!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, September 13, 2013

Konvensi Demokrat dapat dikatakan sebuah pertaruhan politik


Konvensi Demokrat dapat dikatakan sebuah pertaruhan politik

 Pakar politik dari UGM Hanta Yuda mengatakan Konvensi Demokrat dapat dikatakan sebuah pertaruhan politik terutama dalam merekrut 11 tokoh yang kini telah resmi menjadi peserta konvensi partai berkuasa.

"Ada pertaruhan politik dan sedikit bentuk keterputusan kaderisasi internal partai. Memang kaderisasi sempat dimulai di awal tapi saat menuju klimaks dalam konteks ini pemilu, para kader internal terbatasi atau tersingkir oleh tokoh-tokoh luar partai," kata Hanta dalam sebuah diskusi di Media Center KPU, Jakarta, Jumat.

Komentar dari Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute tersebut muncul dalam menanggapi banyaknya partai termasuk Demokrat yang berupaya merekrut tokoh di luar partai. Baik untuk keperluan pemilu legislatif ataupun pemilu presiden seperti Konvensi Partai Demokrat.

Menurutnya, terdapat kecenderungan partai melakukan kaderisasi internal. Akan tetapi, di saat mendekati pemilu parpol justru mengambil langkah pragmatis dengan mencomot berbagai tokoh populer.

"Meski begitu, faktor popularitas tidak menjadi penentu utama. Sebagai contoh terjadi pada Pemilu 2009. Saat itu dari sekitar 40 artis yang 'nyaleg' ternyata hanya 18 orang yang benar-benar melenggang ke parlemen," kata dia.

Menurutnya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keterpilihan artis di antaranya adalah integritas dan akseptabilitas.

"Popularitas saja tidak cukup. Maka harus ada faktor pendukung lainnya seperti integritas, elektabilitas dan akseptibilitas."

Hanta memberikan apresiasi bagi PD yang menggelar konvensi lantaran memberikan tempat bagi publik untuk menentukan siapa saja calon yang akan maju dalam pilpres.

"Konvensi merupakan salah satu jalur yang memungkinkan sejumlah orang noninternal partai untuk masuk."

Namun, Hanta juga mengkritisi mekanisme konvensi.

"Tidak ada jaminan Konvensi PD itu akan berlangsung sepanjang periode pemilu. Artinya pelibatan publik dalam menentukan capresnya tidak terjamin akan berulang pada pemilu edisi berikutnya. Selain itu, konvensi memiliki kelemahan terhadap undangan peserta di mana para kontestan yang ikut adalah melalui jalur undangan bukan pendaftaran untuk umum," katanya.

Konvesi yang Terbuka
Dewan Penasihat The Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jeffrie Geovanie sejak jauh-jauh hari justru mengusulkan agar pendaftaran konvensi bersifat terbuka.

Artinya, kata dia, Konvensi Capres itu tidak hanya diikuti kader Demokrat. Dengan begitu, lanjut Jeffrie, tokoh-tokoh alternatif dari generasi baru bisa ikut konvensi.

"Setahu saya Demokrat akan membuat konvensi terbuka. Tentu Demokrat tidak membatasi generasi. Tapi jelas terbuka terhadap generasi baru, yang merupakan generasi pemilih mayoritas," tuturnya.

Ia juga  mengingatkan agar penjaringan capres digelar terbuka dan demokratis."Harapan saya Demokrat terbuka dalam mekanisme dan penetapan hasil akhir dari konvensi ini. Harusnya begitu. Kalau tidak, akan jadi bumerang," kata Jeffrie.

Jeffrie tercatat sebagai pengamat yang pertama kali menyarankan agar partai politik menggelar konvensi untuk menjaring calon presiden. Ia berharap yang menentukan siapa yang menjadi calon presiden di antara peserta konvensi itu adalah rakyat, pemilih pada umumnya.

"Kalau survei pemilih nasional yang menjadi basis dalam mengambil keputusan, maka calon yang ditetapkan akan sangat mencerminkan aspirasi pemilih nasional," jelasnya.

 Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa meminta agar seluruh pejabat negara mundur dari posisinya saat memutuskan ikut dalam Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Hal ini perlu dilakukan agar tugas kenegaraan tidak terbengkalai.

"Kalau masalahnya dipahami publik bahwa tugasnya sudah terganggu, semua pejabat negara mundur untuk ikut dalam konvensi," ujar Saan di Kompleks Parlemen, Jumat (13/9/2013).

