusan penolakan PK oleh MA sudah final dan mengikat (final and binding)
terhadap siapa pun. Saya mengimbau pejabat, akademisi atau politisi tidak mudah
mengeluarkan opini sebelum mendalami permasalahan yang sesungguhnya. Hal ini
untuk menghindari pemanfaatan opini secara keliru," tutup dia.
Seperti diketahui, kemelut di tubuh TPI ini bermula dari
perebutan TPI oleh pihak Hary Tanoesoedibjo (pemilik Grup MNC) dari Mbak Tutut.
Kubu Mbak Tutut menilai ada kejanggalan dalam rapat perubahan anggaran dasar
TPI yang digelar oleh kubu MNC tersebut.
Hingga akhirnya kasus ini menggelinding sampai di MA.
Putusan MA No. 862 K/Pdt/2013 tanggal 2 Oktober 2013 telah memutuskan sah dan
sesuai hukum keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam akta nomor
114 tahun 2005 yang diselenggarakan oleh kubu Mbak Tutut. Hal itu berarti TPI
kembali kepada Mbak Tutut.
Tidak puas dengan putusan MA, pihak Hary Tanoesoedibjo
ajukan PK dan BANI sekaligus untuk materi yang berbeda. Tanggal 29 Oktober 2014
MA memutuskan menolak PK yang diajukan pihak Hary Tanoesoedibjo.
No comments:
Post a Comment