!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Tuesday, September 3, 2013

Rezim Militer Mesir terus bungkam proses demokratisasi dengan tutup media



Rezim Militer Mesir terus bungkam proses demokratisasi dengan tutup media

 Pengadilan Mesir memerintahkan penutupan empat stasiun televisi, termasuk Al Jazeera Mesir dan Ahrar 25, jaringan televisi milik kelompok Ikhwanul Muslimin.

Berdasarkan perintah pengadilan yang dikeluarkan di Kairo pada Selasa (3/9/2013), dua saluran televisi yang diperintahkan untuk ditutup adalah Al-Yarmuk dan Al-Quds. Dua saluran televisi ini dikenal beraliran Islam.

Perintah penangkapan empat televisi terjadi sehari setelah saluran televisi berhaluan Islam, Al-Hafez, diperintahkan ditutup setelah dituduh "menyulut kebencian" terhadap Kristen Koptik dan "merongrong persatuan nasional".

Dua hari lalu, pihak berwenang Mesir mengusir tiga wartawan asing yang bekerja paruh waktu untuk jaringan Al Jazeera siaran bahasa Inggris. Alasannya, mereka tidak memiliki izin.

Sebelumnya, pihak berwenang Mesir menegaskan stasiun Al Jazeera di Mesir,  Mubashir Misr, berat sebelah dalam memberikan laporan mengenai penggulingan mantan Presiden Muhammad Mursi.

Pendukung Mursi

Jaringan televisi itu meliput berbagai demonstrasi yang digelar Ikhwanul Muslimin menyusul kudeta militer yang menggulingkan Presiden Muhammad Mursi pada 3 Juli. Mursi berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin.

Wartawan BBC urusan masalah Arab, Sebastian Usher, melaporkan bahwa Al Jazeera dan khususnya stasiun televisinya di Mesir, Mubashir Misr, dikecam oleh banyak warga Mesir yang turun ke jalan-jalan untuk menuntut pengunduran diri Muhammad Mursi.

Menurut mereka, stasiun televisi itu terlalu dekat dengan Ikhwanul Muslimin. "Begitu Mursi digulingkan oleh militer, banyak media yang mendukung Ikhwanul Muslimin ditutup," ucap Usher.

Qatar yang menanggung pendanaan jaringan Al Jazeera, tambah, Usher, adalah pendukung utama Mursi. Al Jazeera yang bermarkas di Doha tersebut sebelumnya mengeluh karena pasukan keamanan menggerebek kantornya di Kairo dan menyita peralatan.

Presiden terguling Mesir Muhammad Mursi akan diajukan ke persidangan dengan tuduhan "menghasut untuk membunuh dan melakukan kekerasan". Televisi Pemerintah Mesir menyiarkan berita ini, Minggu (1/9/2013), tanpa menyebutkan kapan persidangan dijadwalkan.

Berita tersebut menyatakan Mursi akan disidangkan bersama 14 orang lain dari Ikhwanul Muslimin. Mereka semua dikenakan tuduhan yang sama. Tuduhan disebut merujuk kekerasan pada Desember 2012 di depan istana kepresidenan, dan Mursi juga dikenakan dakwaan melarikan diri dari penjara pada 2011.

Setelah digulingkan pada 3 Juli 2013, Mursi ditahan oleh pemerintah yang didukung militer Mesir di tempat yang tak diketahui sampai sekarang. Sementara di antara 14 tokoh Ikhwanul Muslimin yang akan disidangkan bersama Mursi, terdapat Mohamed al-Beltagi dan Essam el Erian.

Beltagi adalah tokoh senior Ikhwanul Muslimin. Putri Beltagi, Asmaa el Beltagy, tewas pada Rabu (14/8/2013), saat menjadi relawan di rumah sakit darurat, menyusul beragam penembakan terhadap para demonstran pendukung Mursi. Erian adalah Wakil Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan.

Pembunuhan dan kekerasan yang dituduhkan ke Mursi pada Desember 2012, merujuk pada demonstrasi menentang dekrit Presiden yang diterbitkan pada November 2012. Selain ke-15 tokoh ini, polisi juga menangkap lebih dari 2.000 tokoh lain dari organisasi tersebut sejak Mursi digulingkan.

Sebelumnya, Pemerintah Mesir telah menjadwalkan persidangan untuk para tokoh Ikhwanul Muslimin selain Mursi pada 25 Agustus 2013. Namun sidang itu dibatalkan dengan alasan keamanan. Jadwal baru sudah diumumkan, yakni pada 29 Oktober 2013, tetapi belum diketahui apakah akan ada perubahan.

