Perjalanan yang belum selesai (163)
(Bagian ke seratus enam puluh tiga, Depok, Jawa Barat,
Indonesia, 19 Desember 2014, 05.33
WIB)
BPJS: Obat Non-Generik tetap bayar
Tiga tahun lalu pasca saya terkena stroke saya terkena
pendarahan di mata sebelah kanan, sehingga tidak lagi melihat dengan jelas.
Usai terapy akibat stroke di rumah sakit Central Medika,
dan tempat lain selama setahun, saya mencoba memeriksakan mata saya di rumah
sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM).
Setelah antri beberapa saat saya masuk ke ruangan
pemeriksaan mata diperiksa dokter spesialis mata senior yang dibantu para calon
dokter spesialis mata yang lagi menyelesaikan kuliahnya di Universitas
Indonesia.
Di dalam ruangan Nampak sudah ada Dokter spesialis
kandungan dr Boyke yang terkenal yang kerap diwawancarai para wartawan media
massa sebagai seorang pakar Human Sexuality (pakar masalah sex).
‘’Berapa ya dok, biaya lasik mata di RSCM,’’ Tanya Dr
Boyke, kepada dokter yang lagi memeriksa matanya. ‘’Rp 20 juta , jawab dokter
itu. ‘’Murah ya, kalau di rumah sakit swasta lain bisa mencapai Rp.40 juta,’’
jawab dr Boyke lagi.
Usai di periksa mata saya, saya disuruh datang lagi ke
RSCM untuk diopersi, setelah melalui pemeriksaan laboratorium untuk
diperiksakan antara lain kadar gula darah saya.
Sebelum saya masuk ruangan pemeriksaan saya banyak
mengobrol dengan para pasien lain di luar ruangan, bahwa banyak dari pasien
yang masuk asuransi kesehatan milik perintah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
agar mereka tidak harus membayar operasi, atau pun kalau disuruh membayar tidak terlalu berat
hanya sebagian kecil.
Karena saya dimintai biaya opeasi itu sebesar Rp 19 juta,
maklum karena telah di PHK (Dipecat) Beijing Oristar Media, media online asal
China dan anak perusahaan IT Hua Wei , karena terkena stroke, sehingga saya tidak
punya cukup uang untuk membiayai operasi. Saya mencoba mengurus juga kartu JKN,
namun karena saya tinggal di perumahan yang dianggap tempat tinggal orang ‘’Mampu’’
maka RT/RW dan kelurahan menolak membuatkan kantu jaminan kesehatan untuk orang
miskin itu.
Sehingga, saya terpaksa membatalkan operasi mata itu
sampai kini. Kini dengan munculnya asuransi BPJS, karena saya sebelumnya akhir
tahun 2013 jadi peserta jaminan kesehatan Jamsostek, kini beralih tempat
otomatis jadi peserta BPJS Kesehatan.
Tiga kali saya di rawat di rumah sakit swasta Tugu Ibu,
Depok, Jawa Barat, saya memang tidak membayar
untuk biaya dokter, kamar dan laboratorium, Nmun untuk obat-obat an non generic
yang mencapai Rp 3 juta harus saya rogoh dari kocek (kantong) sendiri.
Saya mencoba untuk berobat di rumah sakit pemerinah
seperti Rumah Sakit Pasar Rebo, Jakarta Timur, memang seluruhnya sama sekali
tidak bayar (obat generik) namun anda harus bersabar pasien yang antri untuk
berobat di rumah sakit pemerintah biasanya banyak (membludak), saya sendiri datang
pagi sudah dapat nomer 600an, dan baru konsultasi dengan dokter spesialis
sekitar jam 13.00 siang. Jadi kalau kita ngak punya cukup uang dan tergolong
miskin ya datangi rumah sakit pemerintah, tapi harus maklum dan bersabar, kalau
kita punya cukup uang, yak e rumah sakit swasta, tapi harus siap menanggung
obat-obatan non-generik.
Jumlah Peserta BPJS Kesehatan 116 Juta
Jumlah Peserta BPJS Kesehatan 116 Juta
l
TEMPO.CO, Jakarta - PT Asuransi Kesehatan yang akan
bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan pada 1
Januari 2014 telah mendata jumlah peserta hingga Desember 2013. Totalnya,
mencapai 116.122.065 jiwa.
