!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Monday, September 2, 2013

110.000 orang telah tewas dalam konflik di Suriah



110.000 orang telah tewas dalam konflik di Suriah

 Lebih dari 110.000 orang telah tewas dalam konflik di Suriah sejak Maret 2011 hingga Sabtu (31/8/8), kata sebuah lembaga pemantau hak asasi manusia, Minggu, beberapa hari setelah dugaan serangan gas beracun di dekat Damaskus yang mengejutkan dunia.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan, jumlah korban sejak pemberontakan yang telah berlangsung 29 bulan itu kini mencapai 110.371 orang, dengan setidaknya 40.146 warga sipil tewas, termasuk hampir 4.000 perempuan dan lebih dari 5.800 anak-anak.

Kelompok itu, yang bergantung pada data dari jaringan para aktivis, dokter dan pengacara di seluruh Suriah, mengatakan 21.850 tentara pemberontak juga tewas.

Di sisi rezim, kelompok itu melaporkan bahwa korban tewas sedikitnya 27.654 tentara angkatan darat, 17.824 milisi pro-rezim dan 171 anggota kelompok Syiah Hizbullah, Lebanon, yang mengirim petempurnya berperang bersama tentara Suriah.

Kelompok itu menghitung 2.726 orang tak dikenal lain yang tewas dalam pertempuran di seluruh negara yang dilanda perang itu.

Angka-angka itu merupakan bukti tingkat kekerasan yang melanda Suriah, yang telah porak-poranda oleh perang saudara yang bermula dengan demonstrasi damai untuk menuntut perubahan rezim.

Pada 21 Agustus lalu, ratusan orang tewas dalam dugaan serangan gas beracun yang sejumlah negara Barat dan Arab tuduh telah dilakukan rezim Bashar al-Assad. Namun klaim tersebut disangkal rezim Assad.

Pemerintah Suriah, Senin (2/9/2013), meminta PBB mencegah segala bentuk agresi terhadap Suriah menyusul pernyataan Presiden AS Barack Obama yang bersikukuh akan "menghukum" Suriah terkait penggunaan senjata kimia bulan lalu.

Permintaan ini tertuang dalam surat resmi Dubes Suriah untuk PBB Bashar Jaafari kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan Presiden Dewan Keamanan Cristina Perceval.

"Kami meminta Sekretaris Jenderal untuk menunjukkan tanggung jawabnya untuk mencegah segala jenis agresi terhadap Suriah dan mendorong tercapainya solusi politik di Suriah," demikian kutipan dari kantor berita MENA.

Jaafari juga mendesak dewan keamanan mempertahankan perannya sebagai "katup" keselamatan untuk mencegah penggunaan kekuatan militer di luar legitimasi internasional.

Jaafari menambahkan, PBB seharusnya memainkan peran sebagai penyokong perdamaian dan sebagai rekan Rusia yang mempersiapkan konferensi internasional untuk Suriah.

"PBB jangan berperan sebagai negara yang menggunakan kekuatan terhadap siapa pun yang menentang kebijakannya," ujar Jaafari.

Suriah membantah penggunaan senjata kimia di dekat Damaskus bulan lalu dan justru menuding pemberontak yang menggunakannya demi menarik perhatian Barat.

Namun, Pemerintah AS sangat yakin bahwa rezim Bashar al-Assad berada di balik penggunaan gas sarin yang diklaim AS menewaskan lebih dari 1.400 orang itu.

 Presiden Suriah Bashar al Assad memperingatkan Perancis bahwa Suriah akan membalas jika Perancis mengambil bagian dalam rencana aksi militer ke Suriah. Sementara itu, Pemerintah Perancis justru  merilis data yang mendukung tudingan penggunaan senjata kimia oleh rezim Assad.

"Jika kebijakan negara Perancis bermusuhan dengan rakyat Suriah, kami akan menjadi musuh mereka," kata Assad dalam wawancara dengan surat kabar Perancis Le Figaro. "Akan ada dampak, jelas negatif, pada kepentingan Perancis."

Perancis telah mengambil posisi mendukung oposisi Suriah sejak awal 2,5 tahun perang saudara di Suriah. Dukungan itu diberikan dengan kekhawatiran konflik Suriah akan melebar ke Lebanon, tempat 20.000 warga negara Perancis tinggal dengan banyak perusahaan Perancis beroperasi di sana. Perancis juga punya 800 orang yang memperkuat pasukan penjaga perdamaian PBB.