Menurut Saan, pejabat negara yang mundur tidak hanya dari kalangan menteri, tetapi juga peserta konvensi yang kini menduduki jabatan di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Selain bisa mengatur waktu, Saan melihat, mundurnya para pejabat negara bisa menghilangkan kekhawatiran adanya penggunaan fasilitas publik.

"Selama ini, publik sangat khawatir pejabat negara menggunakan fasilitas negara untuk menggunakannya dengan fasilitas masing-masing," ucap Saan.

Komite Konvensi sudah menetapkan 11 orang peserta. Mereka yang masih menjadi pejabat negara adalah Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, anggota BPK Ali Masykur Musa, Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang, anggota Komisi I DPR Hayono Isman, dan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal.

Desakan agar para menteri peserta konvensi mundur dari kabinet ini sebelumnya dilontarkan Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan. Dia menilai, sebaiknya para menteri fokus melakukan kampanye. Syarief berpendapat, akan sangat sulit bagi para menteri berkonsentrasi jika harus tetap berkampanye.

"Kalau mau jadi presiden, harus fokus betul. Jadi presiden kan benar-benar luar biasa," kata Syarief di kantor Presiden, Selasa (10/9/2013).

Berdasarkan pengalamannya sebagai menteri, Syarief mengakui beratnya membagi waktu untuk kegiatan di luar kementerian. Sebaliknya, kata dia, Presiden tidak ingin menteri yang maju di pilpres mengganggu tugas di kementerian.

Di tengah ekonomi Indonesia yang sedang tertekan, beberapa nama menteri terkait perekonomian dalam Kabinet Indonesia Bersatu II justru ikut Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Presiden diminta bersikap tegas.

"Di tengah situasi ekonomi yang tak menentu ini, Presiden harus berani beri opsi kepada para menteri peserta konvensi, untuk memilih fokus pada jabatan menteri atau mundur (dari menteri) untuk mengikuti konvensi," ucap Ketua DPP Partai Amanat Nasional Bara Hasibuan, dalam siaran pers, Jumat (13/9/2013).

Bara berpendapat, ikut sertanya beberapa menteri terkait perekonomian dalam konvensi dapat dilihat sebagai sinyalemen ketidaktegasan Presiden. Di tengah situasi ekonomi tertekan dan belum ada tanda-tanda akan berakhir, ujar dia, Presiden seharusnya memastikan tim ekonomi di kabinetnya fokus pada pekerjaan. "Harus ditegaskan komitmen semua menteri untuk menempatkan kepentingan nasional di atas ambisi politik atau tujuan politik," kata dia.

Konvensi Capres Partai Demokrat, yang akan segera dimulai, memasukkan dua nama menteri sebagai peserta. Mereka adalah Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Menteri, tegas Bara, adalah pembantu Presiden dalam implementasi program pemerintah. "Jadi kalau ada satu-dua menteri yang tidak bisa fokus bahkan lalai menjalankan pekerjaannya karena ikut dalam suatu konvensi, itu merupakan tanggung jawab Presiden sebagai atasannya," lanjut dia.

Setiap orang, aku Bara, memang punya hak konstitusional untuk mengikuti pencalonan politik. Namun, hak itu harus dijalankan dengan beretika. Menurut dia, menteri yang punya ambisi menjadi presiden sebaiknya melepas jabatan. "Ini karena semua menteri dituntut bekerja kompak di kabinet, apalagi dalam situasi ekonomi begini. Kalau sudah masing-masing sibuk mempromosikan diri, dikhawatirkan kinerja kabinet akan semakin merosot," pungkas Bara.

Konvensi Capres Partai Demokrat dijadwalkan berlangsung mulai 15 September 2013 hingga akhir Desember 2013. Dalam rentang waktu tersebut akan ada berbagai kegiatan, seperti pengenalan kandidat, wawancara media, dan survei elektabilitas para kandidat yang dilakukan oleh tiga lembaga survei.

Pada awal Januari sampai April 2014, konvensi akan memasuki babak lanjutan. Dalam periode tersebut akan dilakukan wawancara mendalam terhadap para kandidat, dengan melibatkan komite konvensi dan tokoh lain sebagai pewawancara.