Kantor Berita Mesir, MENA, pada Rabu (28/8/2013) melaporkan pernyataan paling anyar Perdana Menteri (PM) interim Hazem al-Beblawi. Menurutnya, pembubaran Ikhwanul Muslimin (IM), termasuk partai politiknya Partai Keadilan dan Kebebasan (FJP), belum tentu menuntaskan krisis politik di Mesir. "Salah juga kalau mengambil keputusan di tengah suasana kacau," kata Beblawi.

Sebelumnya, Beblawi, pada Sabtu (17/8/2013), adalah orang yang menyerukan agar IM dibubarkan. "Menjadi hal baik bagi kita kalau memonitor gerak partai atau organisasi tanpa membubarkannya atau membiarkan mereka melakukan kegiatan rahasia," tuturnya.



"Likuidasi"

Didirikan pada 1928, IM pernah "dilikuidasi" pada 1954. Waktu itu, IM beroposisi terhadap perjanjian Inggris-Mesir yang diteken, kala itu, oleh Presiden Gamal Abdel Nasser dan pemerintah penjajah Inggris.

Bekerja diam-diam dalam bidang karitatif selama beberapa dekade, IM mendirikan FJP pada 2011. Momen itu bertepatan dengan penggulingan Presiden Hosni Mubarak.

FJP kemudian memenangi pemilihan umum (pemilu) parlemen pada akhir 2012. Kemenangan itu mendudukkan tokoh IM Muhammad Mursi sebagai orang nomor satu di Negeri Piramida.

Pada awal Juli, para pendukung melakukan aksi protes lantaran apa yang mereka namakan sebagai "penggulingan" Mursi dari kekuasaan. Aksi kekerasan merebak dalam bentrokan dengan polisi. Demo itu sampai kini sudah menewaskan seribu orang, termasuk 100 polisi.

Termutakhir, ratusan anggota IM, termasuk pemimpin tertingginya, Mohamed Badie, dan dua deputinya, dijebloskan ke penjara. Mereka dituduh membangkitkan kekerasan dan pembunuhan terhadap pendemo anti-Mursi.

Militer Mesir tidak akan lagi mengucapkan sumpah setia kepada presiden, demikian isi sebuah dekrit yang baru saja dipublikasikan.

Sejumlah analis politik menilai, langkah ini merupakan sebuah perubahan simbolis untuk menegaskan bahwa militer independen lepas dari kontrol pemerintah sipil.

Dalam sumpah prajurit baru itu terdapat kalimat sumpah yang berisi "melaksanakan tugas dari pemimpin saya". Kalimat ini mengganti frasa: "saya akan loyal kepada presiden Republik Mesir".

Dekrit baru ini diterbitkan pada Selasa (27/8/2013) oleh Presiden interim Adly Mansour, pemimpin sipil Mesir yang didudukkan di tampuk kekuasaan oleh militer setelah penggulingan Muhammad Mursi pada 3 Juli lalu.

"Perubahannya sangat positif. Dekrit ini bermaksud mencegah sumpah kepada seseorang. Dekrit ini sudah mencakup presiden karena dia adalah panglima tertinggi angkatan bersenjata Mesir," kata juru bicara militer Ahmed Ali.

"Ini cara untuk menumbuhkan kesetiaan kepada pemimpin bukan kepada seseorang," lanjut Ali.

Namun, pengamat politik melihat perubahan dekrit ini hanyalah sebuah langkah simbolis semata.

Pakar Mesir dari Universitas George Washington, AS, Nathan Brown menjelaskan bahwa naskah dekrit itu dibuat berdasarkan materi yang diserahkan Jenderal Abdel Fattah Al-Sisi kepada presiden.

"Saya kira tak ada yang percaya dekrit ini adalah inisiatif Presiden Mansour," kata Brown.

Pendek kata, lanjut Brown, dekrit ini adalah sebuah inisiatif militer dan disahkan oleh presiden.

Brown menambahkan, di sebagian besar negara, militer menyatakan kesetiaannya terhadap konstitusi dan undang-undang.

"Di Mesir, militer tak lagi bersumpah akan membela pemerintah sipil, hukum, atau prosedur," ujar Al-Sisi.

Dalam pemerintahan sementara Mesir, Jenderal Al-Sisi menjabat wakil presiden sekaligus menteri pertahanan.

No comments:

Post a Comment