!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, December 31, 2014

Tujuh jenazah Air Asia QZ 8501 telah dievakuasi, Dua mulai diidentifikasi

Tujuh jenazah Air Asia QZ 8501 telah dievakuasi, Dua  mulai diidentifikasi

Dua jenazah tiba di Lanud Juanda Sidoarjo Jawa Timur pada Rabu (31/12)
Dua jenazah korban pesawat AirAsia QZ 8501 telah tiba di RS Bhayangkara Surabaya Jawa Timur, Rabu (31/12) sore.

Uji pasca-kematian atau Post-mortem terhadap para jenazah mulai dilakukan oleh tim Disaster Victim Identification DVI.

Sebelumnya Tim DVI Mabes Polri telah mengambil sampel DNA dari keluarga korban.

RS Bhayangkara juga menyiapkan 150 lemari pendingin, untuk menyimpan jenazah penumpang dan kru pesawat yang berjumlah 162 orang.
Jenazah diterbangkan ke Lanud Juanda Sidoardjo dari Lanud Iskandar Pangkalan Bun dengan menggunakan pesawat Boeing 737 milik TNI AU, pada Rabu Sore.

Supriadi mengatakan empat jenazah masih berada di KRI Bung Tomo dan kapal lainnya yang berada di perairan selat Karimata, tetapi tidak dapat dievakuasi melalui udara karena cuaca buruk.

Supriyadi mengatakan evakuasi dengan menggunakan helikopter telah dihentikan pada Rabu sore.

Upacara peringatan akan dilakukan di Surabaya pada Rabu malam, dan Gubernur Jawa Timur mengatakan kepada BBC telah membatalkan seluruh perayaan pergantian tahun.

Penyebab kecelakaan pesawat yang hilang kontak pada Minggu (28/12) pagi itu, belum diketahui. Komunikasi terakhir pilot meminta untuk menaikkan ketinggian pesawat demi menghindari cuaca buruk. Tetapi ketika ijin diberikan, pilot tidak memberi jawaban.

Tiga hari setelah pencarian dilakukan, puing dan jenazah ditemukan di perairan Selat Karimata, di dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Bagaimanakah situasi di lokasi evakuasi AirAsia?
Para penyelam mempersiapkan alat-alat untuk evakuasi korban
Sejumlah kapal dan pesawat serta helikopter yang ikut dalam pencarin korban pesawat Air Asia QZ8501 menghadapi hambatan besar, yaitu cuaca buruk.

Kapal SAR 224 yang membawa sejumlah penyelam dan juga wartawan ke lokasi evakuasi korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ 8501, terpaksa kembali ke arah Pelabuhan Muara Sungai Kumai, di Pangkalan Bun Kalimantan Selatan.

Hujan deras dan gelombang setinggi tiga meter memaksa kapal SAR 224 kembali ke arah Pelabuhan Kumai di Pangkalan Bun, seperti disampaikan kapten kapal SAR 224 Ahmad.

“Cuacanya buruk sekali. Ombak mencapai dua hingga tiga meter, bahkan beberapa kali mengenai kaca anjungan kapal. Adapun jarak pandang hanya 20 meter. Atas dasar itu, saya memutuskan untuk kembali ke Pelabuhan Kumai di Pangkalan Bun,” kata Ahmad, kapten kapal SAR 224, kepada wartawan harian Borneo News, Budi Baskoro.

Keputusan Ahmad memutar haluan diambil ketika kapal telah bertolak selama dua jam dari pelabuhan. Dia memperkirakan jarak antara Pelabuhan Kumai ke lokasi pencarian korban dapat ditempuh dalam lima jam perjalanan.

Kondisi cuaca juga menjadi faktor penyebab mengapa hanya ada dua jenazah dari tujuh jenazah yang bisa diterbangkan dari lokasi pencarian di perairan Selat Karimata ke Lanud Iskandar, Pangkalan Bun.

“Kami meminta kapal-kapal yang membawa lima jenazah lainnya untuk segera merapat ke Pangkalan Bun agar helikopter bisa mendekat. Kalau kapal di tengah lautan, dalam cuaca seperti ini, helikopter tidak mampu menjangkau,” kata Kepala Operasional Basarnas di Lanud Iskandar, Supriyadi.

SAR Bangka Belitung juga menyatakan cuaca buruk menghambat keberangkatan kapal yang akan menuju lokasi pencarian jenazah korban kecelakaan pesawat Air Asia dari Manggar Belitung.

Dua jenazah korban pesawat AirAsia QZ 8501 diterbangkan dari Lanud Iskandar Pangkalan Bun ke Bandara Juanda Sidoarjo Jawa Timur, pada Rabu (31/12) sore.

Direktur Operasional Basarnas di Pangkalan Bun Supriyadi mengatakan dua jenazah tersebut sebelumnya tiba di Pangkalan Bun dengan helikopter dari KRI Bung Tomo.

"Dua jenazah itu telah dimandikan di RS Sultan Imanuddin, dan segera diterbangkan dari Pangkalan Bun, " jelas Supriadi kepada Wartawan BBC Indonesia, Sri Lestari.

Jenazah berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Jenazah diterbangkan ke Surabaya dengan menggunakan pesawat Boeing 737 milik TNI AU, dan akan diidentifikasi oleh tim Disaster Victim Identification DVI.

Seorang petugas di RS Sultan Imanuddin mengatakan jenazah tiba sekitar pukul 13.30.