Debat antarkandidat juga akan berlangsung pada periode lanjutan itu. Sesudahnya, survei akan kembali digelar untuk menentukan hasil akhir konvensi. Masyarakat diklaim akan punya peran besar dalam menentukan pemenang konvensi, dengan merujuk hasil survei. Semua peserta konvensi pun diwajibkan membuat rekening khusus terkait konvensi, dan dana "kampanye" mereka diklaim berasal dari sumber yang halal.

 Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa yakin pada akhir Desember dan awal tahun 2014 ini akan ada figur baru yang mampu menyaingi elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Jokowi, sebut Saan, tak akan dibiarkan berlari sendiri di sejumlah survei calon presiden yang ada.

“Ini kan Jokowi sudah berada di titik maksimal, tidak akan mungkin dia (Jokowi) dibiarkan berlarian sendiri. Nanti pasti ada yang mengejar. Saya perkirakan pada akhir tahun atau awal tahun 2014 nanti pasti ada,” ujar Saan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (13/9/2013).

Menurut Saan, popularitas calon alternatif yang akan menyaingi Jokowi itu kini belum maksimal. “Yang belum maksimal, lambat laun akan merangkak naik. Sementara yang sudah di atas dia akan cenderung stagnan atau bisa jadi turun karena suatu peristiwa atau isu,” ungkap Saan.

Dengan demikian, Saan tak khawatir jika Jokowi kini berjaya dalam sebagian besar survei. Peserta-peserta Konvensi Capres Partai Demokrat, ungkap Saan, bisa jadi akan menyalip elektabilitas Jokowi.

“Saat ini pesertanya masih disiapkan. Di antara 11 peserta konvensi, saya termasuk yang yakin akan ada yang mengimbangi Jokowi,” ujarnya.

Jokowi rajai survei

Survei Litbang Kompas dari dua hasil survei opini publik yang dilakukan secara berkala (longitudinal survey) terhadap 1.400 responden—calon pemilih dalam Pemilu 2014—yang terpilih secara acak di 33 provinsi menunjukkan, semakin besar proporsi calon pemilih yang jelas menyatakan pilihannya terhadap sosok pemimpin nasional yang mereka kehendaki.

Sebaliknya, semakin kecil proporsi calon pemilih yang belum menyatakan pilihan dan semakin kecil pula proporsi calon pemilih yang enggan menjawab (menganggap rahasia) siapa sosok calon presiden yang ia harapkan memimpin negeri ini.

Besarnya proporsi pemilih yang sudah memiliki preferensi terhadap sosok calon presiden secara signifikan hanya bertumpu pada lima nama: Joko Widodo, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Megawati Soekarnoputri, dan Jusuf Kalla.

Pada survei terakhir (Juni 2013), lima sosok itu mampu menguasai dua pertiga responden. Sisanya (18,2 persen) tersebar pada 16 sosok calon presiden lainnya. Dibandingkan dengan survei pada Desember 2012, ruang gerak penguasaan ke-16 sosok "papan bawah" popularitas ini relatif stagnan, yang menandakan kecilnya peluang lonjakan mobilitas setiap sosok ke papan atas.

Dari kelima sosok yang berada pada papan atas popularitas capres, kemunculan Jokowi sebagai generasi baru dalam panggung pencarian sosok pemimpin nasional menarik dicermati. Ia langsung menempati posisi teratas dengan selisih yang terpaut cukup jauh dengan keempat calon lain yang namanya sudah menasional selama ini.

Saat ini, tingkat keterpilihan Jokowi mencapai 32,5 persen. Proporsi itu meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tingkat keterpilihannya pada Desember 2012. Di sisi lain, tingkat penolakan responden terhadap dirinya tampak minim dan semakin kecil. Dari seluruh responden, yang secara ekstrem tidak menghendaki dirinya menjadi presiden hanya di bawah 5 persen.

Sebaliknya, saat ini basis dukungan terhadap Jokowi makin luas. Ia makin diminati oleh beragam kalangan, baik dari sisi demografi, sosial ekonomi, maupun latar belakang politik pemilih. Dari sisi demografi, misalnya, dukungan dari kalangan beragam usia, jenis kelamin, ataupun domisili responden Jawa maupun luar Jawa bertumpu kepadanya.

Sosoknya juga populer tidak hanya bagi kalangan ekonomi bawah, tetapi juga kalangan menengah hingga atas. Ia pun diminati oleh beragam latar belakang pemilih partai politik, tidak hanya tersekat pada para simpatisan PDI Perjuangan, partai tempatnya bernaung.

No comments:

Post a Comment