Jumlah peserta tersebut merupakan gabungan dari peserta
baru dan pengalihan dari program terdahulu, yaitu Asuransi Kesehatan (Askes),
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Polri, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). ”Data tersebut lengkap
dengan nama dan alamat,” kata Direktur Kepesertaan PT Askes Sri Endang
Tidarwati di Jakarta, Senin, 30 Desember 2013.
Peserta pengalihan sebanyak 112.592.141 jiwa, terdiri
atas pengalihan dari Askes sebanyak 16.142.615 jiwa, Jamkesmas (86,4 juta
jiwa), TNI (859.216 jiwa), Polri (743.454 jiwa), dan Jamsostek sebanyak
8.446.856 jiwa.
Sedangkan peserta baru berjumlah 3.529.924 jiwa yang
berasal dari Jaminan Kesehatan Aceh dan Kartu Jakarta Sehat. ”Jamkesda Aceh
sekitar 1,2 juta jiwa dan KJS sekitar 2,2 juta jiwa,” kata Sri Endang.
Dia menjelaskan, peserta pengalihan bisa menggunakan
kartu dari provider sebelumnya ataupun kartu BPJS Kesehatan karena sistemnya
telah terintegrasi. Menurut dia, peserta yang membawa kartu tanda penduduk atau
menyebutkan nomor induk kependudukan (NIK) juga akan dilayani frontliner.
Soalnya, kata Sri Endang, data tersebut telah terhubung dengan sistem
kependudukan dan catatan sipil Kementerian Dalam Negeri.
PT Askes hingga kini telah menyiapkan 21 juta lembar
formulir untuk peserta baru yang akan mendaftar. Menurut Direktur Hukum dan
Hubungan Antar-Lembaga PT Askes Purnawarman Basundoro proses pendaftaran
peserta baru bisa berlangsung cepat jika formulir telah dilengkapi dan NIK
terintegrasi dengan sistem kependudukan dan catatan sipil Kementerian Dalam
Negeri. ”Kalau segera bayar, kartu peserta langsung aktif,” kata dia.
Purnawarman mengatakan untuk pendaftaran di wilayah
terpencil seperti Atambua dan Papua, Askes bekerja sama dengan pemerintah
setempat untuk mendata langsung ke lokasi. “Atau, masyarakat bisa langsung mendaftar
melalui puskesmas,” ujar dia.
Sejauh ini, sudah ada tujuh provinsi dan 107
kabupaten/kota yang telah bekerja sama dengan PT Askes. Ketujuh provinsi
tersebut yaitu Aceh, Jakarta, Maluku Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Utara,
Gorontalo, dan Kalimantan Tengah.
Kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua
kelompok yaitu peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta bukan PBI.
Peserta PBI adalah orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu yang
preminya akan dibayarkan pemerintah. Sedangkan yang tergolong bukan PBI, yaitu
pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota TNI POLRI, pejabat negara
dan pegawai swasta, pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja), investor,
pensiunan, dan janda pensiunan.
BPJS Kesehatan Targetkan Tahun 2015 Peserta JKN Bertambah
37 Juta Peserta
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga saat ini, peserta
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah mencapai angka 131,9 juta peserta.
Jumlah ini memenuhi target dalam peta jalan pemerintah yakni 131,4 juta peserta.
"Awalnya pemerintah telah mempunyai peta jalan
dengan menargetkan 121,6 juta termasuk di dalamnya eks Jamsostek 8,1 juta jiwa.
Bulan Mei terpenuhi, lalu target direvisi menjadi 131,4 juta dan telah dipenuhi
juga," kata Sri Endang Tidarwati Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan di
Jakarta, Selasa (9/12/2014).
BPJS Kesehatan sendiri menargetkan tahun 2015 mendatang
kepesertaannya mencapai 168 juta orang.
"Artinya dalam setahun akan ada penambahan sekitar
37 juta peserta yang sebagian diperoleh dari dari pekerja penerima upah dari
badan usaha," katanya.
Tidak hanya bada usaha, BPJS Kesehatan menginginkan
seluruh masyarakat Indonesia yang sehat mendaftar.
"Jangan sampai menunggu sakit baru bayar. Program
JKN ini sifatnya gotong royong jadi memerlukan iuran orang yang sehat untuk
diberikan orang yang sakit. Jadi jangan sakit baru mendaftarkan diri jadi
peserta JKN," katanya.
No comments:
Post a Comment