Presiden Perancis Francois Hollande bersama dengan Presiden AS Barack Obama adalah dua pemimpin negara yang menegaskan rezim Assad harus dihukum untuk serangan terhadap warga sipil pada Rabu (21/8/2013) yang diduga menggunakan senjata kimia dan menewaskan lebih dari 1.400 orang. Data intelijen Amerika menyebutkan, serangan dini hari itu menewaskan 1.429 orang dengan 426 di antaranya adalah anak-anak.

Namun, Pemerintah Suriah menyatakan serangan tersebut dilakukan kubu oposisi. Assad mengatakan, adalah tidak masuk akal dia menggunakan senjata kimia di wilayah yang pasukannya juga bertugas di sana.

"Mereka yang membuat tuduhan harus menunjukkan bukti. Kami menantang Amerika Serikat dan Perancis untuk datang dengan sepotong bukti. Obama dan Hollande tak punya kemampuan untuk melakukannya," tegas Assad, dalam wawancara yang diterbitkan Senin (2/9/2013).

Peluang Barat menyerang Suriah meredup setelah pada pekan lalu parlemen Inggris menentang negara itu terlibat dalam aksi militer ke Suriah. Saat ini Obama pun masih menunggu persetujuan Kongres Amerika sebelum mengambil langkah militer apa pun ke Suriah.

Namun, Perancis dengan sistem pemerintahan yang memberikan hak konstitusional kepada Presiden untuk menyatakan perang tetap menjadi pendukung kuat aksi militer ke Suriah. Meski demikian, pada Senin, anggota senior dari partai oposisi terhadap Hollande menolak panggilan mengikuti pemungutan suara parlemen untuk persetujuan serangan dalam bentuk apa pun ke Suriah.

Adapun Perdana Menteri Perancis Jean-Marc Ayrault setelah menyampaikan laporan intelijen soal Suriah di depan parlemen, Senin, menegaskan perlunya pengerahan militer ke rezim Assad. Dia mengatakan, Paris ingin mencegah Assad mengulang lagi penggunaan senjata kimia, sekaligus menghalangi orang atau negara lain meniru apa yang sudah dilakukan Assad.

"Tindakan (Assad) ini tidak bisa dibiarkan tanpa tanggapan," kata Ayrault. "Ini bukan porsi Perancis bertindak sendiri. Presiden terus berupaya menyatukan koalisi. Tujuan (serangan) bukan untuk menggulingkan rezim atau membebaskan negara itu," papar dia.

 Italia, Senin (2/9/2013), memperingatkan, Uni Eropa tidak punya pendekatan memadai untuk menangani masalah pengungsi yang diperkirakan bakal memburuk, bila ada intervensi internasional ke krisis Suriah. Italia juga menolak ikut intervensi ke Suriah, sampai ada pernyataan dari Dewan Keamanan PBB.

"Saya memperkirakan krisis Suriah dapat menyebabkan memburuknya masalah pengungsi," kata Perdana Menteri Italia Enrico Letta kepada wartawan setelah bertemu dengan Perdana Menteri Slovenia Alenka Bratusek di resor danau Bled, Slovenia.

Letta menambahkan, Uni Eropa juga belum punya pendekatan yang memadai untuk mengatasi kemungkinan memburuknya masalah pengungsi tersebut. "Seperti biasa, Italia akan mengerjakan bagiannya tetapi ada masalah struktural," tambah dia. Pada pertengahan 2014, ketika Italia menjadi Presiden bergilir Uni Eropa, mereka akan mencoba membangun pendekatan umum Uni Eropa untuk masalah pengungsi ini.

Konflik di Afrika utara dan timur Mediterania, khususnya di Mesir dan Suriah, telah menyebabkan lonjakan pendaratan perahu pengungsi di Italia. Negara ini merupakan negara Uni Eropa pertama yang menjadi tujuan antrean para pencari suaka. Kementerian Dalam Negeri Italia memperkirakan 3.000 migran dari Suriah telah tiba di negaranya sepanjang tahun ini.

Ketika ditanya tentang rencana Amerika Serikat dan Perancis mengambil tindakan militer sebagai hukuman untuk rezim Bashar al Assad di Suriah, Letta mengatakan bahwa dia dapat memahami argumentasi dan posisi kedua negara itu. Namun, dia menambahkan, "Italia tidak akan berpartisipasi dalam intervensi apa pun sampai Dewan Keamanan PBB menegaskan ada penggunaan (senjata kimia di Suriah)."

No comments:

Post a Comment