Buruh |
BNP2TKI lakukan gebrakan Benahi Persoalan TKI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyiapkan dua gebrakan untuk
membenahi permasalahan yang selama ini dihadapi buruh migran.
Gebrakan pertama adalah memulangkan semua TKI nonformal
di beberapa negara yang jumlahnya mencapai 1,8 juta.
"Sebagai kado bagi buruh migran, atas arahan dan
perintah Bapak Presiden Joko Widodo, sidang kabinet memutuskan semua buruh yang
nonformal akan difasilitasi oleh negara untuk dipulangkan.
Ada 1,8 juta orang di berbagai negara, mereka tidak punya
dokumen kontrak, paspor, bahkan visa kerja," kata Kepala BNP2TKI, Nusron
Wahid, pada acara Malam Budaya Peringatan Hari Buruh Migran Sedunia sekaligus
peringatan 10 Tahun Migrant Care, di Goethe Institute, Jakarta Pusat, Kamis
(18/12/2014).
Nusron mengatakan, mereka itu daripada bermasalah, mau
pulang juga takut, tetapi di sana terancam ditangkap, maka lebih baik
pemerintah memulangkannya.
Dan pemerintah, kata dia, tidak sekadar memulangkan,
tetapi setelah dipulangkan mereka akan dilatih dan dibukakan akses modal untuk
membuka usaha.
"Tentu nanti akan ada opsi, misalkan bagi negara
yang memungkinkan untuk pemutihan dan TKI nonformal itu masih mau bekerja di
negara tersebut. Prinsipnya kita tidak mau memperlama derita, tetapi juga
setelah itu jangan sampai timbulkan problem baru," ujarnya.
Sementara gebrakan kedua, lanjut Nusron, adalah
pembenahan di struktur biaya yang harus dikeluarkan TKI. Menurut Nusron, beban
yang harus ditanggung TKI selama ini sangat tidak manusiawi.
Sebab, dari mulai berangkat hingga kerja selama tiga
tahun, TKI harus menanggung beban sekitar Rp 51 juta atau setara dengan 11 gaji
kerja di Taiwan.
Nantinya, kata Nusron, mulai Maret 2015 biaya yang
ditanggung TKI dipangkas menjadi hanya sekitar Rp 20 juta.
Tidak hanya biaya yang ditekan, tetapi juga prosesnya
akan lebih dimudahkan. Jika sebelumnya proses yang harus ditempuh TKI ada 22
titik yang setiap titiknya ada biayanya, nanti hanya 8 titik saja, yang itupun
akan dibuat di satu tempat.
Nusron melanjutkan, problem yang ada sekarang ini, secara
struktural, kenapa masih ada yang kerja bahkan secara nonformal ke luar negeri.
Jawabannya terpaksa, ada keterdesakan, kepepept, apakah itu problem sosial
maupun ekonomi.
Dan Indonesia saat ini, mengalami bonus demografi, dimana
usia produktif lebih banyak dari kesempatan kerjanya. Kalau kata pengamat, kata
Nusron, politik migrasi itu baru bisa diselesaikan ketika pertumbuhan ekonomi
mencapai 8%. Tetapi itu belum tercapai saat ini sehingga banyak yang memilih
kerja di luar negeri.
"Persoalannya, ketika migrasi prosesnya terlalu panjang,
waktunya lama, biayanya mahal. Harus mendatangi 22 tempat, dan di Indonesia,
semua tempat duit, mulai dari 100 ribu hingga Rp 5 juta. Karena itu, banyak
yang mengambil jalan pintas dengan tanpa prosedural," ungkapnya.
"Kami melihat, pada hakikatnya mereka ingin tenang,
formal, ingin enggakk ditangkap polisi. Tetapi masalahnya itu, lama, panjang,
dan mahal. Maka solusi kita, proses itu kita ubah, dari 22 titik menjadi 8
titik dan satu pintu, datang di satu tempat, selesai semua urusan, di imigrasi
ada tes kesehatan dan lain-lain, biayanya juga diringankan," tambahnya.
Sementara itu, Anis Hidayah dari Migrant Care mengatakan,
dalam acara ini untuk yang pertama kali pihaknya mengundang BNP2TKI.
"Setidaknya kita ini ada trust kita terhadap
pemerintahan Jokowi-JK, ada komitmen komprehensif bahwa permasalahan buruh
migran akan diperbaiki, negara akan hadir dalam permasalahan perlindungan buruh
migran.
Sebelumnya, tidak ada kemauan politik melihat masalah TKI
ini sebagai persoalan hak asasi manusia, tetapi hanya bicara soal devisa,"
kata Anis.
No comments:
Post a Comment