!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, September 13, 2013

Amerika Serikat (AS) mulai memasok senjata mematikan ke militan Tentara Pembebasan Suriah.



Amerika Serikat (AS) mulai memasok senjata mematikan ke militan Tentara Pembebasan Suriah.

 Kelompok oposisi utama Suriah mengatakan Amerika Serikat (AS) mulai memasok senjata mematikan ke militan Tentara Pembebasan Suriah.

Juru bicara koalisi nasional Suriah, Khaled al-Saleh mengatakan Washington mulai menyediakan bantuan militer kepada oposisi setelah mengkonfirmasi senjata tidak jatuh ke pihak yang salah.
Dalam laporan Al-Arabiya, Jumat (13/9), CIA yang mengawasi tugas rahasia militan Suriah, tidak mengomentasi hal tersebut. Pernyataan itu dilontarkan Saleh selama konferensi pers di Washington.

Ketika itu bertepatan juga dengan pengumuman publik pertama bahwa peralatan militer AS seperti senjata dan amunisi mulai masuk medan perang. Sumber pemerintah mengatakan mustahil senjata yang diberikan AS saat ini di tangan oposisi Suriah.
Namun, sumber tersebut tidak menyangkal kemungkinan pemberian bantuan militer tersebut. Pejabat AS membocorkan ke media bahwa CIA mengirimkan senjata ringan dan amunisi melewati Turki dan Yordania.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan Presiden Bashar al Assad menyetujui dekrit antisenjata kimia. Artinya, Suriah secara resmi menyetujui hukum internasional yang melarang penggunaan senjata kimia.

Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon mengatakan PBB menerima surat yang memberitahu Assad telah menandatangani dekrit pelarangan senjata kimia yang berlangsung sejak 1992.

Bahkan, pemerintah Suriah berkomitmen mengemban kewajiban konvensi itu sebelum diberlakukan. PBB, di saat yang sama juga berharap pembicaraan di Jenewa, antara Rusia dan Amerika Serikat (AS) segera menghasilkan perjanjian damai.

Pun, PBB meyakini dunia internasonal akan mendukung dan membantu perjanjian tersebut untuk terealisasi. Pernyataan PBB muncul setelah Assad, dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Suriah, mengaku siap untuk menandatangani aturan dalam konvensi anti senjata kimia.

Assad menjelaskan, dalam wawancara yang dikutip Interfax, bahwa Suriah menempatkan senjata kimia mereka di bawah kontrol internasional karena permintaan Rusia. ''Ancaman AS tak mempengaruhi keputusan ini,'' kata dia seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (13/9).

Ia juga membantah bahwa rezimnya di belakang serangan gas sarin di pinggiran kota Damaskus pada 21 Agustus lalu. Assad juga yakin ada negara-negara tetangga yang memasok senjata kimia bagi para teroris, sebutan Assad untuk oposisi.

Meski Assad telah menyetujui traktat antisenjata kimia, namun pertempuran masih terus berlangsung di Suriah. Aktivis melalui rekaman video memperlihatkan angkatan udara Suriah menyerang rumah sakit yang berada di wilayah Utara yang dikuasai Oposisi.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan langkah Suriah membuktikan itikad baik dari negeri itu. Ia juga menegaskan kembali ini adalah sebuah peringatan keras kepada AS untuk tak menggunakan kekerasan.

Berbicara pada pertemuan puncak kelompok keamanan internasional, Putin menyatakan langkah itu menunjukkan Suriah serius mengikuti keinginan internasional. ''Ini akan menandai langkah serius terhadap penyelesaian krisis Suriah,'' ujar Putin di Bishkek, Kyrgyzstan.

Pasukan pemerintah mengeksekusi setidaknya 248 orang di desa-desa Bayda dan Banias awal tahun ini, kata kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) Jumat meminta Damaskus bertanggung jawab.

Dalam satu laporan, kelompok yang bermarkas di New York itu mengatakan pihaknya menyusun satu daftar nama 248 orang yang dibunuh di dua desa di Provinsi Tartus pada 2 dan 3 Mei itu.

Tetapi laporan itu mengatakan jumlah itu mungkin jauh lebih tinggi, dan menyebut pembunuhan-pembunuhan itu "satu dari eksekusi-eksekusi paling singkat sejak awal konflik di Suriah".

Laporan itu datang saat masyarakat internasional mendiskusikan satu rencana bagi Suriah untuk menyerahkan senjata-senjata kimianya, setelah satu serangan senjata kimia yang menewaskan ratusan orang pada 21 Agustus di pinggiran Damaskus.

HRW mengatakan pembunuhan di Bayda dan Banias mungkin senjata-senjata lain juga digunakan dalam konflik Suriah itu.

"Saat perhatian dunia untuk menjamin pemerintah Suriah tidak lagi menggunakan senjata-senjata kimia terhadap penduduknya, kami tidak dapat melupakan bahwa pasukan pemerintah Suriah telah menggunakan senjata-senjata konvensional untuk membunuh warga-warga sipil," kata direktur HRW untuk Timur Tengah Joe Stork.

Pembunuhan itu tersebar luas dalam media Mei, dengan kelompok pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menyebut jumlah akhir adalah 162 orang tewas di Bayda dan 145 orang dibunuh di Banias.

Kelompok itu mengatakan setidaknya 110.000 orang tewas sejak konflik Suriah dimulai Maret 2011.

Awal pekan ini, para penyelidik PBB mengatakan pasukan Presiden Bashar al-Assad "terus melakukan serangan-serangan yang luas terhadap penduduk sipil, melakukan pembunuhan, penyiksaan dan perkosaan dan penculikan seperti kejahatan terhadap kemanusiaan".

Desa-desa Bayda dan Banias berpenduduk mayoritas Sunni, sementara daerah-daerah sekitar itu banyak dihuni kelompok Alawi-- minoritas agama di mana Bashar adalah anggotanya.

Pembunuhan-pembunuhan itu dikecam oleh pihak oposisi saat itu sebagai satu "pembunuhan sektarian".

HRW mengatakan sebagian besar mereka yang tewas itu dieksekusi setelah militer terlibat pertempuran dengan pasukan pemberontak berakhir.

HRW juga mendokumentasi pengeksekusian setidaknya 23 wanita dan 14 anak-anak termasuk bayi-bayi," kata laporan itu.

HRW mengatakan para saksi mata menyebut pasukan pro-pemerintah membakar puluhan mayat serta membakar dan menjarah rumah-rumah setelah pengeksekusian itu.

HRW mengimbau PBB mengajukan kasus di Suriah ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC) dan menegaskan bahwa Damaskus diminta membantu satu penyelidikan PBB.

"Dewan Keamanan PBB memiliki kesempatan untuk mencegah pembunuhan pada masa depan -- tidak hanya oleh senjata-senjata kimia, tetapi dengan segala cara dan semua pihak -- dengan mengajukan masalah ke ICC," kata Stork.

No comments:

Post a Comment