Cuaca menghambat
Supriadi mengatakan empat jenazah masih berada di KRI Bung Tomo dan kapal lainnya yang berada di perairan selat Karimata, tetapi tidak dapat dievakuasi melalui udara karena cuaca buruk.

"Tidak memungkinkan untuk mengevakuasi dengan helikopter, karena cuaca buruk sekali, sedangkan perjalanan ke lokasi butuh satu jam," kata Supriadi, "Jadi sekarang KRI Bung Tomo tengah menuju Pelabuhan Muara Sungai Kumai, Pangkalan Bun."

Supriyadi mengatakan evakuasi dengan menggunakan helikopter telah dihentikan pada Rabu sore.

Kepala Basarnas Bambang Soelistyo mengatakan cuaca buruk di lokasi menghambat proses evakuasi.

Basarnas dan TNI telah menyiapkan 67 orang penyelam untuk membantu proses evakuasi di bawah permukaan laut pada, Rabu (31/12).

Apakah cuaca buruk penyebab kecelakaan pesawat?

Pesawat AirAsia Penerbangan QZ8501 dilaporkan terbang disekitar awan petir sebelum hilang, dan disebutkan kapten pilot telah meminta ijin untuk menaikkan posisi terbang.

Menurut Gloria Kulesa dari Federal Aviation Administration, mengatakan hanya 23% kasus kecelakaan pesawat - fatal dan kecil - di seluruh dunia, yang penyebab utamanya adalah kondisi cuaca.

Spekulasi mengenai cuaca sebagai penyebab atau mempengaruhi kecelakaan pesawat, ketika ada pesawat hilang.

Sebagai contoh, Pesawat Air Algerie 5017 yang mengalami kecelakaan di Gurun Sahara pada Juli, menewaskan 118 orang penumpang dan kru, dilaporkan disebabkan cuaca buruk, meski belum dapat ada bukti yang kuat.
Tetapi para ahli penerbangan menyebutkan sangat jarang kasus kecelakaan pesawat hanya disebabkan karena faktor cuaca.

Sylvia Wrigley, pilot pesawat terbang ringan dan penulis buku Why Planes Crash, mengatakan bagaimana pilot dan kru mengoperasikan pesawat akan mempengaruhi apakah kecelakaan yang terjadi menjadi fatal atau tidak.
"Saya tidak berpikir tentang kejadian dimana cuaca menjadi satu-satunya penyebab," kata dia. "Tetapi dapat juga terjadi situasi dimana cuaca membuat pesawat berada dalam risiko tertinggi."

Tim pencari pesawat hilang Air Asia terhambat cuaca buruk
Seperti badai yang sangat kuat dapat menyebabkan kerusakan pada sayap pada sebuah pesawat kecil tetapi biasanya, para pilot dan petugas pengawas lalu lintas udara dapat melakukan upaya yang baik untuk menghindarinya.

Para kru akan terbang setidaknya 10 mil atau 16 km di sekitar badai. Teknologi radar juga memudahkan untuk mendeteksi kondisi cuaca buruk.
Kecelakaan lain dimana cuaca diuji sebagai salah satu faktor hilangnya pesawat Air France di lautan Atlantik 2009.

Setelah mengalami turbulensi, pilot gagal untuk mendiskusikan peringatan bahaya dan pilot tidak terlatih untuk menghadapi situasi ini, menurut temuan dalam penyelidikan.

Penumpukan es di bagian sayap dan ekor dapat menyebabkan kecelakaan pesawat, tetapi pilot yang terlatih dapat menghindari ini. Selain itu, sayap pesawat juga dilengkapi dengan "sumbu statis", yang dapat menghilangkan arus listrik yang berasal dari petir.

Hujan deras atau hujan es juga dapat menyebabkan "kebakaran". Mesin dapat kembali dinyalakan tetapi tidak selalu berhasil.

Sebuah pesawat Garuda Indonesia Airways 737 pernah mengalami kebakaran pada mesin ganda ketika hujan deras di Jawa pada 2002 lalu.

Meski pilot telah dapat menyalakan kembali mesin mereka memutuskan untuk mendarat dengan selamat di atas Sungai Bengawan Solo.

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional ICAO mengatakan lebih dari separuh dari kasus kecelakan yang terjadi sepanjang 2006-2011 berkaitan dengan keamanan landasan.

Tujuh korban AirAsia telah dievakuasi
Cuaca buruk hambat evakuasi jenazah korban kecelakaan Air Asia

Basarnas menyatakan satu jenazah telah dievakuasi oleh Tim SAR gabungan sehingga total jenazah yang sudah dievakuasi mencapai tujuh jasad.
Kepala Basarnas, Bambang Soelistyo, mengatakan semua jenazah masih berada di dalam kapal dan kondisinya utuh.

"Enam jenazah ada di KRI dan sisanya ada di Kapal Angkatan Laut Malaysia KD Lekir," jelas Bambang dalam keterangan pers di kantor Basarnas Jakarta, Rabu (31/12).

Jenis kelamin jenazah yang ditemukan ialah empat pria dan tiga perempuan. Salah satu jenazah perempuan disebut menggunakan seragam pramugari.
Bambang mengatakan jenazah para korban AirAsia QZ 8501 belum dapat dibawa ke Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, karena cuaca buruk.


Kondisi itu pula yang menyebabkan sejumlah helikopter yang akan mengangkut jenazah dari kapal terpaksa kembali ke Pangkalan Bun. (BBC)

No comments:

Post a Comment