Longsor Banjarnegara |
Misteri Ribuan Lele Sebelum Longsor Banjarnegara yang menewaskan banyak warga
VIVAnews - Sepekan sudah bencana longsor maut di Dusun
Jemblung Desa Sampang, Banjarnegara, Jawa Tengah, terjadi. Dusun kecil di
lereng Dieng ini pun mendadak populer, ramai dikunjungi.
Bagaimana tidak, lebih dari setengah penduduknya tewas
ditelan longsor mahadahsyat pada Jumat petang, 12 Desember 2014. Rumah-rumah
luluh lantak, puluhan hektare sawah dan ladang hilang tak berbekas.
"Ini tragedi mendalam bagi kami yang ditinggalkan.
Desa dan keluarga kami hilang dalam sekejap, semuanya tertimbun tanpa tahu
dosanya apa," ujar Kepala Desa Sampang Purwanto.
Muncul ribuan lele
Menurut beberapa saksi mata, bencana longsor maut itu
sebenarnya sudah menunjukkan sejumlah tanda. Namun warga banyak yang tidak
menghiraukan.
Satu tanda paling nyata adalah terjadinya longsor awal,
sehari sebelum longsor besar Jumat. Namun karena hanya menimbun ruas jalan dan
tidak menyasar ke pemukiman, tidak ada yang mengungsi. Bahkan mereka malah
menonton pembersihan material longsor oleh petugas TNI dan Bina Marga Dinas
Pekerjaan Umum Pemda Jateng.
Tanda berikutnya adalah munculnya ribuan lele di aliran
sungai yang membelah Dusun Jemblung. Pengakuan saksi mata, siang menjelang sore
pada Jumat petaka itu, ada warga yang berhasil menjaring ikan lele dalam jumlah
banyak di aliran sungai yang mengairi sawah warga.
"Itu ikannya melimpah-limpah. Tidak cukup satu
ember. Padahal biasanya kalau mancing, susah bukan main. Namun entah kenapa,
pada siang sampai sore, banyak sekali ikan lele di aliran sungai," tutur
Kepala Desa Kalibening, Khodim, yang mengaku mendapatkan informasi tersebut
dari warga Dusun Jemblung yang selamat.
Warga memperkirakan, kemunculan lele tersebut besar
kemungkinan larian dari dalam tanah. Sebab, nun jauh di atas Dusun Jemblung,
yakni di atas bukit yang kini menjadi sorotan Tim Kaji Gerak Cepat Gerakan
Tanah, ada kolam berdiamater 30 meter dengan kedalaman 1 meter. Kolam ini
ternyata sudah lama ada. Warga menamakannya dengan Telaga Lele.
"Telaga itu sudah ada sejak dulu. Dinamakan Telaga
Lele, karena dulunya memang banyak lele. Warga memperkirakan munculnya ratusan
lele ini karena ikut aliran air dari telaga yang turun ke bawah dusun,"
kata Khodim.
Penampungan air
Fenomena munculnya lele tersebut, memang tak banyak warga
yang mengetahuinya. Sebab, pada siang menjelang sore, warga kebanyakan menonton
pembersihan jalur yang tertimbun longsor di ujung desa.
Karena itu hanya segelintir warga yang tahu. Itu pun
karena kebetulan mereka tengah memancing dan menjaring di aliran sungai Dusun
Jemblung. "Bayangkan saja kata mereka yang dapat lele itu, dari mulai
pukul 12.00-17.00, lelenya tak habis-habis. Tapi ini baru kepikiran usai
bencana, kenapa muncul lele secara tiba-tiba dalam jumlah banyak di desa
itu," kata Khodim.
Sebab itu, muncul sejumlah spekulasi. Salah satunya yang
paling masuk akal, kata Khodim, adanya lorong air yang menjadi penghubung
antara Dusun Jemblung dengan Telaga Lele yang berada di atas bukit yang kini
sebagian materialnya sudah menutupi desa.
Hal itu cukup beralasan. Berdasar hikayat nama, Jemblung
didefinisikan sebagai tempat penampungan air atau wadah air besar yang terbuat
dari tanah liat. Karena itu, wajar adanya lembahan yang kini menjadi pemukiman
warga tersebut, banyak ditemukan aliran air di lereng bukit yang kemudian
tumpah ke bawah dusun.
"Bisa jadi dari aliran air yang banyak itu,
keluarlah lele-lele yang ada di atas bukit. Atau bisa jadi juga, air-air ini
yang membuat tanah dusun jadi gampang rapuh. Jadi ketika hujan datang, longsor
pasti mengancam," kata Khodim.
Kini, terlepas dari itu semua. Bencana maut Dusun
Jemblung, harus menjadi pelajaran semua pihak. Bahwa sesungguhnya bencana bisa
datang kapan saja dan kepada siapa saja. Baik Khodim maupun Purwanto berharap,
ada langkah serius dari pemerintah setempat untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya bencana serupa.
"Kami prinsipnya siap apapun keputusan yang hendak
diambil pemerintah tentang keberadaan dusun kami. Kami cuma ingin hidup tenang
dan tetap bisa memenuhi kebutuhan harian kami dari ladang yang ada di dusun
kami," kata Purwanto.
No comments:
Post a Comment